PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit ini merupakan suatu penyakit infeksi akut yang terjadi pada
saluran pencernaan dimana tanda atau gejala yang muncul pada penderita berupa
demam, anorexia, malaise, diare atau konstipasi dan kejadian yang paling parah
jika tidak ditangani adalah terjadinya perforasi usus, perdarahan usus hingga
menyebabkan gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella
parathyphi dan atau Salmonella thyphi dimana penularan terjadi melalui
makanan dan minuman yang terkontamiasi kuman.2,3
Angka insiden demam tifoid di Indonesia selama kurun waktu lima tahun
dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 mempunyai kecendrungan
penurunan dari 64 per 100.000 penduduk pada tahun 2002 menjadi 2.6 per
100.000 penduduk pada tahun 2006.1
Di Sulawesi Selatan tahun 2013 angka kejadian 31.633 penderita. Pada
penelitian yang dilakukan di RSUD Kota Makassar menunjukkan bahwa
1
proporsi tertinggi penderita demam tifoid pada periode Januari-Desember 2014
berdasarkan bulan adalah bulan Mei 13,9%, berdasarkan umur dan jenis kelamin
adalah kelompok umur 18-30 tahun sebesar 57,6% dengan proporsi laki-laki
23,8% dan perempuan 33,8%, berdasarkan pendidikan adalah pendidikan
menengah (SLTP/SLTA) 67,4% , berdasarkan pekerjaan tertinggi adalah
pelajar/mahasiswa 33,7%. 3
1.3 Aspek dari Disiplin Ilmu Yang Terkait Dengan Judul Pendekatan
Kedokteran Keluarga Pada Penderita Demam Tifoid
2
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
3
1.3.7 Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer.
5
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan gejala yang dikeluhkan. Hal ini
disebabkan masa inkubasi dari penyakit ini bersifat cepat dan dapat sembuh
jika berobat teratur dan istiraht. Selain itu, kepatuhan untuk menghindari
faktor resiko juga merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.
6
BAB II
ANALIS KEPUSTAKAAN DAN BERDASARKAN KASUS
PEJAMU (HOST)
Bakteri Berkembang Biak
INFEKSI
Bakteri Menginvasi Ke Jaringan
DEMAM
TIFOID
7
2.1.1 Konsep Mandala
Gaya Hidup
Gaya hidup
- Kebiasaan pasien mengonsumsi makanan di
Kebutuhan primer merupakan
sekitar sekolah yang tidak terjamin
prioritas utama
kebersihannya
Lingkungan Psiko-Sosial-Ekonomi
Bio-Psiko-Sosio-Ekonomi
Perilaku Kesehatan
- -Kehidupan
Kecemasan orang
sosial tualingkungan
dengan pasien
baik
tehadap penyakit anaknya
- Tidak Perilakucucikesehatantangan - Kondisi ekonomi pasien tergolong
menggunakan sabun sebelum -kalangan
Kondisi ekonomi
menengah menengah
- Kebersihan Diri - Kurangnya pengetahuan mengenai
makan,Hygiene
dan sesudah buangdan
pribadi air. demam tifoid
- Memakan makanan
lingkungan yang tidak
masih - Orang tua pasien khawatir jika
terlalu matang. keadaan sakitnya memburuk
kurang
- Berobat tidak teratur.
Berobat hanya jika
ada
Lingkungan
Lingkungan Kerja
Pelayanan Kesehatn
Pelayanan Keluarga - sekolah
Penjual makanan di
- kesehatan
Jarak rumah dan Kebersihan
sekolah tidak
puskesmas dekat memerhatikan kebersihan
- Jarak kurang terjaga
- Jaminan kesehatan dari makanan yang
rumah
yaitu BPJS dijualnya.
dengan
puskemas Pasien
dekat
Demam 4 hari
Mual Muntah
Sulit BAB +4 hari
Nyeri Perut
Lingkungan Fisik
Komunitas
Pemukiman cukup padat
8
2.2 Pendekatan Diagnosis Holistik Untuk Mengetahui Penyebab Demam
Tifoid Pada Pelayanan Kedokteran Keluarga Di Layanan Primer
10
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan
secara terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
11
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita
melihat dari beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
2. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup
dengan diagnosis kerja dan diagnosis banding.
3. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
4. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
5. DerajatFungsi Sosial :
A. Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
B. Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.
C. Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa
dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.
D. Derajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja,
tergantung pada keluarga.
E. Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan
12
2.3 Demam Typhoid
2.3.1 Definisi
Demam tifoid juga dikenal sebagai enteric fever atau thyphoid
abdominalis merupakan suatu penyakit infeksi akut yang terjadi pada
saluran pencernaan yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella
typhii dan salmonella parathyphi. Penyakit ini merupakan penyakit
endemik di Indonesia. Dari telaah kasus di rumah sakit besar di
Indonesia, tersangka demam tifoid menunjukkan kecenderungan
meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan 500/100.000
penduduk dan angka kematian antara 0.6–5% (KMK, 2006). 2,4,7
2.3.2 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau
Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatip, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan
mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat
hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es,
sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 600 C)
selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :4,5
A. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari
tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia
lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan
terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
B. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae
atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu
protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap
panas dan alkohol.
C. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang
dapat melindungi kuman terhadap fagositosis.
13
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita
akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim
disebut aglutinin4,5
2.3.3 Epidemiologi
A. Trias Epidemiologi
a. Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman
Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella thypi
sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh
kuman yang berasal dari penderita atau carrier yang biasanya
keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi trasmisi
transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam
bakterimia kepada bayinya. Penelitian yang dilakukan oleh Heru
Laksono (2009) dengan desain case control, mengatakan bahwa
kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit
demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan
kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang
mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan
beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar
dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan 4
b. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi
dan Salmonella paratyphi. Jumlah kuman yang dapat
menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105– 109 kuman yang
tertelan melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka
semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.4
14
c. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai
secara luas di daerah tropis terutama di daerah dengan kualitas
sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan
sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya
penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk,
sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan
makanan yang masih rendah. Berdasarkanhasil penelitian Lubis,
R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan desain case control,
mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai
resiko terkena penyakit demam tifoid 20,8 kali lebih besar
dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik
(OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform
beresiko 6,4 kali lebih besar terkena penyakit demam tifoid
dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar
berat coliform (OR=6,4). 4
B. Variabel Epidemiologi
a. Orang (person)
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada
perbedaan yang nyata antara insiden pada laki-laki dan
perempuan.4 Pada penelitian yang dilakukan di RSUD Kota
Makassar menunjukkan bahwa proporsi tertinggi penderita
demam tifoid pada periode Januari-Desember 2014 berdasarkan
bulan adalah bulan Mei 13,9%, berdasarkan umur dan jenis
kelamin adalah kelompok umur 18-30 tahun sebesar 57,6%
dengan proporsi laki-laki 23,8% dan perempuan 33,8%.3
15
b. Tempat dan Waktu (Place and time)
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000,
insiden rate demam tifoid di Amerika Latin 53 per 100.000
penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk. Di
Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di
Jakarta Utara pada tahun 2001, insiden rate demam tifoid 680 per
100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 1.426
per 100.000 penduduk. 4
2.3.4 Patomekanisme
Salmonella Typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia. Manusia yang
terinfeksi bakteri Salmonella Typhi dapat mengekskresikannya melalui
sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi.
Kuman masuk ke tubuh manusia terjadi melaui makanan, maupun
minuman yang sudah terkontaminasi. Patogenesis demam tifoid
melibatkan 4 proses mulai dari penempelan bakteri ke lumen usus,
bakteri bermultiplikasi di makrofag. Peyer’s patch, bertahan hidup di
aliran darah dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan
keluarnya elektrolit dan air ke lumen intestinal. Bakteri Salmonella Typhi
bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut.
Pada saat melewati lambung dengan suasana asam banyak bakteri yang
mati. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus, melekat pada
sel mukosa kemudian menginvasi dan menembus dinding usus tepatnya
di ileum dan yeyunum. Sel M, sel epitel yang melapisi Peyer’s patch
merupakan tempat bertahan hidup dan multiplikasi Salmonella Typhi.
Selanjutnya ke lamina propria, disini kuman berkembang biak dan
difagosit oleh sel sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan
berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak
peyer ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Selanjutnya melalui duktus toracicus kuman yang terdapat dalam
makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah sehingga mengakibatkan
bakteremia pertama yang asimptomatik dan menyebar keseluruh organ
16
retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Diorgan-organ ini
kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak
diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi
darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya disertai tanda-
tanda dan gejala penyakit sistemik.2,5
Didalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermitten
kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan
sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses
yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan
hiperaktif maka saat fagosit kuman Salmonella terjadi pelepasan berbagai
mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, instabilitas vascular, gangguan mental, dan koagulasi.2,5
Didalam plak peyer makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hyperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi
pembuluh darah sekitar plak peyer yang sedang mengalami nekrosis dan
hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses
patologi jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi.2,5
Endotoksin dapat menempel direseptor sel endotel kapiler dengan
akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskuler, pernapasan dan gangguan organ lainnya.2,5
17
Masa tunas demam tifoid berlangsung 7-14 hari. Gejala-gejala
klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai yang berat, dari
asimptomatik hingga gambaran penyakit yang sangat khas disertai
komplikasi hingga kematian.2,3
Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umunya, yaitu sepeti demam suhu >37,5 pada kira-kira akhir minggu
pertama penyakit, demam di 103-104 ° F (39-40 ° C). Demam yang
dialami meningkat perlahan pada sore hari hingga malam hari. Selain itu
terdapat keluhan lain seperti nyeri kepala, pusing, mual, muntah, nyeri
otot, anorexia, obstipasi atau diare, nyeri perut (regio epigastrium),
thyphoid tongue (lidah kotor), Halitosis, tremor lidah, ikterus, bradikardi
relatif dan dicrotic pulse (double beat, denyutan kedua lebih lemah dari
denyutan pertama) dapat terjadi hingga delirium.2,3,6
2.3.6 Diagnosis
A. Anamnesis
Untuk mendiagnosa suatu demam tifoid, kita perlu melakukan
anamnesis secara sistematis, pemeriksaan fisik umum dan
pemeriksaan laboratorium.4
Pada anamnesis yang didapatkan, pasien datang ke dokter
karena keluhan mual dan muntah yang dialami sehari sebelum datang
ke puskesmas tepatnya pada malam hari hingga pagi hari. Pasien juga
mengeluh demam naik turun terutama malam hari (demam
intermiten). Keluhan disertai dengan sakit kepala anoreksia dan nyeri
perut. Selain itu, keluhan terdapat gangguan gastrointestinal berupa
konstipasi. 2,3,6
B. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
- Kompos mentis atau delirium
- Bibir kering dan kadang pecah-pecah
- Lidah kotor ditutupi selaput putih
- Halitosis
18
- Ikterus2,3,6
b. Palpasi
- Hangat saat perabaan
- Nyeri tekan regio epigatric
- Hepatospleenomegali
- Bradikardi relatif2,3,6
c. Pekusi
- Pelebaran bunyi pekak pada daerah perut bagian hepar6
d. Auskultasi
- Peristaltik menigkat atau menurun2
C. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer lengkap beserta hitung jenis leukosis. Dapat
menunjukkan: leukopenia / leukositosis / jumlah leukosit normal,
limfositosis relatif, monositosis, trombositopenia (biasanya
ringan), anemia.6
Leukositosis dapat terjai tanpa disertai adanya infeksi
sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia.2
b. Serologi2
1. IgM antigen O9 Salmonella thypi (Tubex-TF)®
- Hanya dapat mendeteksi antibody IgM Salmonella typhi
- Dapat dilakukan pada 4-5 hari pertama demam.
Uji tubex merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik
yang cepat (beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan.
Uji ini mendeteksi antibodi anti-Salmonella typhi O9 pada
serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM
anti-O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang
berwarna dengan lipopolisakarida Salmonella typhi yang
terkonjugasi pada partikel magnetic latex. Hasil positif ujin
tubex ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae
serogroupD walau tidak secara spesifik menunjuk pada
19
Salmonella typhi. Infeksi oleh Salmonella paratyphi akan
memberikan hasil negatif.2
Secara imunologi, antigen O9 bersifat
immunodominan sehingga dapat merangsang respon imun
secara independen terhadap timus dan merangsang mitosis
sel B tanpa bantuan dari sel T. karena sifat-sifat tersebut,
respon terhadap antigen O9 berlangsung cepat sehingga
deteksi terhadap anti-O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu
pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk
infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji tubex hanya
dapat mendeteksi lgM dan tidak dapat mendeteksi IgG
sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk
mendeteksi infeksi lampau.2
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3
macam komponen meliputi : tabung berbentuk V yang
berfungsi meningkatkan sensitivitas, reagen A yang
mengandung partikel magnetik yang diselubungi dengan
antigen O9, reagen B yang mengandung partikel lateks
berwarna biru yang diselubungi dengan antibodi
monoklonal spesifik dengan antigen O9. Untuk melakukan
prosedur pemeriksaan ini, satu tetes serum (25 µL)
dicampurkan kedalam tabung dengan satu tetes (25 µL)
reagen A. setelah itu dua tetes reagen B (50 µL)
ditambahkan kedalam tabung. Hal tersebut dilakukan pada
kelima tabung lainnya. Tabung-tabung tersebut kemudian
diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan
diputar selama 2 menit dengan kecepatan 250 rpm.
Interretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan
campuran yang dapat bervariasi dari kemerahan hingga
kebiruan. Berdasarkan warna inilah ditentukan skor, yang
interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut:
20
Skor Interpretasi
<2 Negatif Tidak menunjuk infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan.
Ulangi pengujian apabila masih
meragukan lakukan pengulangan
beberapa hari kemudian
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid
21
infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi
IgM dan IgG terhadap antigen Salmonella typhi. Seberat 50
kD, yang terdapat dalam strip nitroselulosa.2
22
- Hasil pemeriksaan Widal positif palsu sering terjadi oleh
karena reaksi silang dengan non-typhoidal Salmonella,
enterobacteriaceae, daerah endemis infeksi dengue dan
malaria, riwayat imunisasi tifoid dan preparat antigen
komersial yang bervariasi dan standaridisasi kurang baik.
