Anda di halaman 1dari 7

Tabel 3.1.

Hasil Pengamatan Status Kebersihan Tangan


Kel. Perlakuan Cawan 1 Cawan 2
1 Tangan kotor + +
2 Tangan cuci air + +
3 Tangan cuci sabun + +
7 Tangan kotor +++ ++
8 Tangan cuci air + ++
9 Tangan cuci sabun + +
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan:
- = tidak terdapat pertumbuhan mikroorganisme (0)
+ = sedikit pertumbuhan mikroorganisme (1-30)
++ = banyak pertumbuhan mikroorganisme (31-100)
+++ = sangat banyak pertumbuhan mikroorganisme (>100)
Penjamah makanan adalah seorang tenaga kerja yang menjamah makanan mulai dari
persiapan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam penyajian makanan, pengetahuan,
sikap dan tindakan seorang penjamah mempengaruhi kualitas makanan yang disajikan penjamah
yang sedang sakit flu, demam atau diare sebaiknya tidak dilibatkan dahulu dalam proses
pengolahan makanan. Jika terjadi luka penjamah harus menutup luka dengan pelindung kedap air
misalnya plester atau sarung tangan plastik. Penjamah makanan mempunyai peran yang sangat
besar dalam proses pengolahan makanan karena penjamah makanan dapat memindahkan bakteri
pada makanan apabila mereka tidak menjaga higiene perorangan, seperti tidak mencuci tangan
sebelum memegang makanan. Selain itu, kondisi sanitasi yang tidak memenuhi syarat juga dapat
menentukan kualitas makanan yang disajikan, karena berbagai penyakit dapat terjadi akibat
kondisi sanitasi yang tidak memenuhi syarat. Beberapa penyakit yang diakibatkan dari
mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri dan kondisi sanitasi
yang buruk adalah kejang perut, diare berdarah, gangguan ginjal pada anakanak (fatal),
gangguan saraf pada lansia, kegagalan ginjal, gastroentritis, dan keracunan makanan. Syarat-
syarat penjamah makanan, antara lain:
a. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit
perut sejenisnya.
b. Menutup luka (pada luka yang terbuka atau bisul).
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian.
d. Memakai celemek dan tutup kepala.
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menanggani atau menyajikan makanan.
f. Menjamah harus memakai alat atau perlengkapan atau dengan alas tangan.
g. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut dan bagian lainya).
h. Tidak batuk/bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup
hidung atau mulut (Wulandari dkk., 2015).
Kontaminasi silang selama proses pengolahan adalah kontaminasi dari bahan makanan
melalui pembawa atau perantara selama proses pengolahan makanan berlangsung. Kontaminasi
silang dapat disebabkan penggunaan air, sarana, wadah, alat pengolahan yang tercemar, serta
penjamah yang tidak menjaga kebersihan diri. Kuku tangan sering menjadi sumber kontaminasi
atau mengakibatkan kontaminasi silang. Kontaminasi silang adalah kontaminasi pada bahan
makanan mentah ataupun masak melalui perantara. Bahan kontaminan dapat berada dalam
makan melalui berbagai pembawa antara lain serangga, tikus, peralatan, ataupun manusia yang
menangani makanan tersebut, yang biasanya merupakan perantara utama. Kontaminasi silang
dapat terjadi selama makanan ada dalam tahap persiapan, pengolahan, pemasakan ataupun
penyajian. Dalam hal terjadinya kontaminasi makanan sanitasi memegang peran yang sangat
penting yaitu mengatasi permasalahan terjadinya kontaminasi langsung dan mencegah terjadinya
kontaminasi silang selama penanganan makanan (Wulandari dkk., 2015).
Ada empat jenis mikroba yang ada pada telapak tangan manusia, yaitu bakteri Gram
negatif berbentuk coccus (kokus) yang diduga merupakan bakteri Staphylococcus epidermidis,
bakteri Gram negatif berbentuk coccus (kokus) yang diduga merupakan bakteri Escherichia coli,
bakteri Gram positif berbentuk bacillus (batang) yang diduga merupakan bakteri Lactobacillus
coryneformis, bakteri Gram negatif berbentuk bacillus (batang) yang diduga merupakan bakteri
Pseudomonas aeruginosa. Bakteri yang ada di telapak tangan manusia salah satunya
Staphylococcus epidermidis. Bakteri tersebut merupakan bakteri gram positif yang berbentuk
coccus (bulat) dan sering terdapat pada telapak tangan, Staphylococcus epidermidis merupakan
bakteri gram positif yang berbentuk bulat dan bersifat aerob atau anaerob fakultatif dan berwarna
putih. Biasanya Staphylococcus epidermidis terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka.
Selain Staphylococcus epidermidis terdapat juga bakteri-bakteri jenis Staphylococcus koagulase
negative lainnya pada telapak tangan. Selain Staphylococcus epidermidis bakteri berbentuk
batang gram negatif juga sering ditemukan di tangan yaitu bakteri Pseudomonas aeruginosa.
