Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

Pemeriksaan Pendengaran dan Percobaan Keseimbangan

OLEH :

KELOMPOK A7

Nama NIM Tanda Tangan

Ketua kelompok Lisa Mery Nathania 10.2012.024

Anggota kelompok Jonathan Andryanto 10.2012.092

Ratna Silvia S. 10.2012.180

Ailen 10.2012.182

Lucia A. Eka Wara 10.2012.209

Yohana Mayke S. 10.2012.216

Bryan Eliezer Situmorang 10.2012.317

Ninanda Widakdo 10.2012.469

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

JAKARTA

2012/2013

1
LANDASAN TEORI

Indra pendengar (auditory aparatus) merupakan salah satu alat panca indra yang
terdiri dari tiga bagian yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga bagian
dalam. Telinga bagian luar teridiri dari; pinna (daun telinga) dan meatus auditory eksterna.
Telinga bagian tengah merupakan rongga timpani yang berisi tiga tulang pendengaran yaitu
malleus, inkus dan stapes. Sementara telinga bagian dalam terdapat labirin oseus yang
didalamnya terdapat cairan endolimf dan labirin membran yang diidalamnya terdapat cairan
perilimf. Kedua cairan tersebut berperan sebagai media penghantar agar terjadi proses
mendengar dan untuk keseimbangan.
Aktivitas mendengar terjadi karena adanya potensial aksi yang diterima oleh pusat
pendengaran pada otak. Potensial aksi ini di awali pada sel rambut dan kemudian akan
menjalar ke serabut saraf pada saraf kranial ke VIII. Aktivitas sensori sel rambut bergantung
pada kekuatan getaran cairan koklea dan struktur membran basilaris.
Berdasarkan sumber penyebabnya, gangguan pendengaran atau tuli dapat dibagi menjadi dua
kategori yaitu tuli saraf dan tuli hantar (konduksi). Tuli saraf terjadi karena adanya kerusakan
saraf yang terdapat pada koklea dan tidak dapat dipulihkan. Sementara itu tuli hantar terjadi
karena adanya kerusakan pada gendang telinga ataupun tulang-tulang pendengaran dan dapat
dipulihkan melalui proses-proses pembedahan ataupun dengan menggunakan alat bantu
dengar.
Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Telinga
Merupakan organ sensoris atau reseptor pendengaran & keseimbangan. Telinga menerima &
mengubah suara menjadi impuls saraf yang diinterpretasi di pusat auditory otak. Telinga
terdiri dari 3 bagian auris externa, auris media dan auris interna. Di dalam auris externa
terdapat auricula (pinna) atau tulang rawan elastin yang berkelok-kelok yang dilapisi kulit,
terdapat kelenjar sebasea & kelenjar keringat. Lalu diteruskan ke canalis auditorius externus,
di canalis auditorius ini terdapat glandula seruminosa, saluran ini disebut juga sebagai meatus
akustikus eksternus yang memiliki panjang kira-kira 2,5 cm sampai membran timpani.
Di auris media atau telinga bagian tengah ini kita dapat menemukan cavum tympani
yang merupakan suatu ruang kecil berisi udara lalu pada tulang yang memisahkan cavum
timpani dan telinga dalam terdapat 2 celah yaitu Fenestra Ovalis (oval window) dan Fenestra
Rotundum (round window). Di telinga tengah ini juga kita dapat menemukan tulang-tulang
pendengaran (ossikula auditorius ) yaitu malleus, incus, stapes (duduk diatas fenestra ovalis
dan fenestra rotundum). Otot-otot skelet yang menggerakan bagian ini adalah: m. tensor
2
timpani dan m. stapedius. Saraf yang mempersarafi fungsi pendengaran adalah saraf cranial
VIII (vestibulocochlearis).
Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga
tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh
membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur
berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila
ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini
dinamakan fistula perilimfe. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm dan panjangnya
sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup,
namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau
menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan
tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII
(nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari
komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint.
Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90 derajat satu
sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir
reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ
Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, Labirin membranosa
terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan
serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas
utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin
membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang
sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga
dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu.
Telinga mentransduksi (mengubah dasar genetik energi) gelombang suara ke bentuk
impuls saraf yang dihantarkan ke sistem pusat pendengaran di mana suara diterjemahkan.
Suara dihasilkan oleh benda yang bergetar dalam medium fisik (udara, air, dan benda padat)
dan tidak dapat melalui ruang hampa. Suara mempunyai amplitudo (daya akomodasi) dan
frekuensi. Cara untuk mengukur energi suara adalah dengan mengukur puncak amplitudonya.

