Anda di halaman 1dari 13

1.

Rammang2

Rammang-Rammang is a place in the karst mountain range (limestone)


in Maros-Pangkep. It settled in Salenrang village, District Bontoa,
Maros, South Sulawesi province, or about 40 km north of Makassar.

Rammang-Rammang is can be reached by road with motor vehicles in


less than 2 hours from the city of Makassar. Rammang-Rammang is
conveniently located just a few meters from the highway across
provinces. The name of "Rammang-Rammang" comes from the
language of Makassar, where rammang means "cloud" or "mist". So,
rammang-rammang means a set of cloud or fog. According to the local
believe this place was named Rammang-Rammang because of the
clouds or fog that always appearing around the area, especially in the
morning or when it rains.

The points of interest in the region is a limestone forest park, Telaga


Bidadari, Bulu’ Barakka' cave, Telapak Tangan Cave, Pasaung caves,
Pute rivers and Berua Village.

Rammang Rammang Lime stone forest scattered for about 45 000


hectares (45A km²) and this is the third largest karst areas in the world,
after Tsingy in Madagascar and Shilin in China. There are two stone
forest park complexes in Rammang-Rammang that located in the north
and in the south.

2. Masjid Al Hilal, biasa disebut juga Masjid Tua Katangka, merupakan


penanda Raja Gowa XIV I Manga’rangi Daeng Manrabbia, atau akrab
dikenal dengan Sultan Alauddin memeluk agama Islam. Karena
perintahnya untuk membangun masjid tersebut.

Diketahui Masjid Tua Katangka ini, dibangun sejak 1603 M yang


berlokasi di Jalan Syekh Yusuf Katangka, Kecamatan Somba Opu,
Kabupaten Gowa, yang berbatasan langsung dengan kota Makassar.
Awalnya rombongan ulama dari Yaman, mengajak raja Gowa untuk
memeluk agama Islam. Tetapi mengalami kegagalan, kemudian
rombongan ulama tersebut kembali ke pesisir pantai. Mereka bertemu
tiga ulama yang berasal Minangkabau yakni Dato Ri Bandang, Dato
Patimang, dan Dato Ri Tiro untuk kembali mengislamkan raja Gowa
tersebut.

“Yang mengislamkan beliau (Sultan Alauddin) adalah Abdul Makmur


Dato Ribandang sebagai khatib tunggal. Sehingga mesjid ini dibangun
untuk menyebarkan Islam sekaligus benteng pertahanan terakhir,”kata
pengurus Masjid Katangka Harun Dg Ngella, Senin (28/5/2018).

Secara Arsitektur masjid ini, sangatlah unik karena dikombinasi empat


budaya lokal (Jawa dan Makassar), Timur Tengah, Tiongkok, dan
Eropa. Dan secara struktur bangunan memiliki makna yang begitu
mendalam, yang tak keluar dari falsafah keislaman.

“Mesjid ini, memiliki 4 tiang yang berarti empat sahabat Nabi


Muhammad SAW, memiliki 6 jendela dan 5 pintu, yang berarti enam
rukun Iman dan Islam. Terakhir ada dua lantai yang berarti dua kalimat
syahadat,” lanjut Dg Ngella.

Sejak didirikan Masjid Katangka ini, sudah enam kali mengalami


renovasi. Tetapi bentuk dan keaslian dan maknanya tetap dipertahankan,
agar tetap mengenang arwah Manga’rangi Daeng Manrabbia Sultan
Alauddin.

“Untuk tetap menjaga semangat beliau (Manga’rangi Daeng Manrabbia


Sultan Alauddin) untuk menyebarkan agama Islam, kami
sebagai.pengurus mesjid membuka TK/TPA. Dan tiap subuh kami juga
melakukan kultum setelah sholat Subuh,” tutup Dg Ngella

2. Al Hilal Mosque, commonly called the Old Katangka Mosque, is a


marker of King Gowa XIV I Manga’rangi Daeng Manrabbia, or
familiarly known as Sultan Alauddin to embrace Islam. Because of his
order to build the mosque.

It is known that the Old Mosque of Katangka was built since 1603 AD
which is located on Jalan Syekh Yusuf Katangka, Somba Opu District,
Gowa Regency, which is directly adjacent to the city of Makassar.

