2. Regulator
Dari segi regulator dalam hal asuransi syari’ah juga terlihat belum adanya
arah atau visi ke depan yang jelas tentang industri ini akan seperti apa. Arsitektur
perbankan syariah sudah ada, tetapi arsitektur asuransi syari’ah tidak ada. Dengan
demikian, saat ini seolah industri asuransi syari’ah masih sekedar ada dulu dan
tidak menjadi sebuah industri perspektif yang perlu dibuatkan blue print serta
regulasi yang mendukung.
Kensekuensi dari tiadanya visi dan blue print maka perangkat undang-
undang yang berkenaan dengan asuransi syariah terkesan sangat minim. Padahal,
bisnis syariah ini sangat unik dan berbeda dibandingkan bisnis konvensional.
Alhasil, terkadang regulasi asuransi konvensional “dipaksakan” untuk diterapkan
didalam asuransi syariah. Tentu saja hal ini kurang tepat.
Pemerintah pun belum menganggarkan dana yang memadai untuk
pengembangan industri asuransi syariah, terutama dalam hal promosi serta
sosialisasi. Kondisi ini agak kontras dengan keadaan yang berlaku pada
peerbankan syariah. Bank Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam
pengembangan perbankan syariah dengan menggelontarkan sejumlah dana untuk
promosi dan sosialisasi perbankan syariah. Bank Indonesia pernah
menyelenggarakan Festival Ekonomi Syariah (FES) di tujuh provinsi di Indonesia
yang sepenuhnya disponsori BI. Acara ini merupakan agenda rutin yang disponsori
oleh BI dalam rangka sosialisasi perekonomian syariah.
Sisi lain yang tidak kalah penting diharapkan dari pemerintah adalah
penyiapan intrumen investasi syariah yang beragam. Saat ini kita ketahui begitu
minimnya intrumen investasi syariah yang tersedia sehingga mendorong asuransi
syariah menggunakan intstrumen desposito syariah yang kurang menarik.
Alhamdulillah saat ini sudah mulai dikembangkan SBSN (Surat Berharga Syariah
Negara) yang menjadi alterrnatif investasi bagi perusahaan asuransi syariah.
Terakhir, hal yang menyangkut regulator adalah ketiadaan proteksi dan
insentif bagi industri asuransi syariah yang baru lahir ini. Bayi yang baru lahir
harus sudah menghadapi tantangan yang luar biasa berat ibarat diajak berlomba lari
dengan sprinter yang sudah berpengalaman. Paling tidak insentif tersebut bisa
diberikan dalam bentuk proteksi bisnis atau insentif dalam bentuk lain, tetapi
kenyataannya belum ada. Hal ini sangat sangat berbeda dengan apa yang berlaku di
Malaysia. Ketika baru berdiri, industri asuransi syariah mendapatkan proteksi
selama sepuluh tahun, bahkan hingga saat ini untuk ekspansi bisnis tertentu
memperoleh insentif pajak.