Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI DANA DESA

“PELAKSANAAN KEUANGAN DESA”

Oleh:
Ni Made Kusuma Devi (1707532117)
Nyoman Notiasih (1707532128)
Made Swari Praba Waloka (1707532129)
I Wayan Agung Shinta Kusumawardani (1707532137)

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM REGULER DENPASAR
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
A. Pelaksanaan Pendapatan Desa
Pelaksanaan pendapatan desa adalah proses penerimaan berbagai sumber pendapatan
desa, antara lain Pendapatan Asli Desa yang berasal dari masyarakat dan lingkungan desa
(misalnya penerimaan pungutan dan sewa); Pendapatan Transfer yang berasal dari pemerintah
supra desa (misalnya Dana Desa, Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak/Retribusi Daerah, dan
Bantuan Keuangan); serta Lain‐lain Pendapatan Desa berupa hibah dan sumbangan dari pihak
ketiga; yang telah ditetapkan sebelumnya dalam APBDesa.
Pihak yang terkait dalam proses penerimaan pendapatan adalah pemberi dana
(pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota, masyarakat, pihak ketiga), penerima dana (bendahara
desa/pelaksana kegiatan/kepala dusun), dan bank.

1. Pendapatan Asli Desa


Dalam pelaksanaan APB Desa, Bendahara Desa menerima Pendapatan Asli Desa antara
lain berupa berupa pendapatan sewa, pendapatan retribusi, pendapatan Bagi Hasil BUM Desa,
pendapatan pungutan, pendapatan dari swadaya masyarakat dan Pendapatan Asli Desa lainnya.
Pendapatan dari PADesa berupa Pungutan Desa harus ditetapkan terlebih dahulu dalam
peraturan desa. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan desa selain
yang ditetapkan dalam peraturan desa, karena bisa dikatagorikan sebagai pungli. Pelaksana
Pungutan Desa dilakukan oleh Bendahara Desa dibantu dengan petugas pemungut. Sumber
Pungutan Desa antara lain yaitu pungutan atas penggunaan tambatan perahu, pasar desa, tempat
pemandian umum, jaringan irigasi, penggunaan balai desa, dan lain sebagainya. Pendapatan Asli
Desa diterima baik secara tunai ataupun melalui mekanisme transfer bank.

a. Penerimaan Pendapatan Asli Desa secara Tunai


Penerimaan pendapatan asli desa secara tunai diterima oleh bendahara desa/petugas pemungut.
Atas penerimaan ini dibuatkan tanda bukti penerimaan. Berikut adalah gambar alur pelaksanaan
penerimaan pendapatan desa yang berasal dari PADesa secara tunai.
Prosedur Penerimaan Pungutan dan Sewa Secara Tunai

Seluruh pendapatan yang diterima tunai oleh Bendahara Desa harus disetorkan ke dalam RKD.
Atas pendapatan retribusi yang diterima oleh Petugas Pemungut harus segera disetorkan kepada
Bendahara Desa.

b. Penerimaan Pendapatan Asli Desa melalui Bank (Transfer via bank)


Penerimaan PADesa melalui bank adalah penerimaan pendapatan asli desa melalui mekanisme
transfer ke rekening kas Desa. Atas penerimaan ini, masyarakat melaporkan ke bendahara untuk
selanjutnya dibuatkan tanda bukti penerimaan.Berikut adalah gambar alur pelaksanaan
penerimaan pendapatan desa yang berasal dari PADesa melalui transfer bank.
Prosedur penerimaan desa secara nontunai/transfer bank

c. Penerimaan Swadaya, Partisipasi dan Gotong Royong


Pendapatan yang berasal dari swadaya, partisipasi dan gotong royong adalah pekerjaan
membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat baik berupa uang,
barang atau tenaga. Pendapatan dari swadaya dan partisipasi masyarakat dikumpulkan dari
masyarakat desa yang diserahkan langsung kepada pelaksana kegiatan atau dikoordinir dari
lingkup kewilayahan terkecil yaitu tingkat Rukun Tetangga (RT) atau dusun kemudian
dikumpulkan dan diserahkan ke Pelaksana Kegiatan.

