Abstrak
Bergulirnya otonomi daerah sejak tahun 1999 sebagai perwujudan sistem demokrasi di indonesia, telah memberikan
dorongan yang sangat kuat bagi daerah untuk mengatur daerahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat di daerah. Dengan
adanya otonomi daerah, kemudian daerah berlomba-lomba untuk mengatur segala urusan yang berkaitan dengan daerahnya
ke dalam Peraturan Daerah. Yang paling Signifikan di Era Reformasi ini bahwa mayoritas warga negara Indonesia yang
beragama islam memiliki pengaruh kuat didaerah, hal tersebut ditandai dengan munculnya fenomena produk hukum
Peraturan Daerah berperspektif syariah islam. Peraturan Daerah berperspektif syariat Islam telah melahirkan sebuah
implikasi Pelanggaran Hak Asasi Manusia dan Perpecahan bangsa.
Kata Kunci: Demokrasi, Peraturan Daerah, Syariah Islam, Hak Asasi Manusia.
Abstract
The Bird Of autonomous region since 1999 as the embodiment of the democratic system in indonesia, has given an
overwhelming urge for area to set up its territory in accordance with the aspirations of the community in the area. With the
autonomous region, then the set of all vying for the affairs related to its territory into local regulations. The most significant
in this Reformation that the majority of citizens are Muslim Indonesia has strong influence in the area, it is marked by the
emergence of the phenomenon of legal Regulations The product Islam Syariah perspective. Regulation of The Islam Syariah
perspective jurisprudence has given rise to an implication in violations of human rights and Split the nation.
Selain itu, Peraturan Daerah berperspektif syariat Islam juga 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
juga di indikasikan berpotensi melahirkan Pelanggaran Hak Undangan. Untuk bahan hukum sekundenya adalah buku-
Asasi Manusia dan Perpecahan bangsa. Misalnya pada buku literatur, tulisan-tulisan hukum, maupun jurnal-jurnal
Peraturan daerah di aceh atau yang sering disebut sebagai yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Dan bahan
qonun yang dalam kenyataannya syarat dengan pelanggaran non hukum dalam penulisan yang digunakan antara lain
hak asasi manusia. Sebagian muatan-muatan qonun [6] buku pedoman penulisan karya ilmiah, kamus Bahasa
tersebut telah bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi Indonesia dan bahan-bahan lainnya yang diperoleh dari
manusia. Selain itu Peraturan Daerah berperspektif syariah sumber non hukum. Analisis bahan hukum dilakukan dengan
islam juga dianggap telah melanggar hak-hak kebebsan sipil menggunakan metode deduksi untuk menarik kesimpulan
dan hak-hak perempuan. misalnya dimana cara berpakaian dari artikel ilmiah ini.
begitu dibatasi, serta waktu dan ruang gerak dari perempuan
diruang publik sangat dibelenggu dan dibatasi.[7] Sebagai Pembahasan
faktanya Komnas Perempuan mencatat telah terjadi 46
kasus Pelanggaran Terhadap Perempuan sampai tahun 2005 1. Peraturan Daerah Berperspektif Syariah Islam
atas pemeberlakuan Peraturan Daerah Berperspektif syariah Menurut Konsep Hak Asasi Manusia
islam ini.[8] A.Formalisasi Syariah Islam Sebagai Materi Muatan
Peraturan daerah berperspektif syariah islam ini Peraturan Daerah
juga telah diindikasikan berpotensi menimbulkan suatu Dalam perkembangannya formalisasi syariah Islam
diskriminasi bagi masyarakat di daerah. Seperti misalnya di era reformasi ini dapat digambarkan melalui tiga kondisi.
