Anda di halaman 1dari 34

Health Education

DETEKSI DINI KANKER SERVIKS

Oleh :
Kristo A. Warong
17014101189

Supervisor Pembimbing :
dr. Abraham Maukar, SpOG (K)

Residen Pembimbing :
dr. Andrew B Ch Rattu

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

RSUP PROF DR. R. D KANDOU

MANADO

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker leher rahim adalah keganasan dari leher rahim (serviks) yang
disebabkan oleh virus HPV (Human Papiloma Virus). Diseluruh dunia,
penyakit ini merupakan jenis kanker ke dua terbanyak yang diderita
perempuan.1Penyakit ini menduduki urutan keempat setelah karsinoma
mammae, kolorektum dan endometrium di Amerika Serikat. Saat ini di
seluruh dunia diperkirakan lebih dari 1 juta perempuan menderita kanker leher
rahim dan 3-7 juta orang perempuan memiliki lesi prekanker derajat tinggi
(high grade dysplasia).2 Sementara itu angka kejadian di Indonesia tinggi dan
sebagian besar ditemukan pada stadium lanjut. Pada negara berkembang,
sampai 471.000 kasus baru ditemukan per tahun dan lebih dari 50%-nya
ditemukan pada stadium lanjut.3
Penelitian WHO tahun 2005 menyebutkan, terdapat lebih dari 500.000
kasus baru, dan 260.000 kasus kematian akibat kanker leher rahim, 90%
diantaranya terjadi di negara berkembang. Angka insidens tertinggi ditemukan
di negara-negara Amerika bagian tengah dan selatan, Afrika timur, Asia
selatan, Asia tenggara dan Melanesia.1,2,4 Di Indonesia, kanker leher rahim
merupakan keganasan yang paling banyak ditemukan dan merupakan
penyebab kematian utama pada perempuan dalam tiga dasawarsa terakhir.
Diperkirakan insidens penyakit ini adalah sekitar 100 per 100.000 penduduk.5
Data patologi dari 12 pusat patologi di Indonesia menunjukkan bahwa kanker
leher rahim menduduki 26,4% dari 10 jenis kanker terbanyak pada
perempuan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, 39,5%
penderita kanker pada tahun 1998 adalah kanker serviks. Data yang berhasil
dihimpun oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia menunjukan
bahwa angka kejadian kanker di Indonesia sampai saat ini diperkirakan setiap
tahun muncul sekitar 200.000 kasus baru dimana jenis terbesar kanker
tersebut adalah kanker serviks.6
Di Amerika Serikat, dalam 50 tahun terakhir insidens kanker leher
rahim turun sekitar 70%.9 Hal tersebut dimungkinkan karena adanya program
deteksi dini dan tatalaksana yang baik.2 Sebaliknya, di negara-negara
berkembang, angka penderita penyakit ini tidak mengalami penurunan,
bahkan justru meningkat akibat populasi yang meningkat.1,2,7 Padahal
penyakit ini dapat dicegah dengan deteksi dini lesi prankanker yang apabila
segera diobati tidak akan berlanjut menjadi kanker leher rahim.
Banyak alasan yang menyebabkan masih tingginya angka penderita,
oleh karena itu WHO menggariskan 4 komponen penting dalam program
penanganan kanker leher rahim nasional yaitu pencegahan primer, deteksi dini
melalui peningkatan kewaspadaan dan program skrining yang terorganisasi,
diagnosis dan tatalaksana, serta perawatan paliatif untuk kasus lanjut.1
Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh kanker serviks
dipandang dari segi harapan hidup, lamanya penderitaan, serta tingginya biaya
pengobatan, sudah sepatutnya apabila kita memberikan perhatian yang lebih
besar mengenai latar belakang dari penyakit yang sudah terlalu banyak
meminta korban itu, dan segala aspek yang berkaitan dengan penyakit tersebut
serta upaya-upaya preventif yang dapat dilakukan.8
Oleh karena itu, pentingnya pengetahuan mengenai kanker serviks
untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kanker serviks.

B. Tujuan Penyuluhan

1. Tujuan Umum
Mengendalikan angka mortalitas dan morbiditas kanker serviks dalam
masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui penyebab, gejala, pengobatan serta pencegahan penyakit
kanker serviks
b. Meningkatkan dan mendorong peran serta keluarga dan masyarakat dalam
pencegahan penyakit kanker serviks.