Initially a group of scholars from Yemen, invited the king of Gowa to


embrace Islam. But it failed, then the group of scholars returned to the
coast. They met three Minangkabau scholars, namely Dato Ri Bandang,
Dato Patimang, and Dato Ri Tiro to re-Islamize the Gowa king.

"The one who converted him (Sultan Alauddin) was Abdul Makmur
Dato Ribandang as the sole preacher. So that this mosque was built to
spread Islam as well as the last stronghold, "said the manager of the
Katangka Harun Dg Ngella Mosque on Monday (05/28/2018).

Architecture of this mosque is very unique because it combines four


local cultures (Java and Makassar), Middle East, China and Europe. And
structurally the building has a deep meaning, which does not come out
of Islamic philosophy.

"This mosque has 4 pillars, which means that the four companions of
Prophet Muhammad SAW have 6 windows and 5 doors, which means
six pillars of Faith and Islam. Finally there are two floors which mean
two sentences of creed, "continued Nggella.
Since the establishment of the Katangka Mosque, it has undergone
renovations six times. But the form and authenticity and meaning are
maintained, so that they keep remembrance of the spirit of Manga'rangi
Daeng Manrabbia Sultan Alauddin.

"In order to maintain his enthusiasm (Manga'rangi Daeng Manrabbia


Sultan Alauddin) to spread Islam, we as the mosque administrators
opened TK / TPA. And every morning we also do a cult after Fajr
prayers, "concluded Ngella

3. Benteng Somba Opu adalah benteng peninggalan Kesultanan Gowa


yang dibangun oleh Raja Gowa ke-9 Daeng Matanre Karaeng
Tumapa'risi' Kallonna pada abad ke-16. Benteng ini terletak di Jalan
Daeng Tata, Kelurahan Benteng Somba Opu, Kecamatan Barombong,
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. [1] Pada masanya tempat ini pernah
menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan dimana rempah-rempah yang
diperjualbelikan untuk beberapa pedagang baik dari Asia, sekitar
Indonesia dan wilayah Eropa. Sayangnya tempat yang sering dikunjungi
oleh beberapa masyarakat lokal dan internasional ini telah dikuasai oleh
VOC pada tahun 1669, kemudian dihancurkan hingga terendam oleh
ombak pasang. Pada tahun 1980-an pun benteng ini ditemukan kembali
oleh beberapa ilmuwan yang datang ke tempat itu. Pada tahun 1990
benteng ini telah direkonstruksi sehingga terlihat lebih baik lagi. Pada
saat ini pun Benteng Somba Opu telah menjadi sebuah objek wisata
bersejarah karena di dalamnya terdapat beberapa bangunan rumah adat
Sulawesi Selatan. Tidak hanya itu saja, tempat ini juga memiliki sebuah
meriam dengan panjang 9 meter dan berat sekitar 9.500 kilogram, serta
ada sebuah museum yang berisi benda- benda bersejarah peninggalan
Kesultanan Gowa. [2]
3. Benteng Somba Opu

Benteng Somba Opu is a fortress inherited from the Gowa Sultanate


built by the 9th Gowa King Daeng Matanre Karaeng Tumapa'risi
'Kallonna in the 16th century. The fort is located on Daeng Tata Street,
Benteng Somba Opu Village, Barombong District, Gowa Regency,
South Sulawesi. [1] In its time this place was once a trading center and
port where spices were traded for some traders from Asia, around
Indonesia and the European region. Unfortunately this place, which is
often visited by several local and international communities, was
controlled by the VOC in 1669, then destroyed to the tidal waves. In the
1980s even this fort was rediscovered by several scientists who came to
that place. In 1990 the fort was reconstructed to make it look even better.
At this time the Fort of Somba Opu has become a historical tourist
attraction because there are several buildings in the traditional houses of
South Sulawesi. Not only that, this place also has a cannon with a length
of 9 meters and weighs around 9,500 kilograms, and there is a museum
that contains historical objects inherited from the Gowa Sultanate. [2]

4. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung (atau disingkat TN


Babul) terletak di Sulawesi Selatan, seluas ± 43.750 Ha. Secara
administrasi pemerintahan, kawasan taman nasional ini terletak di
wilayah Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan
(Pangkep).