3
Kerasnya suara dinyatakan dalam satuan logaritma (decibel=dB). Suara berbisik dapat
didengar pada jarak 1 meter dan besarnya kira-kira 20 dB, misalnya suara keras pabrik bisa
mencapai 130 dB. Frekuensi suara adalah besar siklus oksilasi per detik (hertz=Hz) 1 Hz = 1
cycle/ sec, gelombang suara frekuensinya 1-100.000 Hz. Suara dewasa laki-laki 120-1000
Hz, sedangkan perempuan dewasa 250-1000 Hz. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan
kotak suara di laring dengan tebal tipisnya pita suara. Kualitas suara dinyatakan dengan
timber (kualitas bunyi), ini membedakan suara bunyi-bunyian seperti suara suling berbeda
dengan suara biola.
Ketulian merupakn gangguan hantaran bunyi di dalam telinga luar atau telinga tengah
(tuli hantar) atau kerusakan sel rambut jaras saraf (tuli saraf). Penyebab tuli hantar adalah
sumbatan meatus akustikus eksternus oleh serumen atau benda asing, perusakan ossikula
auditus, penebalan membran timpani setelah infeksi telinga tengah berulang, dan kekuatan
abnormal perlengketan stapes ke foramen ovale. Jenis ketulian antara lain:
1. Tuli saraf: disebabkan oleh degenerasi toksin sel rambut yang dihasilkan oleh
streptomisin dan gentamisin yang terkonsentrasi dalam endolimf.
2. Kerusakan sel rambut luar: oleh antibiotik atau pemaparan yang lama terhadap kebisingan
disertai dengan ketulian, sebab lain mencakup tumor nervus vestibulo kokhlearis dan
angulus serebellopontin, serta kerusakan vaskular di dalam medula oblongata.
3. Tuli hantaran saraf: dapat dibedakan oleh sejumlah tes sederhana dengan garpu tala. Tes
Weber dan Schwabach memperlihatkan efek penutupan penting dalam bising lingkungan
terhadap ambang pendengaran.
4. Audiometri: Ketahanan pendengaran lazim diukur dengan suatu audiometer. Alat ini
menampilkan subyek dengan nada murni dari berbagai frekuensi melalui alat dengar.
Pada tiap frekuensi, intensitas ambang ditentukan dan digambarkan pada grafik sebagai
suatu persentase pendengaran normal.
Berdiri, bergerak, dan posisi tubuh lainnya selalu melawan gaya gravitasi bumi.
Untuk dapat mempertahankan posisi tertentu, gaya gravitasi harus dilawan dengan
mekanisme motor dan sensori organ proprioseptif di sendi serta apparatus vestibularis di
telinga dalam. Apparatus vestibuli mendeteksi perubahan sinyal untuk mengaktifkan respons
motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan keseimbangan. Respon ini
menyertakan otot pendukung dan postural dari anggota gerak dan posisi tubuh serta otot
penggerak kepala. Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran
frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami
percakapan sehari-hari.
4
PEMERIKSAAN PENDENGARAN

PERCOBAAN I : CARA RINNE


TUJUAN : Untuk untuk membandingkan antara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien.
ALAT DAN BAHAN: Penala dengan berbagai frekuensi, kapas untuk menyumbat telinga.
CARA KERJA :
1. Getarkanlah penala (frekuensi 256 atau yang lain) dengan cara memukulkan salah satu
ujung jarinya ke telapak tangan. Jangan dipukulkan pada benda keras.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga OP.
3. Tanyakanlah kepada OP apakah ia mendengar bunyi penala mendengung di telinga yang
diperiksa, bila demikian OP harus member tanda bila dengungan bunyi hilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari proc. Mastoideus OP dan kemudian
ujung jari penala ditempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga yang sedang
diperiksa itu.
5. Catatlah hasil pemeriksaan rinne sebagai berikut:
- Positif bila OP masih mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.
- Negatif bila OP tidak lagi mendengar dengungan secara hantaran aerotimpanal.

HASIL PEMERIKSAAN:
Ketika OP diperdengarkan penala yang sudah diketukkan ke telapak tangan pemeriksa
OP dapat mendengar dengungan dari penala tersebut baik secara hantaran tulang maupun
hantaran udara. Jadi hasil percobaan untuk mengukur ketajaman pendengaran dengan cara
Rinne ke OP, hasilnya adalah positif, dengan menggunakan penala berfrekuensi 256 Hz.