Oleh karena itu, pemeriksaan Widal tidak direkomendasi
jika hanya dari 1 kali pemeriksaan serum akut
karenaterjadinya positif palsu tinggi yang dapat
mengakibatkan over-diagnosisdan over-treatment.2,6
24
2.3.7 Penatalaksanaan
A. Terapi suportif dapat dilakukan dengan6:
a. Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi
b. Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan
secara oral maupun parenteral.
c. Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan
protein, rendah serat.
d. Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas
e. Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu,
kesadaran), kemudian dicatat dengan baik di rekam
medikpasien
B. Terapi Simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan
mengurangi keluhan gastrointestinal. 6
C. Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama
untuk demam tifoid adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau
Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil), atau
Trimetroprim-sulfametoxazole (Kotrimoksazol). 6
D. Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif,
dapat diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua
yaitu Seftriakson, Sefiksim, Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak
<18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang). 6,8
E. Konseling dan Edukasi
Edukasi pasien tentang tata cara6:
1. Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam tifoid
yang harus diketahui pasien dan keluarganya.
2. Diet, jumlah cairan yang dibutuhkan, pentahapan mobilisasi,
dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan atau dilihat
langsung oleh dokter, dan keluarga pasien telah memahami
serta mampu melaksanakan.
3. Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien dan
keluarga supaya bisa segera dibawa ke rumah sakit terdekat
untuk perawatan.
25
Antibiotik Dosis Keterangan
Kloram- - Dewasa: 4x500 mg selama 10 - Merupakan obat yang sering digunakan
fenikol hari dan telah lama dikenal efektif untuk tifoid
- Anak :100mg/kgBB/hari, per - Murah dan dapat diberikan peroral serta
oral atau intravena, dibagi 4 sensitivitas masih tinggi
dosis, selama 10 -14 hari - Pemberian PO/IV
- Tidak diberikan bila lekosit
- <2000/mm3
Seftriakson - Dewasa: 2-4gr/hari selama 3-5 - Cepat menurunkan suhu, lama pemberian
hari pendek dan dapat dosis tunggal serta
- Anak: 80 mg/kgBB/hari, IM cukup aman untuk anak.
atau IV, dosis tunggal selama - Pemberian PO/IV
5 hari
Ampicillin dan - Dewasa: (1.5-2) gr/hr selama - Aman untuk penderita hamil
Amoxicillin 7-10 hari - Sering dikombinasi dengan
- Anak: 100 mg/kgbb/hari per - kloramfenikol pada pasien kritis
oral atau intravena, dibagi 3 - Tidak mahal
dosis, selama 10 hari. - Pemberian PO/IV
26
2.3.8 Pencegahan
a. Vaksin Parenteral
Vaksin demam tipus biasanya diberikan dalam serangkaian
dua suntikan subkutan 0,5 ml diberikan pada empat interval
mingguan.Tingkat perlindungan adalah70%.Dosis booster
dianjurkan setiap 3 tahun di daerah endemis tifus.Ini tidak boleh
diberikan kepada wanita hamil dan merupakan kontraindikasi
dalam pemulihan mereka dari penyakit serius.9
b. Vaksin Oral
Vaksin hidup diberikan secara oral dalam bentuk tiga kapsul
diambil pada hari 1, 3dan 5, dengan dosis booster setelah 3
+tahun.Tidak harus diberikan sampai setidaknya seminggu telah
berlalu sejak pasien telah diambil setiap antibiotik yang efektif
terhadap Salmonella.9
c. Perbaikan Sanitasi Lingkungan
Salah satu usaha pemutus rantai penularan tifoid adalah usaha
perbaikan lingkungan. Usaha ini mendasar, komplit, melibatkan
banyak pihak dan sektor, serta merupakan bagian terpenting dalam
upaya pembangunan kesehatan masyarakat. Beberapa hal yang
menjadi masalah dalam kesehatan lingkungan adalah penyediaan
air minum, pengawasan terhadap makanan dan air serta sistem
pembuangan kotoran dan limbah. Beberapa usaha perbaikan
sanitasi lingkungan adalah:
Penyediaan air bersih untuk seluruh warga. Penyediaan
air yang aman, khloronisasi, terlindung dan terawasi.
Tidak tercemar oleh air limbah dan kotoran lain. Untuk
air minum masyarakat membiasakan dengan memasak
sampai mendidih, kurang lebih selama 10 menit.
Jamban keluarga yang memenuhi syarat-syarat
kesehatan. Tidak terkontamminasi oleh lalat dan
serangga lain.
27
Pengelolaan air limbah, kotoran dan sampah harus
benar, sehingga tidak mencemari lingkungan.
Kontrol dan pengawasan terhadap kebersihan
lingkungan, terlaksana dengan baik dan
berkesinambungan.10
d. Peningkatan Higiene Makanan dan Minuman
Perlu diingat Golden rules of WHO dalam promosi kebersihan
makanan:
Pilih hati-hati makanan yang sudah diproses, demi
keamanan.
Panaskan kembali secara benar makanan yang sudah
dimasak.
Hindarkan kontak antara makanan mentah dengan
yang sudah dimasak.
Mencuci tangan dengan sabun.
Permukaan dapur dibersihkan dengan cermat.
Lindungi makanan dari serrangga, binatang mengerat
dan binatang lainnya.
Gunakan air bersih atau air yang dibersihkan.10
e. Peningkatan higiene perorangan
Peningkatan higiene perorangan merupakan pilar ketiga dari
program pencegahan yakni perlindungan diri terhadap penularan
tifoid. Kegiatan ini merupakan ciri berperilaku hidup sehat.
Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting.
Setiiap tangan yang kontak dengan feses,urin atau dubur maka
harus dicuci pakai sabun dan kalu dpat disikat.10
Tidak ada data mengenai keamanan pada kehamilan atau
kemanjurannya pada anak-anak di bawah 6 tahun (dan dalam hal
apapun anak harus cukup lama untuk dapat menelan kapsul
utuh).Bentuk oral paling tidak sama efektifnya dengan (dan dalam
beberapa kasus lebih efektif dari pada) vaksin yang disuntikkan. Ini
28
tidak boleh diberikan kepada wanita hamil dan merupakan
kontraindikasi dalam pemulihan mereka dari penyakit serius.9
2.3.9 Komplikasi2,6
A. Komplikasi Intestinal
a. Pendarahan usus
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematochezia.
Dapat juga diketahui dengan pemeriksaan feses (occult blood
test). Komplikasi ini ditandai dengan gejala akut abdomen dan
peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan pemeriksaan
klinis bedah didapatkan gas bebas dalam rongga perut. 2,6
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
d. Pankreatitis
29
2.3.10 Prognosis
Prognosis adalah bonam namun ad sanationam dubia ad bonam
karena penyakit dapat berulang9
30
BAB III
Studi kasus ini menggunakan desain studi Kohort untuk mempelajari hubungan
antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih
kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian mengikuti sepanjang
periode waktu tertentu untuk melihat subjek dalam kelompok yang mengalami efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter
layanan primer secara paripurna dan holistik terutama tentang penatalaksanaan
Demam Typhoid dengan pendekatan diagnosis holistik di Puskesmas Maccini Sawah
pada tanggal 7 Januari 2019.
31
Gambar 3. Puskesmas Maccini Sawah
32
Gambar 4. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Maccini Sawah
Jumlah Penduduk RT
No. Kelurahan Total
Laki-Laki Perempuan (KK)
1 Maccini Induk 3295 Jiwa 3797 Jiwa 7092 Jiwa 1367
2. Maccini Parang 3897 Jiwa 4017 Jiwa 7914 Jiwa 1681
3. Maccini Gusung 3965 Jiwa 4169 Jiwa 8134 Jiwa 1553
Total 11.157 Jiwa 11.983 Jiwa 23.140Jiwa 4601
Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Maccini
Sawah Tahun 2016
33
3.3.2.2 Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan
anak serta masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena faktor gizi yang
berhubungan dengan lingkungan, perumahan dan sanitasi yang kotor
menyebabkan berbagai macam penyakit yang muncul.
Di samping itu, kepadatan penduduk sebagai lambang perkembangan
suatu daerah. Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas Maccini Sawah,
kepadatan penduduk adalah jiwa per kilometer persegi, jumlah kepala keluarga
(KK) tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Maccini Sawah adalah 4601 KK.
34
Kelompok Umur Jumlah Penduduk
No.
(Tahun) Laki-Laki Perempuan Total
1. 0-4 725 910 1635
2. 5-9 768 903 1671
3. 10-14 600 1077 1677
4. 15-19 885 1010 1895
5. 20-24 1071 1450 2521
6. 25-29 1065 1252 2317
7. 30-34 978 843 1821
8. 35-39 696 860 1556
9. 40-44 747 866 1613
10. 45-49 969 710 1679
11. 50-54 335 685 1020
12. 55-59 412 529 941
13. 60-64 234 276 510
14. 65-69 180 250 430
15. 70-74 110 198 308
16. +75 82 164 246
Jumlah 11.157 11.983 23.140
Tabel 4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Wilayah Kerja Puskesmas Maccini Sawah Tahun 2016
35
3.3.2.5 Tingkat Pendidikan Penduduk
Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan
produktif sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
1 TK 505 Jiwa
2 SD 758 Jiwa
3 SMP 1465 Jiwa
4 SMU/SMK 4821 Jiwa
5 DI-DIII 1644 Jiwa
6 SI-SII 1358 Jiwa
Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Maccini Sawah Tahun 2016
36
Kelurahan
No Mata Pencaharian Maccini Maccini Maccini
Induk Parang Gusung
1 PNS 233 147 132
2 Pengrajin Industri 39 26 12
3 Pedagang Keliling 301 110 26
4 Montir 4 2 2
5 Dokter Swasta 2 1 1
6 Bidan Swasta 8 20 12
7 Pembantu RT 102 24 31
8 TNI 21 35 54
9 POLRI 124 54 21
10 Pengusaha Kecil dan
502 607 124
Menengah
11 Pensiunan
124 43 64
PNS,Polri,TNI
12 Pengacara 2 3 2
13 Notaris 2 2 3
14 Jasa Pengobatan -
1 2
Alternatif
15 Dosen Swasta 20 12 13
16 Arsitektur 4 6 -
17 Karyawan 142
340 529
Perusahaan Swasta
18 Karyawan 23
Perusahaan 12 34
Pemerintah
19 Lain-Lain 1981 1984 1156
37
3.3.2.7 Agama
Dari 14.420 jiwa penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas Maccini
Sawah, 11.558 jiwa beragama Islam, 2.189 jiwa beragama Krsiten, 508 jiwa
beragama Katolik, 67 jiwa beragama Hindu dan 98 jiwa beragama Budha.