aman Nasional Bantimurung-Bulusaraung memiliki berbagai keunikan,


yaitu: karst, goa-goa dengan stalaknit dan stalakmit yang indah, dan
yang paling dikenal adalah kupu-kupu. Bantimurung oleh Alfred Russel
Wallace dijuluki sebagai The Kingdom of Butterfly (kerajaan kupu-kupu.
Taman Nasional ini merupakan salah satu tempat tujuan wisata yang
menyuguhkan wisata alam berupa lembah bukit kapur yang curam
dengan vegetasi tropis, air terjun, dan gua yang merupakan habitat
beragam spesies [termasuk [kupu-kupu]].
Taman Nasional ini memang menonjolkan kupu-kupu sebagai daya tarik
utamanya. Di tempat ini sedikitnya ada 20 jenis kupu-kupu yang
dilindungi pemerintah dan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No.
7/1999. Beberapa spesies unik bahkan hanya terdapat di Sulawesi
Selatan, yaitu Troides Helena Linne, Troides Hypolitus Cramer, Troides
Haliphron Boisduval, Papilo Adamantius, dan Cethosia Myrana. Antara
tahun 1856-1857, Alfred Russel Wallace menghabiskan sebagian
hidupnya di kawasan tersebut untuk meneliti berbagai jenis kupu-kupu.
Wallace menyatakan Bantimurung merupakan The Kingdom of Butterfly
(kerajaan kupu-kupu). Menurutnya di lokasi tersebut terdapat sedikitnya
250 spesies kupu-kupu.

Lokasi wisata ini juga memeliki dua buah gua yang bisa dimanfaatkan
sebagai wisata minat khusus. Kedua gua itu adalah Gua Batu dan Gua
Mimpi.[2]

Selain di kawasan Bantimurung, Taman Nasional Bantimurung-


Bulusaraung memiliki berbagai macam lokasi ekowisata yang menarik.
Di sana terdapat lebih dari 80 Gua alam dan Gua prasejarah yang
tersebar di kawasan karst TN Bantimurung-Bulusaraung.

4. Bantimurung-Bulusaraung National Park (or abbreviated as Babul


TN) is located in South Sulawesi, covering an area of ± 43,750 Ha. In
government administration, this national park area is located in the area
of Maros Regency and Pangkajene Kepulauan Regency (Pangkep).

aman Nasional Bantimurung-Bulusaraung has a variety of uniqueness,


namely: karst, caves with beautiful stalagmites and stalagmites, and the
best known are butterflies. Bantimurung by Alfred Russel Wallace is
nicknamed The Kingdom of Butterfly (the butterfly kingdom. This
National Park is one of the tourist destinations that presents natural
attractions in the form of steep limestone hills with tropical vegetation,
waterfalls, and caves which are habitats of various species [including
[butterfly]].
This National Park does feature butterflies as its main attraction. In this
place there are at least 20 types of butterflies protected by the
government and stipulated through Government Regulation No. 7/1999.
Some unique species are even found only in South Sulawesi, namely
Troides Helena Linne, Troides Hypolitus Cramer, Troides Haliphron
Boisduval, Papilo Adamantius, and Cethosia Myrana. Between 1856-
1857, Alfred Russel Wallace spent part of his life in the region to
examine various types of butterflies. Wallace states Bantimurung is The
Kingdom of Butterfly (kingdom of butterflies). According to him, at that
location there were at least 250 species of butterflies.

This tourist location also has two caves which can be used as special
interest tours. The two caves are Batu Cave and Mimpi Cave. [2]

In addition to the Bantimurung area, Bantimurung-Bulusaraung National


Park has a variety of interesting ecotourism locations. There are more
than 80 natural caves and prehistoric caves scattered in the karst area of
Bantimurung-Bulusaraung National Park.

5. Pantai losari

Pantai Losari adalah Pantai yang berada di Makassar, yang letaknya


tepat di pusat kota Makassar, dekat dengan banyak tempat wisata seperti
kawasan wisata tanjung bunga, dan juga benteng fort rotherdam. Pantai
Losari adalah tempat wisata yang sangat cocok bagi anda yang tinggal di
tengah kota yang padat, Karena Pantai Losari, sangat mudah dijangkau
letaknya pas di samping jalan poros, dan juga dekat dengan daerah
perkantoran makassar, sangat cocok menghilangkan penat setelah
bekerja dan juga untuk liburan santai bersama keluarga. Pantai Losari
terletak di Sebelah barat Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan,
Indonesia.