Pendapatan swadaya masyarakat yang diterima oleh Pelaksana Kegiatan, harus segera dilaporkan
kepada Bendahara Desa setelah sebelumnya dilakukan konversi/diberi nilai rupiahnya dengan
menggunakan harga pasar setempat atau berdasarkan RAB yang telah telah dibuat sebelumnya.
Terhadap pendapatan dari swadaya dan partisipasi masyarakat, harus dibuatkan bukti
penerimaannya berupa kuitansi/tanda terima uang/barang. Untuk penerimaan yang diberikan
dalam bentuk tenaga dibuatkan daftar hadir atas orang‐orang yang menyumbangkan tenaganya.
Berikut adalah gambar alur pelaksanaan penerimaan pendapatan desa yang berasal dari Swadaya,
Partisipasi dan Gotong Royong dari masyarakat berupa barang dan jasa.

Prosedur penerimaan swadaya, partisipasi, dan gotong royong berupa barang dan jasa dari
masyarakat

Berikut adalah gambar alur pelaksanaan penerimaan pendapatan desa yang berasal dari Swadaya,
Partisipasi dan Gotong Royong dari masyarakat berupa uang.
Prosedur penerimaan swadaya, partisipasi, dan gotong royong berupa uang

2. Pendapatan Transfer Desa


Selain PADesa, desa juga menerima Pendapatan Transfer Desa yang berasal dari pemerintah
supra desa yang menyalurkan dana atau bantuan keuangan kepada desa berdasarkan ketentuan
yang berlaku. Dana transfer yang akan diberikan kepada desa telah tertuang dalam APBD
provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan dan diinformasikan kepada desa dalam waktu 10 hari
setelah KUA/PPAS disepakati kepala daerah dan DPRD. Besaran alokasi yang diterima desa
secara umum ditetapkan dalam bentuk peraturan bupati/walikota mengenai penetapan besaran
Dana Desa, Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak/Retribusi, dan Bantuan Keuangan dari APBD
Provinsi/Kabupaten/Kota. Atas alokasi anggaran tersebut selanjutnya dilakukan penyaluran dana
kepada desa secara bertahap sesuai ketentuan yang berlaku. Berikut adalah gambar alur
pelaksanaan penerimaan pendapatan desa yang berasal dari transfer.

Prosedur Penerimaan Pendapatan Transfer dari Provinsi/Kabupaten/Kota

Dana Desa
Mekanisme penyaluran Dana Desa diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2014 dan telah diubah dua
kali yaitu terakhir dengan PP Nomor 8 Tahun 2016. Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa
Dana Desa disalurkan oleh Pemerintah kepada kabupaten/kota dengan cara pemindahbukuan dari
RKUN ke RKUD, selanjutnya oleh kabupaten/kota disalurkan ke desa dengan cara
pemindahbukuan dari RKUD ke RKD. Penyaluran Dana Desa dilakukan secara bertahap pada
tahun anggaran berjalan. Sesuai PP 8/2016 dan PMK 49/2016, penyaluran dana desa dilakukan
secara bertahap pada tahun anggaran berjalan dengan ketentuan:
• Tahap I bulan Maret sebesar 60%.
• Tahap II bulan Agustus sebesar 40%.

Dana Desa Tahap I


Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD tahap I dilakukan setelah Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima dari bupati/walikota berupa:
a. Peraturan daerah mengenai APBD kabupaten/kota tahun anggaran berjalan;
b. Peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana
Desa setiap desa; dan
c. Laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa tahun anggaran se
belumnya.
Penyaluran Dana Desa Tahap I dari RKUD ke RKD dilakukan setelah bupati/walikota
menerima dari kepala desa berupa:
a. Peraturan Desa mengenai APBDesa; dan
b. Laporan realisasi penggunaan Dana Desa tahun anggaran se belumnya dari kepala desa.