adanya diskriminasi bagi pemeluk agama lain, di [12] Pertama, dalam bidang Politik, adanya upaya partai-
bulukumba, Sulawesi yang terdapat Peraturan Daerah yang partai politik islam, misalnya Partai Persatuan Pembangunan
mewajibkan setiap orang untuk belajar membaca al quran (PPP) dan Partai Bulan Bintang (PBB) dalam Sidang
dan diberbagai daerah lainnya yang sama-sama demikian. Tahunan MPR pada bulan Agustus tahun 2002 untuk
Hal tersebut tentu sangat beretentangan dengan konsep hak mengamandemen pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara
asasi manusia dan menjadi sorotan komunitas Hak Asasi Republik Indonesia Tahun 1945 dengan memasukkan tujuh
Manusia Internasional.[9] kata, yaitu (“dengan kewajiban menjalankan syariah Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”) dalam Piagam Jakarta agar
B. Rumusan Masalah formalisasi syariah mempunyai landasan konstitusional yang
Berdasarkan uraian pada latar belakang, dapat jelas di Indonesia. Namun pada akhirnya menjelang detik-
dirumuskan permasalahan sebagai berikut: detik akhir proses amandemen Undang-undang Dasar
1.Apakah Peraturan Daerah Berperspektif Syariah Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR telah
Islam Di Indonesia sesuai dengan Konsep Hak Asasi bersepakat untuk tidak memasukkan tujuh kata Piagam
Manusia? Jakarta di detik-detik akhir proses perubahan Undang-
2.Bagaimanakah Implikasi Peraturan Daerah undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[13]
Berperspektif Syariah Islam Di Indonesia bagi Kedua, dibidang otonomi daerah, adanya
Masyarakat Di Daerah yang bersangkutan? formalisasi syariah Islam di beberapa produk hukum daerah
di Indonesia. Misalnya di Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam; di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan;
Metode Penelitian Bima, Nusa Tenggara Barat; Indramayu, Cianjur, dan
Tasikmalaya, Jawa Barat; Kota Tangerang, Banten, dan
Dalam penulisan skripsi ini, tipe penelitian yang beberpa daerah lain. Fenomena ini bisa dilihat dari
digunakan adalah yuridis normatif (Legal Research), yaitu munculnya peraturan daerah yang berperspektif syariah
penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan islam, artinya memuat syariat islam sebagai materi muatan
kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.[10]. peraturan daerah, baik di tingkat propinsi maupun
Aturan hukum yang bersifat formil seperti undang-undang, kabupaten/kota. Formalisasi syariah islam dalam materi
peraturan-peraturan serta literatur yang berisi konsep-konsep muatan peraturan daerah sangat beragam dari kadar
teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan syariahnya yang paling rendah yang hanya mengatur
yang akan dibahas dalam skripsi ini [11]. Pendekatan masalah ibadah seperti pelacuran, minuman keras, mengenai
masalah yang digunakan adalah pendekatan undang-undang persoalan Jum’at khusyuk, pemberdayaan ZIS (Zakat, Infak,
dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum dari dan Sedekah), dan keharusan bisa baca tulis al-Qur’an, serta
artikel ilmiah ini terdiri dari bahan hukum primer yang keharusan berbusana Muslim. Sampai pada kadar syariah
digunakan adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik islam tertinggi yaitu hukum pidana Islam yang hanya terjadi
Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 7 Tahun di Aceh, seperti penerapan hukum cambuk bagi penjudi dan
1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai pelaku khalwat/Mesum (laki-laki dan wanita dewasa berdua-
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita; duaan di tempat sepi).[14] Ketiga, di kalangan organisasi
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi kemasyarakatan, adanya seruan dan kampanye untuk
Manusia; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang mengajak masyarakat untuk memformalisasikan syariah
Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 12 Tahun Islam dalam segala aspek kehidupan dan juga sampai pada
2005 Tentang Pengesahan Konvenan Internasional Tentang tingkat system ketatanegaraan, seperti yang dilakukan
Hak-hak Sipil dan politik; Undang-Undang Nomor 12 Tahun beberapa kelompok dan gerakan Islam, misalnya Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), dan diatur melalui Peraturan Daerah-Peraturan Daerah meskipun
Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).[15] aturan-aturan di tingkat nasional juga bisa ditemui.
Gambaran secara umum mengenai formalisasi Sebagaimana telah disahkannya Undang-Undang Anti
syariah islam dalam produk hukum di beberapa daerah pornografi dan Pornoaksi.
antara lain, Di Nangroe Aceh Darussalam , Qanun Nomor 13 Level keempat, penerapan syariah islam terhadap
tahun 2003 tentang maisir (perjudian); Qanun Nomor 14 hukum pidana Islam, terutama bertalian dengan jenis-jenis
tahun 2003 Tentang khalwat/mesum (laki-laki dan sanksi yang dijatuhkan bagi pelanggar. Islamisasi yang
perempuan dewasa berdua-duaan di tempat sepi dengan dilakukan di Indonesia memang belum sampai pada level
melakukan tindakan yang mengarah pada zina); Qanun ini. Namun, arskal salim mengatakan, menduga kuat ke arah
Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Khamr (minuman keras).Di inilah perjuangan Islamisasi itu akan diarahkan. Dapat
Sulawesi Selatan, Bulukumba, Peraturan Daerah Nomor 3 ditemui bahwa saat ini di daerah Aceh khususnya Islamisasi
Tahun 2002 Tentang Larangan, Penertiban, dan Penjualan melalui Peraturan daerahnya (qanun) sudah sampai ke taraf
Minuman Keras; Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2003 level ini, yaitu penerapan sanksi yang salah satunya
Tentang Pengelolaan Zakat, Infak, dan Sedekah; Peraturan menerapkan hukuman cambuk, sehingga hal ini bukan tidak
Daerah Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Berpakaian Musim mungkin akan memberikan dorongan bagi daerah-daerah
dan Muslimah; Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 lain juga akan melakukan eksperimen yang sama. Selain itu
Tentang Pandai Baca Tulis A-Qur’an Bagi Siswa dan Calon ada gejala yang menarik di Padang, Bulukumba Sulawesi
Pengantin; di Gorontalo, Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun Selatan, Eksperimen penerapan syariah islam di Bulukumba
2003 Tentang Pencegahan Maksiat. Di Nusa Tenggara bahkan telah merambah desa. Sebanyak 12 desa dijadikan
Timur, Lombok Timur, Peraturan Daerah Tentang areal percontohan penerapan syariah Islam sejak awal 2005.
Pengelolaan Zakat Profesi. Di Jawa Timur, Madura, Sedemikian kondangnya nama Bulukumba di mata
Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Larangan pendukung syariah, sampai Kongres Umat Islam Sulawesi
Peredaran Minuman Beralkohol. Di Jawa Barat, Indramayu, Selatan Ke-III, bulan Maret tahun 2005 pun digelar di
Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Prostitusi; tempat tersebut. Desa Padang berani menerapkan pidana
Garut, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 Tentang hudud melalui Peraturan Desa (Perdes). Isinya, peraturan
Kesusilaan; Kota Tangerang, Peraturan Daerah Nomor 8 tentang delik perzinaan sanksinya (cambuk 100 kali), qadzaf
Tahun 2005 Tentang Pemberantasan Maksiat. alias menuduh zina (cambuk 80 kali atau dilimpahkan ke
Arskal Salim merumuskan setidaknya ada lima polisi), minuman keras sanksinya (cambuk 40 kali), dan
level penerapan Syariah Islam.[16] Pada level pertama, pidana sanksinya qishash (balasan setimpal) bagi tindak
penerapan syariah islam terhadap masalah-masalah hukum penganiayaan. Level kelima, penerapan syariah islam
keluarga, seperti perkawinan, perceraian dan kewarisan. terhadap penggunaan Islam sebagai dasar negara dan sistem
Jenis hukum Islam yang terkait dengan al ahwal asy- pemerintahan. Level ini merupakan puncak tertinggi dari
syakhshiyah ini begitu lama berada di negara Indonesia. ideologi Islamisme yang senantiasa menjadi impian
Level kedua, penerapan syariah islam terhadap urusan- pengusung ideologi ini. Oleh karena itu, bila perjuangan
urusan ekonomi dan keuangan, seperti perbankan Islam dan pada level tertentu bisa berhasil, maka level di atasnya
zakat. Untuk kedua level ini kita bisa melihat sejumlah menjadi agenda berikut. Hal ini akan terus bergerak sebelum
undang-undang seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun level puncaknya berhasil.
1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Sedangkan berdasarkan kriteria Daniel E.Price,[17]
Tahun 1977 tentang Perwakafan yang kemudian dinaikkan Syariah Islam yang diterapkan di berbagai daerah di
statusnya menjadi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Indonesia dalam bentuk berbagai Peraturan Daerah
tentang Perwakafan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 berperspektif Syariah Islam baru sampai pada taraf level
tentang Peradilan Agama yang kemudian diubah menjadi kedua yakni pengaturan ritual keagamaan (ibadah).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Pengaturan ritual tersebut bentuknya bervariasi, misalnya
Agama yang menambahkan kompetensi Peradilan Agama dari pengaturan Jumat khusyuk dengan menutup jalan utama
untuk mengadili sengketa ekonomi syariah, Undang-Undang saat Jum’at berlangsung seperti di Bima, atau saat sholatnya
Nomor 7 Tahun 1992 junto Undang-Undang Nomor 10 saja seperti di Bireun Nangroe Aceh Darussalam ; syarat
Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 bisa baca tulis al-Qur’an bagi calon mempelai dan calon
tentang Sistem Perbankan Nasional yang mengizinkan pejabat di Bulukumba, Sulawesi Selatan; hingga keharusan
beroperasinya Bank Syariah, Intruksi Presiden Nomor 1 menutup warung/toko saat salat berlangsung, terutama Salat
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang- Magrib dan Jum’at seperti di Bireun, Nangroe Aceh
Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Darussalam. Umumnya, penerapan syariah Islam dalam
Haji, dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang bentuk Peraturan Daerah yang berjalan hanyalah pada taraf
Pengelolaan Zakat. Level ketiga, penerapan syariah islam (hukum keluarga) dan (hukum ekonomi), yaitu berpakaian
terhadap praktik-praktik (ritual) keagamaan, seperti Muslim, pengelolaan zakat, infak, dan sedekah (walaupun
kewajiban mengenakan jilbab bagi wanita Muslim, ataupun ini juga bisa disebut sebagai level pertama), Peraturan
pelarangan resmi hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Daerah tentang wajib belajar sekolah diniyah, dan Peraturan
Islam seperti alkohol, perjudian, pelacuran, dan sebagainya. Daerah tentang pelajaran ekonomi syariah seperti di
Permasalahan dari regulasi pada level ini adalah masalah Tasikmalaya.
moralitas. Jika level pertama dan kedua regulasi yang B.Peraturan Daerah Berperspektif Syariah Islam
muncul di tingkat nasional, level ketiga ini lebih banyak Menurut Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia
Formalisasi syariah Islam ke dalam muatan Di sisi lain, dalam kaitannya dengan hak kebebasan
Peraturan Daerah bukan saja tidak sesuai dengan prinsip bereskpresi, sebuah negara boleh memberikan sedikit
ketatanegaraan Indonesia sebagai negara yang menganut pembatasan. Satu-satunya pembatasan adalah suatu hal yang
sistem demokrasi, namun juga dianggap tidak sesuai dengan secara hukum disebut sebagai pembatasan-pembatasan,
Konsep Hak Asasi Manusia, karena bertentangan dengan misalnya beberapa contoh negara tidak boleh mengikuti
Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia. Materi muatan yang kesalahan negara lain yang melanggar ketentuan hak untuk
bersumber dari syariah islam (agama) hanyalah mengacu hidup atau melanggar larangan penyiksaan; negara tidak
pada sudut pandang salah satu agama saja yakni islam, hal boleh membantu negara lain dalam hal menghilangkan
ini sangatlah bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan nyawa seseorang; negara tidak boleh menolak mengakui
prinsip Non Diskriminasi. Didalam konsep hak asasi status pengungsi; negara tidak boleh mendeportasi orang-
manusia telah dicantumkan tidak boleh dalam suatu orang non nasioanl ataupun menyetujui permintaan ektradisi.
peraturan perundang-undangan tertulis, tidak terkecuali Untuk hak untuk hidup, negara tidak boleh menerima
peraturan daerah mencantumkan salah satu materi muatan pendekatan yang pasif. Negara wajib membuat aturan hukum
yang berperspektif agama dalam hal ini syariah islam yang dan mengambil langkah-langkah guna melindungi hak-hak
bersumber dari agama islam. Materi muatan yang dan kebebasan-kebebasan yang bersifat positif yang dapat
berperspektif syariah islam telah mengandung unsur diterima oleh negara. Karena alasan inilah maka negara
pembedaan Less Favourable bagi seseorang secara langsung berkewajiban membuat aturan hukum yang melarang
maupun secara tidak langsung. yang dimaksud dampak pembunuhan untuk mencegah negara melanggar hak untuk
secara langsung disini ialah dampak yang dirasakan hidup. Pada intinya penekanannya adalah bahwa negara
langsung oleh diri seseorang dari sebuah ketentuan hukum. harus bersifat proaktif dalam menghormati hak asasi
Sedangkan dampak secara tidak langsung muncul ketika manusia bukan bersifat pasif.
dampak hukum atau dalam praktek merupakan bentuk Konsep hak asasi manusia tidak hanya berbicara
diskriminasi walaupun hal tersebut tidak ditujukan untuk mengenai hak, tetapi juga berkaitan dengan kewajiban, yaitu
tujuan diskriminasi. Sebagaimana dalam ketentuan pasal 1 kewajiban untuk saling menghormati dan menghargai satu
angka 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang sama lain. Setiap hak asasi seseorang akan selalu
Hak Asasi Manusia, bahwa yang dimaksud dengan menimbulkan kewajiban dasar untuk menghormati hak asasi
diskriminasi : orang lain secara timbal balik. Oleh karena itu, negara
“Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, memegang peranan penting dalam melaksanakan
atau pengucilan yang langsung ataupun tak implementasi dari kewajiban dasar hak asasi manusia
langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas tersebut.
dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, Negara Indonesia telah mengakui adanya
status sosial, status ekomomi, jenis kelamin, pengakuan terhadap hak asasi manusia dengan meratifikasi
bahasa, keyakinan politik. yang berakibat instrument hak asasi manusia internasional ke dalam
pengurangan, penyimpangan atau penghapusan Konstitusinya, yakni pencantuman pasal mengenai hak asasi
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan Indonesia Tahun 1945. Selain itu di tingkat hukum
baik individual maupun kolektif dalam bidang nasionalnya beberapa diantaranya, Negara Indonesia melalui
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi
kehidupan lainnya.” Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Lebih jauh dapat dipahami bahwa suatu peraturan terhadap Perempuan; Melalui Undang-Undang Nomor 5
daerah tidaklah hanya berlaku bagi masyarakat yang Tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensi Menentang
beragama islam di daerah tersebut, tetapi juga bagi seluruh Penyiksaan yang Kejam; Melalui Undang-Undang Nomor
masyarakat yang notabene tidak semuanya beragama islam. 11 tahun 2005 tentang ratifikasi Kovenan Internasional Hak-
Oleh karena itu jika materi muatan syariah islam di Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; dan juga melalui Undang-
formalisasikan ke dalam materi muatan peraturan undang- undang Nomor 12 tahun 2005 tentang ratifikasi Kovenan
undang tidak terkecuali peraturan daerah, maka jelas telah Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Dengan
bertentangan dengan prinsip kesetaraan dan non diskriminasi demikian jelaslah bahwa Indonesia dengan tegas mengakui
karena mengandung unsur pembedaan sebagaimana keberadaan hak asasi manusia, dan sudah menjadi sebuah
tercantum dalam konsep hak asasi manusia. Konsep hak keharusan untuk melaksanakan, mengormati dan melindungi
asasi manusia dalam deklarasi universal hak asasi manusia keberadaan hak asasi manusia itu sendiri.
