Anda di halaman 1dari 13

BAB III

PELAKSANAAN STUDI KASUS

3.1 Pengkajian Fisioterapi

1. Data Pasien

Data pasien diketahui melalui anamnesa atau tanya jawab secara dengan

pasien. Anamnesa adalah pengambilan data yang dilakukan tenaga medis dengan

cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien

dengan tujuan memperoleh data pasien beserta keluhannya. Dari anamnesa,

penulis mendapatkan keterangan pasien sebagai berikut:

Nama : Tn. N

Umur : 22 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : RT 04/09 Ajibarang Wetan

2. Diagnosa Medis

Diagnosa medis merupakan penentuan jenis penyakit berdasarkan tanda

dan gejala dengan menggunakan cara dan alat. Dari hasil diagnosa medis yang

diberikan oleh dokter, pasien di diagnosa terkena Bell’s Palsy.

22
23

3. Terapi Umum

Terapi medika mentosa, yaitu pengobatan yang diberikan dalam bentuk

obat atau bahan kimia. Terapi medika mentosa yang diberikan kepada pasien,

yaitu sebagai berikut:

Mecobalamin

Na diklofenak

Diazepam

4. Keluhan Utama

Keluhan utama pasien diketahui melalui anamnesa atau tanya jawab secara

dengan pasien. Penulis menanyakan kepada pasien “Apa keluhan utamanya,

Pak?”, dari hasil jawaban pasien diketahui bahwa keluhan utamanya adalah

adanya rasa tebal pada salah satu sisi wajah karena satu sisi nya mengalami

kelemahan.

5. Riwayat Penyakit Sekarang

Penulis menyakan kepada pasien dengan pertanyaan-pertanyaan seperti,

apa keluhan utama yang anda rasakan?, sudah berapa lama anda merasakannya?,

bagaimana awal anda merasakannya?, aktifitas apa yang memperberat dan

mempersulit anda?, sudah berobat kemana saja?. Dari pertanyaan-pertanyaan

tersebut didapatkan hasil bahwa keluhan utama pasien adalah adanya rasa tebal

pada salah satu sisi wajah karena satu sisi nya mengalami kelemahan yang sudah

dirasakan tiga minggu sebelumnya. Itu terjadi saat pasien bangun tidur, tiba-tiba

bibir nya terasa tebal dan saat minum bocor serta mulutnya merot. Yang

memperberat pasien adalah saat berkomunikasi, makan, minum, dan menutup


24

mata. Dan saat yang memperingan adalah dengan istirahat. Pada saat hari kedua

serangan, pasien memeriksakan ke PUSKESMAS dan pasien diberikan obat untuk

dikonsumsi. Setelah dua minggu tidak ada kemajuan. Dari PUSKESMAS, pasien

dirujuk agar diperiksa ke dokter saraf di RSUD Ajibarang. Dari dokter saraf, lalu

kemudian dirujuk untuk melakukan terapi ke poli fisioterapi. Pasien datang ke

fisioterapi untuk pertama kali pada tanggal 14 Februari 2019 setelah 1 minggu

mengkonsumsi obat.

6. Riwayat Penyakit Dahulu

Dari hasil anamnesa secara langsung dengan pasien, dari keluarga pasien

tidak ada penyakit serupa yang dialami pasien. Tekanan darah, gula, serta

kolestrol pasien juga berada dalam ambang normal.

7. Pemeriksaan Tanda Fisik

1) Tanda Vital

Pemeriksaan tanda vital terdiri dari pengukuran tekanan darah

menggunakan alat spigmamonometer, menghitung denyut nadi dengan palpasi di

arteri radialis selama satu menit, menghitung frekuensi pernafasan dengan

inspeksi gerakan dada pasien selama satu menit, menghitung suhu pasien dengan

alat thermometer, mengukur tinggi badan dengan stature meter, dan menghitung

berat badan dengan timbangan badan.

