Anda di halaman 1dari 19

JOURNAL READING

Kemanjuran dan Keamaanan Pemberian Tetes Mata


Azitromisin 1,5% pada Anak-Anak dengan Konjungtivitis
Bakteri Purulen

Disusun Oleh:
Nerissa Arvianar R
(1102013210)

Pembimbing:
Kol. (Purn) dr. Dasril Dahar, Sp.M
Mayor CKM dr. Leidina R, Sp.M

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MATA


PERIODE 19 NOVEMBER – 21 DESEMBER 2018
RUMAH SAKIT TK II MOH. RIDWAN MEURAKSA
JAKARTA TIMUR
Kemanjuran dan Keamaanan Pemberian Tetes Mata Azitromisin 1,5% pada
Anak-Anak dengan Konjungtivitis Bakteri Purulen

Kata Kunci Pencarian:


Conjunctivits, therapy, management

Dipilih Jurnal Dengan Judul Asli :


Efficacy and safety of azithromycin 1.5% eye drops in paediatric population with
purulent bacterial conjuctivitis

Oleh:
Dominique Bremond-Gignac, Hachemi Nezzar, Paolo Emilio Bianchi

Dimuat di:
British Journal of Ophtalmology, Volume 98, Issue 6

Diunduh di :
https://bjo.bmj.com/content/98/6/739.long pada tanggal 27 November 2018

ABSTRAK
Tujuan
Untuk menilai kemanjuran dan keamanan pemakaian obat tetes azitromisin 1,5% pada
kelompok anak-anak dengan konjungtivitis bakterial purulen.

Metode
Penelitian ini merupakan penelitian multicenter, internasional, random dan
investigator-masked terhadap 286 anak-anak dengan discharge purulent dan infeksi
konjungtiva bulbi. Pasien menerima obat tetes mata Azitromisin 1,5% (dua kali sehari
selama tiga hari) atau Tobramisin 0,3% (setiap dua jam selama dua hari). Gejala klinis
di evaluasi pada hari 0, 3 dan 7 dan kultur bakteri pada hari 0 dan 7. Variabel utama
pada penelitian ini merupakan pemulihan klinis (tidak ditemukan lagi infeksi
konjungtiva bulbi dan discharge) pada hari ke-3 pada sisi mata pasien yang ditemukan
kultur bakteri positif di hari ke-0.

Hasil
Dari total 286 pasien, 203 memiliki kultur bakteri positif pada hari ke-0. Pemakaian
Azitromisin lebih baik dalam clinical cure rate pada hari ke-3 (47,1% vs 28,7%,
p=0,013 dan pada hari ke-7 (89,2% vs 78,2%). Pemakaian Azitromisin mengeradikasi
pathogen penyebab, termasuk spesies yang resisten, dengan resolution rate yang sama
dengan pemakaian Tobramisin. Hasil dari penelitian ini selanjutnya dikonfirmasi oleh
sub-grup pasien berusia <24 bulan.

Kesimpulan
Obat tetes mata Azitromisin 1,5% memiliki tingkat kesembuhan klinis yang cepat di
bandingkan oleh tetes mata Trobramisin 0,3% terhadap pengobatan konjungtivitis
bakteri purulen pada anak-anak, dengan dosis dua kali sehari yang lebih mudah.

