Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

HACCP DAN KEAMANAN PANGAN


“SEDJIWA COFFEE AND EATERY”

Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Annisa Fitriyani (H 0916006)
2. Aulia Ghina Nugraheni (H 0916013)
3. Devi Intan Savitri (H 0916023)
4. Dewi Sistiani (H 0916025)
5. Rifqi Dhiya Fauza (H 0916071)
6. Viska Wandhira Wimarnaya (H 0916082)
7. Wildan Ainurrafiq Mulyana (H 0916083)

PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2019
1. Keamanan Air
Air merupakan kunci dalam pemrosesan produk pangan. Dalam
kegiatan industri pangan, air digunakan dalam berbagai operasi seperti
pencucian bahan pangan, bahan tambahan maupun komposisi utama dalam
produksi hingga kegiatan sanitasi (Rahmani, 2015). Air nonproses yaitu air
yang digunakan sebagai air pencucian peralatan produksi, air kebersihan
lantai, dan air MCK. Dalam prakteknya air yang digunakan di Sedjiwa yaitu
air PAM.
Sumber air yang dapat digunakan dalam industry pangan yaitu air
PAM, biasanya telah memenuhi standar mutu dan air sumur maupun air laut.
Air sumur memiliki peluang adanya kontaminasi karena adanya banjir,
septictank, air pertanian dan sebagainya sedangkan air laut memerlukan proses
lanjutan agar layak digunakan dengan memenuhi mutu (Susiwi, 2009).
Tabel 1. Kualitas Air PDAM Surakarta.
Karakteristik Memenuhi
Kadar
No Parameter Satuan Air PDAM Syarat Air
Maksimum
Surakarta minum (%)
Fisik
1 Bau - 100
Skala
2 Kekeruhan 1,5 1,86 98,14
TCU
Skala
3 Warna 5 1,62 98,38
TCU
Kimia
1 Besi Mg/l 0,3 2,09 97,91

2 Kesadahan Mg/l 5 0,23 99,77

3 Klorida Mg/l 2,5 0,93 99,07

4 Mangan Mg/l 0,1 4,41 95,59

5 Nitrit Mg/l 1/3 - 100

6 pH Mg/l 6,5 – 8,5 - 100

7 Zulfat Mg/l 2,5 - 100


8 Zat Mg/l 1 1,62 98,38
organik
Sumber: PDAM Surakarta.
Dari kandungan zat organic, besi dan mangan pada air PAM daerah
Surakarta yang melebihi angka maksimal layak minum maka air PAM tidak
cocok digunakan sebagai air dalam proses produksi. Dalam praktiknya, air
produksi yang digunakan dalam restoran Sedjiwa adalah air gallon isi ulang
RO. Dalam proses produksi air proses digunakan sebagai bahan utama dalam
produk minuman dan bahan tambahan dalam pengolahan makanan lainnya.

2. Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Makanan


SSOP tentang kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan
berisi standar prosedur pembersihan dan sanitasi alat, frekuensi pembersihan
dan petugas yang bertanggungjawab. Prosedur pembersihan meliputi metode
baik menggunakan penyemprotan, busa gel, deterjen ionis, dan nonionis
maupun kationik serta konsentrasi yang digunakan. Prosedur sanitasi
mencakup metode, jenis sanitizer, bahan kimia yang diizinkan, dan
konsentrasi yang digunakan. Permukaan yang kontak dengan makanan juga
mencakup sarung tangan pekerja.
Sanitasi dan desinfeksi perlu dilakukan secara rutin. Kegiatan sanitasi
dalam proses pengolahan makanan bertujuan untuk menghilangkan sisa
makanan yang mengandung nutrisi yang baik untuk pertumbuhan
mikroorgnime dan menjaga kondisi peralatan. Hal ini dapat dilkukan secara
fisik. Desinfeksi untuk mengurangi populasi mikroorganisme yang bertahan
pada tingkat kontaminasi yang signifikan dapat terjadi pada peroduk yang
menyentuh permukaan secara langsung. Setelah bersih, area harus dilindungi
dari kontaminasi ulang sebelum digunakan.
Piring keramik kotor langsung dicuci dengan sabun cucipiring dengan
merek sunlight yang mengandung bahan aktif berupa surfaktan (surface active
agent) yang dapat mengikat lemak dan air sehingga cocok untuk
membersihkan sisa makanan yang mengandung lemak seperti jamur goreng
yang menempel pada permukaan wadah. Dan peralatan memasak untuk
menggoreng makanan juga mengandug minyak sehingga sabun cuci piring
yang mengandung surfaktan sudah sesuai. Peralatan memasak menggunakan
panci dan wajan stainless steel. Dan untuk tempat minum menggunakan cup
plastik dan di sealer. Cup yang akan digunakan dibersihkan dengan tisu.
Sedangkan untuk makanan sebagian rice box atau dalam box kertas lapis
plastik dan dengan piring.Terdapat komplain karena adanya bercak kotoran di
piring. Pembersihan piring yang kotor langsung setelah dibereskan dari meja
pembeli tetapi untuk alat masak diletakkan dan dibiarkan terbuka serta dipakai
terus menerus. Tidak adanya petugas/karyawan tersendiri yang bertanggung
jawab membersihkan peralatan yang kotor.
Penggunaan piring keramik lebih baik dibandingkan dengan box kertas
berlapis plastik untuk meletakkan nasi. Karena apabila nasi terlalu panas maka
akan bereaksi dengan kandungan kimia plastik box yang membahayakan
keamanan konsumen. Piring yang kotor atau setelah dipakai langsung dicuci
merupakan tindakan yang tepat sehingga tidak menupuk dan membuat
lingkungan dapur tidak kotor. Tetapi untuk alat memasak sebaiknya setelah
dipakai dibersihkan. Karena bisa terjadi kontaminasi silang. Dan sebaiknya
terdapat petugas / karyawan yang bertanggung jawab membersihkan peralatan
kotor. Sehingga peralatan yang digunakan untuk memasak setiap pelanggan
selalu bersih.