Dari hasil pemeriksaan tanda vital, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tekanan darah : 137/86 mmHg

Denyut nadi : 80x/menit

Frekuensi pernafasan : 18x/menit


25

Suhu : 36,5˚C

Tinggi badan : 168 cm

Berat badan : 67 kg

a. Inspeksi

Inspeksi dilakukan dengan cara melihat keadaan pasien. Inspeksi dibagi

menjadi dua yaitu inspeksi statis yang dilakukan dengan cara mengamati keadaan

pasien ketika pasien diam, dan inspeksi dinamis yang dilakukan dengan

mengamati pasien saat pasien bergerak atau beraktifitas.

Statis: asimetris pada wajah terutama pada bibir yang turun ke sebelah kiri

serta mata kiri yang terlihat setengah terpejam, dan mata kanan berwarna

kemerahan dan berair.

Dinamis: asimetris pada saat tersenyum, mata kanan tidak mampu untuk

terpejam dengan dengan sempurna saat berkedip, susah payah saat mengangkat

alis kanan, gerakan dahi sedikit.

b. Palpasi

Palpasi dilakukan dengan cara memegang atau meraba bagian yang

terkena gangguan.

Dari hasil palpasi yang dilakukan didapat hasil bahwa suhu local dalam

batas normal, adanya spasme otot-otot wajah, adanya nyeri tekan pada sekitar

telinga kanan.
26

2) Pemeriksaan Spesifik

a. Pemeriksaan kekuatan otot wajah dengan Manual Muscle Testing (MMT)

Pemeriksaan MMT wajah dilakukan untuk menilai kekuatan otot fasialis

yang mengalami paralisis menggunakan skala Daniel and Worthingtom’s Manual

Muscle Testing dengan nilai :

Nilai 0 (zero) : tidak ada kontraksi

Nilai 1 (trace) : kontraksi minimal

Nilai 3 (fair) : kontraksi sampai dengan simetris sisi normal dengan maksimal

Nilai 5 (normal) : kontraksi penuh, terkontrol dan simetris

Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan kekuatan otot wajah dengan menggunakan Manual
Muscle Testing (MMT) otot wajah (Hislop et al, 2007)
Nama Otot Fungsi Nilai
M. orbicularis oris Menutup bibir sehingga juga menggerakan 3
cuping hidung, pipi dan kulit dagu
M. zygomatikum Tersenyum 3
M. levator labii Menarik bibir atas ke lateral dan atas 3
M. nasalis Menggerakan cuping hidung dan hidungnya 1
M. buccinators Menegangkan bibir, meningkatkan tekanan 3
interoral (ketika meniup dan mengunyah)
M. frontalis Menggerakan kulit kepala dan menciptakan 1
kerut miring di dahi
M. corrugator Menggerakan kulit dahi dan alis matake arah 1
pangkal hidung, menciptakan kerut vertical
tepat di atas pangkal hidung

b. Pemeriksaan kemampuan fungsional

Perbaikan klinis pasien Bell’s palsy dapat dinilai dengan mudah dengan

menggunakan facial grading system. Facial grading system merupakan suatu

sistem skor yang digunakan untuk menilai fungsi saraf fasialis. Sistem ini

diperlukan dalam menentukan keparahan dari gangguan fungsi wajah, mengikuti


27

progresivitas paralisis fasialis, dan membandingkan hasil pengobatan. Beberapa

sistem grading telah diperkenalkan salah satunya adalah dengan House

Brackmann. House Brackmann grading system telah dipakai sebagai standar oleh

American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. Sistem ini

didasarkan pada 6 tingkat skor (I-Vl) yang memberikan evaluasi dari fungsi

motorik saraf fasialis dan juga evaluasi Dalam skala ini, kelas I ditugaskan ke

fungsi normal, dan kelas VI mewakili kelumpuhan total. Nilai antara bervariasi

menurut fungsi saat istirahat dan dengan usaha.