PEMBAHASAN :
Ada 2 macam tes rinne , yaitu dengan penala kita bunyikan secara lunak lalu
menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus
akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita
pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih
dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya.
Yang kedua, kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus
pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus
eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus
5
eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes
rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras.
Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih
lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne: 1) Normal dimana tes rinne positif , 2) Tuli
konduksi dimana tes rinne negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama), dan 3)
Tuli persepsi dimana terdapat 3 kemungkinan. Pertama, bila pada posisi II penderita masih
mendengar bunyi getaran garpu tala, kedua jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau
tidak (tes rinne: +/-), dan pseudo negatif jika terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi
pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa
maupun pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus,
tangkai garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien.
Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien
misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garputala
saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki
garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala kedepan meatus akustukus
eksternus.

6
PERCOBAAN II : CARA WEBER
TUJUAN : Untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.
ALAT DAN BAHAN: Penala dengan berbagai frekuensi, kapas untuk menyumbat telinga.
CARA KERJA :
1. Getarkanlah penala dengan cara seperti pada tes rinne nomor 1.
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada dahi OP di garis median.
3. Tanyakan kepada OP apakah ia mendengar dengungan bunyi penala sama kuat di kedua
telinganya ataukah terjadi lateralisasi. Apa yang dimaksud dengan lateralisasi?
4. Bila pada OP tidak terdapat lateralisasi maka untuk menimbulkan lateralisasi secara
buatan tutuplah salah satu telinga OP dengan kapas dan ulangi pemeriksaanya.

HASIL PEMERIKSAAN:
OP normal karena mendengar dengungan yang sama kuat di kedua telinganya. Ketika
dibuat lateralisasi buatan, OP juga mendengar dengungan yang sama kuat di kedua telinganya.

PEMBAHASAN :
Cara melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala lalu tangkainya kita
letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar
atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1
telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak
mendengar atau sam-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani
missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum
timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi hasil tes weber adalah bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di
sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama
kerasnya. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya: 1) Tuli konduksi sebelah
kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan, 2) Tuli konduksi pada kedua telinga,
tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat, 3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab
hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan, 4) Tuli persepsi pada
kedua telinga, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada sebelah kanan, dan 5) Tuli persepsi
telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.

7
PERCOBAAN III : CARA SCHWABACH
TUJUAN : Untuk membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara
pemeriksa (normal) dengan probandus.
ALAT DAN BAHAN: Penala dengan berbagai frekuensi, kapas untuk menyumbat telinga.
CARA KERJA :
1. Getarkanlah penala seperti pada cara kerja test rinne dan weber no.1
2. Tekankanlah ujung tangkai penala pada proc. Mastoideus salah satu telinga OP.
3. Suruhlah OP mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala ke proc mastoideusnya
sendiri. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh OP masih dapat
didengar oleh di pemeriksa maka hasil pemeriksaan SCHWABACH MEMENDEK.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh OP juga tidak dapat
didengar oleh pemeriksa, maka hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH
NORMAL ATAU SCHWABACH MEMANJANG. Untuk memastikan hal ini maka
dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
- Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula diletakkan ke proc mastoideus
pemeriksa sampai tidak terdengar lagi kemudia ditekankan ke proc mastoideus OP.
- Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat
didengar OP maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMANJANG.
- Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) juga tidak dapat
didengar OP maka hasil pemeriksaan ialah SCHWABACH MEMENDEK.

HASIL PEMERIKSAAN:
Hasil pemeriksaan OP adalah SCHWABACH NORMAL. Dengungan penala setelah
dinyatakan berhenti oleh OP juga tidak dapat didengar oleh pemeriksa, sebaliknya
Dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh pemeriksa juga tidak dapat didengar oleh
OP.

PEMBAHASAN :
Cara melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan, tangkai garputala
diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai
garputala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang
pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach
memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
8
sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila
penderita masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan
pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.
Pada pemeriksaan garpu tala dengan tes Schwabach digunakan garpu tala dengan
frekuensi 128. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggetarkan garpu tala tersebut dan
meletakkannya pada Processus Mastoideus OP. Setelah bunyi menghilang OP segera member
tanda dan pemeriksa meletakkan garpu tala tersebut pada Processus Mastoideusnya. Tes ini
dianggap normal jika baik OP maupun pemeriksa tidak mendengar lagi suara setelah OP
memberikan tanda suara berhenti. Dari hasil baik pemeriksa maupun OP tidak mendapatkan
lagi suara terdengar dari garpu tala tersebut. Kondisi schwabach memanjang dan memendek
dapat terjadi dikarenakan kekurang pekaan pemeriksa atau OP dalam mendengar bunyi
tersebut.