C. Sasaran Penyuluhan
Yang menjadi sasaran penyuluhan adalah masyarakat (khususnya wanita)
yang datang memeriksakan diri maupun pasien di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou
Manado.

D. Metode Penyuluhan
Metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah ceramah dan tanya
jawab.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Materi Penyuluhan
1. Pengertian
Carsinoma serviks atau kanker serviks adalah pertumbuhan baru yang
ganas terdiri dari sel-sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan
sekitarnya dan menimbulkan metastasis.9 Kanker serviks merupakan suatu
keganasan pada bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang
vagina.10

2. Anatomi dan fisiologi serviks

Serviks merupakan bagian dari uterus yang berbentuk silinder.


Biasanya panjang serviks kira-kira 2-4 cm dan merupakan kelanjutan bagian
bawah dari korpus uteri. Peralihan dari korpus uteri dan serviks disebut
isthmus. Daerah ini ditandai dengan adanya kontraksi ringan dari
lumen.Bagian depan serviks dipisahkan dari vesika urinaria oleh jaringan
lemak dan dihubungkan ke lateral melalui ligamentum dan parametrium,
serviks diperdarahi oleh arteri uterine. Kavum Douglas berada tepat di
belakang serviks. Ureter berada di bagian inferomedial dari serviks, dan
menyilang arteri uterine jaraknya kurang lebih 1-1,5 cm dari serviks.11
Gambar 1. Anatomi Serviks
Serviks terdiri dari 2 bagian yaitu pars vaginalis yang dinamakan
portio (terdiri dari bibir depan dan bibir belakang portio) dan pars
supravaginalis (bagian serviks yang berada di atas vagina). Saluran yang
terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk saluran lonjong
dengan panjang 2,5 cm. Pintu saluran serviks yang sebelah dalam disebut
ostium uteri internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum.
Serviks terdiri dari epitel dan stroma.11
Endoserviks dilapisi oleh epitel kolumnar yang menutupi glandular.
Awalnya vagina dan ektoserviks ditutupi oleh epitel kolumnar, kemudian
epitel skuamous menggantikan epitel kolumnar di vagina dan ektoservik.
Pertemuan antara epitel skuamous pada ektoserviks dan epitel kolumnar yang
berasal dari kelenjar endoservikal disebut skuamokolumnar junction. Pada
masa pubertas, epitel skuamous menggantikan epitel kolumnar lewat
metaplasia dan terbentuk skuamokolumnar junction yang baru yang lebih
dekat dengan ostium internum dari serviks. Skuamokolumnar junction ini
disebut zona transformasi.12
3. Etiologi dan faktor risiko
Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang
mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang
bermutasi ini melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali, immortal dan
menginvasi jaringan stroma dibawahnya. Keadaan yang menyebabkan
mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya
pertumbuhan karsinoma ini.12

Penyebab utama karsinoma serviks adalah infeksi HPV


(human papiloma virus). Lebih dari 90% karsinoma serviks jenis skuamosa
mengandung DNA virus HPV dan 50% karsinoma serviks berhubungan
dengan HPV tipe 16 penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual.
Dari banyak tipe HPV, tipe 16 dan 18 mempunyai peranan yang penting
melalui sekuensi gen E6 dan E7 dengan mengkode pembentukan protein-
protein yang penting dalam replikasi virus.12

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko terjadinya karsinoma


serviks antara lain :12
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Usia kawin muda menurut Rotkin, Christoperson dan Parker serta Barron dan
Richart jelas berpengaruh. Rotkin menghubungkan terjadinya karsinoma serviks
dengan usia saat seorang wanita telah aktif berhubungan seksual pada saat usia
kurang dari 17 tahun. Lebih dijelaskan bahwa umur antara 15-20 tahun merupakan
periode yang rentan. Pada periode laten antara koitus pertama dan terjadinya kanker
serviks kurang lebih dari 30 tahun.
Periode rentan ini berhubungan dengan kiatnya proses metaplasia pada usia
pubertas, sehingga bila ada yang mengganggu proses menjadi displasia yang lebih
berpotensi untuk terjadinya keganasan. Christoperson dan parker menemukan
perbedaan statistik yang bermakna antara wanita yang menikah usia 15-19 tahun
dibandingkan wanita yang menikah usia 20-24 tahun, pada golongan cendrung untuk
terkena kanker serviks. Barron dan Richat pada penelitian dengan mengambil sampel
7000 wanita di Barbara Hindia Barat, cendrung menduga epitel servik wanita remaja
sangat rentan terhadap bahan-bahan karsinogenik yang ditularkan melalui hubungan
seksua dibanding epitel serviks wanita dewasa.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Prilaku seksual berupa gonta-ganti pasangan seks akan meningkatkan
penularan penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti infeksi human
papilloma virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks,
penis dan vulva.Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang
mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih.Di samping itu, virus herpes simpleks
tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir
serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di
dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping
meropakan ko-karsinogen infeksi virus.Tembakau mengandung bahan-bahan
karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok
menghasilkan polycyclic aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada
wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi
dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks
adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi
virus.