DEFINISI OPERASIONAL
Konjungtivitis adalah salah satu infeksi mata yang paling banyak terjadi pada
anak-anak dan penyebab umum dari kunjungan perawatan primer anak-anak di
Bagian Emergensi Pediatrik. Dari berbagai variasi infeksi bakteri, sebanyak hampir
50% pada orang dewasa dan 70-80% pada anak-anak adalah kasus konjungtivitis.
Konjungtivitis bakteri diklasifikasikan berdasarkan discharge mukopurulen
dan hiperemis pada konjungtiva. Pada sebagian kasus ringan, konjungtivitis dapat
sembuh sendiri dalam waktu 5-10 hari. Namun berdasarkan consensus terbaru,
pemakaian antibiotic topikal meningkatkan kecepatan pemulihan klinis dan resolusi
mikrobiologi dibandingkan dengan air mata buatan. Antibiotik topikal juga diketahui
dapat mengurangi kemungkinan re-infeksi dan dapat mencegah penyebaran infeksi.
Pilihan antibiotik untuk pengobatan konjungtivitis bakteri purulen untuk anak-
anak cukup terbatas. Pada panelitian ini, cairan mata azitromisin 1,5%, sebuah
antibiotic topikal yang baru saja diakui di Eropa sebagai pengobatan untuk
konjungtivitis bakteri dan konjungtivitis trakoma, di ujicobakan pada penderita anak-
anak berusia beberapa hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai tingkat
kemanjuran dan keamanan pemberian tetes mata azitromisin 1,5% dan juga laju
kerjanya dalam proses indikasi pada anak-anak, terutama yang berusia dibawah dua
tahun. Tujuan sekunder dari penelitian ini berupa penentuan profil bakteri penyebab
dan tingkat resolusi mikroba.

METODE

1. Jenis penelitian
multicenter, internasional, randomised, investigator-masked, paralel-group
2. Populasi
penderita anak-anak (usia 1 hari – 18 tahun) dengan konjungtivitis bakteri
purulen yang ditentukan oleh derajat ringan hingga berat pada injeksi konjungtiva
dan discharge purulen pada paling sedikit satu mata.
3. Waktu
December 2008 – Februari 2011
4. Sampel
286 penderita yang memenuhi kriteria inklusi
5. Jenis
Random controlled trial
6. Prosedur Penelitian
Pada hari ke-0, penderita yang memenuhi kriteria dialokasikan secara acak (rasio
1:1) ke dalam salah satu dari dua jenis pengobatan pada penelitian ini. Pembagian
secara acak ditentukan berdasarkan kelompok umur ( <4, 4-12 dan 12-18 tahun).
Penderita menerima obat tetes mata azitromisin 1,5%, satu tetes sebanyak dua
kali dalam satu hari (pagi dan sore) dari hari ke-0 hingga ke-2 atau obat tetes
mata tobramisin 0,3%, satu sampai dua tetes setiap dua jam pada hari ke-0 dan
ke-1 dilanjutkan satu tetes sebanyak empat kali dalam satu hari di hari ke-2
sampai ke-6.
7. Penilaian studi
Seluruh penderita atau subjek di instruksikan untuk kontrol pada hari ke-0, ke-3
dan ke-7. Gejala klinis kardinal pada konjungtivitis bakteri (berupa injeksi
konjungtiva dan discharge purulen) dinilai pada kedua mata dibawah lampu slit
berdasarkan skala four-point. Variabel utama merupakan pemulihan klinis yang
berdasarkan ketidakadaan atau hilangnya injeksi konjungtiva bulbi dan discharge
purulen pada mata dengan infeksi lebih buruk di hari ke-3 yang dapat dilihat
menggunakan Microbiological Positive Full Analysis Set (MFAS: penderiita
dengan kultur bakteri positif di hari ke-0). Variabel kedua merupakan pemulihan
klinis di hari ke-7, gejala klinis yang lain dapat dinilai berdasarkan skala four-
point ordinal (0=absent; 1=ringan, 2=sedang, 3=parah).
Swab konjungtiva diambil dari kedua mata yang terinfeksi pada hari ke-0 dan ke-
7. Sampel bakteri yang didapatkan akan dianalisa oleh laboran lokal
menggunakan metode validasi standar. Status bakteri ditentukan oleh
independent central review menggunakan klasifikasi Cagle yang sudah
diperbarui. Sampel bakteri dinyatakan positif apabila bakteri yang di isolasi
setelah kultur berada diatas ambang atau derajat patogenik berdasarkan kriteria
Cagle. Resolusi mikrobiologi (ketidakadaan bakteri atau penurunan ambang
patogenik) dinilai pada hari ke-7.
Analisa keamanan pemakaian obat ini didasari oleh evaluasi dari Adverse Event
8. Hasil
Total dari 286 penderita yang memenuhi kriteria dibagi secara acak. Dari total
tersebut, 203 penderita (71%) dengan kultur bakteri sama dengan atau lebih dari
ambang patogenik pada minimal satu mata dimasukkan ke MFAS. Tujuh
penderita dengan azitromisin (4,8%) dan empat penderita dengan tobramisin
(2,9%) dikeluarkan dari penelitian ini. Dalam MFAS, 8 penderita yang sembuh
oleh azitromisin dan 11 penderita dengan tobramisin juga dikeluarkan dari
MPPS.