9
SIKAP DAN KESEIMBANGAN BADAN

PERCOBAAN I : Pengaruh Kedudukan Kepala dan Mata yang Normal terhadap


Keseimbangan Badan
TUJUAN : Untuk mengetahui kemampuan sikap untuk mempertahankan
kesetimbangan tubuh manusia ketika ditempatkan di berbagai
posisi.
ALAT DAN BAHAN: Kursi putar Barany, tongkat atau statif yang panjang
CARA KERJA :
1. Suruhlah orang percobaan berjalan mengikut suatu garis lurusdi lantai dengan mata
terbuka dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Perhatikan jalannya dan tanyakan
apakah ia mengalami kesukaran dalam mengikuti garis lurus tersebut.
2. Ulangi percubaan diatas dengan mata tertutup.
3. Ulangi percobaan diatas dengan :
a. Kepala dimiring kuat ke kiri.
b. Kepala dimiring kuat ke kanan.

HASIL PERCOBAAN:
Pada saat OP berjalan dengan mata terbuka dan mata tertutup OP dapat berjalan lurus
di suatu garis tanpa adanya pengaruh keseimbangan. Pada saat OP memiringkan kepalanya
kuat ke arah kiri, OP megalami pengaruh kesimbangan sehingga OP berjalan miring ke arah
kanan. Kebalikannya, pengaruh keseimbangan juga terjadi pada saat OP berjalan dengan
memiringkan kepalanya kuat ke kanan dimana OP berjalan miring ke arah kiri. Kebalikan ini
terjadi karena adanya kompensasi dari OP saat berjalan dengan kepala yang dimiringkan kuat.

PEMBAHASAN :
Berdiri, bergerak, dan posisi tubuh lainnya selalu melawan gaya gravitasi bumi.
Untuk dapat mempertahankan posisi tertentu, gaya gravitasi harus dilawan dengan
mekanisme motor dan sensori organ proprioseptif di sendi serta apparatus vestibularis di
telinga dalam. Apparatus vestibuli mendeteksi perubahan sinyal untuk mengaktifkan respons
motor adaptif yang diperlukan dalam mempertahankan keseimbangan. Respon ini
menyertakan otot pendukung dan postural dari anggota gerak dan posisi tubuh serta otot
penggerak kepala.

10
PERCOBAAN II : Percobaan dengan Kursi Barany

A. NISTAGMUS
TUJUAN : Untuk mengetahui adanya nistagmus yang terjadi pada mata saat
melakukan percobaan kursi barany.
ALAT DAN BAHAN: Kursi putar Barany
CARA KERJA :
1. Suruhlah orang percobaan duduk tegak di kursi Barany dengan kedua tangannya
memegang erat tangan kursi.
2. Tutup kedua matanya dengan saputangan dan tundukkan kepalanya 30˚ ke depan.
3. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan.
4. Hentikan pemutaran kursi dengan tiba-tiba.
5. Bukalah saputangan (buka mata) dan suruhlah orang percobaan melihat jauh ke depan.
6. Perhatikan adanya nistagmus. Tetapkan arah komponen lambat dan cepat nistagmus
tersebut. Apa yang dimaksud dengan rotarory nistagmus dan postrotary nystagmus?
HASIL PEMERIKSAAN:
Hasil yang terjadi setelah dilakukan seperti cara kerja diatas, nistagmus dapat dilihat
oleh pemeriksa dimana nigtamus lambat terlihat bergerak kearah kiri sedangkan, nistagmus
cepat terlihat bergerak kearah kanan.
PEMBAHASAN :
Nistagmus adalah gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah.
Arah dari gerakan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosa. Nistagmus bisa
dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita secara tiba - tiba atau dengan meneteskan
air dingin ke dalam telinga. Untuk menguji keseimbangan, penderita diminta berdiri dan
kemudian berjalan dalam satu garis lurus, awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan
mata tertutup. Rotatory nistagmus dimana nistagmus dapat dilihat pada saat kursi masih
diputar dan terjadi nistagmus pada mata orang percobaan. Post rotatory nistagmus dimana
nistagmus dapat dilihat ketika kursi sudah diberhentikan, dan masih terlihata adanya
nistagmus pada mata orang percobaan.
KESIMPULAN :
Seperti percobaan yang dilakukan pada saat kursi barany diputarkan dan putaran
diberhentikkan secara tiba-tiba masih terlihat adanya nistagmus dengan demikian nistagmus
yang terjadi adalah postrotary nistagmus.