Berikut adalah grade yang diukur menggunakan House-Brackman Scale:


28

Tabel 3.2 Detail pengukuran dengan HouseBrackman


Derajat Kerusakan Karakteristik
Grade I Fungsi wajah normal disemua area.
Normal
Grade II Gross:
Disfungsi ringan Kelemahan sedikit terlihat pada inspeksi dekat.
Synkinesis hampir tidak terlihat.
Saat istirahat simetri normal dan tonus normal.
Motion:
Dahi- fungsi sedang hingga baik.
Mata- penutupan lengkap dengan sedikit usaha.
Mulut- sedikit asimetri.
Grade III Gross:
Disfungsi sedang Kelemahan yang terlihat tapi tidak terlalu jelas
perbedaan dikedua sisi.
Synkinesis, kontraktur, atau kejang hemifacial (tetapi
tidak parah.
Saat istirahat simetri normal dan tonus normal.
Motion:
Dahi- gerakan sedikit ke sedang.
Mata- penutupan lengkap dengan sedikit susah payah.
Mulut- sedikit lemah dengan usaha maksimal.
Grade IV Gross:
Disfungsi sedang parah Kelemahan jelas dan terlihat tidak simetri.
Saat istirahat simetri normal dan tonus normal.
Motion:
Dahi- tidak ada.
Mata- penutupan tidak lengkap.
Mulut- asimetris dengan usaha maksimal.
Grade V Gross:
Parah Gerak yang yang nyaris tidak terlihat.
Saat istirahat, asimetri.
Motion:
Dahi- tidak ada.
Mata- penutupan tidak lengkap
Mulut- gerakan ringan
Grade VI Kelumpuhan Tidak ada gerakan.
total
29

3) Problematik Fisioterapi

Problematika fisioterapi terdiri dari impairment, functional limitation dan

disability. Problematika fisioterapi yang diperoleh pada kasus ini adalah sebagai

berikut:

a. Impairment

a) Adanya rasa tebal pada sisi wajah sebelah kanan

b) Adanya kelemahan pada otot-otot wajah sebelah kanan

c) Adanya penurunan fungsional wajah

b. Functional limitation

Pasien kesulitan melakukan aktifitas fungsional seperti berkumur yang

selalu bocor, makan yang terkumpul pada sisi yang lemah, kesulitan untuk

berbicara dengan jelas, kesulitan mengangkat alis terutama bagian kanan,

kesulitan menutup mata kanan secara sempurna.

c. Disability

Pasien mampu melakukan aktifitas social dilingkungan sekolah dan

masyarakat dengan baik akan tetapi pasien mengeluhkan adanya rasa kurang

percaya diri.

4) Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad Bonam

Quo ad sanam : Dubia ad Bonam

Quo ad cosmeticam : Dubia ad Bonam


30

5) Hasil Evaluasi

a. Hasil evaluasi kekuatan otot

Tabel 3.3 hasil Evaluasi Kekuatan Otot Wajah dengan MMT


Nama Otot Terapi 0 Terapi 1 Terapi 2 Terapi 3
M. orbicularis oris 3 - - -
M. zygomatikum 3 - - -
M. levator labii 3 - - -
M. nasalis 1 - - -
M. buccinators 3 - - -
M. frontalis 1 - - -
M. corrugator 1 - - -

b. Evaluasi kemampuan fungsional

Tabel 3.4 Hasil evaluasi dengan House Brackmann


Grade IV Gross:
Disfungsi sedang Kelemahan jelas dan terlihat tidak simetri.
parah Saat istirahat simetri normal dan tonus normal.
Motion:
Dahi- gerakan sedikit.
Mata- penutupan tidak lengkap.
Mulut- asimetris dengan usaha maksimal.

3.2 Pelaksanaan Fisioterapi

Terapi ke 1 tanggal 14 Februari 2019

1. Kabat Exercise

Tujuan : meningkatkan kekuatan otot dan kemampuan fungsional.

