Anda di halaman 1dari 11

Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74

64 DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

Memahami Penyalahguna Narkoba yang Terinfeksi HIV/AIDS


melalui Penelitian Kualitatif

Anindya Jati Andri*, Elizabeth Kristi Poerwandari, dan Dini Rahma Bintari

Departemen Klinis Dewasa, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

*
E-mail: anindyajati@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini memuat situasi yang melatarbelakangi ketergantungan seseorang terhadap penggunaan narkoba, sikap
yang ditampilkan setelah terinfeksi HIV/AIDS serta cara partisipan memaknai kondisi diri dan lingkungan/keluarga
terdekatnya serta tindakan-tindakan yang dilakukan ketika menyelesaikan masalah. Teori explanatory style dari
Peterson & Seligman (1987) digunakan berdasarkan dimensi internal-external, stability-unstability/transient dan
global-specific melalui penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Bertujuan untuk melihat pemahaman mereka
terhadap kondisi yang ada hingga cara-cara yang dilakukan untuk memaknai masalah tersebut. Hasil penelitian
didapatkan bahwa sebagian besar dari mereka menggunakan pola eksternal, stability dan global dalam memahami
ketergantungannya pada narkoba, mereka masih mengalami kesulitan untuk melepaskan diri dari ketergantungannya
terhadap narkoba walaupun sadar akan dampak yang ditimbulkan. Kesulitan untuk memahami keadaan diri terinfeksi
HIV/AIDS disebabkan oleh banyak faktor. Seperti dukungan sosial, keadaan partisipan saat ini, adanya stigma di
masyarakat yang membatasi gerak hidup mereka. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penggunaan partisipan yang
hanya diambil pada satu buah panti rehabilitasi narkoba. Padahal pemahaman yang muncul dapat berbeda bila diteliti
pada panti rehabilitasi lain, partisipan perempuan ataupun individu yang tidak mengikuti program rehabilitasi.
Selanjutnya ditemukan pula bahwa rasa tanggung jawab pada diri sendiri dapat menjadi kekuatan tersendiri bagi
pengguna narkoba yang terinfeksi HIV/AIDS untuk memahami kebutuhan dirinya sendiri.

Understanding Drug Abusers with HIV/AIDS through Qualitative Research

Abstract

This study analyzise the background of people’s situation on drugs dependency, their attitudes emerge after infected by
HIV/AIDS, and ways to give self-meaning to themselves and their surroundings including actions to deal with their life
problems. Style explanatory theory from Peterson & Seligman (1987) which is based on internal-external dimension,
stability-unstability/transient dan global-specific dimentions was used. This study was a in qualitative research with
case study method. The objective is to explore the understanding of drug users with HIV/AIDS. The outcome from this
research shows that most of the subjects were using external, stabilized and global patterns from explanatory theory in
order to understand their dependecies on drugs and how hard for them to release from it eventhough they knew that is
harmful. The drug users who were infected by HIV/AIDS were hard, to understand their situations. This was caused by
many factors such as social support, their physical and psychological conditions, public stigma that limit ways to facing
their life. The constraints in this research were that all subjects were from one rehabilitation centre. Whereas, other
understanding can be different in other rehabilitation centres which is women participant, or people who were not under
any rehabilitation program. Furthermore, the researcher found that a sense of responsibility to oneself can be a moral
support for any subject to understand his/her needs and conditions.

Keywords: attribution, drug dependency, explanatory style, HIV/AIDS, injection drug users, qualitative

Citation
Andri, A.J., Poerwandari, E.K., Bintari, D.R. (2013). Memahami penyalahguna narkoba yang terinfeksi HIV/AIDS
melalui penelitian kualitatif. Makara Seri Sosial Humaniora, 17(1), 64-74. DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

64
Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74 65
DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

1. Pendahuluan dari ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) pengguna


narkoba ini kemudian melakukan pemulihan dengan
Beberapa tahun terakhir ini, angka kasus endemi mengikuti program rehabilitasi narkoba yang menerima
HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus status mereka sebagai ODHA. Ditambah lagi, masih
infection/Acquired Immunodeficiency Syndrome) di banyak tenaga sosial yang terdidik dan terlatih masih
Indonesia terus meningkat. Indonesia merupakan salah memiliki kecemasan dan ketakutan tertular HIV. Hal-
satu negara dengan peningkatan penderita HIV/AIDS hal tersebut menggambarkan sulitnya pengguna narkoba
paling tinggi di Asia (Afriandi, et al., 2010). yang terkena HIV/AIDS untuk memahami kondisi diri.
Diperkirakan, jutaan orang lainnya di Asia Tenggara Oleh sebab itu, diperlukan pemahaman hingga langkah
akan terus mengalami peningkatan terjangkit HIV intervensi lebih lanjut untuk membantu ODHA
positif (Sharma & Oppenheimer, 2009). Pada tahun pengguna narkoba seputar berita hari ini
2001, pemerintah memperkirakan sekitar 110 ribu orang
Indonesia terinfeksi HIV, sebagian besar adalah orang Dalam dinamika adiksi atau ketika menolong pecandu,
yang memiliki perilaku berisiko tinggi. Seperti pekerja sering kali dihindari penggunaan kata sembuh karena
seks, klien mereka dan pengguna narkoba jarum suntik pada pecandu sering terjadi relapse (kambuh) sehingga
(Pisani, et al., 2004). Peningkatan kasus penularan HIV istilah yang digunakan ialah 'pulih' atau recovery.
di kalangan kelompok berisiko di beberapa daerah di Pertanyaan yang sering kali menghantui pecandu,
Indonesia menjadi salah satu indikator potensi kenaikan keluarganya, bahkan para profesional yang membantu
yang cukup mengkhawatirkan, terutama di kota-kota pecandu, apakah memang pecandu tidak bisa
besar (Afriandi, et al., 2010). Hal ini menunjukkan disembuhkan? Angka kambuh di Indonesia mencapai
bahwa Indonesia berisiko mengalami epidemi yang 90% dengan kata lain 9 dari 10 pecandu yang selesai
lebih besar. mengikuti program terapi dan rehabilitasi akan kembali
menggunakan narkoba (Komisi Penanggulangan AIDS,
Kasus baru infeksi HIV terus meningkat di antara para 2006). Hal lain yang juga menjadi kendala ialah jumlah
pengguna narkoba (Narkotika dan obat berbahaya sumber daya manusia (dokter, psikolog konselor,
lainnya) khususnya pada pengguna narkoba dengan rohaniawan, dan pekerja sosial) dan sarana yang
jarum suntik (Injection drug users/IDU). Di seluruh menangani masalah adiksi dirasakan masih sangat
dunia penggunaan narkoba suntik hanya berkontribusi 5 kurang. Untuk Jakarta, dibutuhkan paling tidak
sampai 10% dari total infeksi HIV, namun di beberapa dibutuhkan 10.000 tenaga penjangkau adiksi dengan
belahan dunia seperti Asia, narkoba suntikan merupakan estimasi 150 ribu pecandu. Para tenaga penjangkau itu
cara penularan virus HIV yang utama (Strathdee & paling sedikit mempunyai pemahaman tentang adiksi
Sherman, 2003). Diperkirakan di negara-negara Asia dan telah dibekali dengan cara dasar konseling dan
seperti Cina, Malaysia, dan Indonesia sedikitnya teknik memotivasi. Sudah ada ahli terapi yang memiliki
setengah dari kasus infeksi HIV berhubungan dengan banyak pengalaman dalam menghadapi kasus adiksi.
narkoba suntik. Lebih dari 50% penderita HIV/AIDS Namun, tidak jarang kasus yang pernah ditangani para
ditemukan di Jakarta (Djoerban, 1999). Penggunaan ahli tersebut yang ternyata tidak disukai para pecandu.
jarum suntik yang bergantian sangat rentan bagi Banyak dari mereka mengeluh dengan cara-cara
terjangkitnya HIV/AIDS pada pengguna narkoba penanganan yang dilakukan dengan para ahli tersebut,
(Carmen et al., 2004). Mereka ini sering sekali tidak bahkan tidak jarang mereka mengungkapkan bahwa
menyadari bahayanya HIV/AIDS. Setelah dinyatakan mereka merasa 'terjebak' dengan cara-cara para ahli
HIV positif, semakin banyak dari IDUmenghadapi tersebut (Pates, et al., 2001). Singkat kata, sering kali
masalah yang berhubungan dengan penyakit tersebut. keinginan untuk menolong pecandu tidak sinkron
Seperti akibat dari gejala penyakit HIV/AIDS itu sendiri dengan apa yang dibutuhkan pencandu. Ditambah lagi,
(demam, diare, lemas, batuk hingga TBC dan hepatitis, penelitian mengenai ODHA penyalahguna narkoba
serta penyakit oportunis lain yang membutuhkan waktu masih sekedar melihat jumlah peningkatan penderita,
yang lama bahkan sangat lama daripada orang tanpa penyebab menggunakan narkoba secara umum dalam
HIV/AIDS). penelitian kuantitatif (Comulada, et al., 2010; Marsch,
et al., 2007; Swendeman, et al., 2006; Crepaz & Marks,
Pada saat yang sama, masalah yang mereka hadapi tidak 2002). Melalui penelitian kualitatif, penelaahan akan
saja kondisi fisik, namun juga masalah psikologis dan kedalaman dari populasi kecil untuk melihat
sosial. Mulai dari stigma hingga dikucilkan masyarakat. kompleksitas kebutuhan individu dapat dilakukan
Bahkan orang terdekat mereka seperti pasangan, (Snow, et al., 2009)
orangtua, saudara kandung juga mengalami tekanan
batin yang berat akibat masa depan penderita yang tidak Penelitian Kualitatif, Adiksi dan HIV/AIDS.
pasti dan kekecewaan akan kondisi orang yang dicintai. Penelitian kualitatif dalam penelitian adiksi masih
Mereka harus berusaha menyembuhkan diri mereka dari sangat terbatas. Dalam situasi adiksi, penelitian
penggunaan narkoba sekaligus memperhatikan kondisi kualitatif dapat memberikan pemahaman yang lebih
fisik mereka yang sudah terkena HIV/AIDS. Banyak mendalam untuk memahami alasan penggunaan
66 Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74
DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