Ketika anda berkunjung ke Pantai Losari anda akan disuguhkan dengan


pemandangan yang sangat indah,baik itu pemandangan matahari terbit
(sunrise), maupun matahari terbenam (sunset), maka dari itu pantai
losari bisa dinikmati pada subuh hari maupun sore hari. Tidak hanya itu
pantai losari biasanya dijadikan pusat kegiatan olahraga ringan seperti
jalan subuh, jogging, kegiatan lari dan lain sebagainya.
5. Losari Beach
Losari Beach is a beach located in Makassar, which is located right in
the center of Makassar, close to many tourist attractions such as the
tourist area of Tanjung Bunga, as well as Fort Fort Rotterdam. Losari
Beach is a tourist spot that is perfect for those of you who live in the
middle of a crowded city, because Losari Beach, very easy to reach is
located next to the pivot road, and also close to the Makassar office area,
very suitable for getting tired after work and also for holidays. relax with
family. Losari Beach is located in the west of Makassar City, South
Sulawesi Province, Indonesia.

When you visit Losari Beach you will be presented with a very beautiful
view, both sunrise and sunrise, so that Losari beach can be enjoyed at
dawn in the morning and evening. Not only that losari beach is usually
used as a center of light sports activities such as the dawn road, jogging,
running activities and so forth.

6. Makam Sultan Hasanuddin Gowa

Makam Sultan Hasanuddin Gowa terletak di Makassar, Sulawesi


Selatan, Katangka, Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan
92114.

Kompleks makam Raja-Raja Gowa ini ada dua bagian yang dipisahkan
oleh sebuah pendopo. Hanya beberapa pohon berukuran sedang yang
ada di sekitar makam, dan tidak cukup rindang untuk memberi
perlindungan bagi pengunjung terhadap sengat matahari Sulawesi
Selatan yang tidak memiliki belas kasihan.
Makam Sultan Hasanuddin Gowa ada deretan kubur batu ini dengan
tanda kubur berwarna keputihan, dengan sebuah patung ayam jantan
bertengger di atas makamnya. Sultan Hasanuddin memang dikenal
sebagai raja dengan julukan Ayam Jantan dari Timur, untuk
menghormati keberanian dan kegigihannya dalam melawan hegemoni
Belanda.

Sultan Hasanuddin lahir pada 1629, turun tahta pada 1668 dan wafat
1670. Ia mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 16 November 1973.
Makam Sultan Alauddin, Raja Gowa XIV, dengan lorong persegi di
dasarnya, ada di dalam kompleks makam ini. Sultan Alauddin adalah
Raja Gowa yang berperan besar dalam penyebaran ajaran Islam di
Kerajaan Gowa.

6. Tomb of Sultan Hasanuddin Gowa

Tomb of Sultan Hasanuddin Gowa is located in Makassar, South


Sulawesi, Katangka, Somba Opu, Gowa Regency, South Sulawesi
92114.

This Gowa Kings tomb complex has two parts separated by a pavilion.
Only a few medium-sized trees are around the tomb, and not shady
enough to provide protection for visitors to the sunburn of South
Sulawesi who have no mercy.

The tomb of Sultan Hasanuddin Gowa is a row of grave stones with


whitish tombs, with a rooster statue perched on top of his tomb. Sultan
Hasanuddin was indeed known as the king with the nickname of the
Rooster from the East, to honor his courage and perseverance in fighting
Dutch hegemony.

Sultan Hasanuddin was born in 1629, abdicated in 1668 and died 1670.
He received the title of National Hero on November 16, 1973. The tomb
of Sultan Alauddin, Raja Gowa XIV, with a square aisle at its base, is
inside the tomb complex. Sultan Alauddin is the King of Gowa who
played a major role in the spread of Islamic teachings in the Kingdom of
Gowa.

7. Balla Lompoa

Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) juga terkenal dengan wisata sejarah.


Destinasi wisata sejarah tersebut berkaitan dengan Kesultanan Gowa di
Sulawesi Selatan.

Adalah Museum Balla Lompoa, destinasi wisata sejarah ini rekonstruksi


dari Istana Kerajaan Gowa yang didirikan oleh pemerintahan Raja Gowa
ke-31 pada tahun 1936. Arsitektur bangunan ini berbentuk rumah khas
orang Bugis, yaitu rumah panggung yang terbuat dari kayu ulin atau
kayu besi. Museum diibangun di atas lahan seluas satu hektar yang
dibatasi oleh pagar tembok yang tinggi.