Rata-rata usia adalah 3,0±3,4, dan 55,2% penderita berusia lebih muda dari 24
bulan. Secara keseluruhan, 66% dari penderita memiliki injeksi konjungtiva
sedang hingga parah pada mata yang terinfeksi lebih buruk dan 87,2% memiliki
discharge purulent yang sedang hingga parah.
Kemanjuran Klinis
Pada hari ke-3, laju kesembuhan klinis pada mata yang lebih parah meningkat
secara signifikan pada kelompok azitromisin dibandingkan dengan tobramisin
untuk pasien dalam MFAS (47,1% vs 28,7%, p=0,013). Pada hari ke-7, tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik pada laju kesembuhan klinis kedua
kelompok tersebut (89,2% vs 78,2%, p=0,077).
Perbaikan pada gejala klinis yang lain (reaksi folikulo-papiler, eritema dan
bengkak pada kelopak mata) juga terlihat pada hari ke-3 dan ke-7, namun tidak
terlalu signifikan.
Resolusi Bakteri
Penyebab mikroba terbanyak dari penderita yang memenuhi kriteria inklusi ada
Haemophilus (31,5%), Staphylococcus aureus (17,7%), Streptococcus pneumonia
(14,8%) dan Staphylococcus koagulase-negatif (12,8%) dan Staphylococcus
epidermidis (11,3%).

Kesembuhan klinis dan resolusi bakteri pada penderita berusia dibawah 24


bulan
Analisa tambahan dilakukan pada subgrup penderita berusia dibawah 24 bulan
yang menunjukkan laju kesembuhan dan resolusi bakteri yang mirip dengan
menggunakan MFAS. Persentase kesembuhan yang lebih tinggi didapatkan pada
penderita dengan pengobatan azitromisin dibandingkan dengan tobramisin pada
hari ke-3 dan ke-7. Laju resolusi bakteri pada hari ke-7 sama pada kedua
kelompok.
Keamanan
Secara keseluruhan, 283 penderita dievaluasi keamanan dari pemakaian dua obat
tersebut. Keduanya dapat ditoleransi dengan baik dalam semua kategori usia,
tanpa efek samping yang serius. Satu kasus hipersensitivitas (berupa eritema
hemifacial kanan yang parah) dilaporkan pada bayi berusia 6 bulan dengan
pengobatan azitromisin. Terdapat empat penderita dengan pengobatan
azitromisin dan satu penderita dengan tobramisin yang juga dilaporkan dengan
gejala efek samping. Gejala tersebut berupa eritema dan udem pada kelopak mata
dan mata merah. Hampir seluruh kasus efek samping hanya bergejala ringan,
kecuali satu kasus mata merah yang parah pada penderita dengan azitromisin.
Gatal/perih/rasa terbakar merupakan gejala yang paling banyak dilaporkan
pada hari ke-3 di kedua kelompok pengobatan dan dikategorikan sebagai
“mengganggu” dan “sangat mengganggu” pada 7,6% penderita dengan
azitromisin dan 0,8% penderita dengan tobramisin. Gejala keratitis punctata
superfisial yang signifkan ditemukan pada penderita dengan azitromisin (>4
tahun) pada hari ke-3, namun sembuh pada hari ke-7.
Sejumlah 92,3% penderita dalam kelompok azitromisin dan 90,5% penderita
dalam kelompok tobramisin menilai kedua obat tetes tersebut cukup baik pada
hari ke-3. Di hari ke-7, tolerabilitis pengobatan dinilai oleh 97,1% penderita
dengan azitromisin dan 91,9% penderita dengan tobramisin sebagai ‘sangat
memuaskan’ dan ‘memuaskan’.