Dana Desa Tahap II


Penyaluran Dana Desa tahap II dari RKUN ke RKUD dilakukan setelah Menteri
Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima laporan realisasi penyaluran
dan konsolidasi penggunaan Dana Desa tahap I dari bupati/walikota. Laporan realisasi
penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa tahap I menunjukkan paling kurang sebesar
50% (lima puluh persen).
Penyaluran Dana Desa tahap II dari RKUD ke RKD dilakukan setelah bupati/walikota
menerima Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa tahap I dari kepala desa. Laporan Realisasi
Penggunaan Dana Desa tahap I menunjukkan paling kurang Dana Desa tahap I telah digunakan
se besar 50% (lima puluh persen).
Penyaluran dana setiap tahap dilakukan paling lambat pada minggu kedua, selanjutnya
disalurkan paling lama 7 hari kerja setelah diterima kas daerah (RKUD) ke RKD bagi desa yang
telah memenuhi persyaratan.
Dalam hal bupati/walikota tidak menyalurkan Dana Desa sesuai dengan ketentuan,
Menteri Keuangan dapat melakukan sanksi administratif berupa penundaan penyaluran bahkan
pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak
kabupaten/kota yang bersangkutan (PMK 49/2016).
Pendapatan Transfer Desa Lainnya
Mekanisme penyaluran ADD dan Bagian Dari Hasil Pajak Daerah/Retribusi Daerah
dilakukan secara bertahap, dan ketentuannya diatur dalam peraturan bupati/walikota
masing‐masing. Sedangkan mekanisme bantuan keuangan dari APBD provinsi/kabupaten/kota
dilakukan sesuai dengan peraturan kepala daerah pemberi bantuan keuangan kepada desa.

B. Penyelenggaraan Kewajiban Perpajakan


Atas transaksi keuangan yang wajib dikenakan pajak, Bendahara Desa memiliki
kewajiban untuk melakukan pemotongan/pemungutan. Seluruh potongan/ pungutan pajak
tersebut wajib disetor ke Rekening Kas Negara sesuai ketentuan perpajakan. Kewajiban tersebut
harus dilaksanakan Bendahara Desa dimana jika tidak dilaksanakan maka terdapat sanksi dan
akan menjadi permasalahan/ temuan bagi pemeriksa di kemudian hari.
Transaksi keuangan yang dikenakan pajak antara lain terkait pembayaran belanja barang,
belanja jasa, dan honor. Jenis‐jenis pajak yang dipungut oleh Bendahara Desa yaitu PPh 21, PPh
22, PPh 23, PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPN serta bea materai.
PPh 21 dikenakan atas pembayaran gaji, upah, dan honorarium yang diterima orang
pribadi. PPh 22 dipungut dari pengusaha/took atas pembayaran pembelian barang dengan nilai
transaksi di atas Rp2.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 1,5% di luar PPN (jika ber‐NPWP).
PPh 23 dipotong atas penghasilan yang diterima rekanan atas sewa (tidak termasuk tanah dan
bangunan) serta imbalan jasa manajemen, jasa teknik, jasa konsultan dan jasa lain dengan tarif
2% tanpa ada batasan nilai transaksi, misalnya sewa kendaraan atau sewa alat berat. PPh Pasal 4
ayat 2 merupakan PPh final yang dikenakan untuk sewa tanah dan bangunan (tarif 10%),
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (tarif 5%) dan jasa konsturksi (tarif 2%).
PPN dipungut atas pembelian barang/jasa kena pajak (BKP dan JKP) yang jumlahnya di
atas Rp1.000.000,00 tidak merupakan pembayaran yang terpecah‐pecah, dengan tarif 10%,
dengan catatan pembeliannya dilakukan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP). Jika bukan PKP
maka tidak dilakukan pemungutan PPN.

Pengenakan Pajak atas Belanja Barang (PPh Pasal 22 dan PPN)


Terhadap pembelian barang misalnya pembelian ATK, pembelian komputer, printer dan
meublair dikenakan pemungutan pajak PPh Pasal 22 dan PPN sesuai ketentuan. PPN dikenakan
jika barang tersebut masuk katagori Barang Kena Pajak (BKP). Untuk lebih jelasnya, berikut
disajikan gambar skema pemungutan pajak di desa atas transaksi pembelian barang.Gambar 5.
Pemungutan Pajak atas Belanja Barang

Belanja Barang

s.dRp1Juta 1Jts.d2Jt > Rp 2Juta

PPh Psl 22 Dengan


Tidak dikenakan PPN PPN
Tarif10% NPWP: Tarif 1,% Tanpa
PPh dan PPN NPWP : 3% Tarif10%

Ilustrasi Pengenaan PPh Pasal 22 dan PPN atas Belanja Barang:


Seorang Bendahara Desa pada tanggal 5 Januari 2016 membeli komputer kepada rekanan PKP
seharga Rp22.000.000,00 (harga yg tertulis di kuitansi) dari sebuah toko komputer (NPWP
01.234.567.8‐910.000).