4. Defisiensi zat gizi/Nutrisi


Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat
dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin
juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya
rendah beta karoten dan retinol (vitamin A). Banyak sayur dan buah mengandung
bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya advokat,
brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa
penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta
karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E,
vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat.
Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas
yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin E banyak terdapat
dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang-kacangan). Vitamin
C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.
5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi dan iritasi menahun
Beberapa ko-faktor yang memungkinkan infeksi HPV berisiko menjadi
kanker leher rahim adalah :1
a. Faktor HPV :
- tipe virus
- infeksi beberapa tipe onkogenik HPV secara bersamaan
- jumlah virus (viral load)
b. Faktor host/ penjamu :
- status imunitas, dimana penderita imunodefisiensi (misalnya penderita HIV
positif) yang terinfeksi HPV lebih cepat mengalami regresi menjadi lesi
prekanker dan kanker.
- jumlah paritas, dimana paritas lebih banyak lebih berisiko mengalami
kanker.

c. Faktor eksogen
- merokok
- ko-infeksi dengan penyakit menular seksual lainnya
- penggunaan jangka panjang ( lebih dari 5 tahun) kontrasepsi oral. WHO
melaporkan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1.19 kali
dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.
4. Tanda dan Gejala

Lesi prakanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Boon dan Suurmeijer melaporkan bahwa
sebanyak 76% kasus tidak menunjukkan gejala sama sekali.8,11 Jika sudah terjadi
kanker akan timbul gejala yang sesuai dengan tingkat penyakitnya, yaitu dapat
lokal atau tersebar. Gejala yang timbul dapat berupa perdarahan pasca sanggama
atau dapat juga terjadi perdarahan diluar masa haid dan pasca menopause. Jika
tumornya besar, dapat terjadi infeksi dan menimbulkan cairan berbau yang
mengalir keluar dari vagina. Bila penyakitnya sudah lanjut, akan timbul nyeri
panggul, gejala yang berkaitan dengan kandung kemih dan usus besar. Gejala lain
yang timbul dapat berupa gangguan organ yang terkena misalnya otak (nyeri
kepala, gangguan kesadaran), paru (sesak atau batuk darah), tulang (nyeri atau
patah), hati (nyeri perut kanan atas, kuning, atau pembengkakan) dan lain-lain.11
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Lendir yang keluar
dari vagina ini semakin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis
jaringan pada tahap ulseratif tumor. Namun, sumber lain menyebutkan
perdarahan pervaginam merupakan keluhan yang paling sering dirasakan oleh
seseorang yang menderita kanker serviks (43-54% kasus). Perdarahan yang
timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi
juga di luar senggama. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinis
yang lebih lanjut (stadium II atau III) terutama pada tumor yang bersifat
eksofilik. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya tumor eksofitik
dari serviks oleh skibala merupakan keluhan yang membuat pasien
memeriksakan diri ke dokter. Adanya perdarahan spontan per vaginam saat
defekasi perlu dicurigai sebagai karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau
busuk yang khas memperkuatdugaan adanya karsinoma.8,11
Anemia akan menyertai perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri
akibat infiltrasi tumor ke serabut saraf, memerlukan pemeriksaan umum untuk
dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat khususnya pada lumen vagina
yang sempit dan dinding yang sklerotik serta meradang.8