9. Diskusi
Antibiotik topikal dengan lisensi terbaru untuk konjungtivitis bakteri telah diakui
berdasarkan penelitian klinis terhadap orang dewasa, sedangkan sangat sedikit
data klinis terhadap bayi baru lahir dan balita (<24 bulan). Penelitian ini telah
menentukan kemanjuran dan keamanan dalam pemberian obat tetes azitromisin
1,5% pada anak-anak berusia <3 tahun.
Pada penelitian ini, regimen pengobatan yang singkat (3 hari) dengan
azitromisin 1,5% menghasilkan laju kesembuhan yang cepat pada anak-anak
dengan konjungtivitis bakteri purulen dibandingkan dengan penggunaan
tobramisin 0,3%. Ketika dibandingkan di tobramisin, kemanjuran azitromisin
didapatkan lebih superior pada hari ke-3 dan non-inferior pada hari ke-7.
Haemophilus influenzae ditemukan sebagai mikroba penyebab terbanyak,
dengan kemungkinan karena tingginya insidensi OMA pada anak yang disertai
konjungtivitis bakteri (pada 20-30% kasus). S pneumoniae juga cukup banyak
didapatkan dari kultur bakteri, diikuti oleh Haemophilus, Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus negatif-koagulase dan Staphylococcus aureus.
Kebanyakan antibiotik topikal diberikan secara empiris tanpa diagnosis profil
bakteri yang tepat, hasil dari penelitian ini menunjukkan pentingnya tindakan
tersebut untuk menentukan pengobatan yang paling tepat dalam mengeradikasi
mikroba penyebab, terutama pada populasi 0-2 tahun.
Pemberian azitromisin 1,5% pada penelitian ini dibuktikan aman dan
ditoleransi dengan baik oleh anak-anak, bahkan pada yang berusia beberapa hari,
dengan efek samping terbanyak berupa sensasi terbakar atau perih ketika
diteteskan ke mata. Para orang tua juga menilai bahwa pemberian azitromisin
1,5% (satu tetes di pagi dan sore hari, selama tiga hari) lebih efisien dan lebih
mudah untuk dilakukan dibanding pemberian tobramisin 0,3%. Dosis pada
regimen azitromisin juga dinilai lebih baik untuk menghindari penyalahgunaan
antibiotik dan mengurangi risiko terhadap resistensi bakteri.

10. Kesimpulan
Obat tetes azitromisin 1,5% merupakan pilihan pengobatan efektif dan aman
terhadap konjungtivitis bakteri purulen untuk penderita anak-anak, terutama usia
0-2 tahun.
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis
yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis
melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus superior
dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat
berkali-kali.

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

a. Konjungtiva palpebra / tarsalis


Berhubungan erat dengan tarsalis. Terdiri dari sel epitel silindris dan
dibawahnya terdapat stroma dengan bentuk adenoid dengan banyak
pembuluh darah.
b. Konjungtiva forniks
Strukturnya sama dengan konjungtiva palpebra, namun jaringan dibawahnya
lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak
pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah
terjadi bila terjadi peradangan mata. Dengan berkelok-keloknya konjungtiva
ini, pergerakan mata menjadi lebih mudah. Dibawah konjungtiva forniks
superior terdapat glandula lakirmal dari Kraus.
c. Konjungtiva bulbi
Tipis dan tembus pandang, meliputi bagian anterior bulbus okuli.
Strukturnya sama dengan konjungtiva palpebra, tetapi tidak mempunyai
kelenjar. Dari limbus, epitel konjungtiva meneruskan diri sebagai epitel
kornea. Didekat kantus internus, konjungtiva bulbi membentuk plica
semilunaris yang mengelilingi suatu pulau kecil terdiri dari kulir yang
mengandung rambut dan kelenjar, yang disebut ‘caruncle’.

Perdarahan & Persarafan


Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan
banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat
banyak. Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama
nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit.

2. Konjungtivitis
2.1 Definisi
Radang konjungtiva (konjungtivitis) merupakan penyakit mata paling umum
di dunia.Konjungtivitis merupakan suatu keadaan dimana konjungtiva
mengalami suatu inflamasi yang mengakibatkan dilatasi pembuluh darah
konjungtiva sehingga mata tampak merah.Gejala penting konjungtivitis
adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau panas, sensasi penuh
disekitar mata, gatal, dan fotofobia.Tanda penting konjungtivitis adalah
hiperemia, air mata berlebih, eksudasi, pseudoptosis, hipertropi papiler,
kemosis, folikel, pseudomembran, granuloma, dan adenopati
preaurikuler.Penyebanya umumnya eksogen, namun dapat endogen. Ada tiga
tipe utama, yakni konjungtivitis infeksi, alergi, dan kimia.1,2
Konjungtivitis infeksi biasanya disebabkan oleh virus dan
bakteri.Konjungtivitis bakteri merupakan infeksi bakteri yang melibatkan
membran mukosa pada permukaan mata. Kondisi ini biasanya mengalami
remisi sendiri (self-limiting illness) pada kasus yang ringan, namun kadang-
kadang dapat menjadi berat atau mendasari terjadinya penyakit sistemik.2

2.2 Etiologi
Bentuk konjungtivitis bakterial di kelompokkan menjadi konjungtivitis
hiperakutdan subakut, akut catarrhal, dan menahun.Penyebab paling sering
dari konjungtivitis hiperakut adalah N. Gonorrhoeae dan Neisseria
meningitidis. Konjungtivitis subakut disebabkan oleh Haemophilus influenzae,
sedangkan konjungtivitis kataralis akut biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilus aegyptus.
Konjungtivitis bakterial kronik disebabkan oleh Staphylococcus aureus,
Moraxella lacunata, Pseudomonas, Enterobacteriaceae dan Proteus spp. Dari
kesemuanya, tiga patogen yang paling umum menyebabkan konjungtivitis
bakteri adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan
Staphylococcus aureus.1,4,7,8

2.3 Patofisiologi
Mata mempunyai mekanisme petahanan terhadap invasi bakteri. Mekanisme
pertahanan primer terhadap infeksi berupa lapisan epitel yang menutupi
konjungtiva dan pertahanan sekunder melibatkan mekanisme imun
hematologik yang dibawa oleh pembuluh darah konjungtiva, lisozim
bakteriostatik, immunoglobulin pada tear film, kedipan mata, dan bakteri non
patogenik yang berkolonisasi pada mata dan berkompetisi dengan organisme
yang mencoba menginvasi. Apabila salah satu dari mekanisme pertahanan ini
terganggu, maka infeksi bakteri patogen dapat terjadi.2,9
Infeksi bakteri dan eksotoksin yang mereka produksi akan dikenali sebagai
antigen. Hal ini akan menginduksi reaksi antigen-antibodi dan menyebabkan
terjadinya inflamasi. Pada orang yang sehat, mata akan berusaha untuk
kembali ke kondisi homeostasis, dan bakterinya akan dieradikasi. Namun,
invasi bakteri yang berat bisa menjadi sangat sulit untuk di lawan, dan
menyebabkan terjadinya infeksi konjungtiva dan yang selanjutnya dapat
meluas ke kornea dan bagian mata lainnya.9
Konjungtivitis bakteri terjadi akibat pertumbuhan berlebihan dan infiltrasi
bakteri pada lapisan epitel konjungtiva dan kadang-kadang pada substansia
propria.Sumber infeksinya adalah kontak langsung dengan sekret individu
yang terinfeksi, biasanya melalui kontak mata – tangan (eye-hand contact)
atau penyebaran infeksi dari organisme yang berkoloni pada mukosa nasal dan
sinus pasien sendiri. Pada orang dewasa dengan konjungtivitis bakteri
unilateral, sistem nasolakrimal sebaiknya diperiksa karena obstruksi duktus
nasolakrimalis, dakriosistitis, dan kanalikulitis dapat menyebabkan
konjungtivitis bakteri unilateral.7