3. SSOP Untuk Mencegah Kontaminasi Silang


Kontaminasi makanan mempunyai peranan sangat besar dalam
kejadian penyakit-penyakit bawaan makanan atau keracunan makanan.
Sumber penyakit yang mungkin mencemari makanan dapat terjadi selama
proses produksi yang dimulai dari pemeliharaan, pemanenan atau
penyembelihan, pembersihan atau pencucian, persiapan makanan atau
pengolahan, penyajian serta penyimpanan. Selain hal tersebut sekarang juga
masih terdapat penggunaan bahan-bahan kimia dalam produksi makanan,
sehingga dengan sendirinya resiko kontaminasi oleh bahan-bahan kimia juga
tidak sedikit. Sedangkan sumber-sumber kontaminasi yang potensial antara
lain: penjamah makanan, peralatan pengolahan dan peralatan makan, serta
adanya kontaminasi silang (Purwidjaja, 1992).
Kontaminasi silang adalah kontaminasi pada bahan makanan mentah
ataupun masak melalui perantara. Bahan kontaminan dapat berada dalam
makan melalui berbagai pembawa antara lain serangga, tikus, peralatan,
ataupun manusia yang menangani makanan tersebut, yang biasanya
merupakan perantara utama. Kontaminasi silang dapat terjadi selama makanan
ada pada dalam tahap persiapan, pengolahan, pemasakan ataupun penyajian.
Dalam hal terjadinya kontaminasi makanan sanitasi memegang peran yang
sangat penting yaitu mengatasi permasalahan terjadinya kontaminasi langsung
dan mencegah terjadinya kontaminasi silang selama penanganan makanan
(Arisman, 2009).
Berikut ini merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam industri
makanan/jasa boga agar tidak terjadi kontaminasi silang :
1. Bahan
Bahan yang akan digunakan untuk pengolahan makanan, harus
diusahakan bebas dari cemaran. Untuk itu bahan tersebut tidak boleh
ditanam atau dipanen ditempat yang mengandung cemaran yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Pembasmian hama yang dilakukan
harus menggunakan pestisida yang sudah disetujui oleh pemerintah dan
dengan cara yang benar sehingga tidak meninggalkan residu yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Didalam pengadaan bahan makanan
harus memperhatikan tentang sumber bahan makanan dan keadaan bahan
makanan itu sendiri. Disini pengawasan mutu bahan makanan memegang
peranan penting. Selesai pemanenan, bahan yang tidak memenuhi syarat
segera dipisahkan agar tidak tercampur dengan bahan yang akan
digunakan untuk pengolahan. Jika dilakukan pencucian, maka air pencuci
harus bebas cemaran, misalnya: menghindarkan pemakaian pupuk kotoran
manusia pada tanaman sayuran yang dikonsumsi secara mentah. Bahan
makanan yang segar dan tidak busuk, merupakan pilihan utama untuk
dikonsumsi. Misalnya memilih singkong sebagai bahan pokok pembuatan
produk makanan tertentu. Daging, unggas, ikan maupun susu dapat
mengandung bakteri atau parasit yang dapat menimbulkan penyakit. Oleh
karena itu perlu membeli jenis-jenis makanan tersebut dari perusahaan
sumber yang berada dalam pengawasan secara resmi.
Pada Industri Jasa Boga “Sedjiwa”, bahan yang digunakan dalam
pembuatan makanan sudah sesuai standar sanitasi makanan. Bahan baku
utama terdiri dari jamur dan daging ayam yang juga merupakan bahan
baku menu utama dari kafe tersebut. Jamur dan daging ayam yang akan
dimasak, dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan air PAM, lalu diberi
tepung, dan selanjutnya digoreng. Penyediaan kembali/restockjamur
dilakukan setiap hari dan disimpan didalam refrigerator.
2. Alat
Salah satu sumber kontaminan utama dalam pengolahan pangan
berasal dari penggunaan wadah dan alat pengolahan yang kotor dan
mengandung mikroba dalam jumlah cukup tinggi. Pencucian alat
pengolahan dengan menggunakan air yang kotor, dapat menyebabkan
mikroba yang berasal dari air pencuci dapat menempel pada wadah / alat
tersebut. Demikian juga sisa-sisa makanan yang masih menempel pada
alat atau wadah dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme yang
cukup tinggi. Mikroba yang mungkin tumbuh bisa kapang, khamir atau
bakteri. Mutu makanan yang baik akan menurun nilainya apabila
ditempatkan pada wadah yang kurang bersih. Sanitasi yang dilakukan
terhadap wadah dan alat meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran
dan sisa-sisa bahan, diikuti dengan perlakuan sanitasi menggunakan
germisidal. Dalam pencucian menggunakan air biasanya digunakan
detergen untuk membantu proses pembersihan. Penggunaan detergen
mempunyai beberapa keuntungan karena detergen dapat melunakkan
lemak, mengemulsi lemak, melarutkan mineral dan komponen larut
lainnya sebanyak mungkin. Detergen yang digunakan untuk mencuci
alat/wadah dan alat pengolahan tidak boleh bersifat korosif dan mudah
dicuci dari permukaan. (BPOM, 2008).
Pada Industri Jasa Boga “Sedjiwa”, Alat-alat yang digunakan baik
pada sudah cukup memenuhi standar sanitasi. Peralatan masak seperti
wajan, spatula, pisau, sendok, talenan, piring, dsb, mengalami proses
pengecekan dan pencucian terlebih dahulu sebelum digunakan. Peralatan-
peralatan yang sudah selesai digunakan langsung dicuci untuk
menghilangkan sisa-sisa makanan yang menempel pada alat.
3. Karyawan/Pekerja
Karyawan/Pekerja mempunyai peran yang sangat besar dalam
proses pengolahan makanan karena penjamah makanan dapat
memindahkan bakteri pada makanan apabila mereka tidak menjaga
higiene perorangan, seperti tidak mencuci tangan sebelum memegang
makanan. Selain itu, kondisi sanitasi yang tidak memenuhi syarat juga
dapat menentukan kualitas makanan yang disajikan, karena berbagai
penyakit dapat terjadi akibat kondisi sanitasi yang tidak memenuhi syarat.
Beberapa penyakit yang diakibatkan dari mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi oleh bakteri dan kondisi sanitasi yang
buruk adalah kejang perut, diare berdarah, gangguan ginjal pada anakanak
(fatal), gangguan saraf pada lansia, kegagalan ginjal, gastroentritis,
keracunan makanan. Syarat-syarat penjamah makanan, antara lain :
a. Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk, pilek,
influenza, diare, penyakit perut sejenisnya.
b. Menutup luka (pada luka yang terbuka/bisul)
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian.
d. Memakai celemek dan tutup kepala.
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menanggani/menyajikan makanan.
f. Menjamah harus memakai alat /perlengkapan atau dengan alas tangan.
g. Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut dan
bagian lainya).
h. Tidak batuk/bersin dihadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau
tanpa menutup hidung atau mulut (Kemenkes, 2003).
Pada Industri Jasa Boga “Sedjiwa”, karyawan yang dipekerjakan
belum cukup untuk memenuhi beberapasyarat sanitasi. Meskipun sudah
melakukan pencucian tangan dan meliburkan karyawan yang sakit, tetapi
masih ada karyawan yang bekerja tidak memenuhi sebagian standar
sanitasi seperti tidak menggunakan sarung tangan saat melakukan
pemrosesan, tidak menggunakan masker, dan masih menggunakan jam
tangan/perhiasan dalam bekerja.
4. Hama
Pengendalian hama pada dasarnya memiliki hubungan dalam
mengurangi atau mencegah penyebaran bahaya kontaminasi. Serangga
maupun hewan pengerat biasanya banyak terdapat pada tempat-tempat
yang banyak mengandung makanan. Pemakaian pestisida dan jebakan
sangat efektif jika dilakukan sesuai dengan dosis dan aturan pemakaian
(Arif, 2015).
Pada Industri Jasa Boga “Sedjiwa”, pengendalian hama sudah
cukup memenuhi standar sanitasi. Hama yang sering ditemukan dalam
restoran ini adalah lalat, nyamuk dan laba-laba. Pemberantasan hama
tersebut dilakukan secara manual maupun mekanis, untuk pengendalian
hama lalat dan nyamuk, pemilik memasang 4 buah kipas angin untuk
mengusir serangga tersebut, sedangkan untuk pengendalian laba-laba,
pemilik memberitahukan kepada setiap karyawannya untuk segera
langsung membersihkan sarang laba-laba tersebut dengan menggunakan
sapu gagang tinggi.
5. Air
Air merupakan carrier/pembawa penyakit yang lebih banyak
dibandingkan makanan, maka perlu diberi perlakuan untuk menghilangkan
bahan-bahan limbah serta menghilangkan dan mengontrol kontaminasi
dengan beberapa perlakuan,antara lain : flokulasi, filtrasi dan klorinasi
dengan tujuan agar air yang kita gunakan dak tercemar oleh bakteri.
Berbagai macam bahan organik dan anorganik terlarut dalam air kotor
yang merupakan sumber-sumber kuman patogen, terutama untuk kuman-
kuman yang berasal dari saluran pencernaan. Air kotor berperan penting
sebagai sumber pencemar bagi air dan makanan.
Pada Industri Jasa Boga “Sedjiwa”, Air yang digunakan sudah
memenuhi standar sanitasi. Air yang digunakan pada restoran tersebut
yaitu air galon isi ulang yang digunakan untuk memasak/produksi dan
minum, dan juga air PAM yang digunakan untuk mencuci.