5. Skrining (Pemeriksaan dini kanker serviks).


Diantara pemeriksaan awal (skrinning) pada karsinoma serviks adalah :12-14

A. Test IVA : test visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat 3-
5%) dan larutan iodium lugol pada serviks dan melihat perubahan warna yang
terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya adalah untuk melihat adanya sel
yang mengalami displasia. Hasil interpretasi sesuai dengan klasifikasi IVA
adalah :
Hasil test positif : ditemukan plak putih yang tebal atau epitel acetowhite,
biasanya dekat dengan SSK.
Hasil test negatif : ditemukan permukaan polos dan halus, berwarna merah
jambu, ektropion, polip, servisitis, inflamasi, nabothian cyst.
Kanker : ditemukan massa mirip kembang kol atau bisul.
Test pra kanker ini dianjuran bagi semua wanita berusia 30 dan 45 tahun.
Kanker serviks menempati angka tertinggi diantara wanita berusia 40-50
tahun, sehingga tes harus dilakukan pada usia dimana lesi prakanker lebih
mungkin terdeteksi 10 sampai 20 tahun lebih awal. Wanita yang memiliki
faktor resiko juga merupakan kelompok yang paling penting untuk melakukan
tes.
Gambar : sebelum (atas) dan sesudah (bawah) penggunaan asam asetat
1. Pemeriksaan sitologi (Pap Smear) : Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes
Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini,
tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitodiagnosis
didasarkan pada kenyataan, bahwa sel-sel permukaan secara terus menerus
dilepaskan oleh epitel dari permukaan traktus genitalis. Sel-sel yang
dieksfoliasi atau dikerok dari permukaan epitel serviks merupakan
mikrobiopsi yang memungkinkan kita mempelajari proses dalam keadaan
sehat dan sakit. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat
dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis
secara histologik. Sitodiagnosis yang tepat tergantung pada sediaan yang
representatif, fiksasi dan pewarnaan yang baik, serta tentu saja interpretasi
yang tepat. Enam puluh dua persen kesalahan disebabkan karena pengambilan
sampel yang tidak adekuat dan 23 % karena kesalahan interpretasi. Supaya
ada pengertian yang baik antara dokter dan laboratorium, maka informasi
klinis penting sekali. Dokter yang mengirim sediaan harus memberikan
informasi klinis yang lengkap, seperti usia, hari pertama haid terakhir, macam
kontrasepsi (bila ada), kehamilan, terapi hormon, pembedahan, radiasi,
kemoterapi, hasil sitologi sebelumnya, dan data klinis yang meliputi gejala
dan hasil pemeriksaan ginekologik. Sediaan sitologi harus meliputi komponen
ekto- dan endoserviks. NIS lebih mungkin terjadi pada SSK sehingga
komponen endoserviks menjadi sangat penting dan harus tampak dalam
sediaan. Bila komponen endoserviks saja yang diperiksa kemungkinan negatif
palsu dari NIS kira-kira 5%.

Gambar 2.6 Pemeriksaan sitologi dengan Pap Smear

2. Kolposkopi : Kolposkopi dilakukan apabila ditemukan sitologi yang abnormal


pada Pap Smear. Kolpos-kopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan
kolposkop, suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop
bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya (pembesaran 6-40 kali).
Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel-sel yang
mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan
vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan
metabolik yang terjadi di jaringan serviks. Hampir semua NIS terjadi di
daerah transformasi, yaitu daerah yang terbentuk akibat proses metaplasia.
Daerah ini dapat dilihat seluruhnya dengan alat kolposkopi, sehingga biopsi
dapat dilakukan lebih terarah. Jadi tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan
untuk membuat diagnosis histologik tetapi menentukan kapan dan di mana
biopsi harus dilakukan. Pemeriksaan kolposkopi dapat mempertinggi
ketepatan diagnosis sitologi menjadi hampir mendekati 100%..
Gambar 2.7 Kolposkopi

3. Biopsi : Apabila pada pemeriksaan kolposkopi ditemukan keadaan abnormal


dan bila dicurigai adanya keadaan yang invasif maka perlu dilakukan
pemeriksaaan dengan biopsi untuk mendapatkan hasil yang pasti dan akurat.

Gambar 2.8 Biopsi Serviks (Kiri), Cone Biopsi (Kanan)


4. Konisasi : Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus),
dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik,
tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan
yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena
suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes
Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol (yodium 5g,
kalium yodida 10g, air 100 ml) dan eksisi dilakukan di luar daerah dengan tes
positif (daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol). Konisasi diagnostik
dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Proses dicurigai berada di endoserviks
2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi
3. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar spesimen biopsi
4. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.