7. Balla Lompoa

The province of South Sulawesi (Sulsel) is also famous for historical


tourism. These historical tourist destinations are related to the Gowa
Sultanate in South Sulawesi.

Is the Balla Lompoa Museum, this historical tourist destination


reconstruction of the Gowa Royal Palace which was founded by the
government of the 31st Gowa King in 1936. The architecture of this
building is a typical Bugis house, a stilt house made of ironwood or iron
wood. The museum is built on an area of one hectare bordered by a high
wall fence.

8. Museum La Galigo

Museum La Galigo adalah sebuah museum provinsi Sulawesi Selatan


yang terletak di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Terletak di Jl. Ujung
Pandang No. 1. Museum ini didirikan pada tanggal 1 Mei 1970. Pada 24
Februari 1974 Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia, Prof. I.B. Mantra meresmikan
gedung No. 5 dengan luas 2.211 m² sebagai ruang pameran tetap dan
ruang pembinaan.

Museum ini memiliki koleksi sebanyak kurang lebih 4999 buah yang
terdiri atas koleksi prasejarah, numismatik, keramik asing, sejarah,
naskah, dan etnografi. Koleksi etnografi terdiri atas berbagai jenis hasil
teknologi, kesenian, peralatan hidup, serta benda lain yang dibuat dan
digunakan oleh suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Museum
juga memiliki benda-benda yang berasal dari kerajaan-kerajaan lokal
dan senjata yang pernah digunakan pada saat revolusi kemerdekaan.

8. La Galigo Museum

La Galigo Museum is a museum in the province of South Sulawesi


located in Makassar City, South Sulawesi. Located on Jl. Ujung Pandang
No. 1. The museum was founded on May 1, 1970. On February 24, 1974
the Director General of Culture of the Ministry of Education and Culture
of the Republic of Indonesia, Prof. I.B. Mantra inaugurated building No.
5 with an area of 2,211 m² as a permanent exhibition hall and coaching
room.

The museum has a collection of approximately 4999 pieces consisting


of a collection of prehistoric, numismatic, foreign ceramics, history,
manuscripts, and ethnography. Ethnographic collections consist of
various types of technology, art, living equipment, and other objects
made and used by Bugis, Makassar, Mandar, and Toraja tribes. The
museum also has objects from local kingdoms and weapons that were
used during the independence revolution.

9. Monumen Mandala

Monumen Mandala merupakan bangunan atau tempat yang memiliki


nilai sejarah yang penting. Yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman
salah satu yang dijadikan tempat wisata bersejarah. Lokasinya hanya
200 meter sebelah selatan titik nol kilometer Kota Makassar

Dilansir dari panduanwisata.id Monumen Mandala dibangun pada tahun


1994 dan selesai pada tahun 1996. Pembangunan dengan tujuan untuk
mengenang jasa pahlawan dalam pembebaskan Irian Barat dari tangan
para penjajah sekaligus hadiah atas jasa mantan Presiden Indonesia yang
ke-2 yaitu Soeharto.

Mantan presiden kedua Indonesia itu juga merupakan Panglima


Komando Mandala yang berperan penting dalam mengatur strategi
untuk membebaskan Irian Barat. Seperti diketahui, kendati sudah
memproklamirkan kemerdekaan hampir 20 tahun namun Belanda masih
menguasai wilayah Irian Barat. Sejak operasi pembebasan berhasil,
Irian Barat pun kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

9. Mandala Monument

Mandala Monument is a building or place that has important historical


value. Which is located on Jalan Jenderal Sudirman, one of the historical
attractions. The location is only 200 meters south of the zero kilometer
point of Makassar City

Reported by guidebook.id The Mandala Monument was built in 1994


and was completed in 1996. The construction was intended to
commemorate the services of the hero in the liberation of West Irian
from the hands of the invaders as well as a reward for the services of the
second former Indonesian President Suharto.

The former Indonesian second president was also Commander of the


Mandala Command who was instrumental in regulating a strategy to
liberate West Irian. As is known, even though it had proclaimed
independence for almost 20 years, the Dutch still controlled West Irian.
Since the liberation operation was successful, West Irian returned to the
bosom of the motherland.

Anda mungkin juga menyukai