No Agama Jumlah
1 Islam 11.758 Jiwa
2 Kristen 2.289 Jiwa
3 Katolik 588 Jiwa
4 Hindu 84 Jiwa
5 Budha 118 Jiwa
Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Maccini
Sawah Tahun 2016
38
Poli Gigi, Apotek,/Kamar Obat, Dapue Umum, Gudang, WC, Ruang
Kepegawaian, Ruang KIA dan Imunisasi, Ruang KB & IMS, Ruang
Kepala Puskesmas, Ruang Keuangan, Ruang P2M dan Kesling.
39
3.3.3.4 Tenaga Kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan yang terdapat di Puskesmas Maccini
Sawah tahun 2016 sebanyak 24 orang dengan berbagai spesifikasi, yang terdiri
dari:
No. Tenaga Kesehatan Jumlah
1. Dokter Umum 1
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 5
4. Bidan 5
5. Sanitarian 2
6. Nutrisionis 1
7. Pranata Laboratorium 1
8. Asisten Apoteker 1
9. Apoteker 1
10. Perawat Gigi 2
11. Rekam Medik 1
12. Sarjana Kesehatan 5
Masyarakat
13. Epidemiologi 1
14. Promkes 1
15. AKK 1
40
3.3.3.4 Visi Dan Misi Puskesmas
Visi Puskesmas Maccini Sawah
Terwujudnya pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkaudi
wilayah kerja puskesmas Maccini Sawah.
Misi Puskesmas Maccini Sawah
Menjalankan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat
Meningkatkan persan serta masyarakat mencapai desa sehat siaga
41
c. Upaya Kesehatan Indra
d. Upaya Kesehatan Kerja
e. Upaya Pokja HIV/IMS
f. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
PASIEN
DATANG
JKN/Asuransi
Umum kesehatan
PENDAFTARAN
- Poli Umum
LABORATORIUM
- Poli Gigi
- Poli KIA/KB
RUANG TINDAKAN
APOTEK
42
3.3.3.8 10 Penyakit Utama Di Puskesmas
Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas
Maccini Sawah di bulan Desember tahun 2018 adalah:
1. ISPA : 361 Kasus
2. Dyspepsia : 220 Kasus
3. Rheumatisme : 138 Kasus
4. Faringitis : 124 Kasus
5. Hipertensi : 120 Kasus
6. Dermatitis dan eksim : 105 Kasus
7. Diare : 55 Kasus
8. Diabetes Mellitus : 43 Kasus
9. Demam Tifoid : 22 Kasus
10. TB Paru : 15 Kasus
43
BAB IV
44
E. Riwayat Sosioekonomi
Pasien adalah seorang anak tunggal. Ayah bekerja di
perusahaan swasta, ibunya seorang ibu rumah tangga.Pasien
tinggal bersama kedua orang tua dan neneknya. Pasien sehari-
hari bersekolah di salah satu Sekolah Menengah Atas.
F. Riwayat Kebiasaan
Pasien sering makan di penjual sekitar sekolah yang
tidak terjamin kebersihannya.
G. Riwayat Pengobatan
Orang tua hanya memberikan obat penurun panas
(paracetamol) pada anak namun demamnya tidak kunjung
sembuh.