Penghitungan PPh Pasal 22


Harga barang yang tertulis di kuitansi adalah harga termasuk PPN, sedangkan PPh Pasal 22
dihitung dari harga sebelum dikenakan PPN. Dikenakan PPh Pasal 22 karena nilainya di atas Rp
2 juta. Dikenakan PPN karena dibeli dari PKP dengan nilai di atas Rp 1 juta. Tarif PPh Pasal 22
sebesar 1,5% karena memiliki NPWP.

PPh Pasal 22 terutang adalah:


Rp22.000.000,00 x 100/110 x 1,5% = Rp300.000,00.
Catatan:
Untuk mencari harga barang sebelum PPN maka harga barang di kuitansi harus dikurangi
PPN (tarif 10%), jadi harga barang sebelum PPN adalah sebesar 100/110 dari harga kuitansi
(Rp22.000.000,00 x 100/110 = Rp20.000.000,00).
Apabila rekanan tidak memiliki NPWP maka tarif PPh Pasal 22 dikalikan 200%. Jadi
besar PPh Pasal 22 terutang adalah: Rp22.000.000,00 x 100/110 x 1,5% x 200% =
Rp600.000,00.

Pengenakan Pajak atas Belanja Jasa (PPh Pasal 23, Pasal 4 ayat 2 dan PPN)
Terhadap pengadaan jasa (non fisik) misalnya sewa, penggunaan jasa perbaikan komputer,
perbaikan AC, jasa biro iklan dikenakan pemotongan pajak PPh Pasal 23 dan PPN sesuai
ketentuan. Jika jasa tersebut terkait konstruksi maka dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 dan PPN
sesuai ketentuan. Tidak ada batasan nilai untuk PPh pasal 23 dan PPh pasal 4 ayat 2. PPN
dikenakan jika jasa tersebut masuk katagori Jasa Kena Pajak (JKP). Untuk lebih jelasnya, berikut
disajikan gambar skema pemotongan/pemungutan pajak di desa atas transaksi berupa jasa.

Pemungutan Pajak atas Belanja Jasa

Belanja
Jasa

Konstru Selain
ksi Konstruksi

PPN
PPh Pasal 4 (2) PPN Jika diatas PPh Psl 23
Tarifnya tergantung 1Juta Tarif 10% Dengan NPWP: Jika diatas 1
klasifikasi Tarif 2% Tanpa Juta Tarif
usaha NPWP : 4% 10%

Ilustrasi Pengenaan Pajak atas Belanja Jasa


Seorang Bendahara Desa pada tanggal 10 Januari 2016 menggunakan jasa biro iklan untuk
memasang iklan di media massa dengan nilai pembayaran Rp1.100.000,00 (harga yg tertulis di
kuitansi). Biro iklan tersebut memiliki NPWP dan juga PKP.
Penghitungan PPh Pasal 23
Harga barang yang tertulis di kuitansi adalah harga termasuk PPN, sedangkan PPh Pasal 23
dihitung dari harga sebelum dikenakan PPN. Tarif PPh Pasal 23 sebesar 2% dikarenakan
memiliki NPWP. Besar PPh Pasal 23 terutang adalah:
Rp1.100.000,00 x 100/110 x 2% = Rp20.000,00
Catatan:
Untuk mencari harga barang sebelum PPN maka harga barang di kuitansi harus dikurangi
PPN (tarif 10%), jadi harga barang sebelum PPN adalah sebesar 100/110 dari harga kuitansi
(Rp1.100.000 x 100/110 = Rp1.000.000).
Apabila rekanan tidak memiliki NPWP maka tarif PPh Pasal 23 dikalikan 200%. Jadi
besar PPh Pasal 23 terutang adalah: Rp1.100.000 x 100/110 x 2% x 200% = Rp400.000.