narkoba serta hal-hal yang menyertainya (Neal, et al., hubungan sebab akibat dalam masyarakat dalam melihat
2013), seperti bagaimana kondisi mereka setelah berada suatu fenomena ataupun masalah sehari-hari (Baron &
dalam panti rehabilitasi, bagaimana mereka memahami Byrne 2001). Dengan kata lain, manusia cenderung
diri sendiri sebagai ODHA serta lingkungan sekitarnya. selalu mengembangkan penyelesaian atau pemahaman
Kondisi dalam panti rehabilitasi melibatkan interaksi suatu masalah sehingga akhirnya dapat mengerti dan
kompleks antara ODHA pengguna narkoba dengan tahu cara menghadapi masalah yang dialami tersebut.
lingkungannya. Pemahaman psikologis yang mendalam Proses pencarian informasi ini dinamakan atribusi.
melalui metode kualitatif mengenai fenomena kondisi Lebih jelasnya lagi, atribusi dapat dimaksudkan sebagai
personal mereka dapat memberikan kesempatan pada usaha yang kita lalui untuk memahami penyebab suatu
peneliti untuk menginvestigasi hal-hal yang sebelumnya perilaku orang lain maupun perilaku diri sendiri.
belum ditemui atau belum diidentifikasi sebagai
masalah penting (Chwalisz, Shah & Hand, 2008). Atribusi diyakini akan sangat membantu untuk
Sekaligus untuk dapat melihat gambaran pengguna menghayati, mengelola diri dan langkah-langkah apa
narkoba dengan HIV/AIDS secara utuh maupun cara yang dilakukan dalam menghadapi suatu masalah dalam
pandang mereka ketika menghadapi masalah. hidup. Atribusi kausal juga dapat melihat sejauh mana
partisipan memiliki tanggung jawab pada dirinya
Metode penelitian kualitatif yang digunakan dalam sendiri. Atribusi kausal juga menjadi penting untuk
penelitian ini adalah studi kasus karena individu, mengetahui bagaimana seseorang berusaha untuk
karakteristik atau atribut dari individu, aksi, interaksi, memahami dan mengambil alasan-alasan dari
kondisi serta peristiwa atau insiden tertentu dapat perilakunya (Sullivan, 2005).
dipahami (Punch, 1998 dalam Poerwandari, 2007).
Melalui pendekatan studi kasus, peneliti dapat Ketika seseorang terinfeksi HIV/AIDS, hal ini sering
memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi dipandang sebagai kejadian yang negatif, contohnya
mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari ketika selama beberapa tahun seseorang menjadi
kasus khusus tersebut (Poerwandari, 2007). Cara pengguna narkoba jarum suntik dengan bebas tanpa ada
individu menyelesaikan masalah, sangat bergantung dari kecemasan namun ternyata kini ia tertular HIV/AIDS
cara seseorang memahami sumber masalah yang sehingga merusak/mengubah belief yang ada (bahwa ia
dihadapi. Penelitian pada ODHA pengguna narkoba ini dalam keadaan baik-baik saja), orang tersebut dapat
bermaksud untuk memahami kemauan dan cara mereka terdorong untuk mencari penyebab dari kejadian
untuk berhenti dari ketergantungan narkoba. Kemudian, tersebut atau berusaha mengerti apa yang sebenarnya
bagaimana individu tersebut memahami masalah hidup terjadi pada dirinya. Dengan usaha mencari tahu
mereka sendiri sehingga sampai terjerat narkoba dan tersebut maka seseorang akan dapat memiliki
terinfeksi HIV/AIDS hingga ia dapat menangani pemahaman akan penyebab dari kejadian tersebut
masalahnya tersebut. Hingga bagaimana ia memiliki hingga dapat mengantisipasi dan mengontrol situasi dan
insight tentang perilaku dan cara berpikir mereka kondisi dirinya di kini hingga masa yang akan datang
sendiri. Kesemuanya akan dapat berperan dalam diri berita terkini pagi ini
ODHA pengguna narkoba untuk menyelesaikan
masalah yang mereka hadapi. Keberhasilan dalam Atribusi pada ODHA pengguna narkoba menjadi
menjalani rehabilitasi bergantung pada tingkat kemauan penting untuk diteliti karena mempengaruhi sikap dan
dan kesadaran penyalahguna narkoba itu sendiri. nilai yang mendasar dari seseorang (Fiske & Taylor,
1991). Penelitian ini menggunakan teori atribusi dari
Kesulitan ODHA pengguna narkoba adalah berbagi Peterson & Seligman, 1987. Melalui teori ini,
masalah terinfeksi ini dengan keluarga inti hingga pemahaman akan penyebab cara pandang seseorang
keluarga besar bukanlah hal yang mudah. Begitu juga menjadi cukup mudah untuk dipahami. Cara seseorang
masalah di masyarakat seperti dijauhi dan diberi stigma. untuk menjelaskan penyebab dari perilakunya disebut
Dengan kondisi seperti ini, situasi mereka dapat menjadi "attributions". Peterson & Seligman menamakan hal ini
lebih buruk. Apalagi seperti yang diungkapkan oleh sebagai "explanatory style" dalam diri manusia.
Pates (2001) bahwa seringkali muncul ketidaktepatan Menurut Seligman, bukan apa yang terjadi pada diri kita
dalam penanganan ODHA pengguna narkoba. tetapi apa yang kita pikirkan tentang apa yang terjadi
Pemahaman individual secara mendalam melalui yang menjadi penting dalam kehidupan seseorang.
penelitian studi kasus sangat penting sebab peneliti
dapat memahami manusia dalam kompleksitasnya Explanatory style pessimism (kepercayaan pada diri kita
sekaligus kekhususannya (Poerwandari, 2007). bahwa hal-hal buruk disebabkan oleh faktor internal,
stable, dan global) dan hal-hal baik disebabkan oleh
Teori Atribusi–Explanatory Style. Individu cenderung faktor external, unstable, dan specific yang disebut
ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap dan dengan explanatory style optimism. Menurut penelitian
penyebab dibalik perilaku mereka. Psikolog sosial Garcia & Torrecilas (2005) pada penyalahguna narkoba
percaya bahwa keingintahuan ini bersumber dari yang diberikan attributional style questionaire (ASQ;
Peterson, Semmel, Abramson, Metalsky & Seligman,
Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74 67
DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