4.1.3 Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum Compos Mentis, Sakit Sedang, Gizi Cukup
B. Status Generalis
1. Kepala : Normocephal
Ekspresi : Simetris, Lemas
Rambut : Hitam, sulit dicabut
Mata : Eksoptalmus atau enoptalmus: (-)
Tekanan bola mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelopak mata : Dalam batas normal
Konjungtiva : Anemis (-)/Anemis (-)/
Kornea : Jernih
Sklera : Ikterus (-)/Ikterus (-)
Pupil : Isokor 2,5 mm/2,5 mm
2. Telinga
Tophi : (-)
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
45
3. Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
4. Mulut
Bibir : Kering (-)
Gigi geligi : Karies (-)
Gusi : Perdarahan (-)
Faring : hiperemis (-)
Tonsil : T1-T1
5. Leher
Kelenjar getah bening : MT (-), NT (-)
Kelenjar gondok : MT (-), NT (-)
DVS : R-2 cmH2O
Kaku kuduk : (-)
Tumor : (-)
6. Dada
Inspeksi : Simetris ki=ka
Bentuk : Normochest
Pembuluh darah : Bruit (-)
Buah dada : Tidak ada kelainan
Sela iga : Tidak ada pelebaran
7. Thorax
Palpasi : Fremitus Raba : Ki=Ka
Nyeri tekan : (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru hepar : ICS VI Dextra Anterior
Batas paru belakang kanan : V Th IX Dextra Posterior
Batas paru belakang kiri : V Th X Sinistra Posterior
Auskultasi : Bunyi Pernafasn : Vesikuler
Bunyi tambahan : Rh -/- Wh-/-
46
8. Punggung
Inpeksi : skoliosis (-), kifosis (-)
Palpasi : MT (-), NT (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Rh -/- Wh -/-
9. Cor
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak,batas jantung kesan normal
Auskultasi : BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi : MT (-), NT (+) sulit dinilai
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
4.1.4 Pemeriksaan Penunjang
A. Trombosit :293x103/uL
B. Widal : Typhi O :1/320
Typhi H :1/320
4.1.5 Diagnosis
Typhoid
4.1.6 Penatalaksanaan dan Edukasi
A. Medikamentosa
a. Paracetamol tablet 3x1 tablet
b. Domperidon tablet 3 x 1 Tablet
c. Chloramphenicol 3 x 1 Tablet
B. Edukasi
a. Bed Rest sampai bebas demam
47
b. Hindari makan makanan yang kebersihannya tidak
terjamin
c. Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga
d. Mengkomsumsi makanan yang bergizi seperti sayur dan
buah
48
4.3.2 Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
Status Kepemilikan Rumah : Milik Pribadi
Daerah perumahan : Padat
Karakteristik Rumah dan Lingkungan Kesimpulan
Luas rumah 10 x 7 m2 An. A tinggal di rumah
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 4 orang pribadi yang cukup sehat
Luas halaman rumah 1,5 x 7 m2 tetapi, lingkungan rumah
Rumah bertingkat padat penduduk dengan
Dapur ventilasi yang kurang
Lantai rumah dari : tegel memadai. Penerangan
49
4.3.5 Pola Konsumsi Keluarga
Keluarga pasien An. A memiliki kebiasaan makan 3 kali
dalam sehari, namun pasien sering makan di warung dekat sekolah.
Ibu dari An. A selalu menerapkan pola makan dengan gizi yang
seimbang yakni makan dengan lauk pauk seperti nasi, ikan dan
sayuran yang di masak sendiri oleh ibu pasien.
51
Penilaian
Hampir
No Pertanyaan Hampir Kadang
Tidak
selalu Kadang
Pernah
(2) (1)
(0)
1. Adaptasi
2. Partnership (Kemitraan)
3. Growth (Pertumbuhan)
5. Resolve (Kebersamaan)
Total Skor 10
52
4.3.8 Fungsi Keluarga Sehat
A. Fungsi Patologis
Aspek sumber daya patologi
1. Sosial: Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan baik.
2. Cultural: Pasien dan keluarganya mengadakan acara
pernikahan, aqiqah, dan khitanan sesuai adat istiadat
daerah setempat.
3. Religious: Keluarga pasien rajin melakukan ibadah
sebagai umat Islam, seperti: sholat lima waktu,
tadarrus, puasa pada bulan Ramadhan Ekonomi:
Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tercukupi.
4. Education: Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga
pasien yaitu SMA
5. Medication: Pasien dan keluarga menggunakan sarana
pelayanan kesehatan dari Puskesmas.
C. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga ini adalah Extended Family dimana An.A
tinggal bersama ayah Tn. M, ibu Ny. L, dan nenek Ny. S
Keterangan :
: Keluarga An. A
: Laki-laki normal
: Wanita normal
: Anak Demam Tifoid
: Laki-laki normal meninggal
4.3 Pembahasan
Diagnosis pada pasien ini adalah demam tifoid yang didapatkan
berdasarkan anamnesis secara holistik yaitu, aspek personal, aspek klinik,
aspek risiko internal, dan aspek risiko eksternal dengan melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnostik holistik.
54
4.3.1 Analisis Kasus
Pendekatan kedokteran keluarga pada pasien demam tifoid.
Faktor Lingkungan
Psikososial dan
Ekonomi Edukasi pasien dan
Kurangnya keluarga mengenai
pengetahuan penyakit demam tifoid.
3 - Penyuluhan
2. tentang demam Memberikan 5
terselenggara
tifoid pemahaman kepadan
Orang tua pasien orangtua pasien bahwka
khawatir jika demam tifoid dapat
keadaan anaknya segera sembuh jika
memburuk pasien minum obat
teratur dan tirah baring.
Faktor Lingkungan
Kerja
Penjual makanan Mengedukasi penjual
di sekolah tidak makanan tentang
3. 3 - -
memerhatikan kebersihan makanan dan
kebersihan cara penyimpanan
makanan yang makanan yang bersih.
dijual.
Faktor Lingkungan
Fisik
- Penyuluhan
4. Sampah basah di 3 Edukasi pasien dan 4
terselenggara
dapur yang dekat keluarga agar sampah
dengan tempat basah tidak dimpan
55
memasak. dalam rumah.
Menggunakan Edukasi pasien dan
sumur bor keluarga sebelum
menggunakan air dari
sumur bor untuk minum
dan memasak, terlebih
dahulu air dimasak
Halaman rumah hingga mendidih.
cukup luas dan Mengedukasi pasien dan
bersih, terdapat keluarga agar rajin
kandang burung membersihkan halaman
di pojok halaman dan kandang burung.