6. Penanganan Karsinoma Cerviks.


1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan
pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa
kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap
smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan.
Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk
menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang
bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung
menghilangkan penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan
dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti
memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu tindakan
pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total)
ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA
sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause,
atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang
dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi)
seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.15,16
2. Radioterapi
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium
II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan
dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan
kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar
seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis
kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker
sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang
diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif
untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah
panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-
sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi
yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan
penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui
radiasi internal yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari
dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang
beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah
iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium
berhenti berfungsi. Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada
pengobatan karsinoma serviks uteri perlu dipertimbangkan faktor daya
toleransi dari jaringan-jaringan di dalam rongga pelvis.15,16
Kombinasi antara radiasi lokal dan radiasi eksternal merupakan pilihan yang
umumnya diberikan dengan maksud:15,16
 Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada serviks dan
korpus uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya, sehingga
dosis ke rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai
batas-batas toleransi.
 Kemungkinan timbulnya metastase limfogen pada karsinoma serviks uteri
cukup tinggi. Oleh karena itu kelenjar-kelenjar dalam panggul kecil harus
mendapat penyinaran juga. Dosis radiasi lokal cepat menurun diluar uterus,
sehingga dosis yang sampai pada kelenjar limfe sangat rendah. Untuk
mencapai dosis yang dapat mengamankan metastasis kelenjar limfe ini
diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan distribusi dosis yang
merata pada daerah yang lebih luas.

3 .Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan
utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya.
Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat
didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal
lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang
kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi
diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama
walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas
hidup yang
lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit
metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan
keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus
kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB
(Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain
Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat
sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel
kanker.6
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja
terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-
sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini
disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat proliferasinya maka
kepekaannya semakin rendah. Hal ini disebut Kemoresisten.15
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti
sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel,
yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes
bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis
sel.
4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat
sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari
sel-sel kanker tersebut.
Pola pemberian kemoterapi15
1) Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel
kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor)
atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga
dengan pengobatan penyelamatan.
2) Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau
radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih
tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).
3) Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada
kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum
pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.
4) Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan/tindakan yang lain seperti
pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi.
Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga
operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.
Cara pemberian obat kemoterapi :15
1) Intra vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV
pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau
dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat
tetesannya.
2) Intra tekal (IT)
Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor
dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain Metrotexat, Ara.C.
3) Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi,
tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain
Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
4) Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®,
Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.
5) Subkutan dan intramuskular
Pemberian subkutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah
L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian
per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.
6) Topikal
7) Intra arterial
8) Intracavity
9) Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak
pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu
diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan
pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak ,
contohnya Bleocin
Tujuan pemberian kemoterapi :15,16
1) Pengobatan.
2) Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
3) Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
4) Mengurangi komplikasi akibat metastase.
Efek samping kemoterapi :21
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24
jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan
stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer,
neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang timbul dalam
beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Prognosis Karsinoma Serviks

Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut


dihubungkan dengan 85-90 % kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif,
stadium lanjut, bahkan stadium terminal (Suwiyoga, 2000; Nugroho, 2000).
Selama ini, beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah
berdasarkan klinis dan histopatologis seperti keadaan umum, stadium, besar
tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis kanker erviks
tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk
stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%,
dan untuk stadium IV kurang dari 30%.7
1. Stadium 0 : 100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1 : Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari
semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival
rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai
90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2 : Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari
semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival
rate sebesar 70-90%. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai
65%.
4. Stadium 3 : Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
5. Stadium 4 : Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%.
6. Stadium 5 : Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.

