Anda di halaman 1dari 22

CASE REPORT

KATARAK SENILIS IMATUR

Oleh
Wenny Agustin Biang (406172019)

Pembimbing
dr. Nanda Lessi Hafni Eka P, Sp.M- KVR

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI
PERIODE 4 FEBRUARI – 10 MARET 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

1
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Wenny Agustin Biang


NIM : 406172019
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Tarumanagara
Bidang Pendidikan : Program Pendidikan Profesi Dokter
Periode Kepaniteraan Klinik : 4 Januari – 10 Maret 2019
Judul : Case Report Katarak Senilis Imatur
Diajukan : Februari 2019
Pembimbing : dr. Nanda Lessi Hafni Eka P, Sp.M- KVR

Telah diperiksa dan disahkan : Februari 2019

Mengetahui,

Ketua SMF Mata Pembimbing

dr. Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M dr. Nanda Lessi Hafni Eka P, Sp.M- KVR

2
FAKULTAS KEDOKTERAN UNTAR
UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA
Jl. Taman S. Parman No. 1 - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNTAR
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI – BOGOR

Nama : Wenny Agustin Biang Tanda Tangan


NIM : 406172019 ........................................
Dr Pembimbing :
dr. Nanda Lessi Hafni Eka Putri, SpM-KV
………………………………………..

I. IDENTITAS
Nama : Tn.AS
Umur : 66 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan
Alamat : Kp. Balandongan
Tanggal pemeriksaan : 18 Februari 2019
Pemeriksa : Wenny Agustin Biang

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 18 Februari 2019

Keluhan utama:
Pasien datang ke poliklinik mata dengan keluhan pandangan kabur sejak 2 bulan yang
lalu.

3
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Ciawi Bogor dengan keluhan pandangan kabur
sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Pasien mengatakan awalnya penglihatan normal,
tetapi sejak 2 bulan terakhir pandangan pasien kabur seperti melihat asap dan dirasakan
semakin memberat. Pasien mengatakan mata berair dan jika melihat cahaya terasa silau.
Keluhan mata merah, gatal, dan belekan disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien menyangkal
adanya riwayat trauma pada mata, diabetes melitus, hipertensi, maupun alergi.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga lain yang memiliki keluhan serupa. Pasien menyangkal
adanya riwayat trauma pada mata, hipertensi, diabetes melitus, maupun alergi.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD 110/70 mmHg, HR 84x/menit, Suhu 36,5 C, RR 20x/menit
Kepala/Leher : Normocephali, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Mulut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorax, Jantung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Paru : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat, CRT < 2 menit

Status Ophtalmologi
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus 20/80 CFFC
- Koreksi - -
- Addisi - -

4
- Distansia pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Ukuran Normal Normal
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Normal Normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ekteropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Normal Normal
- Fissure palpebral Normal Normal
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi Konjungtiva - -
- Injeksi Siliar - -

5
- Injeksi Episklera - -
- Perdarahan - -
Subkonjungtiva/kemosis
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Flikten - -
- Nevus Pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Rata Rata
- Ukuran Normal Normal
- Sensibilitas Baik Baik
- Infiltrat - -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus senilis + +
- Edema - -
- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Cukup Cukup
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. IRIS

6
- Warna Coklat Coklat
- Kripta - -
- Sinekia - -
- Koloboma - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Refleks Cahaya Langsung + +
- Refleks Cahaya Tidak + +
Langsung
12. LENSA
- Kejernihan Keruh Keruh
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow + +
13. BADAN KACA
- Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
14. FUNDUS OCCULI
- Batas Tegas Sulit dinilai
- Warna Jingga Sulit dinilai
- Ekskavasio - Sulit dinilai
- Rasio arteri : vena 2:3 Sulit dinilai
- C/D rasio 0.3 Sulit dinilai
- Eksudat Tidak ada Sulit dinilai
- Perdarahan Tidak ada Sulit dinilai
- Sikatriks Tidak ada Sulit dinilai
- Ablasio Tidak ada Sulit dinilai
15. PALPASI
- Nyeri tekan - -
- Masa tumor - -
- Tensi Occuli N/palpasi N/palpasi
- Tonometry Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