4. SSOP Untuk Kebersihan Karyawan


Sanitasi pangan adalah semua tindakan yang dilakukan untuk
mencegah tercemarnya makanan selama penanganan, pengolahan,
penyimpanan dan distribusi. Selain peralatan, sanitasi dan hygiene pekerja
juga perlu diperhatikan. Pekerja selalu aktif bersentuhan dengan bahan
pangan. Karena pekerja berpeluang menjadi sumber cemaran dan penyakit
yang dapat ditularkan melalui makanan maka program sanitasi
dan hygiene pekerja adalah mutlak dilakukan dengan baik dan benar. Tata
cara pelaksanaan dan tata tertib pekerja selama berada dilingkungan pabrik
pengolahan pangan dapat diatur. Tata tertib ini menyangkut tantang apa yang
perlu dilakukan dan bagaimana cara melakukan pekerjaan atau kegiatan guna
menghasilkan mutu produk dan kesehatan yang baik (Hariyadi dan
Dewayanti, 2009).
Sanitasi dan hygiene pekerja perlu diperhatikan karena pekerja
merupakan sumber potensial dalam perpindahan cemaran. Program sanitasi
dan hygiene pekerja adalah hal yang mutlak. Sanitasi pekerja meliputi
kesehatan pekerja, kebersihan tubuh pekerja sampai kebersihan semua
perlengkapan yang digunakan oleh pekerja pengolahan pangan. Cemaran pada
makanan dapat menyebabkan keracunan. Sanitasi udara dan suhu
penyimpanan sagat diiperhatikan untuk tetap mempertahankan kualitas
mikrobiologis makanan. Proses pengolahan makanan terutama suhu
pengolahan juga sangat mempengaruhi kualitas makanan (Gobel, 2008).
Mikroba perusak pangan dan pathogen yang banyak ditemukan pada
produk pangan adalah jenis bakteri pembentuk spora Bacillus cereus, bakteri
gram positif Staphylococcus aureus, bakteri gram negatif yaitu Salmonella
sp dan Escherichia coli yang ada pada sampel makanan serta
keberadaan Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Salmonella dan Enterobacter aerogenes pada tangan pekerja.
Staphylococcus aureus merupakan mikroba flora normal yang terdapat
pada permukaan tubuh, seperti pada permukaan kulit, rambut, hidung, mulut
dan tenggorokan. Escherichia coli merupakan flora normal yang terdapat pada
saluran pencernaan hewan dan manusia (Nurjanah, 2006). Sanitasi pekerja
sangat diperlukan dalam suatu industri. Pekerja atau karyawan yang mengolah
bahan pangan harus sehat jasmani dan rohani serta mengerti tentang
kesehatan. Pekerja harus mengikuti prosedur sanitasi yang memadai untuk
mencegah kontaminasi pada makanan yang ditanganinya. Prosedur yang
penting bagi pekerja pengolah makanan adalah pencucian tangan, kebersihan
dan kesehatan diri (Hiasinta, 2001). Seperti halnya pada restoran Sedjiwa,
para pekerja diwajibkan untuk mencuci tangannya sebelum bersentuhan
dengan bahan atau pun mengolah makanan.
Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri
dan virus patogen dari tubuh, fases, atau sumber lain ke makanan. Oleh karena
itu, pencucian tangan merupakan hal pokok yang harus dilakukan pekerja
yang terlibat dalam penanganan makanan. Pekerja sebaiknya mencuci tangan
sebelum memulai pekerjaan dan setelah melakukan kegiatan pribadi (misalnya
merokok, makan, minum, bersin, batuk , dan setelah menggunakan toilet).
Pencucian tangan dilakukan dengan mengunakan sabun dan diikuti dengan
pembilasan menggunakan tissue (Hiasinta, 2001).
Menurut Hiasinta (2011) standar sanitasi di penyedia jasa makanan
yang baik meliputi :
1. Menyediakan kamar mandi yang dilengkapi dengan sarana air bersih.
2. Menyediakan sarana cuci tangan
3. Pekerja menggunakan alat pelindung diri berupa masker, celemek, dan
hair net.
4. Pada praktiknya para karyawan sedjiwa membiasakan cuci tangan sebagai
suatu kewajiban sebelum melakukan aktivitasnya di dapur. Terlihat juga
adanya wastafel serta sabun untuk mencuci tangan bagi para pengunjung.
Selain wastafel untuk mencuci tangan, disediakan pula fasilitas toilet yang
rutin dibersihkan sebanyak dua kali dalam sepekan.
Sayangnya para pekerja yang mengolah makanan tidak menggunakan
alat pelindung diri berupa masker dan hair net. Dan tidak sering pula
menggunakan apron. Namun para pekerja ketika mengolah bahan makanan
sudah menanggalkan accesories yang dapat menjadi sarana cemaran bahan
pangan seperti jam tangan, gelang, dan cincin.