1982). Didapatkan bahwa fleksibilitas dalam cara transient/unstable vs stable - apakah situasi muncul
berpikir penyalahguna narkoba semakin baik jika kadang-kadang, dapat dihindari atau selalu dirasakan/
dihubungkan dengan atribusi internal untuk melihat dilakukan; 3) pervasive (“everything-not everything”):
situasi secara positif, dan kebalikannya adalah atribusi specific vs global – hanya aspek tertentu dari kehidupan
stabil akan muncul untuk kejadian-kejadian negatif. yang terkena atau keseluruhan aspek kehidupan.
Untuk semakin memperkaya penemuan Garcia &
Torrecilas, maka dalam penelitian ini akan Gaya penjelasan (explanatory style) memainkan
menggunakan dimensi-dimensi dari Explanatory Style peranan penting dalam memahami seseorang. Cukup
tersebut dalam penelitian kualitatif. mudah memahami explanatory style mempengaruhi
analisis kausal pada diri seseorang. Individu yang
Usaha untuk pulih dari kecanduan narkoba bukanlah hal memiliki pemahaman tentang “selalu-segalanya”
yang mudah untuk dilakukan. Seseorang tidak dapat sebagai penyebab dari masalah mereka, tidak dapat
pulih hanya dalam waktu singkat karena pemulihan melihat cara untuk mengubah situasi yang terjadi pada
merupakan suatu proses. Rich & Copans (2000) diri mereka. Mereka menjadi tidak berdaya dan tidak
mengatakan bahwa bagi sebagian orang, proses ini memiliki harapan. Individu yang fokus pada “tidak
dapat berlangsung singkat, tetapi bagi sebagian yang selalu-tidak semuanya” adalah pribadi yang kuat dan
lain membutuhkan waktu lama. Semuanya tergantung mampu untuk menghasilkan solusi yang dapat mereka
dari tingkat keparahan kecanduan, usaha pemulihan, lakukan. Rata-rata individu yang mampu keluar dari
dukungan sosial selama pemulihan, termasuk masalahnya adalah individu yang memiliki fleksibilitas
pemahaman diri akan masalah pada pengguna itu kognitif dan mampu mengidentifikasi semua penyebab
sendiri. Ditambah lagi jika mereka sudah terdeteksi signifikan dari masalahnya, tanpa harus merasa
terjangkit HIV/AIDS. Hal inilah yang kemudian terperangkap dalam explanatory style tertentu. Mereka
menjadi penting untuk dijawab dalam penelitian ini. sangat menyadari bahwa mereka tidak mengabaikan
faktor-faktor yang permanen dan menyeluruh. Mereka
Berkaitan dengan uraian di atas, permasalahan yang juga tidak secara langsung menyalahkan orang lain atas
hendak diangkat dalam penelitian ini adalah untuk kesalahan mereka untuk tetap memiliki keyakinan diri
menjawab pertanyaan “Bagaimana partisipan atau membebaskan diri dari kesalahan. Maupun tidak
menjelaskan latar belakang dan penyebab penggunaan menyia-nyiakan sarana berharga untuk merenungkan
narkoba hingga terkena HIV/AIDS?” Pertanyaan keadaan atau situasi di luar kontrol diri mereka.
tersebut dapat diurai menjadi beberapa pertanyaan yang Individu seperti ini menyambungkan sumber
lebih rinci, yaitu: Bagaimana partisipan menjelaskan penyelesaian masalah mereka ke dalam hal-hal yang
latarbelakang, penyebab dan kondisi ketergantungan dapat mereka kontrol, dan, melalui penambahan
partisipan pada narkoba? Kemudian, bagaimana perubahan-perubahan, mereka mulai untuk dapat
partisipan menjelaskan situasi yang menjadi penyebab mengatasi, mengendalikan, ulet, dan berusaha. Seperti
dan kondisi dirinya terkena HIV/AIDS dan dampak seseorang yang merasa butuh untuk memperbaiki
yang dialami? Ketiga, bagaimana partisipan memaknai kontrol dirinya dan lebih optimis.
kondisi diri dan lingkungan/keluarga terdekatnya dan
tindakan-tindakan apa yang dilakukannya dalam Penjabaran mengenai explanatory style melibatkan
menyelesaikan masalah? penjelasan individu terhadap hasil negatif/kegagalan
sebagai internal (kesalahan diri sendiri) vs external
Atribusi kausal merupakan term yang digunakan untuk (kesalahan orang lain/lingkungan); seperti stable
menghubungkan kemampuan seseorang untuk (berhubungan dengan waktu, tidak berubah, terus-
mengidentifikasi secara akurat penyebab dari masalah menerus) vs unstable-transient (berubah, tidak tetap,
mereka. Jika seseorang tidak mampu untuk sementara); dan seperti global (terjadi pada berbagai
memperkirakan penyebab dari masalah yang dihadapi, situasi, mengenai keseluruhan aspek hidup orang
maka kita akan menghadapi kesalahan yang sama tersebut) vs specific (terjadi hanya pada aspek tertentu
berulangkali. atau situasi tertentu) (Schulman, Seligman &
Amsterdam, 1987).
Peterson & Seligman mengidentifikasi cara berpikir
yang penting pada atribusi kausal: gaya penjelasan Sebaliknya, seseorang dengan optimistic attributional
(explanatory style/ attribution style); yaitu kebiasaan style akan mengartikan hasil yang negatif seperti
seseorang untuk menjelaskan hal baik dan buruk yang kegagalan sepadan dengan faktor external, unstable dan
terjadi pada diri seseorang. specific (Peterson & Seligman, 1987). Dalam penelitian-
penelitian yang sudah dilakukan, menunjukkan
Explanatory style pada seseorang dapat dibedakan ke attributional style/ explanatory style ini dapat
dalam 3 dimensi cara berpikir: 1) personal (“me-not membantu diri untuk makin memahami perilaku dan
me”): internal vs external – memutuskan siapa atau apa konsekuensi yang mempengaruhi perbuatan dan
sebagai penyebab; 2) permanent (“always-not always”): perilaku seseorang (Peterson, 1990).
68 Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74
DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