Pengenakan Pajak atas Belanja Imbalan Penghasilan (PPh Pasal 21)


Terhadap pemberian imbalan penghasilan kepada orang pribadi misalnya Siltap, tunjangan,
honor kepada kepala desa, ketua DPD atau perangkat desa dikenakan pemotongan pajak PPh
Pasal 21 tanpa ada PPN. Pengenaan PPh pasal 21 tergantung dari status/kondisi penerima
imbalan tersebut. JIka penerimanya adalah PNS maka dikenakan PPh Final. Jika bukan, maka
dilihat besaran penghasilannya. PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan yang melebihi dari
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penghitungan PPh pasal 21 juga dibedakan antara
penghasilan tetap dan penghasilan tidak tetap. Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan gambar
skema pemungutan pajak di desa atas transaksi pemberian imbalan pengahasilan.

Pemungutan Pajak atas Honor/Imbalan Kerja


Ilustrasi I Pengenaan Pajak atas Imbalan Penghasilan ‐ PNS
Desa Sukatani membentuk suatu tim yang anggotanya terdiri dari beberapa PNS.
Bendahara Desa membayar honorarium tim pada tangga l1Februari 2016 dengan
rincian sebagai berikut:
Nama Gol Honorarium
Syukri IV/a 1.200.000,‐
Gatot III/b 1.000.000,‐
Arief II/b 900.000,‐

Penghitungan PPh Pasal 21

Nama Gol Honorarium Tarif PPh Terutang


Syukri IV/a 1.200.000,‐ 15% 180.000,‐
Gatot III/b 1.000.000,‐ 5% 50.000,‐
Arief II/b 900.000,‐ 0% ‐

Karena yang menerima adalah PNS maka dikenakan Pajak Final dimana untuk Gol. IV tarifnya
15%, Gol. III tarifnya 5% dan Gol II tarifnya sebesar 0%. Pada saat pembayaran honor langsung
dilakukan pemotongan, dengan dibuatkan bukti potongnya. Atas potongan tersebut selanjutnya
disetorkan ke Kas Negara peling lama tanggal 10 bulan Maret 2016.

Ilustrasi II Pengenaan Pajak atas Imbalan Penghasilan – Upah Harian


Mukidi (status belum menikah) pada bulan Mei 2016 bekerja 11 hari pada Desa Sukatani yaitu
pembangunan jembatan desa dengan menerima upah sebesar Rp 200.000,00 per hari.

Penghitungan PPh Pasal 21


Karena penghasilan yang diterima mukidi sehari masih dibawah Rp 450.000,00 per hari (lihat
PMK 102/PMK.010/2016) maka penghasilan Mukidi tidak dikenakan PPh Pasal 21. Sampai
dengan hari ke‐11, akumulasi penghasilan Mukidi dalam sebulan sebesar Rp2.200.000,00 berarti
masih di bawah batasan Rp4.500.000,00 sebulannya maka Mukidi tidak dikenakan PPh Pasal 21
atas akumulasi per bulannya.

Bendahara Desa kemudian mencatat pemotongan dan penyetoran pajak pada BKU dan Buku
Pajak. Jumlah nilai yang dicatat adalah sebesar jumlah pajak yang dipotong/pungut yang
dihitung dari nilai transaksi. Untuk penyetoran pajak ke Kas Negara dicatat sebesar nilai Surat
Setoran Pajak (SSP) yang dibuatnya. Sejak 1 Juli 2016, mekanisme penyetoran pajak dilakukan
dengan E‐Billing.

Kewajiban Pemungutan Pajak Daerah


Khusus untuk pajak daerah seperti pajak restoran (saat pembelian konsumsi makan‐minum),
kewajiban pemungutannya disesuaikan dengan kondisi daerah masing‐masing. Bendahara Desa
dapat melakukan pemungutan pajak daerah tersebut jika diberi amanat yang diatur dalam
Peraturan Bupati/Walikota. Peraturan ini juga sekaligus menjadi acuan bagi Bendahara Desa
terkait mekanisme tata cara pemungutan, bukti pemungutan, pencatatan serta penyetorannya ke
kas daerah. Jika tidak ada peraturan yang mendasarinya maka Bendahara Desa tidak boleh
melakukan pemungutan dan penyetoran pajak daerah.

C. Pengadaan Barang Dan Jasa (PBJ Desa)


PBJ Desa sebagaimana diatur dalam pasal 105 PP Nomor 43 Tahun 2014,
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara
pengadaan barang dan jasa di desa, yang disusun dengan berpedoman pada ketentuan
perundang‐undangan yang berlaku. Ketentuan yang dimaksud adalah Peraturan Kepala LKPP
Nomor 13 Tahun 2013 sebagaimana telah diubah dengan Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015
tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan
Barang/Jasa di Desa. Dalam Perka tersebut dinyatakan bahwa pengadaan barang/jasa
yang bersumber dari APBDesa adalah di luar ruang lingkup pengaturan dalam Perpres Nomor 54
Tahun 2010 beserta perubahannya.
PBJ Desa tidak mengacu kepada Perpres Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya
disebabkan beberapa kondisi riil di lapangan, antara lain yaitu jumlah desa yang sangat banyak,
pola maksimal susunan organisasi dan tata kerja (SOTK) pemerintah desa, tingkat pendidikan
kepala desa dan perangkat desa yang belum memadai serta geografis desa yang jaraknya ke
ibukota kabupaten relatif jauh.
Selain itu, jika PBJ Desa harus mengacu kepada Perpres Nomor 54 Tahun 2010, maka
banyak persyaratan yang tidak mampu dipenuhi desa, antara lain yaitu memiliki organisasi
pengadaan (PA/KPA, ULP, PPK, dan PPHP), sertifikasi untuk PPK dan pejabat pengadaan/ULP,
persyaratan ijin usaha dan NPWP bagi penyedia barang dan jasa.
Dalam Perka LKPP 13/2013 jo 22/2015 disebutkan bahwa setiap desa wajib membentuk
Tim Pengelola Kegiatan (TPK) yang ditetapkan dengan surat keputusan Kepala Desa. Unsur
TPK terdiri dari pemerintah desa dan unsur Lembaga Kemasyarakatan Desa. Namun demikian,
susunan maupun unsurnya harap disesuaikan dengan kapasitas (jumlah) dan kapabilitas SDM
serta anggaran (APBDes) yang dimiliki.
PBJ Desa pada prinsipnya dilakukan dengan cara SWAKELOLA yaitu memaksimalkan
penggunaan material/bahan dari wilayah setempat, dilaksanakan secara gotong royong dengan
melibatkan partisipasi masyarakat setempat, untuk memperluas kesempatan kerja, dan
pemberdayaan masyarakat setempat. Apabila tidak dapat dilakukan dengan cara swakelola baik
sebagian maupun seluruhnya, maka dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa yang dianggap
mampu untuk melaksanakan pekerjaan.
Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia Barang/Jasa dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan barang/jasa dalam rangka mendukung pelaksanaan Swakelola maupun memenuhi
kebutuhan barang/jasa secara langsung di Desa.

Contoh kebutuhan barang/jasa dalam rangka mendukung pelaksanaan Swakelola antara lain:
- Pembelian material pada swakelola pembangunan jembatan desa;
- Sewa peralatan untuk swakelola pembangunan balai desa;
- Penyediaan tukang batu dan tukang kayu untuk swakelola pembangunan Posyandu.

Contoh kebutuhan barang/jasa secara langsung di Desa antara lain:


- Pembelian komputer, printer, dan kertas.
- Langganan internet.
- Pembelian meja, kursi, dan alat kantor.
Penyedia Barang/Jasa yang dianggap mampu dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
harus memenuhi persyaratan memiliki tempat/lokasi usaha, kecuali untuk tukang batu, tukang
kayu, dan sejenisnya. Selain ketentuan tersebut, Penyedia Barang/Jasa untuk pekerjaan
konstruksi, mampu menyediakan tenaga ahli dan/atau peralatan yang diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan.

Dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui penyedia, prosedurnya sebagai berikut:


1. Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai sampai dengan Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), TPK membeli barang/jasa kepada 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa, tanpa permintaan
penawaran tertulis, selanjutnya TPK melakukan negosiasi (tawar‐menawar) dengan Penyedia
Barang/Jasa untuk memperoleh harga yang lebih murah.
2. Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), TPK membeli barang/jasa kepada 1
(satu) Penyedia Barang/Jasa dengan cara meminta penawaran secara
3. tertulis dari Penyedia Barang/Jasa dengan dilampiri daftar barang/jasa (rincian
barang/jasa atau ruang lingkup pekerjaan, volume, dan satuan). Berdasarkan penawaran dari
penyedia barang/jasa, selanjutnya TPK melakukan negosiasi (tawar‐menawar) untuk
memperoleh harga yang lebih murah.
Pengadaan Barang/Jasa dengan nilai di atas Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), TPK
mengundang dan meminta 2 (dua) penawaran secara tertulis dari 2 (dua) Penyedia Barang/Jasa
yang berbeda dilampiri dengan daftar barang/jasa (rincian barang/jasa atau ruang lingkup
pekerjaan, volume, dan satuan) dan spesifikasi teknis barang/jasa. Selanjutnya TPK menilai
pemenuhan spesifikasi teknis barang/jasa terhadap kedua Penyedia Barang/Jasa yang
memasukan penawaran. Apabila spesifikasi teknis barang/jasa yang ditawarkan dipenuhi oleh
kedua Penyedia Barang/Jasa, maka dilanjutkan dengan proses negosiasi (tawar‐menawar) secara
bersamaan. Namun jika dipenuhi oleh salah satu Penyedia Barang/Jasa, maka TPK tetap
melanjutkan dengan proses negosiasi (tawar‐menawar) kepada Penyedia Barang/Jasa yang
memenuhi spesifikasi teknis tersebut. Jika tidak dipenuhi oleh kedua Penyedia Barang/Jasa,
maka TPK membatalkan proses pengadaan. Negosiasi (tawar‐menawar) dilakukan untuk
memperoleh harga yang lebih murah. Selanjutnya Hasil negosiasi dituangkan dalam surat
perjanjian antara Ketua TPK dan Penyedia barang/Jasa.

Batasan nilai Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud di atas dapat ditetapkan berbeda
oleh Bupati/Walikota sesuai dengan kondisi wilayah masing‐masing dan dalam batas kewajaran.

D. Pelaksanaan Pembiayaan
Pelaksanaan pembiayaan desa yaitu proses penerimaan dan pengeluaran pembiayaan desa
sebagaimana yang telah tercantum dalam APBDesa. Pembiayaan desa meliputi meliputi semua
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun‐tahun anggaran berikutnya.
SiLPA desa tahun sebelumnya sebagai penerimaan pembiayaan, penggunaanya diatur
dan disepakati dalam musyawarah desa. Begitu pun halnya dengan pengeluaran pembiayaan
seperti penyertaan modal pemerintah desa atau pembentukan Dana Cadangan harus disepakati
terlebih dahulu dalam musyawarah desa dan ditetapkan dalam Peraturan Desa.
Pelaksanaannya penyertaan modal dilakukan melalui pengajuan SPP pembiayaan yang
diajukan oleh Kaur Keuangan, diverifikasi sekretaris desa untuk selanjutnya disetujui oleh
Kepala Desa. Setelah disetujui oleh kepala desa, bendahara desa selanjutnya mengeksekusi
dengan mentrasfer ke rekening dana cadangan ataupun ke rekening BUMDes penerima.
DAFTAR PUSTAKA

Modul Pengelolaan Keuangan Desa, BPKP, 2016


PELAKSANAAN KEUANGAN DESA

Kelompok 11 :

Ni Made Kusuma Devi 1707532117


Nyoman Notiasih 1707532128
Made Swari Praba Waloka 1707532129
I Wayan Agung Shinta Kusuma Wardani 1707532137

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI REGULER SUDIRMAN
UNIVERSITAS UDAYANA
SEMESTER GENAP
2019

Anda mungkin juga menyukai