11
B. TES PENYIMPANGAN PENUNJUKAN (Past Pointing Test of Barany)
TUJUAN : Untuk mengetahui penyimpangan yang terjadi
ALAT DAN BAHAN: Kursi putar Barany
CARA KERJA :
1. Surulah OP duduk tegak di kursi barany dan tutuplah kedua matanya dengan saputangan.
2. Pemeriksa berdiri tepat di muka kursi Barany sambil tangan kirinya kearah OP.
3. Suruhlah OP meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat menyentuh jari
tangan pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya.
4. Suruhlah OP mengangkat lengan kanannya ke atas dan kemudian dengan cepat
menurunkannya kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi. : Tindakan no.1/4
merupakkan persiapan untuk tes yang sesungguhnya sebagai berikut:
5. Suruhlah sekarang orang percobaan dengan kedua tangannya memegang erat tangan
kursi, menundukan kepala 30˚ ke depan.
6. Putarlah kursi kekanan 10 kali dalam 20 kali detik secara teratur tanpa sentakan.
7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikkan dengan tiba-tiba, suruhlah orang percobaan
menegakkan kepalanya dan menegakan kepalanya dan melakukan tes penyimpangan
penunjukkan seperti di atas.
8. Perhatikan apakah yang terjadi penyimpangan penunjukkan oleh orang percobaan. Bila
terjadi penyimpangan, tetapkanlah arahan penyimpangan. Tetukanlah tes tersebut sampai
orang percobaan tidak salah lagi menyentuh jari tangan pemeriksa.
HASIL PEMERIKSAAN dan PEMBAHASAN:
Saat kursi dihentikan dengan tiba-tiba, OP langsung menegakkan kepalanya dan saat
menyentuh jari pemeriksa pertama kali terjadi penyimpangan agak ke arah kanan. Pada saat
OP menyentuh jari pemeriksa untuk kedua kalinya barulah tidak terjadi penyimpangan.
Pada saat dilakukan persiapan OP dengan mudah dapat menyentuh jari tangan
pemeriksa dengan mudah tanpa adanya penyimpangan yang terlihat, sedangkan pada saat
percobaan dilakukan setelah kursi barany diputarkan dan OP membuka mata, OP juga dapat
menyentuh jari pemeriksa walaupun terlihat lebih condong kearah kanan pemeriksa.
KESIMPULAN :
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan tidak terjadi penyimpangan.
Penyimpangan juga dapat terjadi pada percobaan ini apabila OP tidak dapat menyentuh jari
pemeriksa.

12
C. TES JATUH
TUJUAN : Untuk mengenalpasti kelainan neurologis yang berkaitan dengan
keseimbangan tubuh dengan menggunakan kursi Barany.
ALAT DAN BAHAN: Kursi putar Barany
CARA KERJA :
1. Orang pecobaan disuruh duduk di kusi Barany dengan kedua tagannya memegang tangan
kursi. Kedua matanya ditutup dan kepala dan badannya dibungkuk sehingga posisi
kepala membentuk sudut 120˚ dari posisi normal.
2. Kursi diputar ke kanan 10 kali dalam 10 detik secara teratur dan tanpa sentakan.
3. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba, OP disuruh tegakkan kembali
kepala dan badannya.
4. Perhatikan kemana dia akan jatuh dan tanyakan kepada OP kemana rasanya ia akan jatuh.
5. Ulangi tes ini, tiap kali pada OP lain dengan :
a. Memiringkan kepala kearah bahu kanan sehingga kepala miring 90˚ terhadap posisi
normal.
b. Mengendahkan kepala kebelakang sehingga membuat sudut 60˚
6. Hubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran endolimfe pada kanalis
semisirkularis yang terangsang.
HASIL PERCOBAAN:
- 120˚ - Tubuh OP jatuh kearah kanan tetapi OP mengatakan belakang.
- 90˚ - tubuh OP jatuh kearah belakang tetapi OP mengatakan kiri
- 60˚ - tubuh OP jatuh kearah kiri belakang tetapi OP mengatakan kiri
PEMBAHASAN :
Apabila tubuh OP membungkuk 120˚ arah aliran endolimfe mengalir lebih ke saluran
horizontal kanalis semisirkularis. Apabila putaran dihenti tubuh OP akan jatuh kearah putaran
tetapi perasaan propriosepsi OP merasakan kearah yang berlawanan dengan arah putaran.
Apabila kepala OP miring 90˚ aliran endolimfe lebih mengalir ke saluran anterior, maka
apabila putaran dihenti badan OP kearah belakang tetapi perasaan propriosepsi OP
berlawanan dengan arah putaran. Apabila OP mengendah kepala kebelakang, aliran
endolimfe lebih ke saluran posterior, maka apabila putaran dihenti badan OP ke belakang
tetapi perasaan propriosepsi OP merasakan berlawanan dengan arah putaran.
Dalam setiap aparatus vestibular terdapat tiga buah kanalis semisirkularis, dikenal
sebagai kanalis semisirkularis anterior, posterior, dan lateral (horizontal), yang tersusun tegak
lurus satu sama lain, sehingga ketiga kanalis ini terdapat dalam tiga bidang. Bila kepala
13
tunduk 300 ke depan, kanalis horizontal akan berada pada bidang horizontal sesuai
permukaan bumi, kanalis anterior akan mengarah ke depan dan 450 keluar, dan kanalis
posterior akan mengarah ke belakang dan 450 keluar.
Saat kepala orang percobaan adalah 1200 dari posisi tubuh, maka kanalis horizontalis
akan mengarah 900 terhadap permukaan bumi, kanalis anterior akan mengarah kebawah-
tengah tubuh dan 1350 dari bidang horizontal bumi, serta kanalis posterior akan mengarah
keatas dan 450 dari bidang horizontal bumi. Oleh sebab itu, saat selesai diputar, seharusnya
orang percobaan merasa akan jatuh kedepan, bawah, kiri, karena diputar ke kanan. Saat
kepala orang percobaan miring 900 ke kanan, maka kanalis horizontalis akan berada dalam
posisi tegak lurus terhadap permukaan bumi (seperti memotong permukaan bumi, sejajar
sumbu Y). Kemudian kanalis anterior dan posterior akan membentuk sudut 450 terhadap
sumbu Y. Oleh sebab itu, saat diputar, seharusnya orang percobaan tidak merasa apapun
karena seluruh kanal sejajar dengan sumbu Y, endolimfe tidak bergerak sepanjang kanal dan
tidak ada potensial yang terbentuk.
Saat kepala orang percobaan menengadah membentuk sudut 600 terhadap sumbu
tubuh, maka kanal horizontal akan berada tegak lurus terhadap permukaan bumi, kanal
anterior dan posterior akan membentuk 450 terhadap permukaan bumi. Oleh sebab itu, jika
orang diputar ke kanan, setela dihentikan dia seharusnya merasa akan jatuh ke kiri, tidak ke
depan maupun belakang. Pada percobaan yang terjadi tidak sama seperti teori karena
kemungkinan ada kesalahan berupa kekurangan atau kelebihan derajat pada kepala orang
percobaan.

KESIMPULAN :
Arah jatuh badan OP berhubungan dengan aliran endolimfe pada kanalis
semisirkularis.

14
D. KESAN (Sensasi)
TUJUAN : Untuk mempelajari tentang mekanisme terjadinya arah perasaan
berputar dengan menggunakan kursi Barany.
ALAT DAN BAHAN: Kursi putar Barany
CARA KERJA :
1. OP disuruh duduk di kursi Barany dan kedua matanya ditutup.
2. Kursi tersebut diputar ke kanan dengan kecepatan yang beransur-ansur bertambah dan
kemudian kurangilah kecepatan putaran secara beransur-ansur pula sampai berhenti.
3. Tanyakan kepada OP arah perasan berputar:
a. Sewaktu kecepatan putar masih c. Sewaktu kecepatan putar
bertambah dikurangi
b. Sewaktu kecepatan putar menetap d. Segera setelah kursi dihentikan.
4. Berikan keterangan tentang mekanisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan
oleh orang percobaan.
HASIL PERCOBAAN:
- Kecepatan bertambah = kanan - Kecepatan menetap = kanan
- Kecepatan dikurangi = kanan - Berhenti = kiri
PEMBAHASAN :
Pada gerakan rotasional bagian organ vestibuler yang berperan adalah kanalis
semisirkularis. Bila kepala tiba-tiba mulai berputar ke suatu arah, endolimfe dalam kanalis
semisirkularis akibat efek inersianya akan cenderung menetap sedangkan kanalis
semisirkularis akan berputar. Hal ini akan menyebabkan cairan relafit mengalir dalam kanalis
dengan arah berlawanan dengan perputaran kepala. Oleh sebab itu, diawal putaran orang
percobaan seharusnya merasa diputar ke kiri, saat sebenarnya diputar ke kanan. Setelah
beberapa waktu, perubahan tersebut akan beradaptasi dan cairan serta kupula kembali ke
posisi istirahat. Oleh sebab itu seharusnya OP tidak merasa diputar kemanapun, begitu juga
saat melambat. Namun saat dihentikan tiba-tiba, endolimfe kembali terguncang ke arah yang
berlawanan dari awah putaran, oleh sebab itu saat itu seharusnya OP merasa berputar ke kiri.
Apabila kecepatan putaran kursi barany diubah-ubah, akan terjadi perasaan propriosepsi.
Kanalis semisirkularis memberi informasi kepada bagian bawah otak tentang kecepatan
putaran. Tetapi, putaran yang kepanjangan akan menyebabkan kanalis semisirkularis berhenti
menghantar output yang meyebabkan persepsi kearah putaran yang berlawanan.
KESIMPULAN :
OP yang diputar lama setelah dihentikan akan merasa diputar ke arah yang berlawanan.
15
PERCOBAAN III : Percobaan Sederhana untuk Kanalis Semisirkularis Horisontalis
TUJUAN : Untuk mengetahui sikap dan keseimbangan badan seseorang
ALAT DAN BAHAN: Tongkat atau statif yang panjang
CARA KERJA :
1. OP memejamkan kedua mata dan kepala ditundukan 300.
2. Kemudian berputar sambil berpegangan pada tongkat atau statif, menurut arah jarum
jam, sebanyak 10 kali dalam 30 detik.
3. Setelah itu OP berhenti dan membuka kedua matanya lalu berjalan lurus ke depan.
4. Amati dan ulangi percobaan ini dengan berputar arah berlawanan jarum jam.