Pencegahan Karsinoma Serviks


Pencegahan kanker didefinisikan sebagai pengidentifikasian faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat sebab-sebab ini
tidak efektif dengan cara-cara apapun yang mungkin. Pencegahan kanker ini dapat
bersifat primer atau sekunder. Pencegahan primer merujuk pada kegiatan/langkah
yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk menghindarkan diri dari faktor-faktor
yang dapat menyebabkan tumbuhnya kanker. Sedangkan pencegahan sekunder
merupakan istilah yang lebih umum dipakai oleh para petugas kesehatan yang
berminat dalam penelitian penanggulangan kanker. Penerapannya pada
pengidentifikasian kelompok populasi berisiko tinggi terhadap kanker, skrining
populasi tertentu, deteksi dini kanker pada individu nirgejala (asimtomatik) dan
pengubahan perilaku manusia. Masyarakat awam dan masyarakat profesi kedua-
duanya terlibat dalam kegiatan pencegahan dini.8
Tidak dapat dipungkiri cara terbaik untuk mencegah kanker serviks adalah
dengan screening gynaecological dan jika diperlukan dibutuhkan treatment yang
terkait lesi pra-kanker. Beberapa hal lain yang dapat dilakukan dalam usaha
pencegahan terjadinya kanker serviks antara lain :17
1. Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan skrining dapat
memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV dapat
berguna dan cost-effective untuk mengurangi kejadiankanker serviks dan kondisi pra
kanker, khususnya pada kasus yang ringan. Vaksin HPV terdiri dari 2 jenis yang
dapat melindungi tubuh dalam melindungi tubuh dalam melawan kanker yang
disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18). Salah satu vaksin yang dapat membantu
menangkal timbulnya kutil didaerah genetal yang disebabkan oleh HPV 6 dan 11,
juga 16 dan 18. Manfaat tersebut telah diuji pada uji klinis tahap III dan dapat
mewujudkan dalam waktu dekat. Keyakinan hasil uji klinis tahap III ini menunjukkan
bahwa vaksin-vaksin tersebut dapat membantu menangkal infeksi HPV dari tipe-tipe
diatas dan mencegah lesi pra-kanker pada wanita yang belum terinfeksi HPV
sebelumnya.24
2. Penggunaan Kondom
Penggunaan kondom benar-benar mengurangi resiko penularan virus
penyebab kutil kelamin dan banyak kasus kanker leher rahim. Hasil pengkajian atas
82 orang yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine memperlihatkan
bahwa wanita yang mengaku pasangannya selalu menggunakan kondom saat
menggunakan hubungan seksual kemungkinan 70% leih kecil terkena infeksi human
papiloma virus (HPV) dibanding wanita yang pasangannya sangat jarang (tidak
sampai 5% dari seluruh jumlah hubungan seks) menggunakan kondom. Hasil
penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih
tergolong rendah. Dari survey Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPS-
BKKBN) diketahui bahwa ternyata penggunaan kondom pada padangan usia subur di
Negara ini masih sekitas 0.9%.17
3. Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan
penurunan risiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan riwayat
multiple sexual partners, terjadi penurunan risiko kanker serviks pada wanita mereka
yang sekarang.
4. Tidak merokok
Tembakau mengandung bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai rokok
atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclicaromatic hydrocarbon
nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali
lebih tingg dibandingkan didalam serum. Efek langsung bahan-bahan terebut pada
serviks adlah menurukan status imun lokal sehingga dapat menjadi ko-karsinogen
infeksi virus.8
5. Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandng bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat
mencegah kanker serviks misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur,
bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat,
vitamin C, beta karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker
serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang
kuat. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal
bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogenik bahan kimia.8

B. Perencanaan dan Persiapan


Perencanaan
 Tempat Pelaksanaan : Ruang tunggu Poli Obstetri dan Ginekologi
 Waktu Pelaksanaan : Senin, 19 februarii 2018
Persiapan
 Media: Leaflet
 Materi yang akan diberikan dalam penyuluhan sudah disiapkan dan akan
disebarluaskan dalam bentuk leaflet yang berisi gambar dan tulisan.

C. Evaluasi Keberhasilan Kegiatan


 Masyarakat memahami pengertian dan faktor resiko Kanker Serviks
 Masyarakat memahami gejala dan tanda Kanker Serviks
 Mayarakat memahami cara pencegahan Kanker Serviks

D. Indikator Keberhasilan Kegiatan


Indikator Input:
 Puskesmas
 Dokter
 Petugas Kesehatan
Indikator Proses:
 Penyediaan sarana promosi kesehatan sesuai standar (banner, poster,
leaflet, LCD projector)
 Mengupayakan pemberdayaan kelompok potensial dimasyarakat dibidang
kesehatan.
 Memantau dan mengawasi jalannya kegiatan promosi kesehatan
diwilayahnya.
Indikator Output:
 Perorangan: persentase faktor perilaku berisiko (pola hidup bersih dan
sehat) belum dinilai.