5. SSOP Untuk Pencegahan Adulterasi


Adulterasi adalah bercampurnya bahan pangan dengan bahan
berbahaya yang akan merusak pangan. Adulterasi biasanya merupakan
tercampurnya bahan pangan dan bahan non pangan baik bercampur sebagian
atau seluruhnya. Adulterasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
kurangnya menjaga kebersihan dan sanitasi pada proses pengolahan pangan,
penyimpanan, distribusi, dan penjualan (Sharma et al., 2017).
Tujuan pencegahan adulterasi adalah untuk menjamin produk pangan,
bahan pengemas, dan permukaan yang kontak langsung dengan makanan
terlindungi dari kontaminasi mikrobial, kimia dan fisik. Pencegahan adulterasi
pada kafe sedjiwa masih belum maksimal. Pada satu sudut ruangan terdapat
galon berisi air yang diletakkan dekat dengan sabun cuci. Hal tersebut dapat
menyebabkan adulterasi kimia dimana bahan kimia berbahaya dari sabun cuci
tercampur dengan air galon. Di bagian dapur, terdapat makanan jadi yang
diletakkan dibawah rak penyimpanan peralatan masak. Dengan demikian
ditakutkan jika peralatan masak terdapat kotoran akan masuk kedalam
makanan. Peletakan bahan pangan seperti margarin yang dibiarkan terbuka di
dekat tempat sampah juga akan menyebabkan adulterasi dimana sampah yang
akan dibuang ke tempat sampah bisa saja jatuh sebagian atau seluruhnya dan
bercampur dengan margarin.
Peletakan bahan pangan maupun makanan jadi harus diperhatikan.
Seharusnya air galon tidak diletakkan dekat dengan sabun cuci. Sabun cuci
seharusnya diletakkan di wastafel tempat mencuci peralatan masak yang ada
di dapur. Produk pangan jadi seharusnya diletakkan pada meja yag tinggi.
Karena jika peletakan makanan tidak tepat, selain akan menyebabkan
adulterasi juga akan menyebabkan kontaminasi silang. Bahan pangan yang
sudah selesai digunakan sebaiknya ditutup kembali dan disimpan pada tempat
yang tepat seperti contoh margarin dapat dikembalikan terlebih dahulu ke
dalam kulkas.

6. Pelabelan dan Penyimpanan Bahan yang Tepat


Pelabelan dalam bahan pangan bertujuan untuk memudahkan dan
menjamin dalam penggunaan bahan serta proteksi bahan dari kontaminasi.
Dalam proses pelabelan yang perlu diperhatikan yaitu nama bahan atau jenis
larutan dalam wadah, nama dan alamat distributor atau produsen, petunjuk
penggunaan (Susiwi, 2009). Dalam proses penyimpanan bahan pangan
dilakukan proses pemisahan bahan food grade dan non food grade,
memisahkan antara bahan mentah dan produk jadi, penyimpanan dalam
kondisi yang sesuai untuk menjamin masa simpan dan kesegaran bahan
(Susiwi, 2009).
Proses penyimpanan dan pelabelan di restoran Sedjiwa yaitu disimpan
dalam kulkas atau lemari pendingin dengan tanpa pelabelan terhadap masing-
masing bahan yang disimpan serta penyimpanan bahan lainnya dalam rak-rak
dengan pengambilan bahan berdasarkan konsep perkiraan. Dengan
penyimpanan yang demikian mengakibatkan besarnya risiko bahan tidak tahan
simpan terlalu lama atau terjadi penimbunan bahan lama yang tidak segera
terpakai. Solusi yang dapat diterapkan dalam pelabelan dan penyimpanan
bahan baku di restoran Sedjiwa sebagai berikut:
Menurut Sarni (2017) cara penyimpanan bahan pangan yang baik yaitu
1) bahan perishable atau bahan yang mudah rusak seperti sayur, buah, daging,
telur dan keju disimpan khusus dengan fasilitas pendingin sementara 2) bahan
groceries yang tidak mudah rusak seperti beras, bumbu kering, kopi, gula dan
tepung disimpan dalam suhu dingin atau tempat yang kering.
Adapun indikator syarat penyimpanan bahan makanan diantaranya:
a. Bahan makanan ditempatkan secara teratur menurut macam, golongan
serta urutan pemakaian.
b. Penggunaan dengan metode FIFO (First in first out) dengan cara
memberikan label dalam bahan yang disimpan dengan label tanggal
penerimaan.
c. Pemasukan dan pengeluaran bahan makanan dilakukan pencatatan
kemudian diperiksa dan diteliti kembali.
d. Seluruh bahan makanan disimpan ditempat tertutup, kondisi sesuai
jenisnya, dibungkus dan tidak berlubang (Sarni, 2017).