Seberapa parah konsekuensi ini dapat muncul Metode pengumpulan data dalam penelitian ini melalui
tergantung dari seberapa banyak situasi dan kondisi wawancara mendalam yang direkam, didukung oleh
yang mereka korbankan bagi belief mereka hingga observasi tingkah laku partisipan selama wawancara
melampaui atribusi untuk hal-hal yang tidak dapat berlangsung. Hal ini dilakukan dengan seizin partisipan.
mereka kontrol. Atribusi internal membawa pada rasa Dengan berbicara langsung dan mendengarkan secara
kehilangan yang besar pada kepercayaan diri seseorang. aktif, peneliti dapat menangkap perasaan-perasaan,
Atribusi global menghasilkan lebih banyak konsekuensi pandangan-pandangan serta pengalaman-pengalaman
dan atribusi stabil menghasilkan konsekuensi yang lebih para partisipan (Mason, 1998 dalam Poerwandari,
lama (Alloy, 1984 dalam Fiske and Taylor, 1991). 2007).
Global, stable dan internal attributions dalam suatu
situasi, kemudian dapat menghasilkan konsekuensi yang Pada tahap awal penelitian, dilakukan pencarian
sangat merugikan. Peterson & Seligman (1987) partisipan yang sesuai dengan kriteria. Untuk itu,
menambahkan bahwa ada individu-individu yang peneliti terlebih dahulu berbincang-bincang hingga
melihat situasi positif sebagai suatu yang menjadi hak beberapa kali dengan beberapa pengurus sebuah panti
eksternal, tidak stabil dan faktor-faktor spesifik dan rehabilitasi narkoba yang menerima penyalahguna
kegagalan sebagai sesuatu yang sifatnya stabil, internal, narkoba yang terkena HIV/AIDS. Para pengurus panti
dan faktor global. Ketika individu seperti ini kurang menerangkan bahwa bukan hal yang mudah untuk
mampu mengontrol atau menerima bahwa mereka tidak memahami kondisi ODHA penyalahguna narkoba,
memiliki kontrol dalam suatu situasi, gaya penjelasan apalagi jika melihat kebutuhan mereka secara
kondisi mereka yang kronis membuat mereka rentan individual. Oleh sebab itu sesuai dengan peraturan panti
terhadap depresi juga kesehatan fisik dan kesehatan dalam menjaga privasi peserta rehabilitasi, mereka tidak
mental. memberitahukan peserta mana yang terinfeksi
HIV/AIDS dan mana yang tidak. Peneliti diharapkan
2. Metode Penelitian melakukan pendekatan secara personal hingga mereka
mau untuk ‘open status’ (istilah untuk perilaku
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan metode membuka diri akan kondisi terjangkit HIV/AIDS).
kualitatif dengan studi kasus, yang bertujuan untuk Setelah melakukan pendekatan pada penghuni panti
memperoleh pemahaman secara menyeluruh tentang selama 3 bulan, peneliti mendapatkan open status
fenomena yang diteliti (Poerwandari, 2007). Dengan tentang kondisi terinfeksi HIV bahkan beberapa
demikian, deskripsi pemahaman hingga pengambilan diantaranya sudah mencapai tahap AIDS (full blown).
keputusan dari partisipan akan diungkapkan. Hasil dari pendekatan tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa kondisi sebagai penyalahguna narkoba, dengan
Partisipan dalam penelitian ini adalah laki-laki dewasa kondisi mereka sebagai ODHA merupakan kondisi yang
pengguna narkoba yang terkena HIV/AIDS yang tengah sangat berat. Hal ini yang makin menguatkan peneliti
mengikuti program rehabilitasi narkoba lanjutan di untuk melakukan penelitian kualitatif studi kasus. Untuk
sebuah panti rehabilitasi. Panti rehabilitasi laki-laki mendapatkan pemahaman lebih lanjut terhadap
dipilih melihat dari hasil penelitian bahwa laki-laki pengalaman penyalahguna narkoba yang terinfeksi
lebih mudah bermasalah ketika menjadi pengguna HIV/AIDS. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
narkoba (Greenberg, Lewis & Dodd, 1999). Menurut menjadi acuan bagi pekerja sosial, konselor dan
Patton (dalam Poerwandari, 2007) bahwa jumlah psikolog dalam memberikan pemahaman pada kondisi
partisipan tergantung pada apa yang ingin kita ketahui, ODHA penyalahguna narkoba secara mendalam.
tujuan penelitian, mempertimbangkan kesediaan sumber
dan waktu yang tersedia. Dalam penelitian ini, jumlah Dalam tahap persiapan, peneliti mencari info berbagai
partisipan penelitian sebanyak 4 orang. Keempat informasi tentang penelitian-penelitian yang pernah
partisipan dipilih berdasarkan kesediaan mereka, serta dilakukan hingga teori-teori yang berhubungan dengan
kesesuaian dengan kriteria penelitian. Melalui psikologi narkoba dan HIV/AIDS. Tahap selanjutnya,
pendekatan personal selama hampir setahun, partisipan peneliti menyusun sebuah pedoman wawancara
menyatakan kesediaan meluangkan waktu satu hingga berdasarkan teori Explanatory Style dari Peterson
dua kali wawancara mendalam. Rata-rata wawancara &Seligman (1987). Setelah itu, peneliti membuat
dilakukan dalam waktu satu setengah hingga tiga jam lembar pernyataan persetujuan bagi partisipan untuk
yang kesemuanya dilakukan melalui perjanjian waktu berperan serta dalam penelitian (informed consent),
dan hari yang telah disepakati bersama. Namun, karena peneliti juga membuat lembar catatan observasi yang
kondisi serta keterbatasan waktu partisipan yang harus digunakan sewaktu wawancara dilaksanakan.
melakukan tes kesehatan di luar panti rehabilitasi Kemudian, lembar isian demografi. Secara singkat,
ataupun harus melakukan tugas rutin dari panti maka pedoman lembaran kebutuhan wawancara dalam
wawancara hanya dapat dilakukan satu kali pada semua penelitian ini mencakup beberapa informasi antara lain
partisipan. identitas partisipan, waktu dan tempat pelaksanaan
wawancara, lamanya wawancara, topik-topik yang akan
Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74 69
DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

ditanyakan kepada partisipan, masalah-masalah dan Hasil rekam wawancara secara deskriptif dituangkan
catatan khusus mengenai kondisi dan situasi serta hal- dalam bentuk verbatim. Untuk satu partisipan rata-rata
hal yang ditampilkan partisipan selama pelaksanaan menghasilkan 15-30 halaman verbatim. Setelah itu, data
wawancara. Untuk melakukan wawancara, peneliti juga verbatim diolah melalui pengkodean analisis kualitatif
menggunakan alat perekam untuk mendapatkan (content analysis) secara manual ke dalam matriks antar
kekayaan data terutama yang berhubungan dengan latar partisipan. Kesulitan yang muncul selama pengolahan
belakang teori yang digunakan. data adalah perlunya ketelitian dalam melihat pola dan
tema jawaban partisipan sehingga tidak menjadi
Pada saat wawancara dalam penelitian akan dilakukan, kesimpulan peneliti semata dan tidak keluar dari
peneliti meminta partisipan untuk mengisi inform landasan teori yang digunakan. Hasil analisis ditinjau
consent. Serta data kontrol yang berisi data demografi kembali oleh dua peneliti lain hingga dapat diverifikasi
partisipan. Setelah itu, peneliti meminta izin kepada menjadi suatu analisis utuh. Keterbatasan dari analisis
partisipan untuk merekam pembicaraan selama data secara manual adalah peneliti dapat melewatkan
wawancara berlangsung. Pembukaan awal wawancara data penting yang dapat menjadi acuan dalam penelitian.
dilakukan 15-20 menit hingga partisipan terlihat
nyaman dengan situasi dan kondisi wawancara yang 3. Hasil dan Pembahasan
akan berlangsung cukup lama. Peneliti tidak
memaksakan langsung fokus pada pertanyaan Hasil wawancara yang dibuat dalam bentuk verbatim
penelitian. Setelah suasana terasa cair, tanya-jawab yang disimpulkan secara hati-hati, dengan terlebih dahulu
berhubungan dengan penelitian segera dilakukan. melakukan komparasi secara internal, yaitu
membandingkan pernyataan pada satu komponen
Selama pelaksanaan wawancara, tempat serta kondisi dengan peryataan pada komponen lain (pada partisipan
lingkungan sudah dipilih berdasarkan tingkat kebisingan yang sama). Setelah itu, peneliti pertama melakukan
yang rendah, privasi partisipan dapat terjaga, ada proses peer-review (penilaian antar sejawat) dengan dua
makanan kecil dan minuman yang telah disediakan peneliti lain mengenai hasil verbatim yang dapat
peneliti sehingga wawancara dapat berlangsung digunakan sebagai data yang menguatkan teori atribusi
senyaman mungkin bagi partisipan. Ketika wawancara dalam penelitian ini.
akan dinyatakan usai, peneliti memberikan penutup
serta bingkisan sebagai ucapan terima kasih. Peneliti Analisis isi hasil wawancara meliputi tiga bahasan, yang
juga menanyakan kesediaan partisipan untuk ditemui meliputi penjelasan latar belakang penggunaan dan
atau dihubungi kembali untuk wawancara ketergantungan pada narkoba, menjelaskan latar belakang
penyempurnaan data yang dibutuhkan bilamana perlu. penyebab terkena HIV/AIDS, pemaknaan keseluruhan
Semuanya menyatakan kesetujuan. Namun, masing- kondisi diri ataupun lingkungan terdekat yang terkait
masing peserta hanya dapat ditemui satu kali khusus dan tindakan-tindakan apa saja yang diambil dalam
untuk sesi wawancara. Hal ini terjadi karena berbagai menyelesaikan masalah. Hasil penelitian menampilkan
tugas dan pemeriksaan medis yang harus mereka bahasan analisis tiap partisipan dan antar partisipan.
lakukan mengalami ketidaksesuaian jadwal dengan janji Dalam analisis, nama partisipan diganti dengan nama
lanjutan wawancara hingga beberapa kali. Wawancara samaran untuk menjaga kerahasiaan semua partisipan.
partisipan dilakukan menyesuaikan waktu yang dimiliki
keempat partisipan. Urutan waktu wawancara kemudian "Satu Terlalu Banyak dan Seribu Tidak Pernah
dibuat peneliti dalam anonimitas nama partisipan, yaitu Cukup": Mengapa seseorang mengalami
Andi, Budi, Cidi, dan Didi. ketergantungan pada narkoba. Semua partisipan

Tabel 1. Data Demografi Partisipan (semuanya menggunakan nama samaran)

Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3 Partisipan 4


Nama Andi Budi Cidi Didi
Usia 25 tahun 27 tahun 32 tahun 25 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki
Suku Manado-Tionghoa Padang-Tionghoa India-Medan Jawa-Sunda
Agama Kristen protestan Kristen protestan Hindu Islam
Pendidikan terakhir S1 (tidak selesai) SMP STM S1 (tidak selesai)
Status belum menikah Menikah, tanpa anak Menikah, 2 anak belum menikah
Pekerjaan terakhir - - - -
Anak ke... dari... bersaudara Anak pertama dari 5 bersaudara Anak ke-3 dari 3 bersaudara Anak ke-8 dari 9 bersaudara Anak ke-4 dari 4 bersaudara
70 Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74
DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

memiliki pola yang sama pada latar belakang penyebab (partisipan Andi), bahkan ada yang tahu sudah terinfeksi
ketergantungan mereka pada narkoba, yaitu eksternal, karena jarum suntik dan seks bebas tetapi tidak peduli
stability dan global. Akan tetapi penyebab dan situasi (partisipan Didi).
penggunaan narkobanya berbeda-beda. Ada yang
menganggap penggunaan narkoba diawali karena Dalam melihat kondisi diri mereka sendiri terinfeksi
merupakan dari gaya hidup remaja (partisipan Andi), HIV/AIDS, ketiga partisipan cenderung memiliki pola
sikap orangtua yang keras serta memperlakukan stability. Sudah tahu terinfeksi HIV/AIDS ia tetap
kekerasan fisik dalam mendidik anak (partisipan Cidi) menggunakan narkoba (partisipan Andi), ada yang tetap
dan orangtua yang bercerai (partisipan Didi). Ada juga menggunakan jarum suntik padahal tahu jarum sudah
yang pada awalnya menganggap ia merasa memiliki digunakan oleh temannya yang positif HIV/AIDS
rasa ingin tahu yang besar akan narkoba kemudian (partisipan Cidi) dan ada yang masih sulit menerima
menganggap narkoba sebagai sesuatu yang keren keadaan diri sebagai ODHA (partisipan Didi). Kendati
(partisipan Budi). demikian, masih ada di antara mereka yang mampu
mensyukuri keadaannnya dan menganggap ada orang
Dari pola explanatory style stability, terlihat penyebab lain yang juga terinfeksi HIV/AIDS dengan kondisi diri
mereka menggunakan narkoba cenderung menetap. Hal yang lebih buruk dari dirinya (partisipan Budi).
ini dikuatkan dengan: Apapun yang ia usahakan tetap
akan membawanya untuk selalu kembali menggunakan Ketiga partisipan melihat HIV/AIDS sudah mengenai
narkoba (partisipan Andi). Kemudian, ada yang merasa seluruh aspek kehidupannya. Ada yang setelah
sudah tidak ada lagi yang dapat ia perbuat karena mengetahui dirinya positif HIV/AIDS membuatnya
merasa sudah terlanjur merasakan dan menggunakan semakin tidak dapat memfokuskan diri pada hidupnya
narkoba (partisipan Budi). Kondisi memiliki anak dan (partisipan Andi). Ada yang menyadari bahwa keadaan
istri belum dapat menghentikannya untuk berhenti dirinya sudah mempengaruhi anak dan istrinya
menggunakan narkoba (partisipan Cidi). Terakhir, (partisipan Cidi). Bahkan ada yang tidak mau
gagalnya hubungan berpacaran membuatnya dengan memikirkan keadaan dirinya sendiri dan sulit mengakui
mudah kembali menggunakan narkoba (partisipan Didi). diri sebagai ODHA bahkan kembali mengalami relaps
(kembali menggunakan narkoba setelah mengikuti
Pola explanatory style global, terlihat pada semua program rehabilitasi) tidak lama sebelum wawancara
partisipan karena penggunaan narkoba pada diri mereka berlangsung (partisipan Didi). Satu orang dapat melihat
sudah melingkupi keseluruhan aspek kehidupan mereka. bahwa masih banyak jalan bagi ODHA untuk
Dari yang hanya sekedar trend, kemudian menjadi melanjutkan hidup dan berusaha melihat kehidupannya
kebiasaan dengan mengatasnamakan pergaulan serta lebih positif (partisipan Budi).
orangtua. Ada yang dalam bekerja maupun dalam
menjalani aktivitas hidupnya setiap hari selalu Searah dengan penelitian Adelekan (2006) mengenai
menyempatkan diri untuk menggunakan narkoba ketidakberdayaan ODHA pengguna narkoba bahwa
(partisipan Andi). Dukungan keluarga yang sulit IDU dan non-IDU untuk berusaha keluar dari situasi
didapatkan dalam segala situasi (partisipan Budi), yang ada. Hasil dari penelitian ini sebagian besar
kemudian ada yang hanya berpindah-pindah substans menampilkan semakin terpuruk dalam ketidakberdayaan
(partisipan Cidi) dan pengalaman hampir tewas juga terjangkit HIV/AIDS. Hanya satu partisipan yang masih
tidak dapat membuatnya berhenti dari ketergantungan dapat melihat sisi positif kondisi diri terinfeksi
terhadap narkoba (partisipan Didi). Dampak dari HIV/AIDS (partisipan Budi). Sesuai dengan penelitian
penggunaan narkoba tersebut merupakan sesuatu yang Peterson, et al. (2005) dalam bentuk Attributional Style
dirasakan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Questionairre (ASQ) bahwa cara berpikir penyalahguna
mereka. Hal ini sesuai dengan penelitian Adelekan (2006) narkoba yang semakin mengarah atribusi internal, maka
bahwa pengguna narkoba merasa tidak berdaya untuk ia lebih dapat melihat situasi secara lebih positif.
keluar dari kondisi ketergantungan pada zat adiktif.
“Pemikiran Negatif Akan Menebar Hal yang
“Sudah Jatuh Tertimpa Tangga”: Sudah sulit keluar Negatif”: Memaknai kondisi secara negatif tidak
dari ketergantungan pada narkoba, malah tertular akan menyelesaikan masalah. Para partisipan
HIV/AIDS. Pada dua partisipan pola yang digunakan memiliki caranya masing-masing dalam memaknai
adalah eksternal, dua partisipan menggunakan pola kondisi diri mereka. Kesamaan yang terlihat diantara
internal yang melihat penyebab ia terinfeksi HIV/AIDS mereka adalah ketidakharmonisan hubungan dengan
karena penggunaan jarum suntik yang ia sadari karena keluarga (semua partisipan) tetapi ada yang masih
pilihannya sendiri (partisipan Budi). Ada yang awalnya berusaha memberikan pemahaman pada keluarganya
menyalahkan jarum suntik tetapi kemudian menyadari (partisipan Budi, Cidi). Sahabat atau teman dekat sama-
kesalahannya sendiri (partisipan Cidi). Ada yang sama tidak mereka miliki tetapi mereka semua merasa
menganggap masalah kehidupan pribadi sebagai mendapatkan dukungan dalam hidup dari teman-teman
penyebab dirinya terus menggunakan jarum suntik di dalam panti rehabilitasi. Ada partisipan yang merasa
Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74 71
DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

