Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Kandidiasis merupakan infeksi jamur yang disebabkan oleh
organisme Candida sp. Meskipun terdapat lebih dari 150 spesies
Candida, namun tidak lebih dari 10 spesies yang patogen pada
manusia. Salah satu spesies Candida yang dapat digolongkan menjadi
patogen jamur yang paling sering ditemukan adalah Candida albicans.
Organisme ini merupakan flora normal pada membran mukosa rongga
mulut, saluran pernapasan, saluran pencernaan dan organ genitalia
wanita. Pada individu yang immunocompromised (AIDS, diabetes,
usia tua), Candida sp. Dapat menjadi suatu organisme yang patogen
dimana jamur ini dapat memproduksi toksin yang dapat mengganggu
sistem imun sehingga dapat menyebabkan kandidiasis sistemik yang
parah. Infeksi ini dapat menurunkan imunitas dan menimbulkan
komplikasi bila tidak segera ditangani.2
Candida albicans ditemukan sebagai penyebab hampir 100% kasus
kandidiasis orofaringeal dan 90% kasus vulvovaginitis). Oral trush
merupakan suatu bentuk kandidiasis oral yang sering ditemukan pada
bayi. Hal ini juga dapat terjadi pada orang dewasa yang
immunocompromised. Insidensi kandidiasis oral pada orang dewasa
meningkat secara bermakna berbanding lurus dengan penyebaran
infeksi HIV. Pada wanita, vulvovaginitis persisten atau rekuren juga
dapat menjadi tanda awal infeksi HIV.11
Gejala umum yang timbul saat terinfeksi jamur tersebut salah
satunya adalah gatal. Bila infeksinya mengenai rongga mulut ditandai
dengan munculnya trush. Infeksi yang tersering adalah mengenai
organ genitalia wanita dengan gejala keputihan dan rasa terbakar.10

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Kandidosis adalah penyakit jamur, yang disebabkan oleh Candida
spp misalnya spesies C. albicans. Infeksi dapat mengenai kulit, kuku,
membran mukosa, traktus gastrointestinal, juga dapat menyebabkan
kelainan sistemik.1

II. Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua
umur, baik laki-laki maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit
ini tidak jelas tetapi insidensi diduga lebih tinggi di negara berkembang.
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan kelembaban
udara yang tinggi.2
Infeksi superfisialis pada umumnya disebabkan oleh Candida
albicans, sedangkan infeksi sistemik lebih bervariasi, kurang dari 50 %
disebabkan oleh Candida non Candida albicans.2

III. Etiologi
Penyebab yang tersering ialah Candida albicans yang dapat
diisolasi dari kulit, mulut, selaput mukosa vagina. Genus Candida
merupakan sel ragi uniseluler yang termasuk ke dalam Fungi imperfecti
atau Deuteromycota, kelas Blastomycetes yang memperbanyak diri
dengan cara bertunas, family Cryptococcaceae. Genus ini terdiri lebih
dari 80 spesies, yang paling pathogen adalah C. albicans selain itu adalah
C. Glabrata, C. tropicalis, C. parapsilosis, C. guillermondii dan C.
Krusei. C.albicans merupakan penyebab tersering (60-75%) berbagai
manifestasi klinis (Syarifuddin, 2002). Candida adalah penyebab
tersering ruam bokong pada bayi, dimana daerah tersebut sangat lembab.
Infeksi kandida umumnya terjadi terutama pada penderita diabetes dan

2
obesitas. Antibiotik dan kontrasepsi oral meningkatkan risiko terjadinya
kandidiasis kutaneus.3

IV. Klasifikasi Kandidosis dan Gambaran Klinis


Infeksi Candida dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kandidosis oral
a. Thrush
Kandidiasis orofaringeal atau thrush merupakan kandidiasis
yang berkembang di mulut atau tenggorokan (CDC, 2016).
Kandidosis ini tampak sebagai bercak putih diskret yang dapat
menjadi konfluen pada mukosa bukal, lidah, palatum, dan gusi.4

Gambar 1. Thrush

b. Perleche
Lesi berupa fisur pada sudut mulut; lesi ini mengalami
maserasi, erosi, basah, dan dasarnya eritematosa.

Gambar 2. Perleche

3
2. Kandidosis kutis dan selaput lendir genital
a. Lokalisata
1) Kandidosis intertriginosa
Kandidiasis intertrigo merupakan infeksi pada kulit yang
disebabkan oleh Candida albicans, khususnya terletak di
antara lipatan intertriginosa kulit yang berdekatan. Gambaran
klinis tampak sebuah bercak merah yang gatal, diawali
dengan vesikulopustul yang membesar dan pecah,
menyebabkan maserasi dan membentuk fisura pada area
intertrigo yang terlibat. Area yang terlibat memiliki batas
bergerigi dengan pinggiran putih yang terdiri dari epidermis
yang mengalami nekrosis, yang mengelilingi dasar maserasi
yang ertitem. Lesi satelit biasanya dijumpai dan dapat
menyatu dan meluas menjadi lesi yang lebar.5

Gambar 3. Kandidosis intertriginosa

2) Kandidosis perianal
Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah.
Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.

4
Gambar 4. Kandidosis perianal

b. Vulvovaginitis
Kandidiasis vulvovaginal, kadang disebut sebagai infeksi
jamur (ragi) vagina, merupakan infeksi yang umum terjadi ketika
terdapat pertumbuhan berlebih dari jamur kandida. Kandida
selalu ada di dalam dan permukaan tubuh dalam jumlah yang
kecil. Akan tetapi, ketika terjadi ketidakseimbangan, seperti
perubahan keasaman vagina atau perubahan hormonal, kandida
dapat bermultiplikasi. Ketika hal tersebut terjadi, gejala
kandidiasis dapat muncul.6
Pasien biasanya memiliki keluhan sangat gatal atau pedih
disertai keluar cairan yang putih mirip krim susu/keju, kuning
tebal, tetapi dapat cair seperti air atau tebal homogen dan tampak
pseudomembran abuabu putih pada mukosa vagina. Lesi
bervariasi, dari reaksi eksema ringan dengan eritema minimal
sampai proses berat dengan pustul, eksoriasi dan ulkus, serta
dapat meluas mengenai perineum, vulva, dan seluruh area
inguinal. Sering dijumpai pada wanita hamil, dan pada wanita
tidak hamil biasanya keluhan dimulai seminggu sebelum
menstruasi. Gatal sering lebih berat bila tidur atau sesudah mandi
air hangat. Umumnya vulva eritema dengan fisura yang sering
terlokalisata pada tepi mukosa introitus vagina, tetapi dapat

5
meluas mengenai labia mayora. Intertrigo perineal dengan lesi
vesikular dan pustul dapat terjadi.3

Gambar 5. Kandidosis Vulvovaginitis

c. Balanitis atau balanopostitis


Balanitis kandidiasis merupakan kandidiasis yang terjadi
pada glans penis, sedangkan balanopostitis mengenai glans penis
dan prepusium pada laki-laki yang belum disirkumsisi. Gambaran
klinis tampak erosi merah superfisialis dan pustul berdinding tipis
di atas glans penis, sulkus koronarius (balanitis) dan pada
prepusium penis yang tidak disirkumsisi (balanopostitis). 6
Papul kecil tampak pada glans penis beberapa jam sesudah
berhubungan seks, kemudian menjadi pustul putih atau vesikel
dan pecah meninggalkan tepi yang mengelupas. Bentuk ringan ini
biasanya sedikit pedih dan ritasi. Pada bentuk lanjut tampak
bercak putih susu di glans penis, sulkus koronanius dan kadang-
kadang di batang penis. Dapat meluas ke skrotum, paha dan
seluruh area inguinalis, terutama pada udara panas. Pada kasus
berat lesi tampak pada epitel uretra.5

6
Gambar 6. Balanitis

d. Diaper-rash
Sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang
diganti sehingga dapat menimbulkan dermatitis iritan
(perdadangan kulit karena kontak dengan bahan yang
menyebabkan iritasi), juga sering diderita bayi sebagai gejala sisa
peradangan kulit di mulut atau sekitar anus.

Gambar 7. Diaper-rash

e. Kandidosis kutis granulomatosa


Penyakit ini sering menyerang anak-anak. Lesi berupa papul
kemerahan tertutup krusta tebal berwarna kuning kecokelatan dan
melekat erat pada dasarnya. Krusta ini dapat menimbul seperti
tanduk sepanjang 2 cm, lokalisasinya sering terdapat di muka,
kepala, kuku, badan, tungkai dan laring.1

7
3. Paronikia candida dan onikomikosis
Sering diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya
berhubungan dengan iar, bentuk ini tersering didapat. Lesi berupa
kemerahan, pembengkakan yang tidak bernanah dan nyeri di area
paronikia disertai retraksi kutikula kea rah lipat kuku proksimal.
Kelainan kuku berupa onikolisis, terdapat lekukan transversal dan
berwarna kecokelatan.
Sedangkan, gejala yang paling umum dari onikomikosis adalah
kuku menjadi menebal dan berubah warna menjadi putih, hitam,
kuning atau hijau. Saat infeksi berlangsung kuku bisa menjadi rapuh.
Jika tidak diobati, kulit bisa menjadi meradang dan nyeri di bawah
dan di sekitar kuku. Mungkin juga timbul bercak putih atau kuning
pada kuku atau kulit menjadi bersisik disekitar kuku dan berbau
busuk. 7

Gambar 8. Paronikia dan onikomikosis

4. Kandidosis kongenital
Ditemukan kelainan pada kulit dan selaput lendir bayi baru
lahir, lesi khas berupa vesikel atau pustule dengan dasar eritematosa
pada wajah, dada yang meluas generalisata.2

5. Kandidosis mukokutan kronik


Kandidiasis mukokutaneus kronik adalah infeksi heterogen pada
rambut, kuku , kulit , dan selaput lendir yang terus berlanjut

8
meskipun dengan terapi, ditandai dengan infeksi kronik dari kandida,
yang terbatas pada permukaan mukosa, kulit, dan kuku. Munculnya
penyakit biasanya dimulai pada masa bayi atau dalam dua dekade
pertama kehidupan. Kondisi ini mungkin ringan dan terbatas pada
area tertentu dari kulit atau kuku.2

Gambar 9. Kandidosis Mukokutan Kronik

6. Reaksi id (kandidid)
Reaksi yang terjadi akibat adanya metabolit kandida, klinisnya
berupa vesikel-vesikel yang bergerombol, terdapat pada sela jari
tangan atau bagian badan lainnya, mirip dermatofitoid. Di tempat
tersebut tidak ada elemen jamur. Bila lesi kandidosis diobati,
kandidid akan menyembuh. Jika dilakukan uji kulit dengan kandidin
(antigen kandida) memberi hasil positif.1,2

7. Kandidosis Sistemik
a. Endokarditis (peradangan pada katup jantung)
Sering terdapat pada penderita morfinis sebagai akibat komplikasi
penyuntikan yang dilakukan sendiri, juga dapat diderita oleh
penderita sesudah operasi jantung.
b. Meningitis

9
Terjadi karena penyebaran jamur melalui pembuluh darah,
gejalanya sama dengan meningitis tuberkulosis atau karena
bakteri lain.

V. Diagnosis
Diagnosis kandidiasis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Dari hasil anamnesis biasanya didapatkan pasien mengeluh gatal-
gatal disertai kemerahan. Gatal-gatal yang dirasakan muncul tiba-tiba
dan semakin lama semakin meluas. Gatal diikuti dengan adanya rasa
perih dan awalnya basah. Karakteristik dari kandidiasis plak eritem batas
tegas disertai lesi papul eritem disekelilingnya (lesi satelit),
pseudomembran (pada mukosa/intertriginosa/interdigitalis). Efloresensi
atau sifat-sifatnya yaitu kulit berupa daerah eritematosa,erosif, kadang-
kadang dengan papula dan bersisik. Pada keadaan kronik, daerah-daerah
likenifikasi, hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan terkadang berfisura.
Sedangkan pada kuku berupa kuku tak bercahaya, berwarna hitam coklat,
menebal, kadang-kadang bersisik. Sekitar kuku eritematosa, erosive
dengan vesikel.
Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu
dengan adanya pemeriksaan penunjang, antara lain:1
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan
KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi,
blastospora, atau hifa semu.
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol)
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam
suhu kamar atau lemari suhu 37 C, koloni tumbuh setelah 24-48
jam, berupa yeast like colony. Identifikasi Candida albicans

10
dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn meal
agar.
3. Pemeriksaan pH vagina
Pada kandidiasis vulvovaginalis pH vagina normal berkisar antara
4,0-4,5 bila ditemukan pH vagina lebih tinggi dari 4,5
menunjukkan adanya bakterial vaginosis, trikhomoniasis atau
adanya infeksi campuran.

VI. Diagnosis Banding


 Kandidosis kutis lokalisata dengan:1
1. Eritrasma : Lesi di lipatan, lebih merah dengan batas tegas,
kering dan tidak ada satelit, pemeriksaan dengan lampu Wood
positif.
2. Dermatitis intertriginosa
3. Dermatofitosis
 Kandidosis kuku dengan tinea unguium.
 Kandidosis vulvovaginitis dengan:
1. trikomonas vaginalis
2. Gonore akut

VII. Tatalaksana
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk
pemakaiansecara topikal maupun oral sistemik untuk terapi kandidiasis
akut maupun kronik. Kecenderungan saat ini adalah pemakaian regimen
antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi.
Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai
bentuk, misalnya krim, lotion, vaginal tablet dan suppositoria.
Penatalaksanaan untuk kandidiasis antara lain:2
 Non Medikamentosa :
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi :
a) Pemakaian antibiotik secara hati-hati