Faktor Gaya Hidup
Kebiasaan Edukasi kepada pasien
mengonsumsi mengenai akibat - Penyuluhan
5. 3 5
makanan yang mengonsumsi jajanan di terselenggara
tidak terjamin pinggir jalan yang tidak
kebersihannya terjamin kebersihannya
Total Skor 15 19
Rata-Rata Skor 3 5
Tabel 12: Skor Kemampuan Menyelesaikan Masalah
56
4.3.2 Diagnosa Holistik, Tanggal Intervensi dan Penatalaksanaan
Selanjutnya
A. Anamnesa Holistik
a. Aspek Personal
Seorang anak laki-laki usia 17 tahun datang ke
puskesmas diantar oleh neneknya dengan keluhan mual
muntah yang dialami sejak malam hari. Malamnya pasien
muntah lebih 5 kali, paginya pasien muntah 2 kali. Ampas
(+) Air (+) Darah (-). Pasien juga mengeluh demam yang
dialami sejak + 4 hari dan suhunya meningkat hanya pada
malam hari. Sakit kepala (+), nyeri perut (+), lemas (+),
dan sulit makan (+). Pasien tidak buang air besar sejak 3
hari yang lalu, buang air kecil lancar.
Kekhawatiran : Takut penyakit anaknya memburuk.
Harapan :Dapat sembuh dan anggota keluarga yang
lain tidak menderita penyakit yang sama dengan pasien.
57
b. Aspek Klinik
- Mual
- Muntah
- Demam
- Sakit Kepala
- Nyeri perut
- Lemas
- Anorexia
58
g. Derajat Fungsional
An.A masih dapat beraktifitas dengan baik tanpa
bantuan siapapun.
h. Rencana Penatalaksanaan
1. Pertemuan ke-1 : Puskesmas Maccini Sawah
Makassar 7 Januari 2019 pukul 10.00 WITA.
2. Pertemuan ke-2 : Rumah Pasien, tanggal 7 Januari
2019 Pukul 13.00 WITA.
59
Tabel 13 : Rencana Penatalaksanaan
60
B. Pemeriksaan Fisis
- Badan Hangat saat perabaan
- Peristaltik (+) Kesan Normal
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Widal : Typhi O :1/160
Typhi H :1/320
Pemeriksaan Trombosit : 293x103/uL
D. Diagnosa Holistik
a. Diagnosa Klinik : Demam Tifoid
b. Diagnosa Biopsikososial
Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga mengenai
demam tifoid, kurangnya pengetahuan pasien untuk
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta kebiasaan
pasien mengonsumsi jajanan makanan di pinggir jalan yang
tidak terjamin kebersihannya, tetapi terdapat kekhawatiran jika
keadaan pasien semakin memburuk
c. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien
ini meliputi pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi
untuk pasien dan keluarga pasien).
E. Pencegahan Primer
Pencegahan primer diperlukan agar orang sehat tidak terinfeksi
penyakit demam tifoid antara lain :
Menghindari faktor pencetus
Menghindari makanan atau minuman yang tidak terjamin
kebersihannya utamanya jajanan yang dijual di pinggir jalan.
Mengkomsumsi makanan yang bergizi
Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air
61
F. Pencegahan Sekunder
a. Pengobatan Farmakologi
- Paracetamol 3 x 1 tablet
- Domperidon tablet 3 x 1 Tablet
- Chloramphenicol 3 x 1 Tablet
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
A. Diagnosa Klinis : Demam Tifoid
B. Diagnosa Psikososial :
Kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga mengenai demam tifoid,
kurangnya pengetahuan pasien untuk menerapkan perilaku hidup bersih
dan sehat, tetapi terdapat kekhawatiran jika keadaan pasien semakin
memburuk
5.2 Saran
Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada An. A yang
mengalami penyakit demam tifoid akibat gaya hidup yang kurang baik maka
disarankan untuk :
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan demam tifoid
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
demam tifoid
- Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang perilaku hidup bersih dan
sehat. Hasil yang diharapkan keluarga dapat memahami sehingga dapat
mengupayakan pencegahan untuk penyakit tersebut.
- Memberi edukasi pada pasien tentang penatalaksanaan penyakit demam
tifoid.
- Menganjurkan pasien meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan
memperhatikan dan memperbaiki asupan makanan.
- Menjelaskan kepada pasien agar selalu rajin kontrol kesehatan dan rutin
meminum obat.
- Menganjurkan kepada pasien untuk kontrol kembali ke puskesmas jika
keluhan belum berkurang/bertambah berat setelah intervensi
pengobatan.
63
LAMPIRAN DOKUMENTASI
64
Dapur tampak kotor tampak bersih
65
DAFTAR PUSTAKA
66
9. Inawati. Demam Tifoid. Departeen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2018. Online on : [8th Jan,2019].
Available at:
http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol%20Edisi%20Khusus%20Des
ember%202009/DEMAM%20TIFOID.pdf
67