E. Hasil Evaluasi Program


Derajat Keberhasilan:
 Berhasil apa bila angka kesakitan Kanker Serviks menurun.
 Belum berhasil jika Kanker Serviks masih banyak terjadi.
Faktor Penunjang:
 Dokter berupaya memberikan informasi melalui penyuluhan.
 Masyarakat mengaplikasikan cara-cara pencegahan penyakit
Faktor Penghambat:
 Pemahaman yang masih kurang akibat ketidakpedulian masyarakat
terhadap kesehatan
 Kesadaran diri terhadap perilaku hidup bersih dan sehat.
 Kurangnya dorongan dari keluarga dan lingkungan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker Serviks adalah kanker primer yang terjadi pada jaringan leher rahim
(serviks) Sementara lesi prakanker, adalah kelainan pada epitel serviks akibat
terjadinya perubahan sel-sel epitel, namun kelainannya belum menembus lapisan
basal (membrana basalis).
Dalam stadium untuk CA serviks yaitu 0, I (IA1, IA2, IB1, IB2), II (IIA, IIB), III
(IIIA, IIIB), IV (IVA, IVB). Ca serviks bisa dilakukan dengan skrining kanker
serviks yang mudah dilakukan, deteksi dini secara skrining sitologi (pap smear)
atau melalui skrining visualisasi (iva).
Hasil skrining lesi pra kanker bukan merupakan diagnosis pasti , temuan hasil
abnormal harus ditindak lanjuti dengan pemeriksaan tes diagnostic dengan
pemeriksaan kolposkopi dan biopsi terarah untuk pemeriksaan histopatologi .

B. Rekomendasi
a. Diperlukan peran masyarakat dan pemerintah secara luas untuk bersama-sama
menjalankan program-program yang telah dibuat dalam pencegahan kanker
serviks
b. Dibutuhkan peran serta petugas kesehatan sebagai lini terdepan dalam
pencegahan kanker serviks di lingkungan masyarakat dengan deteksi dini dan
peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat terkait kanker serviks.
c. Dibutuhkan peran serta dorongan keluarga dan petugas kesehatan tentang
pengobatan Kanker Serviks.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Comprehensive Cervical Cancer Control. A Guide to


Essential Practice. Geneva : WHO, 2006.
2. Sankaranarayanan R, Budukh AM, Rajkumar R, Effective Screening
programmes for cervical cancer in low- and middle-income developing countries.
Bulletin of the World Health Organization, 2001; 79:954-962.
3. Han, N.S., Gziri, M., Calsteren, K.V., dan Amani, F. Cervical Cancer In Pregnant
Women : Treat, Wait Or Interrupt ? Assessment Of Current Clinical Guidelines,
Innovations And Controversies. Ther Adv Med Oncol.2013 : 5(4). p 211-219.
4. Petignat P, Roy M.. Diagnosis and management of cervical cancer. BMJ
2007;335:765-768.
5. Aziz, MF. Masalah pada kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta,
2001: 133;5-7.
6. Ginting, Herlina. Hubungan antara dukungan sosial dengan optimisme pada
penderita kanker serviks. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung. 2012.
7. Saslow D, Runowicz CD, Solomon D, Moscicki AB, Smith RA, Eyre HJ, Cohen
C, American Cancer Society: American Cancer Society guidelines for the early
detection of cervical neoplasia and cancer. CA Cancer J Clin 2002, 52:342-362.
8. Sjamsuddin, Sjahrul. Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Serviks. Cermin
Dunia Kedoktern. Jakarta. 2001: 133:8-13.
9. Dorland, WA. Kamus Kedoteran. Ed 29. EGC. Jakarta. 2002.
10. Departemen Kesehatan RI. Pusat Promosi Kesehatan. Kanker Leher Rahim lebih
cepat ditemukan, Lebih besar kemungkinan sembuh. Depkes RI. Jakarta. 2006.
11. Sarwono, P dan Hanova, W. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2005. P. 280-282, 380-390.
12. Kumar, V., Cotran, R.S. dan Robbins, S.L. Buku Ajar Patologi. Edisi Tujuh.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2007.p 767-770.
13. Nuranna, L. Penanggulangan Kanker Leher rahim yang Sahih dan Andal dengan
metode Proaktif-VO (Proaktif, koordinatif dengan skrining IVA dan terapi krio).
Desertasi program Doktor. FKUI, Jakarta 2005.
14. Rasjidi, I. Manual Prakanker Serviks. Jakarta: Sagung Seto; 2008.
15. Aziz, M. F, Kemoterapi pada kanker serviks. Dalam : Indones J Obstet Gynecol
20(3):Jakarta 1996, 186-192.
16. Agustria ZS. Penuntun pelaksanaan praktis kanker ginekologi. Palembang,
2004;20-26.
17. Petignat P, Roy M. Diagnosis and management of cervical cancer. Br Med J.
2007; 335: 765-8.

Anda mungkin juga menyukai