memiliki sahabat setelah berada di panti (partisipan lain (partisipan Cidi). Ada yang tidak terlalu
Budi). Bahkan ada yang merasa sangat sulit percaya memikirkan karena merasa tidak pernah mendapatkan
dengan orang lain dan tidak ingin memiliki hubungan stigma secara langsung (partisipan Andi) dan ada yang
yang terlalu dekat dengan orang lain karena merasa memiki tanggung jawab untuk memberikan
menganggap dapat memunculkan kesulitan dikemudian informasi yang benar tentang HIV/AIDS pada orang
hari (partisipan Cidi). lain tetapi baginya bila tidak ingin mendapatkan stigma
maka tidak perlu memberitahukan orang lain tentang
Keempat partisipan juga memiliki masalah tentang kondisi mereka (partisipan Budi). Bila ingin
relasi dan komunikasi dengan lawan jenis. Ada memberitahu hal tersebut pada orang lain maka harus
partisipan yang sudah menikah tetapi tidak dapat siap memberitahukan informasi yang benar. Ia juga
menjalankan hubungan sebagaimana layaknya pasangan melihat bahwa terkadang, ODHA mendiskriminasikan
suami-istri karena keberadaan mereka di dalam panti dirinya sendiri (partisipan Didi).
(partisipan Budi, Cidi). Ada yang merasa sulit dan takut
memunculkan masalah baru bila dekat dengan lawan Berbagai pemikiran dari partisipan mengenai open
jenis (partisipan Andi). Ada pula partisipan yang status kepada orang lain bukanlah hal yang mudah
menganggap remeh perempuan dan tidak peduli pada karena kemungkinan akan mendapatkan stigma dari
perasaan lawan jenis mengenai dirinya (partisipan Didi). lingkungan di luar panti rehabilitasi. Hal ini sesuai
dengan penelitian-penelitian sebelumnya tentang reaksi
Kesamaan lain yang terlihat pada keempat partisipan negatif pada ODHA (Alonzo & Reynolds, 1995; Black
adalah saat ini kehidupan mereka sangat bergantung & Miles, 2002; Stutterheim, et al., 2011).
pada panti rehabilitasi. Panti dianggap tempat yang
dapat membantu mereka dalam menangani masalah Dalam menangani masalah dalam hidup, ada yang
utama mereka yang berkaitan dengan penyalahgunaan cenderung mengikuti saja apa yang dilakukan
narkoba dan keadaan diri sebagai ODHA. Ada lingkungan terdekatnya dan hampir selalu membutuhkan
partisipan yang terlihat memiliki kecemasan terhadap orang lain untuk memecahkan masalah (partisipan
lingkungan di luar panti, tetapi ada yang melihat bahwa Andi). Tetapi ada yang berusaha untuk tidak menyalah-
terkadang ODHA sendiri yang tidak mau membuka diri kan orang lain ketika menghadapi masalah (partisipan
(hanya pada partisipan Budi). Hampir di keeempat Budi) dan ada yang masih berusaha melihat hal positif
partisipan memiliki keraguan yang kuat akan kehidupan dari suatu masalah atau hal-hal yang sudah terjadi dalam
di luar panti. Kontrol diri yang rendah menguatkan hidupnya (partisipan Cidi). Ada juga yang justru tidak
mereka menjadi dependen dengan panti rehabilitasi. terlalu peduli dengan orang lain dan hampir selalu
Partisipan Budi juga hanya sekedar menyalahkan menyalahkan lingkungan dan keluarga sebagai biang
ODHA yang kurang mau membuka diri pada masalah dan juga memiliki kecenderungan selalu
lingkungan di luar panti rehabilitasi. Namun, ia tidak desktruktif dalam menangani masalah (partisipan Didi).
menampilkan lebih jauh cara-cara kongkrit ODHA
untuk menghadapi dunia di luar panti. Interpretasi lain Harapan dan cita-cita dimiliki oleh hampir semua
juga dilakukan pada pemahaman partisipan mengenai partisipan, adalah menjadi ODHA yang sukses sehingga
kehidupan di panti rehabilitasi. Panti rehabilitasi juga dapat membantu ODHA lainnya, dengan cara belajar
dapat dianggap sebagai pemberi dukungan sosial yang dari temannya yang sudah menjadi duta PBB bagi
penting bagi partisipan. Hal ini dikuatkan oleh Smith, masalah HIV/AIDS (partisipan Budi). Tetapi ada yang
Rossetto & Peterson (2008) bahwa pengguna narkoba belum memiliki cita-cita dan harapan yang berarti, yang
ODHA dapat lebih memahami kondisi diri serta mereka pikirkan adalah kehidupan saat ini yaitu
permasalahan kesehatan yang mereka hadapi melalui menyembuhkan diri dari ketergantungan pada narkoba
dukungan lingkungan terdekat. (partisipan Andi dan Cidi). Ada juga yang berharap ia
dapat bekerja dan mencari uang sebanyak-banyaknya,
Tentang stigma, semuanya memiliki pandangan yang walaupun baginya saat ini adalah penyembuhan diri
cukup berbeda walaupun semuanya tidak terlalu yang harus ia pikirkan. Baginya tidak mungkin
merasakan mendapatkan stigma dari orang lain maupun selamanya ia berada di panti rehabilitasi. Bahkan ia
masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa orang sudah menyampaikan keinginannya untuk berbisnis
memberi stigma karena tidak tahu atau kekurangan dengan ibunya. Baginya, bila uang sudah banyak ia
informasi tentang HIV/AIDS (partisipan Andi). Ada kumpulkan, maka perempuan yang dapat dijadikan istri
yang merasa bahwa sebagai penyalahguna narkoba yang akan datang dengan sendirinya (partisipan Didi).
terinfeksi HIV/AIDS maka ia harus melakukan sesuatu
agar stigma semakin berkurang (partisipan Budi). Ada Ketika memaknai keadaan saat ini, ada partisipan yang
juga yang melihatnya sebagai hal yang wajar karena ia masih berusaha untuk fokus mengikuti saja program
melihat pada kenyataannya memang ada ODHA yang rehabilitasi yang ia ikuti saat ini tetapi ada yang sudah
tidak bertanggung jawab dengan dirinya dan tidak berusaha untuk memaknai kondisinya saat ini dengan
memikirkan perilakunya hingga menularkan ke orang mencoba memberikan penyuluhan tentang narkoba di
72 Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74
DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

