BAB IV
H2SiO3 → SiO2.H2O……………………..….(3)
(a.) (b.)
(c.)
Gambar 4.1 Hasil Ekstraksi Sekam Padi (a.) Proses filtrasi, (b.) cake abu sekam
padi (c.) filtrat natrium silikat
Filtrat Natrium silika yang diperoleh pada gambar 4.1(c) memiliki warna
kecoklatan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya zat pengotor yang
terkandung didalam sekam padi, beberapa zat pengotor yang terdapat dalam
ekstrak abu sekam padi diantaranya tannin, karbon, natrium, kalium, dan besi.[10]
33
(a.) (b.)
Gambar 4.2 (a.) Natrium silikat hasil ekstraksi (b.) Natrium silikat yang
sudah dinetralkan dengan HCl
Selanjutnya filtrat natrium silikat yang didapat dinetralkan dengan asam kuat
HCl 1 M hingga mencapai PH netral (PH = 7.0), silika akan membentuk gel pada
PH dibawah 10. Pemilihan nilai PH tersebut berdasarkan pada sifat silika yang
tidak larut dalam media dengan PH netral, sehingga diharapkan pada kondisi
tersebut silika yang terendapkan mencapai hasil optimal. Larutan HCl berfungsi
sebagai asam kuat yang menetralkan larutan filtrat silika agar berbentuk gel[8].
Dapat dilihat pada gambar 4.2 (a) yaitu natrium silikat hasil ekstraksi ph nya
sebesar 11,2. Pada gambar 4.2 (b) natrium silikat yang telah dinetralkan dengan
HCl hingga PH nya =7, dan akan berubah bentuk menjadi silika gel.
(a.) (b.)
Gambar 4.3 Pengeringan silika (a.) Penyaringan gel silika (b.) Silika yang
telah dikeringkan dengan oven
Silika gel yang terbentuk selanjutnya dikeringkan menggunakan oven pada
suhu 105oC sampai beratnya konstan, agar silika yang didapatkan kering,
sehingga kandungan air dalam silika hilang dan diperoleh yield silika padatan
34
yang kemudian digerus menggunakan mortar hingga menjadi bubuk. Hasil silika
yang diperoleh adalah ±4,5 gram[8].
Struktur dan komposisi dari hasil ekstraksi sekam padi ditentukan dengan
difraksi sinar X (XRD). Difraksi sinar X (XRD) digunakan untuk memperoleh
informasi tentang struktur. Hasil XRD dapat mengidentifikasi sampel didasarkan
pada puncak kristalisasi dengan menggunakan radiasi Cu Kα atau Fe Kα sebagai
difraksi cahaya monokromatik[8]. Pembakaran sekam padi dilakukan pada
temperatur rendah (< 800o C) untuk mencegah terjadinya transformasi silika yang
[7]
berstruktur amorf menjadi kristalin . Tanpa perlakuan pembakaran yang tepat
maka abu hasil pembakaran sekam padi hanya akan mengandung silika kristalin
yang bersifat membahayakan dan dapat mengganggu kesehatan. Hal ini
disebabkan oleh keberadaan senyawa-senyawa pengotor inorganik lainnya, yang
mengandung K dan Na yang dapat menurunkan titik leleh silika yang dihasilkan
sehingga dapat mempercepat perubahan fasa menjadi kristalin [18].
Peak yang landai menunjukkan bahwa pada sekam padi memiliki struktur
amorf, sedangkan peak yang curam menunjukkan sedang terjadi perubahan
35
[7]
struktur amorf , Dari hasil analisa XRD (gambar 4.4) terlihat peak landai yang
menunjukkan bahwa silika yang dihasilkan bersifat amorf, Hal ini dibuktikan
dengan karakteristik silika yang berwarna putih yang diperkuat dengan sedikitnya
jumlah peak pengotor berdasarkan analisa XRD. Adanya beberapa peak yang
terlihat tinggi dikarenakan terdapat sedikit kandungan NaCl dalam silika dari sisa
reaksi netralisasi dengan HCl. Hal ini bersesuaian dengan penelitian sebelumnya
bahwa silika yang diekstrak dari sekam padi memiliki struktur amorf [10].
Laju korosi adalah banyaknya logam yang lepas tiap satuan waktu pada
permukaan logam tersebut. Laju korosi ini biasanya dinyatakan dalam satuan mils
per year (mpy). Penghitungan laju korosi merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk mengetahui kecepatan suatu material untuk terkorosi, sehingga
dapat diprediksi kapan material tersebut mulai terkorosi, berapa lama umur pakai
material, serta dapat diketahui evaluasi dan variasi kontrol lingkungan untuk dapat
melindungi material tersebut dari korosi [23].
Berikut adalah data hasil perhitungan laju korosi dengan metode weight loss
pada variasi waktu, variasi konsenterasi, dan variasi temperatur yang didapatkan
pada penelitian:
36
Berikut adalah grafik hasil pengujian laju korosi dengan metode weight loss
terhadap variasi waktu, variasi konsentrasi, dan variasi temperatur yang
didapatkan pada penelitian
800
700
laju korosi (mmpy)
600
500
400 40°C
300 60°C
200 80°C
100
(a)
0
0 250 500 750 1000 1250
konsentrasi inhibitor (ppm)
(a.)
37
900
800
(b.)
900
800
700
laju korosi (mmpy)
600
500
40°C
400
300 60°C
200 80°C
100
0
0 250 500 750 1000 1250
konsentrasi inhibitor (ppm)
(c.)
Gambar 4.5 Pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi (a.) pada waktu 2
jam (b.) pada waktu 4 jam (c.) pada waktu 6 jam
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mild steel yang dibentuk
persegi panjang dengan ukuran 3 cm x 2 cm x 0,1 cm. Pada penelitian ini
dilakukan pengujian laju korosi dalam larutan korosif asam kuat H2SO4 1 M,
dengan rentan waktu perendaman selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam, dengan
konsentrasi inhibitor sekam padi 0 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm,
dan 1250 ppm. Dari data yang didapat memperlihatkan adanya perbedaan antara
mild steel yang ditambahkan dan tanpa ditambahkan inhibitor ekstrak sekam padi.
Pada berbagai variasi konsentrasi inhibitor yang diberikan terlihat adanya indikasi
38
pengurangan laju korosi setelah ditambahkan inhibitor seperti yang terlihat pada
Gambar 4.5 (a.), (b.), dan (c.).
Pada gambar 4.5 grafik (a.) yaitu pengujian selama waktu 2 jam pada T= 40
o
C, dapat dilihat pada grafik laju korosi tertinggi yaitu pada konsentrasi inhibitor 0
ppm (tanpa penambahan inhibitor) yaitu laju korosinya sebesar 456,61 mmpy,
Sedangkan laju korosi terendah pada grafik 1 yaitu pada penambahan inhibitor
korosi dengan konsentrasi 1250 ppm, yaitu laju korosinya sebesar 28,191 mmpy.
Pada gambar 4.5 (b.) saat perendaman dengan media korosif selama 4 jam pada
T=40 oC, didapatkan hasil laju korosi tertinggi yaitu saat konsentrasi inhibitor 0
ppm (tanpa penambahan inhibitor) yaitu laju korosinya sebesar 500,92 mmpy,
sedangkan laju korosi terendah pada grafik 2 yaitu saat penambahan inhibitor
dengan konsentrasi 1250 ppm sebesar 81,13 mmpy. Pada gambar 4.5 (c.)
pengujian selama waktu 6 jam pada T= 40 oC, dapat dilihat pada grafik laju korosi
tertinggi yaitu saat konsentrasi inhibitor 0 ppm (tanpa penambahan inhibitor) yaitu
laju korosinya sebesar 575,7 mmpy. Sedangkan laju korosi terendah pada
penambahan konsentrasi inhibitor 1250 ppm yaitu sebesar 171,60 mmpy.