Persiapan pasien : posisi pasien supinelying senyaman mungkin.

Persiapan terapis : cuci tangan, posisi terapis disebelah atas belakang pasien.

Pelaksanaan :
31

1) Stimulasi otot orbicularis oris

Pada posisi awal, jari telunjuk dan jari tengah terapis diletakkan pada

sudut mulut kiri/kanan.

a. Dilakukan peregangan pada m. orbicularis oris dengan menarik sudut mulut

ke arah samping kiri/ kanan.

b. Pasien disuruh mencucu sambil diberi tahanan oleh terapis dan ditahan selama

8 kali hitungan.

a. Stretch b. Resistance

2) Stimulasi otot zygomaticusdan levator labii

Pada posisi awal, jari telunjuk dan jari telinga tengah diletakkan pada

sudut mulut kiri/ kanan.

a. Dilakukan peregangan pada m. zygomaticus mayor dan m. levator labii

dengan menekan sudut mulut ke arah medial.

b. Pasien disuruh untuk menarik sudut mulut ke arah luar sambil diberi tahanan

oleh terapis selama 8 kali hitungan.

a. Stretch b. Resistance
32

3) Stimulasi otot m. dilator nares dan nasalis

Pada posisi awal, jari telunjuk terapis diletakkan pada kedua cuping

hidung.

a. Dilakukan penekanan pada kedua cuping hidung ke arah kaudal.

b. Pasien disuruh mengembangkan cuping hidung sambil diberi tahanan oleh

terapis selama 8 kali hitungan.

a. Stretch b. Resistance

4) Stimulasi otot m. procerus

Pada posisi awal, jari telunjuk terapis diletakkan di batang hidung pada

kedua sisi.

a. Dilakukan peregangan pada batang hidung menuju bagian bawah.

b. Pasien disuruh dengan menaikkan lipatan nasolabial ke arah atas sambil diberi

tahanan selama 8 kali hitungan.

a. Stretch b. Resistance

5) Melatih m. orbicularis oculi

Pada posisi awal, jari telunjuk dan jari tengah terapis diletakkan di sudut

mata pasien.
33

a. Dilakukan peregangan dengan menarik sudut mata kearah lateral.

b. Pasien disuruh mengerutkan kelopak mata sambil menutup mata dengan kuat

dan diberi tahanan selama 8 kali hitungan.

a. Stretch b. Resistance

6) Melatih m. corrugators supercelli

Pada posisi awal, jari telunjuk dan jari tengah terapis diletakkan di atas alis

mata. Dilakukan peregangan dan menarik sudut alis ke arah lateral. Pasien

disuruh mengerutkan sudut alis ke arah medial sambil diberi tahanan selama 8 kali

hitungan.

a. Dilakukan peregangan dan menarik sudut alis ke arah lateral

b. Pasien disuruh mengerutkan sudut alis ke arah medial sambil diberi tahanan

selama 8 kali hitungan

a. Stretch b. Resistance
34

7) Melatih m. frontalis

Pada posisi awal, jari telunjuk dan jari tengah diletakkan di atas alis mata.

a. Dilakukan peregangan pada m. frontalis dengan mendorong alis mata ke arah

kaudal/bawah.

b. Pasien disuruh mengerutkan kening sambil diberi tahanan selama 8 kali

hitungan.

a. Stretch b. Resistance

8) Melatih m. mentalis

Pada posisi awal, jari telunjuk dan jari tengah diletakkan pada dagu.

a. Dilakukan peregangan dengan menarik dagu ke arah lateral.

b. Pasien disuruh mengerutkan bibir bawah sambil diberi selama 8 kali hitungan

(Kisner et al, 2007).

a. Stretch b. Resistance

3.3 Hasil Terapi Akhir

Pasien tidak mendapat hasil peningkatan kekuatan otot dan peningkatan

kemampuan fungsional.

Anda mungkin juga menyukai