daerah lain di luar Jakarta. Tentang masa depan, ada untuk menjadi bagian dalam penelitian, sehingga
yang belum memikirkan apapun karena merasa ingin konfirmasi data tidak dilakukan.
memahami keadaannya saat ini terlebih dahulu. Ada
juga yang ingin mencoba membuka usaha dan ada juga Hampir dalam keseluruhan aspek kehidupan sebagai
yang ingin menjadi penyuluh narkoba dan HIV/AIDS pengguna narkoba, para partisipan memiliki pola
tingkat internasional. eksternal, global dan stabil, hal ini memperlihatkan
ketidakmampuan diri mereka untuk bisa lepas dari
4. Simpulan narkoba karena tidak ada kontrol dari diri mereka
sendiri tetapi selalu dari lingkungan luar atau berada di
Melalui penelitian ini, ada beberapa temuan yang cukup luar diri mereka sendiri. Hal ini menguatkan kondisi
menarik untuk didiskusikan. Secara umum, explanatory mereka yang sangat sulit untuk memiliki motivasi untuk
style cukup dapat menjelaskan realita yang dihayati oleh melepaskan diri dari narkoba dan masih selalu
keempat partisipan penelitian. Sebagaimana terungkap menggantungkan hidup di dalam panti rehabilitasi untuk
dalam wawancara, ada partisipan yang setelah terinfeksi menghentikan penggunaan narkoba.
HIV/AIDS mulai memikirkan hidupnya dan memberikan
pemahaman dan belajar menerima keadaan dirinya Berikut ini kesimpulan untuk menjawab permasalahan
dengan tidak menyalahkan lingkungan/sesuatu di luar penelitian: Dalam memahami latarbelakang, penyebab
dirinya. Tetapi ada juga partisipan yang justru semakin dan kondisi ketergantungan partisipan pada narkoba;
sulit menerima keadaan dirinya dan semakin tidak keempat partisipan memiliki pola explanatory style; not
peduli pada perilakunya sendiri bahkan memiliki me, always, everything (eksternal, global, stability) dalam
kecenderungan destruktif bagi diri sendiri maupun latar belakang, penyebab dan ketergantungannya terhadap
orang sekitarnya dan semakin sulit melepaskan diri dari narkoba. Semua partisipan memandang lingkungan dan
ketergantungan pada narkoba. Keadaan terinfeksi sesuatu dari luar diri, kemudian mempengaruhi
HIV/AIDS masih dapat membuat beberapa partisipan keseluruhan aspek hidup mereka dan penyebab
mulai memikirkan hidup mereka, walaupun begitu penggunaan narkoba pada diri mereka cenderung menetap.
mereka belum dapat membuat cita-cita yang ingin
mereka capai di masa depan. Cara partisipan menjelaskan situasi yang menjadi
penyebab dan kondisi dirinya terkena HIV/AIDS dan
Salah satu kesulitan penggunaan kriteria kualitatif dampak yang dialami adalah ada partisipan yang mulai
adalah dalam kategori hasil. Hal ini terjadi karena memikirkan hidupnya dan mau mulai untuk belajar
penghayatan partisipan terhadap penyalahgunaan memahami dirinya, tetapi ada juga partisipan masih sulit
narkoba mungkin memiliki “kategori” yang nyaris tidak menerima keadaan dirinya sebagai ODHA.
terbatas. Keempat partisipan dalam penelitian ini
terkadang memakai kata-kata yang berada dalam area Dalam memaknai kondisi diri dan lingkungan/keluarga
abu-abu, seperti “yah gitu deh”, “yah loe ngerti deh” terdekatnya dan tindakan-tindakan apa yang dilakukan-
atau “ya biasa aja gitu” atas keadaan dirinya sebagai nya dalam menyelesaikan masalah ditemukan bahwa
penyalahguna narkoba maupun sebagai penderita renggangnya hubungan dalam keluarga, sulitnya
HIV/AIDS. Menggali lebih mendalam dilakukan membina pertemanan dekat dengan orang lain, masalah
peneliti bagi jawaban abu-abu. Namun tidak selalu hubungan dengan lawan jenis, stigma lingkungan dan
mendapatkan jawaban yang diinginkan. cara partisipan menangani masalah hidupnya sehari-
hari, cara mereka memaknai diri serta mempengaruhi
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penggunaan keseluruhan aspek hidup partisipan serta sebagai
partisipan yang hanya diambil pada satu buah panti penyalahguna narkoba sekaligus penderita HIV/AIDS.
rehabilitasi narkoba. Padahal pemahaman yang muncul
dapat berbeda dan lebih kaya bila diteliti pada panti Saran metodologis yang dapat diajukan adalah menambah
rehabilitasi lain ataupun pada IDU yang tidak mengikuti jumlah partisipan yang diwawancarai secara mendalam
program rehabilitasi. Wawancara yang hanya dilakukan agar dapat memperoleh pemahaman yang lebih kaya
satu kali juga memunculkan keterbatasan data pada mengenai penyalahguna narkoba yang terinfeksi
jumlah partisipan yang sedikit. Memotret fenomena HIV/AIDS. Melakukan penelitian terhadap penyalah
partisipan dari sudut pandang yang berbeda-beda akan guna narkoba yang terinfeksi HIV/AIDS yang tidak
memungkinkan diperoleh tingkat pemahaman yang mengikuti program pada tempat rehabilitasi tertentu,
lebih mendalam. Metode triangulasi (usaha untuk karena penghayatannya akan dapat berbeda dari yang
memeriksa kembali kebenaran data atau informasi yang mengikuti program rehabilitasi. Melakukan penelitian
diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang orang lanjutan pada panti rehabilitasi lain agar dapat dapat
yang berbeda sehingga bias yang terjadi pada saat dilakukan komparasi pemahaman diri pada penyalah-
pengumpulan dan analisis data dapat diminimalisir) sulit guna narkoba yang terinfeksi HIV/AIDS. Membuat
untuk dapat dilakukan karena keterbatasan hubungan penelitian lebih lanjut tentang masalah lain yang mungkin
peneliti dengan keluarga partisipan. Mereka berkeberatan dihadapi penyalahguna narkoba yang terinfeksi HIV/AIDS.
Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74 73
DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

Saran praktis yang dapat diajukan adalah individu Black, B.P., & Miles, M.S. (2002). Calculating the risks
penyalahguna narkoba yang terinfeksi HIV/AIDS yang and benefits of disclosure in African American women
menjalani program rehabilitasi sebaiknya mengikuti who have HIV. Journal of Obstetric, Gynecologic &
konseling psikologis secara rutin agar mereka memiliki Neonatal Nursing, 31(6), 688-697.
arah dan tujuan untuk memahami hidupnya. Individu
penyalahguna narkoba yang terinfeksi HIV/AIDS harus Campbell, C.R., & Henry, J.W. (1999). Gender
dapat memandang hidup dengan pola yang lebih positif, differences in self-attributions: Relationship of gender
dengan mengembangkan optimistic attributional style to attributional consistency, style, and expectations for
dengan secara perlahan merubah cara pandang akan performance in a college course. Sex roles, 41(1-2), 95-
situasi diri yang negatif, yaitu pada situasi penggunaan 104.
narkoba dan keadaan terinfeksi narkoba menjadi lebih
positif/optimis, menjadi faktor internal, unstable dan Comulada, W.S., Rotheram-Borus, M., Pequegnat, W.,
specific. Untuk memulainya, mereka dapat Weiss, R.E., Desmond, K.A., Arnold, E.M., Chesney,
diikutsertakan dalam cognitive behaviour therapy, salah M.A. (2010). Relationships over time between mental
satunya dengan meningkatkan kontrol diri mereka health symptoms and transmission risk among persons
dengan mengeksplorasi hal-hal positif dan negatif bila living with HIV. Psychology of Addictive Behaviors,
mereka meneruskan menggunakan narkoba. Cara 24(1), 109-118.
lainnya adalah individu penyalahguna narkoba yang
terinfeksi HIV/AIDS dapat memulai untuk mengikuti Crepaz, N., & Marks, G. (2002). Towards an
program life-style changes untuk merubah cara hidup understanding of sexual risk behavior in people living
secara perlahan dengan mulai tidur teratur, with HIV: a review of social, psychological, and
memberhentikan rokok dan berolahraga secara teratur. medical findings. Aids, 16(2), 135-149.