Bakteri tersebut memiliki bentuk dan secara fisiologi sama yaitu bakteri gram negatif. Bakteri
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang dan bersifat
patogen. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih, saluran pernapasan,
dermatitis, jaringan lunak, bakteremia, tulang dan sendi, serta infeksi saluran pencernaan. Bakteri
L. corenyformis juga merupakan salah satu bakteri yang ada di telapak tangan. Bakteri
Lactobacillus coryneformis merupakan salah satu bakteri golongan asam laktat yang berperan
dalam pangan fermentasi pangan yang dibuat dari ikan. Bakteri asam laktat merupakan bakteri
golongan gram negatif. Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang hidup di dalam kulit
manusia. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri patogen yang menyebabkan penyakit pada
manusia (Jawetz dan Adelberg, 2008).
Antiseptik atau germisida adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan
kulit dan membran mukosa. Efektivitas antiseptik dalam membunuh mikroorganisme bergantung
pada beberapa faktor, misalnya konsentrasi dan lama paparan. Konsentrasi mempengaruhi
adsorpsi atau penyerapan komponen antiseptik. Pada konsentrasi rendah, beberapa antiseptik
menghambat fungsi biokimia membran bakteri, namun tidak akan membunuh bakteri tersebut.
Ketika konsentrasi antiseptik tersebut tinggi, komponen antiseptik akan berpenetrasi kedalam sel
dan menganggu fungsi normal seluler secara luas, termasuk menghambat biosintesis pembuatan
makromolekul dan persipitasi protein intraseluler dan asam nukleat (DNA atau RNA). Lama
paparan antiseptik dengan banyaknya kerusakan pada sel mikroorganisme berbanding lurus.
Mekanisme kerja antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya dengan
mendehidrasi atau mengeringkan bakteri, mengoksidasi sel bakteri, mengkoagulasi atau
menggumpalkan cairan disekitar bakteri atau meracuni bakteri. Mekanisme kerja antiseptik
antara lain penginaktifan enzim, denaturasi protein, mengubah permeabilitas membrane,
interkalasi ke dalam Asam Deoksiribo Nukleat (AND) daan pembentukan kelat (Zaidah dkk.,
2015).
Desinfeksi menggunakan alkohol yang umum dipakai dengan mempergunakan alkohol
konsentrasi 70% dengan cara mengoleskan kapas yang telah direndam dalam alkohol tersebut
pada alat medis. Alkohol beraksi dengan cara mendenaturasi protein dengan cara dehidrasi dan
melarutkan lemak sehingga membran sel rusak dan enzim-enzim akan diinaktifkan oleh alkohol.
Alkohol 70% merupakan cairan yang mengandung 70% etil alkohol (CH3CH2OH) dan 30% air.
Etil alkohol (etanol) membunuh bakteri melalui 2 cara, yakni denaturasi protein dan pelarutan
membran lemak. Protein merupakan salah satu penyusun dari sel bakteri. Protein berperan
penting di dalam sel. Jika diibaratkan, protein adalah mesin dari sel. Protein pada sel bakteri ini
akan bekerja dengan baik jika larut dalam air. Pada saat terdapat etanol di dalam lingkungan sel
bakteri, maka kelarutan protein akan menurun karena Etanol dapat larut dalam air dengan segala
perbandingan. Gaya antara molekul etanol dengan molekul air akan mengalami interaksi yang
cukup kuat. Interaksi ini cenderung lebih kuat dibandingkan gaya antar molekul etanol sendiri.
Kuatnya interaksi antara etanol dengan air disebabkan adanya gugus –OH yang terdapat di
dalamnya. Gugus –OH ini yang menyebabkan etanol bersifat hidrofilik (suka air). Meskipun di
dalam molekul etanol sendiri terdapat rantai hidrokarbon (CH3CH2-) yang juga menyebabkan
interaksi antar molekul etanol sendiri, tapi interaksi itu tidaklah terlalu sekuat antara air dan
etanol. Akhirnya, etanol dan air dapat larut sempurna. Dengan kehadiran etanol tadi, maka
kelarutan protein dalam air menurun. Sedikit demi sedikit protein mengalami denaturasi. Akibat
denaturasi, protein di dalam sel bakteri tidak dapat bekerja. Akibatnya, proses-proses penting di
dalam sel bakteri menjadi terhambat. Selain melalui denaturasi protein, perusakan sel bakteri
juga melalui pelarutan membran lipid (lemak). Sel bakteri dikelilingi oleh membran lipid.
Membran ini melindungi sel bakteri dari lingkungan luar. Saat ada etanol, membran lipid mulai
terpengaruh karena adanya gugus hidrofobik (tidak suka air) pada etanol. Gugus hidrofobik pada
etanol terdapat pada rantai hidrokarbon (CH3CH2-). Gugus hidrofobik dan dan membran lipid
mulai menyatu, namun, akibatnya kekuatan penjagaan membran lipid mulai melemah dan kerja
sel bakteri mulai terhambat (Effendy, 2008).
Sabun yang mengandung zat aktif Chloroxylenol (C8H9ClO) yang dapat membunuh