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 4.5 (a.)
pengujian pada waktu 2 jam, laju korosi terendah yaitu saat konsentrasi inhibitor
1250 ppm pada suhu 40oC laju korosinya sebesar 28,19 mmpy, dan laju korosi
tertinggi pada grafik 4.5 (a.) yaitu saat konsentrasi inhibitor 0 ppm / tanpa
penambahan inhibitor, saat suhu 80oC yaitu laju korosinya sebesar 720,35 mmpy.
Pada grafik 4.5 (b.) saat pengujian dengan waktu perendaman 4 jam. Laju korosi
terendah didapat saat suhu reaksi 40oC, dan konsentrasi inhibitor 1250 ppm yaitu
nilai laju korosinya sebesar 81,13 mmpy, sedangkan laju korosi tertinggi pada
grafik 4.5. (b.) yaitu saat suhu reaksi 80oC, tanpa penambahan inhibitor yaitu laju
korosinya sebesar 504,28 mmpy. Pada grafik 4.5 (c.) pengujian pada waktu
perendaman 6 jam, laju korosi terendah saat konsentrasi inhibitor 1250 ppm, pada
suhu 40oC laju korosinya sebesar 171,60 mmpy. Sedangkan laju korosi tertinggi
pada grafik c yaitu saat suhu 80oC, tanpa penambahan inhibitor laju korosinya
sebesar 813.89 mmpy.
Berikut adalah grafik hasil pengujian laju korosi dengan metode weight loss
terhadap variasi waktu, variasi konsentrasi, dan variasi temperatur yang
didapatkan
100
Efisiensi inhibisi (%)
80
60
40°C
40 60°C
20 80°C
0
0 250 500 750 1000 1250
konsentrasi inhibitor (ppm)
(a.)
41
100
60
40°C
40 60°C
20 80°C
0
0 250 500 750 1000 1250
konsentrasi inhibitor (ppm)
(b.)
100
Efisiensi inhibisi (%)
80
60
40°C
40 60°C
20 80°C
0
0 250 500 750 1000 1250
konsentrasi inhibitor (ppm)
(c.)
Gambar 4.6 Grafik pengaruh konsentrasi terhadap efisiensi inhibisi (a.) pada
waktu 2 jam (b.) pada waktu 4 jam (c.) pada waktu 6 jam
Pemberian inhibitor dapat mengurangi laju korosi dan dapat menaikkan nilai
inhibisi. Kemampuannya untuk menginhibisi diukur dari efisiensinya. Nilai
efisiensi bergantung kepada konsentrasi inhibitor yang digunakan. Efisiensi yang
dihasilkan dari bio inhibitor sekam padi meningkat seiring dengan penggunaan
konsentrasi. Pada gambar 4.6, dapat dilihat bahwa efisiensi inhibisi tertinggi
adalah pada penggunaan bio inhibitor 1250 ppm dengan waktu perendaman 2 jam
pada temperatur 40 ◦C yaitu mencapai 93%. Sedangkan efisiensi inhibisi terendah
yaitu pada mild steel tanpa menggunakan bio inhibitor, dan pada mild steel dengan
konsentrasi 250 ppm dengan waktu perendaman 4 jam pada temperatur 80 ◦C
yaitu 21%. Tingginya konsentrasi yang ditambahkan mempengaruhi besarnya
efisiensi inhibisi dimana semakin tinggi konsentrasi maka terjadi adsorpsi dan
42
Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lapisan proteksi yang terbentuk untuk
menghambat korosi terserap dengan baik dan maksimal pada permukaan mild
steel. Dengan semakin tinggi konsentrasi inhibitor yang ditambahkan, maka efek
perlindungan dan inhibisinya pun menjadi lebih maksimal[26].
korosi berdasarkan efisiensi inhibisi yaitu bahwa inhibitor buruk jika nilai
efisiensi inhibisi (<40% EI), cukup baik (40-69% EI) dan sangat baik (>70 %EI)
[28]
. Dapat dilihat, pada penggunaan temperatur 40◦C rata-rata efisiensi inhibisi
lebih dari 70% sehingga inhibitor korosi dapat dikatakan bekerja dengan sangat
baik. Pada temperatur ruang, inhibitor ekstrak sekam padi memiliki efisiensi
inhibisi terbaik mencapai 100% pada penggunaan bioinhibitor 25 ppm dengan
waktu perendaman 2 jam yang telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya[10].
Nilai efisiensi yang cukup besar ini menunjukkan bahwa penggunaan inhibitor
ekstrak sekam padi memiliki potensi sebagai inhibitor korosi.
100
90
80 2 jam (40°C)
Efisiensi Inhibisi (%)
70 2 jam (60°C)
60 2 jam (80°C}
50
4 jam (40°C)
40
4 jam (60°C)
30
4 jam (80°C)
20
6 jam (40°C)
10
6 jam (60°C)
0
0 250 500 750 1000 1250 6 jam (80°C)
Konsentrasi Inhibitor (ppm)
atau dalam artian masih terjadi korosi pada sistem dengan penambahan inhibitor
disebabkan belum seluruhnya inhibitor teradsorp secara anodik dan katodik[31].
Efek pengurangan berat sampel dapat dihubungkan dengan laju korosi yang
terjadi pada lingkungan. Semakin banyak berat yang hilang menandakan semakin
besar nilai dari laju korosi sistem tersebut atau efisiensi inhibisinya semakin kecil.
Maka dari itu dapat dibandingkan laju korosi untuk sistem dengan penambahan
inhibitor dan tanpa penambahan inhibitor. Selain itu terlihat pengaruh waktu juga
menjadi faktor dari jumlah berat yang hilang dan laju korosi. Semakin lama waktu
perendaman semakin banyak berat yang hilang di setiap sistem penelitian. Hal ini
sesuai dengan persamaan 4 [31]:
...................................................................(4)
Keterangan :
K = Konstanta (mmpy = 87,6)
W = Kehilangan Berat (gram)
D = Densitas (gram/cm3)
A = Luas Pemukaan yang terendam (inch)
T = Waktu (jam)
Dapat dilihat perbandingan W (berat yang hilang) dengan T (waktu
perendaman) yang berbanding lurus. Seperti yang sudah dibahas laju korosi juga
dipengaruhi berat yang hilang dan waktu perendaman. Laju korosi yang semakin
cepat ditandai dengan nilai laju korosi yang semakin besar, pada penelitian ini laju
korosi yang besar terjadi pada waktu perendaman 6 jam pada T= 80oC yaitu laju
korosinya sebesar 813,89 mmpy. Hal tersebut disebabkan sampel mengalami
waktu perendaman relative lebih lama untuk terjadinya proses korosi, dan
pengurangan berat akibat bereaksi dengan lingkungan yaitu larutan asam kuat
H2SO4.
Hubungan antara waktu perendaman dan efisiensi inhibisi yaitu semakin
lama waktu perendaman, pengurangan berat yang terjadi juga semakin besar atau
efisiensi inibisinya menurun[30]. Senyawa kompleks yang telah dibentuk oleh
inhibitor membentuk lapisan pasivasi yang sangat tipis pada permukaan mild steel
45
untuk melindungi permukaan mild steel, pada grafik dapat dilihat pada
perendaman 4 jam merupakan waktu yang paling efektif dalam melindungi mild
steel, hal ini disebabkan lapisan pasivasi yang terbentuk hanya mampu bertahan
pada waktu tertentu dan mulai hilang sehingga akan terbentuk lapisan aktif yang
menyebabkan proses korosi berlangsung[29]. Semakin lama plat mild steel di
rendam dalam inhibitor silika pada media korosif, maka laju korosinya akan
semakin tinggi dalam konsentrasi inhibitor yang sama.