2.4 Gejala Klinis


Secara umum, gejala yang biasa timbul pada konjungtivitis bakteri antara
lain:
- Mata merah akibat dilatasi pembuluh darah konjungtiva
- Injeksi konjungtiva
- Sekret konjungtiva mukopurulen sampai purulen
- Edema kelopak mata
- Rasa tidak nyaman; perih, panas, sensasi benda asing, rasa berpasir.
- Nyeri tidak ada atau minimal
- Epifora (air mata berlebih)
- Fotofobia biasanya tidak ada atau ringan.
- Kelopak mata sulit dibuka saat bangun tidur, melengket satu sama lain karena
adanya sekret (“glue eye”)
- Penglihatan biasanya normal. Penglihatan kabur dapat disebabkan adanya
discharge (sekret) atau debris pada tear film.
- Biasanya bilateral. Mulai pada satu mata kemudian dapat menyebar dengan
mudah ke mata sebelah.5,8,11,12

Gambar 2. Konjungtivitis Bakteri9

1. Konjungtivitis Bakterial Hiperakut (dan subakut)


Konjungtivitis bakteri hiperakut merupakan suatu keadaan infeksi yang
berat dan membutuhkan penanganan optalmik yang cepat.Onsetnya
tiba-tiba (12-24 jam) dan ditandai dengan adanya sekret purulen
kuning kehijauan yang berlebihan disertai edema kelopak mata,
hiperemia, chemosis (utamanya di limbus), dan sering terdapat
limfadenopati preaurikuler. Dapat juga terjadi perkembangan menjadi
keratitis yang ditandai dengan fotofobia, penurunan visus, dan
fluorescein uptake. Penyebabnya adalah N. Gonorrhoeae dan N.
Meningitidis, dimana causa oleh N. Gonorrhoeae lebih sering terjadi.
Infeksi dari kedua jenis ini mempunyai gejala yang mirip, dan hanya
dapat dibedakan melalui pemeriksaan mikrobiologi.1,4,10
Infeksi okuler gonokokkal biasanya dialami oleh neonatus (ophtalmia
neonatorum) dan pada dewasa muda. Pada bayi, penyakit ini umunya
ditandai dengan adanya discharge bilateral tiga sampai empat hari
setelah di lahirkan (gambar 3). Penularannya biasanya terjadi dari ibu
ke bayi saat persalinan. Pada dewasa,penularannya biasanya dari
genitalia ke tangan kemudian ke mata (berkaitan dengan penyakit
menular seksual).4
Konjungtivitis bakterial subakut yang biasanya disebabkan oleh H.
Influenzae ditandai dengan adanya eksudat berair, tipis, atau berawan.4

Gambar 3. Konjungtivitis hiperakut neonatal yang di sebabkan oleh N. Gonorrhoeae4

2. Konjungtivitis Bakterial Kataralis Akut


Konjungtivitis ini sering terdapat dalam bentuk epidemic atau disebut
“mata merah” oleh orang awam. Penyakit ini ditandai dengan
timbulnya hiperemia konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat
mukopurulen sedang. Gejala lainnya adalah rasa terbakar, iritasi, dan
air mata keluar. Pasien sering mengeluhkan kedua kelopak matanya
melengket saat bangun dari tidur. Pembengkakan konjungtiva dan
edema kelopak mata ringan dapat timbul. Gejala dari konjungtivitis
akut ini lebih ringan, dan progresifitasnya lebih rendah dibandingkan
dengan konjungtivitis hiperakut.1,4

Gambar 4. Konjungtivitis bakterial akut yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae4

3. Konjungtivitis Bakterial Kronik


Konjungtivitis ini biasanya terjadi pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis dan dakriosistitis menahun, yang biasanya unilateral.
Infeksi ini juga dapat menyertai blefaritis bacterial menahun atau
disfungsi kelenjar meibom. Pada beberapa kasus, konjungtivitis
bakterial kronik juga berhubungan dengan seboroik facial.1,4

2.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Anamnesis : gejala yang dialami pasien, penyakit pasien yang lain, pekerjaan,
riwayat alergi, terekspos zat kimia, perjalanan penyakit, riwayat keluarga.
- Pemeriksaan fisik:
a. Injeksi konjungtiva dapat muncul secara segmental atau difus, sekret yang
muncul lebih purulen, kelopak mata sering melengket satu sama lain
terutama saat bangun tidur. Pembesaran nodus limfatikus preaurikuler
jarang ditemukan pada konjungtivitis bakteri, namun biasanya ditemukan
pada konjungtivitis bakteri yang berat. Dapat terjadi pembengkakan
kelopak mata yang ringan, refleks pupil normal.2,10
b. Dengan menggunakan slit lamp, inflamasi dari konjungtiva dapat terlihat
berbentuk follikular atau papilar. Pola follikular pembuluh darahnya
tampak disekitar dasar dari lesi kecil yang timbul, dimana hal ini biasanya
nampak pada infeksi viral. Pada infeksi bakteri, polanya adalah papilar
dimana pembuluh darah berada pada pusat lesi kecil yang timbul.2
- Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtiva
dengan pewarnaan Gram atau Giemsa: banyak netrofil polimorfonuklear,
kultur dari sekret konjungtiva.
Pewarnaan gram dan kultur konjungtiva tidak diperlukan pada kasus ringan
(uncomplicated), tetapi harus dilakukan pada situasi berikut:
 Host yang memiliki kerentanan yang tinggi, seperti
neonatus,individudengan immunocompromised.
 Kasus konjungtivitis purulen berat, untuk membedakannya dari
konjungtivitis hiperpurulen, yang pada umumnya membutuhkan terapi
sistemik.
 Kasus-kasus yang tidak berespon terhadap terapi awal.7,8
- Pemeriksaan radiologi: pemeriksaan radiologi tidak biasa dilakukan pada
konjungtivitis bakteri, kecuali dicurigai adanya sinusitis dapat di lakukan
pemeriksaan CT-Scan dan MRI. CT scan orbita diindikasikan untuk
menyingkirkan kemungkinan abses orbital atau pansinusitis, atau jika
konjungtivitis berkaitan dengan selulitis orbitalis.2

2.6 Diagnosis Banding


Adapun diagnosis differensial konjungtivitis bakteri ini antara lain:4,5,6
- Konjungtivitis Virus
- Konjungtivitis Alergi
- Konjungtivitis Klamidial
- Keratitis
- Uveitis
- Episkleritis
- Skleritis
- Blefaritis
- Glaukoma
Berikut algoritma yang dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis
dengan keluhan mata merah, termasuk konjungtivitis bakteri:4

Algoritma diferensial diagnosis untuk mendiagnosis penyakit optalmik


dengan keluhan mata merah4
Keratitis / Ulkus Uveitis (Iritis) Glaukoma Akut
Gejala Konjungtivitis
Kornea Akut
Injeksio Konjungtiva Siliar Siliar Episkleral

Kornea Jernih Fluoresein Presipitat Edema


Kekeruhan +++
- +/+++ -
kornea
Fotofobia - / Ringan +++ +++ +

Halo - - - ++
Normal, atau
Tajam Menurun
suram ringan Menurun Menurun
Penglihatan
karena sekret
Sekret + - - -

Rasa nyeri - ++ ++ ++/+++

Gatal +/- - - -

Fler - +/- ++ +/-

Bilik mata depan Normal Normal Normal Dangkal


Tekanan Tinggi
Normal Normal Rendah
intraokuler
Pupil Normal Normal/Miosis Miosis ireguler Midriasis nonreaktif
a.konjungtiva Episkleral
Vaskularisasi Siliar Pleksus siliar
posterior
Antibiotik, Steroid, + Miotika diamox +
Pengobatan Antibiotik/antiviral
sikloplegik sikloplegik

2.7 Terapi

Anda mungkin juga menyukai