HASIL PENGAMATAN:
 Arah jarum jam lebih miring ke kanan
 Lawan arah jarum jam lebih miring ke kiri

PEMBAHASAN :
Sinyal-sinyal sensorik dari telinga, retina dan sistem muskuloskeletal diintegrasikan
dalam sistem saraf pusat agar dapat mengontrol arah pandangan posisi serta arah gerak tubuh
dalam ruang. Sistem vestibularis adalah merupakan suatu sistem mulai dari reseptor-reseptor
keseimbangan dan jaras-jaras SSP yang terlibat dalam pengolahan sinyal-sinyal aferen dan
aktivasi motoneuron. Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis
semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua macam sel, sel-sel
pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut
(perubahan dalam kecepatan sudut), sedangkan sel-sel pada organ otolit peka erhadap gerak
linear, khususnya percepatan linear dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap
gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan linear ini disebakan oleh
geometri dari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi
sel-sel rambut.
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut pada organ
otolit. Masing-masing sel memiliki polarisasi struktural yag dijelaskan oleh posisi dari
stereosilia relatif terhadap kinosilia. Melengkapi kondisi tersebut terdapat pula suatu
polarisasi fungsional sebagai respon sel-sel rambut. Jika suatu gerakan menyebabkan
stereosilia membengkok ke arah kinosilia maka sel-sel rambut akan tereksitasi. Jika arah
gerakan berlawanan sehingga stereosilia menjauh dari kinosilia, maka sel-sel rambut akan