11
b) Menghindari obesitas
c) Menghindari bekerja pada tempat-tempat yang lembap/banyak air.7
2. Higiene sanitasi yang baik :
3. Menghentikan pemakaian obat-obatan yang tidak perlu
4. Mengobati penyakit sistemik yang mendasari.2

 Medikamentosa
1. Topikal
Obat topikal untuk kandidiasis meliputi:
a) Larutan ungu gentian ó-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit,
dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari,
b) Nistatin: berupa krim, salap, emulsi,
c) Amfoterisin B,
d) Grup azol antara lain:
- Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
- Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
- Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
- Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
- Antimikotik yang lain yang berspektrum luas 3

2. Sistemik
a) Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran
cerna, obat ini tidak diserap oleh usus.
b) Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik
c) Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per
vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x
200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis
tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
d)
Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis
untuk orang dewasa 2 x 100 mg sehari selama 3 hari.3

12
3. Khusus
a) Kandidiasis intertriginosa : pengobatan ditujukan untuk menjaga
kulit tetap kering dengan penambahan bedak nistatin topikal,
klotrimazol atau mikonazol 2 kali sehari. Pasien dengan infeksi
yang luas ditambahkan dengan flukonazol oral 100 mg selama 1-2
minggu atau itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu.
b) Diaper disease : Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi
panas dan lembab. Pengeringan udara, sering mengganti diaper dan
selalu menggunakan bedak bayi atau pasta zinc oxide merupakan
tindakan pencegahan yang adekuat. Terapi topikal yang efektif
yaitu dengan nistatin, amfoterisin B, mikonazol atau klotrimazol.
c) Paronikia : pengobatan dengan obat topikal biasanya tidak efektif
tetapi dapat dicoba untuk paronikia kandida yang kronis. Solusio
kering atau solusio antifungi dapat digunakan.Terapi oral yang
dianjurkan dengan itrakonazol atau terbinafin.5

VIII. Komplikasi
Adapun komplikasi kandidiasis yang bisa terjadi, antara lain :
1) Rekurens atau infeksi berulang kandida pada kulit,
2) Infeksi pada kuku yang mungkin berubah menjadi bentuk yang
aneh dan mungkin menginfeksi daerah di sekitar kuku,
3) Disseminated candidiasis yang mungkin terjadi pada tubuh yang
immunocompromised.3

IX. Pencegahan
Keadaan umum dan higienitas yang baik dapat membantu
pencegahan infeksi kandida, yaitu dengan menjaga kulit selalu bersih
dan kering. Bedak yang kering mungkin membantu pencegahan infeksi
jamur pada orang yang mudah terkena. Penurunan berat badan dan
kontrol gula yang baik pada penderita diabetes mungkin membantu
pencegahan infeksi tersebut.3

13
X. Prognosis
Umumnya baik, bergantung pada berat ringannya faktor predisposisi.1

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Kuswadji. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Balai Penerbit
FK UI. Jakarta: 2016.
2. Kuswadji. Kandidiasis. Dalam: Djuanda A., Hamzah M., Aishah A., Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakulats Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. PP: 103-6. Jakarta: 2008.
3. Scott L F. Cutaneous Candidiasis. Emedicine. 2017 (cited 20 July 2018).
Available from http:// www. emedicine.com/
4. Conny, Riana. Karakteristik Candida Albicans. Cermin Dunia Kedokteran,
Volume 151. PP 33-5. Jakarta: 2006
5. Lies Marlysa Ramali, Sri Wardani. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan.
Dalam: Dermatomikosis superfisialis. Balai Penerbit FKUI.; 55-66
Madgalena, Maria. 2009. Candida Albicans. Departemen Mikrobiologi:
Fakultas Kedokteran USU. Jakarta: 2005.
6. Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F. Kusmarinah.
Mekanisme Pertahanan Pejamu pada Infeksi Kandida. Dalam : Media
Dermato-venereologica Indonesiana, Jakarta: 2007.
7. Siregar, R.S Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. ECG. Jakarta:
2008.
8. Parasitologi Kedokteran Edisi 4. Balai Penerbit FK UI. Epidemologi
Kandidosis. J Mikol Ked Indon Vol 3, No.1 dan No.2, Desember; 20-3.
Jakarta: 2010.
9. Wolf K, Richard AJ, Dick S. Candidiasis. Dalam : Fitzpatrick. Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology. Ed 5th. McGraw Hill Company.
New York: 2008.
10. Brooks et al., Mikrobiologi kedokteran.Alih Bahasa. Mudihardi E,
Kuntaman,Wasito EB et al. Salemba Medika, Jakarta: 2005.

15

Anda mungkin juga menyukai