Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBINEMIA

A. Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
yang kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin
indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl. Hiperbilirubin adalah
kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai kadar
tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai
joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh.
Hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru lahir
selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin
bayi. Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan kedaan
hiperbilirubinemia. Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan
ikterus neonatorum merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari
mata (sklera) pada beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh
penumpukan bilirubin.

Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk
penilaian ikterus, Kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian
yang di mulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah
sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki
serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain
lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap tiap nomor di sesuaikan
dengan angka rata-rata dalam gambar. Cara ini juga tidak menunjukkan
intensitas ikterus yang tepat di dalam plasma bayi baru lahir. Nomor urut
menunjukkan arah meluasnya ikterus.
Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer

Derajat Perkiraan
ikterus Daerah icterus kadar
bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%
Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga 11,4 mg/dl
III
tungkai atas (di atas lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

Klasifikasi :
 Ikterus Fisiologik
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan
ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati
kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus”
dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus fisiologis
adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut
(Hanifah, 1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats,
2005) :
1. Timbul pada hari kedua - ketiga.
2. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
4. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
5. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
 Ikterus Patologik
Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar
konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan
baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg%
pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%. Karakteristik Hiperbilirubinemia
sebagai berikut Menurut (Surasmi, 2003) :
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan
dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
4. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi
enzim G6PD dan sepsis).
5. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

B. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul
karena adanya perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah
seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.

C. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada
sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan
penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat
sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada
umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir
rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
Pathway
Hemoglobin

Globin Hemo

Biliverdi Feco
n

Peningkatan deskruktif eritrosit (gang. Konjugasi bilirubin / gang. Tranport


bilirubin / peningkatan siklus enteropatik) Hb dan eritrosit abnormal.

Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang


tidak diberikan dengan albumin meningkat

Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik

Peningkatan ilirubin unconjugned dalam darah pengeluaran meconium


terlambat / obstruksi usus tinja berwarna pucat

Ikterus pada sklera, leher dan badan, peningkatan


Gang. Integritas kulit
bilirubin indirect > 12 mg/dl

Indikasi fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resti injury Kurangnya volume Gang. Suhu


cairan tubuh tubuh
D. Manifestasi Klinis
 Kulit berwarna kuning sampe jingga
 Pasien tampak lemah
 Nafsu makan berkurang
 Refleks hisap kurang
 Urine pekat
 Perut buncit
 Pembesaran lien dan hati
 Gangguan neurologik
 Feses seperti dempul
 Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
 Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
a) Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
b) Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak
pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan
jaundice fisiologi.

E. Komplikasi
1. Retardasi mental - Kerusakan neurologis
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Kematian.
4. Kernikterus

F. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan bilirubin serum
a) Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
b) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
tidak fisiologis.
 Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati
atau hepatoma
 Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
 Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
 Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
 Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.

G. Penatalaksanaan
 Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil.
Mencegah truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru
lahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi. Pemberian
makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi
dirawat.
 Tindakan khusus Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto.
 Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun
pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan
metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi. Memberi substrat yang
kurang untuk transportasi/ konjugasi misalnya pemberian albumin karena
akan mempercepat keluarnyabilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler
sehingga bilirubin lebih mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi untuk mencegah
efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkan dan dikhawatirkan
akan merusak retina. Terapi ini juga digunakan untuk menurunkan kadar
bilirubin serum pada neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga
moderat.
 Terapi transfuse
digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
 Terapi obat-obatan
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan
bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct,
selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan
mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.

H. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan:
 Pengawasan antenatal yang baik
 Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan masa
kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin, oksitosin.
 Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
 Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
 Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
 Pemberian makanan yang dini.
 Pencegahan infeksi.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua: Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak
seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan
dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik: Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik,
menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial: Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang
tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan
dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi: Penyebab penyakit dan pengobatan,
perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki
yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari
Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988).

B. Diagnosis
1. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi
3. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan
komplikasi berkenaan phototerapi.
4. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan
terpapar lingkungan panas.
C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien
integritas kulit tindakan keperawatan untuk
selama 3x24 jam menggunakan
b.d. efek dari
diharapkan integritas pakaian yang
phototerapi. kulit kembali baik / longgar
normal dengan 2. Hindari kerutan
Kriteria Hasil : pada tempat tidur
 Integritas kulit 3. Jaga kebersihan
yang baik bisa kulit agar tetap
dipertahankan bersih dan kering
 Tidak ada luka / 4. Mobilisasi pasien
lesi pada kulit setiap 2 jam sekali
 Perfusi jaringan 5. Monitor kulit akan
baik adanya kemerahan.
 Menunjukkan 6. Oleskan lotion /
pemahaman dalam minyak / baby oil
proses perbaikan pada daerah yang
kulit dan mencegah tertekan
terjadinya cedera 7. Mandikan pasien
berulang dengan sabun dan
 Mampu air hangat
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
2 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Tentukan riwayat
tindakan keperawatan jumlah dan tipe
kekurangan
selama 3x24 jam intake cairan dan
volume cairan diharapkan tidak ada eliminasi
b.d. phototerapi. resiko kekurangan 2. Tentukan
cairan pada klien kemungkinan faktor
dengan Kriteria Hasil : resiko daari
1. TD dalam rentang ketidakseimbangan
yang diharapkan cairan (hipertermia,
2. Tekanan arteri rata- terapi diuretik,
rata dalam rentang kelainan renal,
yang diharapkan gagal jantung,
3. Nadi perifer teraba diaporesis, disfungsi
4. Keseimbangan hati)
intake dan output 3. Monitor berat badan
dalam 24 jam 4. Monitor serum dan
5. Suara nafas elektrolit urine
tambahan tidak ada 5. Monitor serum dan
6. Berat badan stabil osmolaritas urine
6. Monitor BP, HR,
RR
3 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Kaji status
cedera b.d. tindakan keperawatan neurologis
selama 3x24 jam 2. Jelaskan pada
meningkatnya
diharapkan tidak ada pasien dan keluarga
kadar bilirubin resiko cidera dengan tentang tujuan dari
toksik dan Kriteria hasil : metode
1. Klien terbebas dari pengamanan
komplikasi
cidera 3. Jaga keamanan
berkenaan 2. Klien mampu lingkungan
phototerapi. menjelaskan keamanan pasien
metode untuk 4. Libatkan keluiarga
mencegah injuri/ untuk mencegah
cidera bahaya jatuh
3. Klien mampu 5. Observasi tingkat
memodifikasi gaya kesadaran dan TTV
hidup untuk 6. Dampingi pasien
mencegah injuri.
1.
4 Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor suhu
temperature tindakan keperawatan sesering mingkin
selama 3x24 jam 2. Monitor warna
tubuh
diharapkan suhu dalam dan suhu kulit
(Hipertermia) rentang normal dengan 3. Monitor tekanan
berhubungan Kriteria hasil : darah, nadi, dan
 Suhu tubuh dalam respirasi
dengan terpapar
rentang normal 4. Monitor intake
lingkungan  Nadi dan respirasi dan output
panas. dalam batas normal
 Tidak ada
perubahan warna
kulit

Anda mungkin juga menyukai