Para profesional yang ingin lebih memahami keadaan Djoerban, Z. (1999). Membidik AIDS ikhtiar memahami
penyalahguna narkoba yang terinfeksi HIV/AIDS, HIV dan ODHA. Jakarta: Galang Press.
khususnya melalui pendekatan secara personal, dapat
memberikan konseling untuk membantu partisipan Fiske, S.T., & Taylor, S.E. (1991). Social cognition,
memahami kondisi diri mereka dengan mengajarkan 2nd. NY: McGraw-Hill.
untuk memonitor tanda-tanda awal jika mereka ingin
kembali menggunakan narkoba dan mempelajari situasi Garcıá , A.V., Torrecillas, F.L., Arcos, F.A.D., & Garcıá ,
dari tanda-tanda awal tersebut. Hal ini dapat meningkat- M.P. (2005). Effects of executive impairments on
kan kemampuan mereka untuk lebih bertanggung jawab maladaptive explanatory styles in substance abusers:
dalam hidupnya. clinical implications. Archives of clinical
neuropsychology, 20(1), 67-80.
Daftar Acuan
Greenberg, J.L., Lewis, S.E., & Dodd, D.K. (1999).
Aceijas, C., Stimson, G.V., Hickman, M., & Rhodes, T. Overlapping addictions and self-esteem among college
(2004). Global overview of injecting drug use and HIV men and women. Addictive behaviors, 24(4), 565-571.
infection among injecting drug users. Aids, 18(17),
2295-2303. Hoffman, M.A. (1996). Counseling clients with HIV
disease: Assessment, intervention, and prevention. The
Adelekan, M.L., & Lawal, R.A. (2006). Drug use and Guilford Press.
HIV infection in Nigeria: a review of recent findings.
African Journal of Drug & Alcohol Studies, 5(2), 118- Kaplan, R.M., Sallis, J.F., & Patterson, T.L. (1993).
129. Health and human behaviour. Singapore: McGraw-Hill.
Komisi Penanggulangan AIDS (2006). Pengurangan
Afriandi, I., Siregar, A.Y., Meheus, F., Hidayat, T., van dampak buruk napza suntik. Bandung: Departemen
der Ven, A., van Crevel, R., & Baltussen, R. (2010). Kesehatan RI dan IHPCP-AusAID.
Costs of hospital-based methadone maintenance
treatment in HIV/AIDS control among injecting drug Marsch, L.A., Bickel, W.K., Badger, G.J., & Quesnel,
users in Indonesia. Health policy, 95(1), 69-73. K.J. (2007). The anatomy of risk: A quantitative
investigation into injection drug users' taxonomy of risk
Alonzo, A.A., & Reynolds, N.R. (1995). Stigma, HIV attitudes and perceptions. Experimental and Clinical
and AIDS: An exploration and elaboration of a stigma Psychopharmacology, 15(2), 195-203.
trajectory. Social Science & Medicine, 41(3), 303-315.
McKim, W.A. (2000). Drugs and Behaviour: An
Baron, R.A., & Byrne, D. (2000). Socialpsychology (9th Introduction to Behavioural Pharmacology (4th
ed.). Boston: Allyn & Bacon. Edition). New Jersey: Prentice Hall.
74 Makara Seri Sosial Humaniora, 2013, 17(1): 64-74
DOI: 10.7454/mssh.v17i1.1803

Neale, J., Hunt, G., Lankenau, S., Mayock, P., Miller, Schellenberg, E.G., Mantler, J., & Page, J.S. (2003).
P., Sheridan, J., & Treloar, C. (2013). Addiction journal Attributions for serious illness: Are controllability,
is committed to publishing qualitative research. responsibility, and blame different constructs?.
Addiction, 108(3), 447-449. Canadian Journal of Behavioural Science, 35(2), 142-
152.
Pisani, E., Girault, P., Gultom, M., Sukartini, N.,
Kumalawati, J., Jazan, S., & Donegan, E. (2004). HIV, Schulman, P., Seligman, M.E., & Amsterdam, D.
syphilis infection, and sexual practices among (1987). The attributional style questionnaire is not
transgenders, male sex workers, and other men who transparent. Behaviour research and therapy, 25(5),
have sex with men in Jakarta, Indonesia. Sexually 391-395.
transmitted infections, 80(6), 536-540.
Sherman, S.G. (2003). The role of sexual transmission
Pates, R.M., McBride, A.J., Ball, N., & Arnold, K. of HIV infection among injection and non-injection
(2001). Towards an holistic understanding of injecting drug users. Journal of Urban Health, 80(3), iii7-iii14.
drug use: An overview of needle fixation. Addiction
Research & Theory, 9(1), 3-17. Smith, R., Rossetto, K., & Peterson, B.L. (2008). A
meta-analysis of disclosure of one's HIV-positive status,
Peterson, C., & Seligman, M.E. (1987). Explanatory stigma and social support. AIDS care, 20(10), 1266-
style and illness. Journal of personality, 55(2), 237-265. 1275.

Peterson, C. (1990). Explanatory style in the classroom Stutterheim, S.E., Bos, A.E., Pryor, J.B., Brands, R.,
and on the playing field. In A version of this chapter Liebregts, M., & Schaalma, H.P. (2011). Psychological
was presented at a symposium on Motivational and and social correlates of HIV status disclosure: The
Cognitive Dimensions of Student Learning at the 96th significance of stigma visibility. AIDS Education and
annual convention of the American Psychological Prevention, 23(4), 382-392.
Association, Atlanta, Georgia, Aug 12, 1988. Lawrence
Erlbaum Associates, Inc. FEBRIANI, Ni Kadek Novi; CAHYANI, Dewi Yuri;
GELGEL, Ni Made Ras Amanda. Pembingkaian Berita
Poerwandari, E.K. (2007). Pendekatan kualitatif dalam Seratus Hari Kerja Jokowi-JK (Analisis Framing
penelitian Psikologi. Jakarta: LPSP3 UI. Program Berita di Metro Hari Ini). E-Jurnal Medium,
[S.l.], v. 1, n. 2, apr. 2016. Available at: <https://
Rich, P., & Copans, S. (2000). The healing journey ojs.unud.ac.id/index.php/komunikasi/article/
through addiction: Your Journal for recovery and self view/20416>. Date accessed: 27 july 2017.
renewal. New York: John Wiley & Sons.
Yanni, D. (2001). Narkoba: Pencegahan dan
nursanti, t. and profile, V. (2017). Hidup sehat. [online] penanganannya. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Tipsdankiathidupsehat.blogspot.com. Available at:
http://tipsdankiathidupsehat.blogspot.com [Accessed 24 N, T. (2017). Mau nanya dong dok. [online] Mau nanya
Jul. 2016]. dong dok. Available at: https://
nanyadongdok.blogspot.com [Accessed 24 Jul. 2016].

Anda mungkin juga menyukai