bakteri dengan cara mengganggu atau menurunkan kemampuan membran sel bakteri untuk
memproduksi ATP sebagai sumber energi. Hanya saja perlakuan dengan mencuci menggunakan
sabun antiseptik tidak mampu membunuh semua bakteri yang terdapat pada alat yang
dipergunakan dibuktikan dengan masih tingginya sisa bakteri pada penghitungan setelah
pencucian dengan sabun antiseptik, hanya saja pencucian dengan sabun antiseptik mampu
membunuh semua kuman Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. sehingga tidak ditemukan
kedua jenis bakteri tersebut pada identifikasi kuman. Sabun antiseptik memiliki efek dari
deterjen yang akan menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan pembersihan, sehingga
bakteri, minyak dan partikel yang menempel pada permukaan alat terikat dan terbuang pada saat
proses pembilasan. Alkohol 70 % dipakai dengan alasan salah satu kerja etanol dalam merusak
sel bakteri adalah mendenaturasi protein. Kerja ini akan lebih efektif jika ada air di dalamnya.
Etanol 70% merupakan campuran antara etanol sebanyak 70% volume dan air 30% volume
(v/v). Air tersebut digunakan sebagai pelarut protein yang terdenaturasi, inilah yang
menyebabkan mengapa harus ada air di dalam cairan alkohol yang digunakan. Selain itu pada
alkohol konsentrasi sangat tinggi hanya akan mampu mendenaturasi protein di luar sel bakteri.
Tidak mampu menembus membran sel bakteri dan mendenaturasi protein di dalam sel bakteri
yang sebenarnya merupakan target utamanya (Susatyo, 2016).
Berdasarkan Tabel 3.1. dapat dilihat hasil pengamatan status kebersihan tangan pada 2
cawan berbeda. Hasil pengamatan pada shift 1 yaitu kelompok 1, 2, dan 3 baik tangan kotor,
tangan cuci air, dan tangan cuci sabun, sama-sama terdapat sedikit pertumbuhan mikoorganisme
pada cawan, yaitu antara 0-30. Sedangkan pada shift 2 yaitu kelompok 7 pada tangan kotor
terdapat sangat banyak pertumbuhan mikroorganisme pada cawan 1 dan banyak pertumbuhan
mikroorganisme pada cawan 2. Pada kelompok 8 tangan cuci air terdapat sedikit pertumbuhan
mikroorganisme pada cawan 1 dan banyak pertumbuhan mikroorganisme pada cawan 2. Dan
pada kelompok 9 tangan cuci sabun terdapat sedikit pertumbuhan mikroorganisme pada cawan 1
dan cawan 2. Menurut Susatyo (2016), sabun mengandung zat aktif Chloroxylenol (C8H9ClO)
yang dapat membunuh bakteri dengan cara mengganggu atau menurunkan kemampuan membran
sel bakteri untuk memproduksi ATP sebagai sumber energi. Pencucian tangan dengan sabun dan
air mengalir lebih efektif dari pada hanya menggunakan air saja. Sehingga secara keseluruhan
hasil pengamatan pada shift 2 sudah sesuai dengan teori. Sedangkan hasil pengamatan pada shift
1 mengalami penyimpangan karena ketiga perlakuan hasilnya sama. Hal ini dikarenakan
pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal
ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga
diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak
hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda–
beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba, diperlukan suatu kombinasi nutrient
serta faktor lingkungan yang sesuai. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri terdiri atas
faktor lingkungan dan kimia. Peranan suhu terhadap pertumbuhan bakteri sebenarnya merupakan
petunjuk adanya pengaruh suhu pada enzim di dalam selnya. Bila suhu rendah (di bawah
optimum), aktivitas enzim juga rendah dan dengan demikian pertumbuhan bakteri menjadi
lambat. Hal ini tidak hanya disebabkan karena penghambatan aktivitas enzim secara langsung,
tetapi juga karena sel kehilangan air yang sangat diperlukan untuk penyerapan zat-zat makanan
dan pengeluaran hasil-hasil buangan sel (Dwijoseputro, 2009).
DAPUS

Wulandari, Suci., Arum Siwiendrayanti, Anik Setyo Wahyuningsih. 2015. Higiene Dan Sanitasi
Serta Kualitas Bakteriologis Damiu Di Sekitar Universitas Negeri Semarang. Unnes
Journal of Public Health 4 (3).

Jawetz., Melnick., Adelberg’s. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.

Effendy. 2008. Teori VSEPR, kepadatan dan gaya antar molekul. Bayu Media Publishing.
Malang.

Susatyo, Jojok Heru. 2016. Perbedaan Pengaruh Pengolesan Dan Perendaman Alkohol 70%
Terhadap Penurunan Angka Hitung Kuman Pada Alat Kedokteran Gigi. Jurnal Vokasi
Kesehatan 11 (2).

Zaidah, Fitta Awwaliyatuz., Hilda Aprilia, dan Anggi Arumsari. 2015. Uji Pembandingan
Efentifitas Antiseptik Strong Acidic Water Terhadap Antiseptik Standar Etanol 70%.
Prosiding Seminar UNISBA.

Dwidjoseputro, 2009, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Djambatan, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai