BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
Menurut Gibson,John (2013) , Setiap ginjal memiliki panjang sekitar 12
cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian belakang
abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang berjalan di
sepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak yang melapisi
ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah daripada ginjal kiri karena
adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak pada bagian
atas setiap ginjal.
Setiap ginjal memiliki ujung atas dan bawah yang membulat (ujung
superior dan inferior), margo lateral yang membulat konveks, dan pada margo
medialis terdapat cekungan yang disebut hilum. Arteria dan vena, pembuluh
limfe, nervus renalis, dan ujung atas ureter bergabung dengan ginjal pada hilum.
B. Konsep Dasar
1. Definisi
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan
peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang
mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong,
2004 : 550).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan
oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik;
proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema
(Suriadi dan Rita Yuliani, 2001: 217).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri
dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia
(kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan
edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002 : 21).
Sindroma nefrotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus
(ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria
(keluarnya protein melalui air kencing) yang masif, hipoalbuminemia
(kadar albumin di dalam darah turun), edema (bengkak) disertai hiperlipid
emia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan
hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat) jadi untuk
memastikannya perlu pemeriksaan laboratorium. Sindroma nefrotik
biasanya menyerang anak laki-laki lebih sering dari pada anak perempuan
dengan perbandigan 2 berbanding 1 dan paling banyak pada umur 2 sampai
6 tahun ( http://www.ikcc.or.id/print.php?id=134).
Sindroma Nefrotik adalah suatu sindroma (kumpulan gejala-gejala)
yang terjadi akibat berbagai penyakit yang menyerang ginjal dan
menyebabkan:
a. Proteinuria (protein di dalam air kemih)
b. Menurunnya kadar albumin dalam darah
c. Penimbunan garam dan air yang berlebihan
d. Meningkatnya kadar lemak dalam darah.
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa Sindrom Nefrotik pada anak merupakan kumpulan
gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria massif
hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema
dan hiperkolestrolemia. Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang
ditandai dengan proteinuria masif, edema, hipoalbuminemia, dan
hiperlipidemia
2. Etiologi
Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
a. Sindrom nefrotik bawaan atau sindroma nefrotik primer yang 90%
disebut Sindroma nefrorik Idiopatik, diduga ada hubungan dengan
genetik, imunoligik dan alergi.
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah
edema pada masa neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita
meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
b. Sindrom nefrotik sekunder
Sindroma nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari
ekstra renal (diluar ginjal). Sindrom jenis ini timbul sebagai akibat
penyakit sistemik:
1) Penyakit keturunan/metabolik
a) Diabetes
b) Amiloidosis, penyakit sel sabit, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
c) Miksedemia
2) Infeksi
a) Virus hepatitis B
b) Malaria kuartana atau parasit lainnya
c) Skistosoma
d) Lepra
e) Sifilis
f) Pasca streptococcus
3) Toksin/Alergi
a) Air raksa (Hg)
b) Serangga
c) Bisa ular
4) Penyakit sistemik/immune mediated
a) Lupus eritematosus sistemik
b) Purpura Henoch-Schonlein
c) Sarkoidosis
5) Keganasan
a) Tumor paru
b) Penyakit Hodgkin
c) Tumor saluran pencernaan
c. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
Berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsi ginjal
dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop electron, Churg
dan kawan-kawan membagi dalam 4 golongan, yaitu :
1) Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan
dengan mikroskop electron tampak foot processus sel epitel
berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG
atau immunoglobulin beta-IC pada dinding kapiler glomerulus.
Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang
dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.
2) Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang
tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak.
Prognosis kurang baik.
3) Glomerulonefritis proliferatif
Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus Terdapat proliferasi
sel mesangial dan infiltasi sel polimorfonukleus. Pembengkakkan
sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan
ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi
dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom
nefrotik.prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat
penyembuhan setelah pengobatan yang lama.
4) Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering
ditandai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk.