7
16. KAMPUS VISI
- Tes Konfrontasi Sesuai pemeriksa Sesuai pemeriksa

FOTO MATA KANAN FOTO MATA KIRI

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan slit lamp
USG mata

V. RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki 66 tahun datang ke poliklinik mata RSUD Ciawi Bogor
dengan keluhan pandangan kabur sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Pasien
mengatakan awalnya penglihatan normal, tetapi sejak 2 bulan terakhir pandangan pasien
kabur seperti melihat asap dan dirasakan semakin memberat. Pasien mengatakan mata
berair dan jika melihat cahaya terasa silau. Keluhan mata merah, gatal, dan belekan
disangkal oleh pasien.

Pada pemeriksaan status ophtalmologi:


OD OS
Visus 20/80 CFFC
TIO N/palpasi N/palpasi
Cts Tidak Hiperemis Tidak hiperemis

8
Cti Tidak Hiperemis Tidak hiperemis
Cb Tidak ada injeksi Tidak ada injeksi
C Jernih, terdapat arcus senilis Jernih, terdapat arcus senilis
CoA Cukup Cukup
P Bulat, isokor Bulat, Isokor
I Coklat Coklat
L Keruh Keruh
F A/V ratio 2/3, CD ratio 0.3 Sulit dinilai

VI. DIAGNOSIS KERJA


Katarak senilis imatur ODS

VII. DIAGNOSIS BANDING


Katarak senilis matur

VIII. PENATALAKSANAAN
Merujuk pasien ke spesialis mata untuk dilakukan tindakan lebih lanjut

IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Fungsionam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Sanationam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KATARAK SENILIS

2.1. Anatomi Lensa


Lensa kristalin merupakan organ penglihatan yang berfungsi memfokuskan cahaya yang
masuk ke mata agar sampai ke macula. Setelah lahir, lensa kristalin berubah menjadi struktur
yang avascular; nutrisi dan ekskresi hasil metabolism lensa berlangsung melalui humor akuos
di sekitarnya. Lensa kristalin terletak di belakang iris, digantung oleh zonula Zinn ke badan
siliar. Lensa kristalin pada oeang muda memiliki indeks refraksi 1,4 di bagian sentral. Pada
orang dewasa, diameter ekuatorial adalah 9 mm dan ketebalan antero-posteriornya sekitar
5mm.

Sel hidup yang aktif hanya terdapat pada lapisan sel epitel lensa yang terletak di bawah
kapsul bagian anterior, dan meluas ke ekuator. Sel epitel ini bermitosis dan pada bagian ekuator
berelongasi memanjang menjadi serat lensa yang membentuk korteks lensa, hal ini terjadi
terus-menerus seumur hidup, tanpa ada serat yang dikeluarkan dari lensa sehingga susunan
lapisan serat tersebut semakin padat di tengah, membentuk nucleus lensa. Proses mitosis dan
elongasi sel ini terjadi terus-menerus seumur hidup setelah pubertas, tanpa ada serabut yang
dikeluarkan dari lensa. Oleh karena serabut-serabut ini tumbuh dengan arah konsentrik,
susunan lapisan serabut lensi akan semakin memadat kearah tengah, membentuk nucleus lensa.
Nucleus menjadi bagian dengan serabut-serabut yang lebih tua dan terdiri dari zona-zona yang
bersesuaian dengan periode perkembangan: zona embrionik (terletak paling tengah dan
merepresentasikan periode gestasi 1-3 bulan), fetal (3 bulan gestasi sampai lahir), infantile
(lahir sampai pubertas), dan dewasa.

10
Sejalan dengan pertambahan usia, komposisi protein di dalam lensa akan berubah
sehingga indeks reflaksi dan kejernihannya pun berubah. Sebagian lensa menjadi lebih miopik
dan sebagian menjadi hipermetropik akibat perubahan komponen protein tersebut.

2.2. Definisi Katarak Senilis


Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun. Dalam bahasa
Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah kekeruhan lensa akibat sebeb apapun, dimana kondisi ini akan menimbulkan gejala
penurunan kualitas fungsi penglihatan berupa penunan sensitivitas kontras serta tajam
peenglihatan. Penurunan kemampuan tajam penglihatan ini terjadi karena lensa merupakan
sebuah organ transparan yang memiliki fungsi optik untuk memfokuskan sinar masuk ke dalam
mata agar jatuh tepat pada retinam baik dari jarak jauh ataupun dekat. Meskipun memiliki
penyebba multifocal, proses penuaan merupakan penyebab utama. Penyakit sistemik seperti
diabetes melitus serta pemakaian obat-obatan khususnya yang mengandung steroid, juga
banyak berhubungan dengan percepatan timbulnya katarak. Katarak senilis sendiri merupakan
katarak yang disebabkan oleh proses penuan, dimana terjadi penurunan penglihatan yang
ditandai oleh penglihatan kabur seperti terhalang kabut dan penebalan lensa.

11
2.3. Epidemiologi Katarak Senilis
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60 tahun
ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa. Sedangkan pada
usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak kongenital pada negara
maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama
besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat katarak.

2.4. Etiologi Katarak Senilis


Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa mata
menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti merokok,
paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam bola mata, dan
polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal. Cedera pada mata seperti pukulan keras,
tusukan benda, panas yang tinggi, dan trauma kimia dapat merusak lensa sehingga
menimbulkan gejala seperti katarak. Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak,
disebut sebagai katarak kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya
peradangan/infeksi ketika hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai
komplikasi penyakit infeksi dan metabolik lainnya seperti diabetes mellitus

2.5. Patofisiologi Katarak Senilis


Patofisiologi katarak seilis adalah kompleks dan belum sepenuhnya dipahami.
Patogenesisnya multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks antara berbagai proses
fisiologis yang dimodulasi oleh faktor lingkungan, genetik, nutrisi, dan sistemik. Seiring
bertambahnya usia lensa, bobot dan ketebalannya meningkat sementara daya akomodasinya
berkurang. Karena lapisan kortikal baru ditambahkan dalam pola konsentris, inti pusat
dikompresi dan dikeraskan dalam proses yang disebut nuclear sclerosis.
Berbagai mekanisme berkontribusi terhadap hilangnya kejernihan lensa secara
progresif. Epitel lensa diyakini mengalami perubahan terkait usia, khususnya penurunan
kepadatan sel epitel lensa dan diferensiasi menyimpang sel serat lensa. Meskipun epitel lensa
katarak mengalami tingkat kematian apoptosis yang rendah, yang tidak mungkin menyebabkan
penurunan kepadatan sel yang signifikan, akumulasi kehilangan sel epitel dapat mengakibatkan
perubahan pembentukan serat lensa dan homeostasis, yang pada akhirnya menyebabkan
kehilangan kejernihan lensa. Lebih lanjut, seiring bertambahnya usia lensa, penurunan laju di
mana air dan, mungkin, metabolit berat molekul rendah yang larut dalam air dapat memasuki

12
sel-sel inti lensa melalui epitel dan korteks terjadi dengan penurunan laju transportasi air,
nutrisi, dan antioksidan.
Akibatnya, kerusakan oksidatif progresif pada lensa pada penuaan terjadi, yang
menyebabkan perkembangan katarak senilis. Berbagai penelitian menunjukkan peningkatan
produk oksidasi (misalnya, teroksidasi glutathione) dan penurunan vitamin antioksidan dan
enzim superoksida dismutase menggarisbawahi peran penting dari proses oksidatif dalam
katarakogenesis.
Mekanisme lain yang terlibat adalah konversi protein lensa sitoplasmik berat molekul
rendah yang dapat larut menjadi agregat dengan berat molekul tinggi, tidak larut, dan matriks
membran-protein tidak larut. Perubahan protein yang dihasilkan menyebabkan fluktuasi tiba-
tiba dalam indeks bias lensa, menyebarkan sinar cahaya, dan mengurangi kejernihan.

2.6. Klasifikasi Katarak Senilis


Katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis utama: katarak senilis nuklear,
katarak senilis kortikal, dan katarak senilis subkapsular posterior. Katarak senilis nuclear
terjadi karena nuclear sclerosis yang berlebihan dan menguning, dengan pembentukan opacity
lenticular sentral. Dalam beberapa kasus, nuklesus dapat menjadi sangat buram dan cokelat,
disebut katarak nuclear brunescent. Perubahan komposisi ionik korteks lensa dan perubahan
hidrasi serat lensa pada akhirnya menghasilkan katarak senilis kortikal. Pembentukan
kekeruhan granular dan seperti plaque di korteks subkapsular posterior menandai pembentukan
katarak senilis subkapsular posterior.

13
Gambar. Katarak senilis nuclear, katarak senilis korikal, katarak senilis subcapsular posterior

2.7. Anamnesis Katarak Senilis


Anamnesis merupakan hal yang untuk menentukan penurunan penglihatan yang progresif
dari katarak dan mengidentifikasi penyebab dasar dari opasitas lensa. Padien dengan katrak
senilis sering kali mengalami riwayat penurunan penglihatan bertahap. Penyimpangan visual
seperti itu bervariasi tergantung pada jenis katarak yang ada pada pasien
Penurunan ketajaman penglihatan adalah keluhan paling umum dari pasien dengan
katarak senilis. Katarak dianggap relevan secara klinis jika ketajaman visual dipengaruhi secara
signifikan. Selain itu, berbagai jenis katarak menghasilkan efek yang berbeda pada ketajaman
visual. Sebagai contoh, katarak senilis subkapsular posterior yang ringan dapat menghasilkan
penurunan ketajaman visual yang berat pada penglihatan jarak dekat dibandingkan penglihatan
jarak jauh, mungkin akibat akomodasi miosis. Namun, katarak sklerotik nuklear sering
dikaitkan dengan penurunan ketajaman penglihatan jarak jauh dan penglihatan jarak dekat yang
baik. Katarak kortikal umumnya tidak relevan secara klinis sampai akhir perkembangannya
ketika jari-jari kortikal membahayakan sumbu visual.
Silau saat melihat cahaya adalah keluhan umum pasien dengan katarak senilis. Keluhan
ini dapat mencakup seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas kontras di lingkungan yang
terang atau menonaktifkan silau di siang hari hingga cahaya lampu di malam hari. Gangguan
14
visual seperti ini menonjol terutama pada katarak senilis subkapsular posterior dan, pada
tingkat lebih rendah, pada katarak kortikal. Hal ini lebih jarang dikaitkan dengan sklerosis
nuklear. Banyak pasien dapat mentolerir silau tanpa banyak kesulitan, dan, dengan demikian,
sehingga tidak memerlukan manajemen bedah.
Perkembangan katarak seringkali dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa yang
menyebablam derajat miopia ringan hingga sedang atau myopic shift. Akibatnya, pasien
presbiopik melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang memerlukan
kacamata baca yang disebut second sight. Namun, kejadian tersebut bersifat sementara, dan,
karena kualitas optik lensa memburuk, hal tersebut akhirnya hilang. Umumnya, myopic shift
dan second sight tidak terlihat pada katarak senilis subkapsular kortikal dan posterior. Lebih
jauh, perkembangan asimetris dari miopia yang diinduksi lensa dapat menyebabkan
anisometropia simtomatik yang signifikan yang mungkin memerlukan manajemen bedah.

2.8. Pemeriksaan Fisik Katarak Senilis


Pemeriksaan mata lengkap harus dilakukan dimulai dengan ketajaman penglihatan untuk
jarak dekat dan jauh. Meskipun pasien tidak mengeluh silau, ketajaman visual harus diuji di
ruangan yang sedikit terang atau dengan salah satu perangkat glare-testing yang tersedia secara
komersial, seperti brightness acuity tester (BAT). Sensitivitas kontras juga dapat diperiksa,
terutama jika riwayat menunjukkan kemungkinan adanya masalah. Pemeriksaan adneksa
okular dan struktur intraokular juga dapat memberikan petunjuk untuk penyakit pasien dan
prognosis visualnya.
Tes yang sangat penting adalah swinging flashlight test, yang digunakan untuk
mendeteksi Marcus Gunn pupil atau relative afferent pupillary defect (RAPD), yang
mengindikasikan adanya lesi saraf optik atau keterlibatan retina difus yang berat. Seorang
pasien dengan RAPD dan katarak diharapkan memiliki prognosis visual yang baik, bahkan
setelah ekstraksi katarak tanpa komplikasi.
Pemeriksaan slit lamp sebaiknya tidak hanya terkonsentrasi pada evaluasi kekeruhan
lensa tetapi juga struktur okular lainnya (misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik anterior).
Penampilan lensa harus dicatat dengan cermat sebelum dan sesudah pelebaran pupil.
Signifikansi visual dari katarak nuclear dan katarak subkapsular posterior dievaluasi
terbaik dengan pupil berukuran normal untuk menentukan apakah sumbu visual dikaburkan.
Setelah dilatasi, ukuran nuklear dan brunescence sebagai indikator kepadatan katarak dapat
ditentukan sebelum operasi fakoemulsifikasi. Posisi lensa dan integritas serat zonular juga

15
harus diperiksa karena subluksasi lensa dapat mengindikasikan trauma mata sebelumnya,
operasi mata sebelumnya, gangguan metabolisme, atau katarak hipermatur.
Pentingnya oftalmoskopi langsung dan tidak langsung dalam mengevaluasi integritas
bagian posterior harus digarisbawahi. Saraf optik dan masalah retina dapat menjelaskan
gangguan penglihatan yang dialami oleh pasien. Selain itu, prognosis setelah ekstraksi lensa
dipengaruhi secara signifikan oleh deteksi patologi preoperatif di bagian posterior (misalnya,
edema makula, distrofi retina, atrofi optik, bekam glaukoma berat, degenerasi makula terkait
usia) dan pada perifer retina (misalnya retina) istirahat atau traksi vitreoretinal yang luas).

2.9. Stadium Katarak Senilis


Stadium klinis katarak sinilis secara tradisional didasarkan pada penampilan lensa pada
pemeriksaan slit-lamp, yaitu:
• Katarak Hipermature: opasitas putih yang padat yang mengaburkan red refleks dan
mengandung cairan seperti susu dalam kapsul, akibat korteks lensa yang mengalami
degenerasi. Kapsulnya sering tegang atau berkerut. Katarak morgagnian adalah
sejenis katarak hipermatur dimana nukleus tenggelam dalam cairan korteks.
• Katarak matur: ini merupakan katarak yang opak, benar-benar mengaburkan red
refleks. Berwarna putih atau brunescent.
• Katarak imatur: katarak ini ditandai dengan jumlah kekeruhan yang bervariasi,
terdapat di area tertentu pada lensa. Ini mungkin termasuk area dengan kepadatan
tinggi dan rendah, dengan beberapa serat lensa yang bening.
• Katarak insipient: Katarak ini terlihat pada pemeriksaan slit-lamp tetapi hanya sedikit.
Stadium klinis katarak senilis juga dapat didasarkan pada ketajaman visual pasien, yaitu:
• Katarak hipermatur: Pasien umumnya melihat lebih buruk dari jumlah jari atau
gerakan tangan
• Katarak imatur: Pasien tidak dapat membaca lebih baik dari 20/200 pada grafik
ketajaman visual.
• Katarak imatur: Pasien dapat membedakan huruf pada garis lebih baik dari 20/200
• Katarak insipient atau sindrom lensa disfungsional: Pasien mengeluhkan keluhan
visual tetapi masih bisa membaca pada 20/20 meskipun opasitas lensa dikonfirmasi
melalui pemeriksaan slit-lamp