telah jelas mencantumkan alasan mengenai prinsip Sebuah konsekuensi bagi negara Indonesia bahwa
kesetaraan dan non diskriminasi. Hal tersebut terdapat di prinsip-prinsip yang terkandung dalam konsep hak asasi
dalam pasal 1 deklarasi universal hak asasi manusia yang manusia haruslah dijalankan dan terakomodir baik di tingkat
menyebutkan mengenai ras, warna kulit, jenis kelamin, nasional (Undang-Undang) maupun di tingkat daerah
bahasa, agama, pendapat politik atau opini lainnya, nasional (Peraturan Daerah) sebagai pengejawantahan dari ratifikasi
atau kebangsaan, kepemilikan akan suatu benda, kelahiran Konsep Hak Asasi Manusia. Dalam upaya perlindungan dan
atau status lainnya. Semua hal tersebut merupakan alasan penegakan hak asasi manusia, negara melalui pemerintah
yang tidak terbatas dan semakin luas beberapa instrument mempunyai tugas untuk menghormati, melindungi,
memperluasnya dalam ranah seksualitas, misalnya orientasi menegakkan dan memajukannya. Secara konkret upaya yang
seksual, umur, cacat, pekerjaan. dilakukan oleh pemerintah diantaranya melakukan langkah
implementasi efektif dan konkrit atas berbagai instrument Selain dalam Ketentuan ICCPR, pada ketentuan
hukum maupun kebijakan dari segi hukum, politik, ekonomi, Konvensi CEDAW (Konvensi Perempuan), juga
sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta segi lainnya menyebutkan mengenai kewajiban negara melindungi hak
yang terkait. Tanggung jawab perlindungan dan pemenuhan asasi manusia, dalam hal ini hak-hak perempuan. Menurut
atas semua hak Asasi manusia ada di pundak negara, Hal ini Konvensi CEDAW, prinsip-prinsip dasar kewajiban negara
ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) ICCPR[18] yang meliputi beberapa hal, antara lain :
menyebutkan bahwa: a. Menjamin hak-hak perempuan melalui hukum
“Setiap negara pihak pada kovenan ini berjanji dan kebijaksanaan, serta menjamin hasilnya
untuk menghormati dan menjamin hak yang diakui (Obligation Of Result);
dalam kovenan ini bagi semua individu yang berada b. Menjamin pelaksanaan praktis dari hak-hak
di dalam wilayahnya dan berada di wilayah perempuan melalui langkah-langkah atau
yuridiksinya, tanpa pembedaan jenis apapun, aturan khusus yang menciptakan kondisi yang
seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, kondusif untuk meningkatkan kemampuan
agama, pandangan politik atau pandangan lainnya, akses wanita pada peluang dan kesempatan
asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status yang ada;
kelahiran atau status lainnya.” c. Negara tidak saja menjamin tetapi juga
termasuk hak dan kebebasan yang terdapat dalam kovenan merealisasi hak-hak perempuan;
ini jika belum dijamin dalam yuridiksi suatu negara pihak, d. Tidak saja menjamin secara de jure tetapi juga
maka negara tersebut diharuskan untuk mengambil tindakan secara de facto;
legislatif atau tindakan lainnya yang perlu guna e. Negara tidak hanya mengaturnya di sector
mengefektfkan perlindungan hak asasi manusia tersebut publik, tetapi juga terhadap tindakan dari
sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) ICCPR yang orang-orang dan lembaga di sektor privat
menyebutkan bahwa: (keluarga) dan swasta.
“Apabila belum diatur dalam ketentuan perundang- sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Konvensi CEDAW,
undangan atau kebijakan lainnya yang ada, setiap yang menyatakan bahwa:
Negara Pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk ” Negara wajib:
mengambil langkah-langkah yang diperlukan, a. Mengutuk diskriminasi, melarang segala
sesuai dengan proses konstitusinya dan dengan bentuk diskriminasi terhadap wanita
ketentuan – ketentuan dalam Kovenan ini, untuk melalui peraturan perundang-undangan,
menetapkan ketentuan perundang-undangan atau serta realisasinya;
kebijakan lain yang diperlukan untuk b. Menegakkan perlindungan hukum terhadap
memberlakuka hak-hak yang diakui dalam Kovenan wanita melalui pengadilan nasional yang
ini.” kompeten dan badan-badan pemerintah ainnya,
Kewajiban negara pihak lainnya adalah menjamin pemulihan serta perlindungan wanita yang efektif terhadap
hak yang efektif dari suatu pelanggaran hak sipil dan setiap tindakan yang diskriminatif;
politiknya walaupun si pelaku bertindak sebagai pejabat c. Mencabut semua aturan dan kebijaksanaan,
negara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (3) kebiasaan dan praktik yang diskriminatif
ICCPR yang menyebutkan bahwa: terhadap wanita;
“ Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji : d. Mencabut semua ketentuan pidana nasional
(a) Menjamin bahwa setiap orang yang hak-hak yang diskriminatif terhadap wanita.”
atau kebebasannya diakui dalam Kovenan ini Sedangkan menurut Pasal 8 Undang-Undang
dilanggar, akan memperoleh upaya pemulihan Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang
yang efektif, walaupun pelanggaran tersebut menyebutkan bahwa,“Perlindungan, pemajuan, penegakan,
dilakukan oleh orang-orang yang bertindak dan pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi
dalam kapasitas resmi; tanggung jawab Pemerintah.”Junto Pasal 71 UU Nomor 39
(b) Menjamin, bahwa setiap orang yang menuntut Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyebutkan
upaya pemulihan tersebut harus ditentukan bahwa:
hak-haknya itu oleh lembaga peradilan, “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab
administratif, atau legislatif yang berwenang, menghormati, melindungi, menegakan, dan
atau oleh lembaga berwenang lainnya yang memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam
diatur oleh sistem hukum Negara tersebut, dan Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan
untuk mengembangkan segala kemungkinan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi
upaya penyelesaian peradilan; manusia yang.diterima oleh negara Republik
(c) Menjamin, bahwa lembaga yang berwenang Indonesia.”
tersebut akan melaksanakan penyelesaian perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak
demikian apabila dikabulkan.” Asasi Manusia terutama adalah menjadi kewajiban dan
Perlindungan dan pemenuhan kewajiban hak-hak dan tanggung jawab negara. Kewajiban dan tanggung jawab
kebebasan dalam ICCPR oleh negara adalah bersifat mutlak negara tersebut menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak
dan harus segera dijalankan (immediately) atau justiciable. Asasi Manusia meliputi langkah implementasi yang efektif
[19] dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya,
pertahanan keamanan negara, dan bidang lain. Ketentuan- yang tidak dikurangi dalam keadaan apapun dan
ketentuan ini juga berarti termasuk perlindungan, pemajuan, oleh siapapun”.
penegakan, dan pemenuhan hak-hak dan kebebasan sipil dan Secara konkrit pengaturan dari hak sipil dan politik terdapat
politik. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28I ayat (4) juga dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang
menyebutkan bahwa,”Perlindungan, pemajuan, penegakan Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu
dan pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah menjadi hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan
tanggung jawab negara, terutama pemerintah.” keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperoleh
keadilan, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk bebas
2.Implikasi Berlakunya Peraturan Daerah Berperspektif memeluk agama, hak untuk berpendapat dan berorganisasi,
Syariah Islam Bagi Masyarakat Di Daerah hak atas rasa aman, hak untuk tidak disiksa, dan hak untuk
A.Dampak Peraturan Daerah Berperspektif Syariah tidak ditahan secara sewenang-wenang.
Islam Bagi Kebebasan Masyarakat Sebagai Dengan adanya pemberlakuan peraturan daerah
Implementasi Hak-Hak Sipil Di Indonesia berperspektif syariah islam sesungguhnya telah terjadi
Ada dua klasifikasi terhadap hak-hak dalam benturan dengan implementasi hak-hak sipil di negara
ICCPR, yakni Non-Derogable Rights dan Derogable Rights. Indonesia. Hal tersebut dapat digambarkan bahwa dalam
Hak Non-Derogable Rights adalah hak-hak yang bersifat implementasinya, hak-hak sipil terdapat dua klasifikasi yakni
absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh Non-Derogable Rights dan Derogable Rights. Dimana
negara pihak, walaupun dalam keadaan darurat sekalipun. dalam hal ini peraturan daerah berperspektif syariah islam,
Hak-hak yang termasuk ke dalam jenis Non-Derogable muatan materinya telah melanggar hak-hak sipil yang
Rights adalah: bersifat Non-Derogable Rights, yaitu hak-hak yang bersifat
1. hak atas hidup (right to life), absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh
2. hak bebas dari penyiksaan (right to be free from negara pihak, walaupun dalam keadaan darurat sekalipun.
torture), Jika dijabarkan hal tersebut dapat diketahui atas
3. hak bebas dari perbudakan (right to be free pemberlakuan peraturan daerah yang mengandung salah satu
from slavery), unsur agama. Sejalan dengan hal tersebut peraturan daerah
4. hak bebas dari penahanan karena gagal berperspektif syariah islam sangat banyak memberikan
memenuhi perjanjian utang, sebuah pembatasan-pembatasan atas hak-hak seseorang.
5. hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut, Pembatasan tersebut telah menciderai hak-hak sipil yang
6. hak sebagai subjek hukum, dan terdapat di dalam masyarakat, Sebagaimana ketentuan
7. hak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan ICCPR, hal tersebut tidak sesuai dengan konsep hak asasi
agama. manusia.
Klasifikasi kedua adalah Derogable Right, yakni hak-hak Oleh Karena itu pada intinya, sebenarnya untuk
yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh membentuk suatu peraturan daerah dalam ketentuan
negara-negara pihak. Termasuk jenis hak Derogable Rights Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
adalah: Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dalam Pasal 6
1. hak atas kebebasan berkumpul secara damai, mengenai materi muatan Peraturan perundang-undangan,
2. hak atas kebebasan berserikat; termasuk salah satunya ialah menetapkan bahwa salah satu asas dalam
membentuk dan menjadi anggota serikat buruh, pembentukan suatu peraturan perundangan-undangan tidak
dan terkecuali peraturan daerah adalah asas ‘kemanusiaan’, yang
3. hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berarti para pembentuk peraturan daerah, harus menjunjung
berekspresi; termasuk kebebasan mencari, tinggi dan menghormati Hak Asasi Manusia. Hal ini
menerima dan memberikan informasi dan segala merupakan sebuah implementasi dari hak-hak sipil di negara
macam gagasan tanpa memperhatikan batas indonesia yang harus dijalankan sebagai sebuah tanggung
(baik melalui tulisan maupun tulisan). jawab dan kewajiban negara.
Negara-negara pihak ICCPR diperbolehkan
mengurangi atau mengadakan penyimpangan atas kewajiban B. Dampak Berlakunya Peraturan Daerah Berperspektif
dalam memenuhi hak-hak tersebut, tetapi penyimpangan Syariah Islam Bagi Masyarakat Daerah Yang
tersebut hanya dapat dilakukan apabila sebanding dengan Bersangkutan
ancaman yang mengganggu keamanan nasional atau situasi Secara universal, Indonesia telah menjamin
darurat yang dihadapi dan tidak bersifat diskriminatif kebebasan beragama yang termaktub dalam konstitusi serta
terhadap ras dan etnis. Dalam Instrument nasional, Konsep berbagai perundang-undangan. Seperti dalam Pasal 28E
Non-Derogable Rights juga dianut dalam Undang-Undang UUD 1945 ayat 1, dan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Tidak
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu hanya kebebasan beragama, konstitusi Indonesia pun
pada ketentuan Pasal 4 yang menyatakan bahwa: melindungi setiap agama dari perlakuan diskriminatif agama
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak tertentu atas dasar apapun dan berhak untuk mendapatkan
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak perlindungan atas sikap diskriminatif tersebut seperti yang
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk tercantum dalam Pasal 28I UUD 1945 ayat 2. Secara
diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan normatif, peraturan daerah berperspektif syariah islam hanya
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar berlaku kepada kepentingan orang islam saja. Alasannya,
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia karena seluruh materi muatannya berdasarkan hukum agama
islam saja. Peraturan daerah berperspektif syariah islam ini Di dalam Peraturan Daerah Banten, Peraturan
tidak menerapkan prinsip yang sama di mata hukum kepada daerah Nomor 8 Tahun 2005 tentang Pelarangan Pelacuran
semua masyarakat, jelas sangat diskriminatif. Peraturan di Propinsi Banten. Dalam materi muatan peraturan
daerah berperspektif syariah islam juga melanggar Prinsip daerahnya, Peraturan daerah ini memberlakukan jam malam
kebebasan, karena tidak ada satu daerah di Indonesia yang bagi seorang perempuan. Hal ini akan berpotensi
penduduknya homogen, seluruhnya (100%) beragama islam. menimbulkan penyalahgunaan dan tindakan sewenang-
Perbedaan hukum publik dalam suatu wilayah tertentu wenang, karena tidak jelasnya kriteria yang membedakan
dengan wilayah lainnya membuat seorang warga negara antara seorang perempuan yang bekerja dengan seorang
tidak diperlakukan sama di mata hukum, padahal ia masih perempuan yang memang notabene berprofesi sebagai
dalam satu wilayah negara. pekerja seks yang berada diluar rumah di malam hari.
Penerapan peraturan daerah berperspektif syariah sehingga dalam pelaksanaannya menimbulkan potensi
islam akan cenderung melakukan diskriminasi terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia, karena selain hal ini
agama tertentu. Serta tidak jarang peraturan daerah syariah bermuatan syariah islam yang mengandung unsur
islam itu juga membelenggu kebebasan terhadap non- pembedaan karena agama, adanya sebuah pembatasan bagi
muslim. Kelompok non-muslim sangat rentan menjadi ruang gerak seseorang di ruang publik, dan bahkan
korban dari penerapan peraturan daerah syariah islam, hal menimbulkan perasaan was-was atau takut bagi seseorang
ini telah terjadi di kabupaten Cianjur, dimana seorang merupakan suatu pelanggaran hak asasi manusia.