3. Patofisiologi
Menurut Betz & Sowden (2009), Sindrom nefrotik adalah keadaan
klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan protein,
hipoalbumin, hiperlipidemia dan edema. Hilangnya protein dari rongga
vaskuler menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan
tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam
rongga interstisial dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler
menstimulasi system renin– angiotensin yang mengakibatkan
diskresikannya hormone antidiuretik dan aldosterone. Reabsorsi tubular
terhadap natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya
menambah volume intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada
peningkatan edema. Koagulasi dan thrombosis vena dapat terjadi karena
penurunan volume vaskuler yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan
hilangnya urine dari koagulasi protein. Kehilangan immunoglobulin pada
urine dapat mengarah pada peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Gejala awalnya bisa berupa:
a. berkurangnya nafsu makan
b. pembengkakan kelopak mata
c. nyeri perut
d. pengkisutan otot
e. pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air
f. air kemih berbusa.
Perut bisa membengkak karena terjadi penimbunan cairan dan sesak
nafas bisa timbul akibat adanya cairan di rongga sekitar paru-paru (efusi
pleura). Gejala lainnya adalah pembengkakan lutut dan kantung zakar (pada
pria). Pembengkakan yang terjadi seringkali berpindah-pindah; pada pagi
hari cairan tertimbun di kelopak mata dan setalah berjalan cairan akan
tertimbun di pergelangan kaki. Pengkisutan otot bisa tertutupi oleh
pembengkakan.
Pada anak-anak bisa terjadi penurunan tekanan darah pada saat
penderita berdiri dan tekanan darah yang rendah (yang bisa menyebabkan
syok). Tekanan darah pada penderita dewasa bisa rendah, normal ataupun
tinggi.
Produksi air kemih bisa berkurang dan bisa terjadi gagal ginjal
karena rendahnya volume darah dan berkurangnya aliran darah ke ginjal.
Kadang gagal ginjal disertai penurunan pembentukan air kemih terjadi
secara tiba-tiba.
Kekurangan gizi bisa terjadi akibat hilangnya zat-zat gizi (misalnya
glukosa) ke dalam air kemih. Pertumbuhan anak-anak bisa terhambat.
Kalsium akan diserap dari tulang. Rambut dan kuku menjadi rapuh dan bisa
terjadi kerontokan rambut. Pada kuku jari tangan akan terbentuk garis
horisontal putih yang penyebabnya tidak diketahui.
Lapisan perut bisa mengalami peradangan (peritonitis). Sering
terjadi infeksi oportunistik (infeksi akibat bakteri yang dalam keadaan
normal tidak berbahaya). Tingginya angka kejadian infeksi diduga terjadi
akibat hilangnya antibodi ke dalam air kemih atau karena berkurangnya
pembentukan antibodi.
Terjadi kelainan pembekuan darah, yang akan meningkatkan resiko
terbentuknya bekuan di dalam pembuluh darah (trombosis), terutama di
dalam vena ginjal yang utama. Di lain fihak, darah bisa tidak membeku dan
menyebabkan perdarahan hebat. Tekanan darah tinggi disertai komplikasi
pada jantung dan otak paling mungkin terjadi pada penderita yang memiliki
diabetes dan penyakit jaringan ikat.
Bengkak di badan sebabnya bisa bermacam-macam, antara lain:
a. penyakit jantung
b. penyakit liver
c. penyakit ginjal
d. alergi
e. busung lapar
Untuk memastikannya perlu ditelusuri:
a. Anamnesa (= riwayat penyakit)
b. Pemeriksaan fisik diagnostic
c. Pemeriksaan penunjang (laboratorium, rontgen, biospsi dll)
Jadi perlu pemeriksaan yang teliti dan lengkap.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Betz & Sowden (2009), Pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
a. Uji urine
1) Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari),
bentuk hialin dan granular, hematuria
2) Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah
3) Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria
4) Osmolalitas urine : meningkat
b. Uji darah
1) Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl)
2) Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai
1000 mg/dl)
3) Kadar trigliserid serum : meningkat
4) Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
5) Hitung trombosit : meningkat (mencapai 500.000
sampai 1.000.000/ul)
6) Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan
c. Uji diagnostic
Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin)
C. Pengkajian
D. Diagnosa
E. Perencanaan
F.