2.10. Pemeriksaan Penunjang Katarak Sinilis

16
Diagnosis katarak senilis dibuat pada dasarnya setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik
dilakukan. Tes laboratorium diminta sebagai bagian dari proses penyaringan praoperasi untuk
mendeteksi penyakit yang menyertai (misalnya, diabetes mellitus, hipertensi, kelainan
jantung). Trombositopenia dapat menyebabkan peningkatan perdarahan perioperatif dan,
sehingga harus dideteksi dan dikelola dengan baik sebelum operasi. Faktor risiko tambahan
untuk perdarahan perioperatif juga harus dinilai, termasuk penggunaan NSAID oral, obat resep
antikoagulan, atau suplemen omega-3 yang mengandung vitamin E (misalnya, minyak ikan).
Pemeriksaan pencitraan (misalnya, ultrasonografi, CT scan, MRI) dapat diminta ketika
dicurigai patologi bagian posterior dan bagian belakang mata dihalangi oleh kepadatan lensa
katarak atau katarak hipermatur. Ini membantu dalam perencanaan manajemen bedah dan
dalam memberikan prognosis pasca operasi untuk pemulihan penglihatan pasien.
Beberapa pengukuran harus dilakukan sebelum operasi, terutama dalam mengantisipasi
ekstraksi katarak dengan implantasi lensa intraokular (IOL). Pembiasan yang hati-hati harus
dilakukan pada kedua mata dalam memilih gaya IOL, kekuatan, optik (spheric atau aspheric),
dan fitur premium yang paling cocok untuk mata individu. Kekuatan IOL pada mata yang
dioperasi harus kompatibel dengan kesalahan bias mata lain untuk menghindari komplikasi
(misalnya, anisometropia pasca operasi), dan juga mengantisipasi operasi di masa depan.
Biometri yang akurat juga harus dilakukan untuk menghitung kuekuatan IOL yang akan
digunakan.

2.11. Tatalaksana Katarak Sinilis


Ekstraksi lensa adalah pengobatan definitif untuk katarak senilis. Hal tersebut dapat
dicapai melalui prosedur berikut:
• Ekstraksi katarak intrakapsular (Intracapsular cataract extraction / ICCE): prosedur ini
melibatkan ekstraksi seluruh lensa, termasuk kapsul posterior dan zonula; prosedur ini

17
berpotensi mengakibatkan komplikasi intraoperatif dan pasca operasi yang terkait
dengan prosedur ini, sehingga jarang digunakan

Gambar. Teknik ICCE

• Ekstraksi katarak ekstrasapsular (Ekstracapsular cataract extraction /ECCE) : prosedur


ini melibatkan pengangkatan inti lensa melalui lubang di kapsul anterior dan sayatan
di limbus yang relatif besar, dengan retensi integritas kapsul posterior

Gambar. Teknik ECCE

18
• Fakoemulsifikasi : prosedur ini juga melibatkan ekstraksi inti lensa melalui lubang di
kapsul anterior; jarum ultrasonically driven digunakan untuk memecah inti katarak;
substrat lensa kemudian disedot melalui lubang jarum melalui sayatan kecil limbus
atau sklera.

Gambar. Fakoemulsifikasi

Implantasi lensa intraokular (IOL) umunya dikombinasikan dengan masing-masing


teknik tersebut, meskipun ECCE dan phacoemulsifikasi memungkinkan penempatan anatomis
yang lebih menguntungkan daripada ICCE. Setelah operasi, pasien sebaiknya menghindari
melakukan kegiatan yang akan meningkatkan tekanan intraokular, terutama setelah menjalani
ICCE atau ECCE. Kegiatan-kegiatan ini termasuk mengangkat beban berat, batuk yang
kencang, dan mengejan. Demikian pula, trauma dan paparan asap beracun atau hal-hal tertentu
harus dihindari.

2.12. Komplikasi
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif
awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra
ocular lens, IOL).

A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan
akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk
mengurangi gejala.

19
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama
insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.

D. Komplikasi postoperatif lanjut


Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.

E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL


Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema
syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens
syndrome).

2.13. Prognosis Katarak Senilis


Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat memperbaiki
ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan untuk
pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak
senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi
tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan

20
ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati S, Bani AP. Buku ajar oftalmologi. Edisi 1. Jakarta : BP FKUI.
2017.
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.
3. Ocampo V. Senile cataract (age-related cataract). 2018. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#showall. Cited [2019 Feb
18]
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th ed. China: Elsevier : 2011

22

Anda mungkin juga menyukai