perempuan non-muslim mengaku dipaksa untuk mengenakan Selain itu adanya sebuah pembatasan bagi kaum
pakaian muslimah di kantor setiap hari jum’at. Kejadian ini perempuan, merupakan suatu bentuk pelanggaran bagi hak
tidak hanya terdapat pada satu tempat saja, melainkan di perempuan. Hal tersebut juga telah bertentangan dengan
berbagai tempat seperti seorang karyawati di kantor pos, konvensi yang telah diratifikasi oleh bangsa Indonesia, yaitu
seorang guru sekolah negeri serta seorang siswi sebuah SMU Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan
di Cianjur. Bagi siswi yang menolak menggunakan pakaian Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk
muslimah (jilbab) mereka harus mengajukan permohonan Diskriminasi Terhadap Wanita. Gambaran Hak Perempuan
dan pernyataan bahwa ia seorang non-muslim. Sedangkan Yang Dinilai Telah dilanggar oleh Peraturan Daerah
bagi guru, mereka tidak mendapat keringanan karena Berperspektif Syariah Islam Di Indonesia, misalnya dalam
gurulah yang mewajibkan untuk mengenakan pakaian peraturan daerah Kota padang, peraturan daerah Nomor 3
muslimah pada hari jum’at. Sejumlah minoritas muslim juga Tahun 2004 tentang pencegahan, pemberantasan,
pernah dipaksa untuk meninggalkan tempat tinggal mereka penindakan penyakit masyarakat. Dalam ketentuan Peraturan
di mana terdapat mayoritas penduduknya adalah muslim. Daerah tersebut salah satunya menyatakan bahwa, “Setiap
Peraturan daerah yang berperspektif syariah islam perempuan dilarang memakai atau mengenakan pakaian
di Indonesia, diantaranya, sebagai contoh misalnya beberapa yang dapat merangsang nafsu birahi laki-laki yang
Peraturan Daerah Nangroe Aceh Darussalam , misalnya melihatnya di tempat umum atau di tempat-tempat yang
Qanun Nomor 13 tahun 2003 tentang Judi, Aceh telah dapat dilalui atau dilintasi oleh umum kecuali pada tempat-
menerapkan larangan maisir (perjudian) yang pelakunya tempat yang telah ditentukan.” Kemudian selanjutnya dalam
diancam hukuman cambuk minimal enam kali dan maksimal ketentuan Peraturan Daerah tersebut juga menyatakan
dua belas kali. Qanun Nomor 14 tahun 2003, Aceh telah bahwa, “Pakaian sebagaimana yang dimaksud dalam ayat
menerapkan larangan khalwat/mesum (laki-laki dan 1 pasal ini mempunyai ciri: a) memperlihatkan bagian
perempuan dewasa berdua-duaan di tempat sepi dengan tubuh mulai dari lutut sampai dada; dan b) ketat atau
melakukan tindakan yang mengarah pada zina), Berdasarkan transparan sehingga memperjelas lekukan tubuh.”
Peraturan Daerah ini pelakunya dikenai hukum cambuk Hal ini berpotensi menimbulkan pelanggaran hak
minimal tiga kali, maksimal 9 kali dan atau denda minimal asasi manusia karena adanya suatu pembatasan terhadap
2,5 juta rupiah dan maksimal 10 juta rupiah. Dan lewat kebebasan berekspresi seseorang di ruang publik yaitu daam
Qanun Nomor 12 Tahun 2003, Aceh juga telah menerapkan hal berpakaian. Adanya suatu unsur pembatasan ekspresi
larangan minuman keras dan pelakunya diancam hukuman seseorang mengenai kebebasan seseorang dalam hal
cambuk empat puluh kali sesuai syariah tradisional. berpakaian ini merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak
Hukuman yang diterapkan dalam produk hukum ini diadopsi seseorang. Seorang Perempuan dalam hal berpakaian,
dari hukum salah satu agama, dan sangat bertentangan merupakan cerminan jiwa seni yang mereka miliki bukan
dengan konsep hak asasi manusia karena mengandung unsur semata-mata berniat untuk meraih nafsu para laki-laki, jadi
pembatasan dan perbedaan yang jelas tidak sesuai dengan bagaimana seseorang harus selalu positif menanggapinya.
prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sejalan dengan hal Sejalan dengan hal tersebut, bahwa tidak hanya dalam hal
tersebut, sanksi yang diberikan dalam peraturan daerah pembatasan bagi seorang perempuan di ruang publik, tetapi
tersebut yaitu berupa hukum cambuk. Hukum cambuk yang juga terdapat unsur Diskriminasi dalam peraturan daerah
diterapkan merupakan sesuatu yang dikategorikan sebagai berperspektif syariah islam ini, yaitu antara laki-laki dan
unsur penyiksaan, karena hal tersebut bertentangan dengan perempuan dalam hal ini mengenai ekpresi berpakaian
konsep hak asasi manusia, sebagaimana yang telah diruang publik.
diratifikasi oleh negara Indonesia melalui Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang
Penyiksaan yang Kejam, Tidak Manusiawi atau
Merendahkan Hukuman.