16
terinhibisi. Jika tak ada gerakan maka sebagaian transmiter akan dilepaskan dari sel rambut
yang menyebabkan serabut-serabut saraf aferen mengalami laju tembakan spontan atau
istirahat. Hal ini memungkinkanserabut aferen menjadi terekstasi ataupun terinhibis
tergantung dari arah gerakan. Pada kanalis semisirkularis polarisasisama pada seluruh sel
rambut pada tiap kanalis dan pada rotasi sel-sel dapat tereksitasi dan terinhibisi. Ketiga
kanalis ini hampir tegak lururs satu dengan lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu
telinga terletak hampir pada bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Dengan
demikian terdapat tiga pasang kanalis; horisontal kiri-horisontal kanan, anterior kiri-posterior
kanan, posterior kiri –anterior kanan. Pada waktu rotasi salah satu dari pasangan kanalis akan
tereksitasi sementara satunya akan terinhibisi. Misalnya bila kepala pada posisi lurus normal
fan terdapat percepatan dalam bidang horisontal yang menimbulkan rotasike kanann maka
serabu-serabut aferen dari kanalis horisontal kanan akan tereksitasi sementara serabut serabut
yang kiri akan terinhibisi.
Jika rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi ke depan maka kanalis anterior kiri
dan kanan ke dua sisi akan tereksitasi sementara kanalis posterior akan terinhibisi. Perlu
diperhatikan bahwa percepatan sudut merupakan rangsangan yang adekuat untuk serabut
aferen kanalis semisirkularis. Suatu kecepatan rotasi yang konstan tidak akan mengekssitasi
serabut-serabut tersebut. Namun tentunya dalam mencapai suatu kecepatan tertentu harus ada
akselerasi, dan dipengaruhi akselerasi ini akan terus berkurang hingga nol setelah beberapa
saat hingga beberapa menit. Keterlambatan ini disebabkan oleh pengolahan SSP dan inersia
kupula serta viskositas endolimfe yang menyebabkan kupula tertinggal dibelakang perubahan
sudut kepala. Sebagai contoh efek dari penghentian mendadak setelah suatu rotasi ke kanan
searah jarum jam. Perlambatan menuju kecepatan nol ini ekuivalen dengan percepatan arah
yang berlawanan searah jarum jam. Perlambatan menuju kecepatan nol ini ekuivalen dengan
percepatan kearah yang berlawanan, yaitu kekiri. Dengan demikian, serabut aferen dari
kanalis kiri aka tereksitasi sedangkan serabut yang kanan terinhibisi. Bila ini dilakukan pada
ruangan gelap maka subjek akan merasa bahwa ia berputar ke kiri, setelah kupula kembali
pada posisi istirahat subjek akan meras berhenti berputar.
Organ otolit terdiri dari utrikulus dan sakulus, utrikulus yang terletak hampir
horisontal dan skulus yang terletak pada bidang hampir vertikal. Berbeda dengan sel rambut
kanalis semisirklaris, polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada
makula utrikulus, kinosilia terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan
daerah sentral yaitu striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami percepatan linear
sebagaian serabut aferen akan tereksitasi sementara lainnya akan terinhibisi. Namun
17
demikian hal ini tidak berarti pembatalan respon pada SSP. Serabut aferen dengan polarisasi
tertentu dpat mengarahkan pada neuron-neuron berbeda dalam nuklei vestibularis dan dapat
melakukan fungsi-fungsi yang berbeda pula. Dengan adanya polarisasi pada tiap makula
maka SSP mendapat informasi tentang gerak linea dalam tiga dimensi walaupun
sesungguhnya hanya ada 2 makula. Reflek vestibularis berjalan menuju SSP dan bersinap
pada neuron inti vestibularis di batang otak. Selanjutnya neuron vestibularis menuju kebagian
alain dari otak, sebagian langsung menuju motoneuron yang mensarafi otot-otot ekstraokular
dan motoneuron spinalis yang lain menju formatia retikularis batang otak, serebelum dan
lainnya. Hubungan-hubungan langsung inti vestibularis dengan motoneuron ekstraokular
merupakan suatu jaras yang penting dalam mengendalikan gerakan mata dan reflek vestibulo-
okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata yang mempunyai suatu komponen ’lambat’
berlawanan arah dengan putaran kepala dan suatu komponen ’cepat’ yang searah dengan
putaran kepala. Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepala dan berfungsi
menstabilkan suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali
mengarahkan tatapn ke bagian lain dar lapangan pandangan.

KESIMPULAN
Dengan mengenali mekanisme pendengaran secara jelas maka kita dapat mengerti apa
penyebab-penyebab tuli. Ketulian disebabkan oleh defek hantaran atau pengolahan saraf
gelombang suara. Gangguan (kehilangan) pendengaran atau ketulian dapat bersifat sementara
atau menetap, parsial atau total. Ketulian diklasifikasikan menjadi dua jenis – tuli konduktif
(hantaran) dan tuli sensorineural (saraf) – bergantung pada bagian mekanisme pendengaran
yang kurang berfungsi secara adekuat. Tuli konduktif terjadi apabila gelombang suara tidak
secara adekuat dihantarkan melalui telinga luar dan tengah untuk menggetarkan cairan di
telinga dalam. Tuli konduktif mungkin disebabkan oleh sumbatan fisik saluran telinga oleh
kotoran telinga, ruptur gendang telinga, infeksi telinga tengah disertai penimbunan cairan,
atau restriksi gerakan osikula karena adhesi antara stapes dan jendela oval. Pada tuli
sensorineural, gelombang suara disalurkan ke telinga dalam, tetapi gelombang tersebut tidak
diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. Fisiologi manusia: sistem pendengaran. Ed 2. Jakarta: EGC, 2001.hal:186-8.
2. Syaifuddin. Fisiologi tubuh manusia. Jakarta: Salemba Medika, 2009. hal: 233-9.
3. Delf M. Major’s physical diagnosis. Jakarta: EGC, 2005. hal 30-7.
18

Anda mungkin juga menyukai