7. SSOP Untuk Kesehatan Karyawan


SSOP untuk kesehatan karyawan meliputi pengendalian kesehatan
bagi karyawan supaya tidak menjadi sumber kontaminasi produk, bahan
kemasan, dan permukaan yang kontak dengan makanan. Serta mencakup cara
pelaporan karyawan yang sakit dan jadwal pemeriksaan rutin kesehatan
karyawan, imunisasi, dan pengujian untuk penyakit tertentu.
Karyawan sakit tidak masuk kerja atau izin. Untuk pemeriksaan
berkala pada pegawai tidak ada sehingga pegawai yang sakit kemudian izin.
Karena semua pegawai dapat memasak, menjadi pegawai kasir, pelayan, dan
pembersih meja makan serta tempat makan yang sudah selesai dimakan.
Seharusnya karyawan difokuskan pada masing-masing bagian. Dan sebaiknya
dilakukan pengecekan kesehatan untuk karyawan terutama karyawan yang
memasak dan melayani makanan ke pembeli juga harus dicek kesehatannya
secara berkala. Maka deteksi penyakit dapat lebih awal atau diberi pencegahan
sebelum terserang penyakit. Sehingga tidak terdapat karyawan yang tiba-tiba
sakit dan harus izin kerja.

8. Pemberantasan Hama
Hama adalah organisme yang bersifat merusak atau mempunyai
potensi merusak terhadap tanaman, produk-produk tanaman, produk dan
bahan pangan, ternak dan manusia. Dalam industri pangan, hama merupakan
suatu organisme yang mampu mengurangi ketersediaan, mutu atau harga
sumber pangan manusia. Hama dalam industri pangan seperti serangga dan
tikus merupakan bahaya serius bagi industri pangan yang dapat
mengkontaminasi persediaan bahan pangan dan merusak fasilitas hingha dapat
juga menimbulkan penyakit (Koswara, 2006).
Pada kafe sedjiwa terlihat kondisi setiap ruangan yang bersih dan tidak
terlihat adanya hama baik serangga maupun tikus. Sehingga tidak ditemukan
adanya alat penanganan hama seperti perangkap tikus dan perangkap
serangga. Setiap ruangan dibersihkan secara detail guna menghindari adanya
hama. Namun seharusnya rumah makan tetap memiliki perangkap hama
walaupun sering tidak ditemukan adanya hama untuk berjaga jaga bila terjadi
hal yang tidak terduga. Selain dengan adanya perangkap hama, hal berikut
dapat menjadi cara pencegahan dan penanganan hama :
- Menjaga suhu dan kelembaban ruangan
- Menghilangkan sumber makanan hama yang menjadi daya tarik hama.
- Penanganan air yang baik
- Menghilangkan habitat yang disukai hama
- Penanganan hama menggunakan musuh alami yang dapat berupa predator,
parasit, dan patogen (Koswara, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Adiba. 2015. Pengaruh Bahan Kimia Terhadap Penggunaan Pestisida


Lingkungan. JF FIK UINAM Vol.3 No.4
Arisman. 2009. Keracunan Makanan: Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta.
Balai Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Melamin Dalam Produk Pangan. Info
POM Vol.9, No.6.
Gobel, B Risco. 2008. Mikrobiologgi Umum dalam Praktek. Universitas
Hasanuddin Press. Makassar.
Hariyadi, P dan Dewayanti, R.H. 2009. Memproduksi Pangan Yang Aman. PT.
Dian Rakyat.
Hiasinta A. Purnawijayanti. 2001. Sanitasi Hygiene dan Keselamatan Kerja
dalam Pengolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 942 / Menkes / SK /
VII / 2003. Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan
Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Ditjen PPM & PLP
Kusmayadi, dkk. 2007. Cara Memilih dan Mengolah Makanan Untuk Perbaikan
Gizi Masyarakat.
Nurjanah, S. 2006. Kajian Sumber Cemaran Mikrobiologis Pangan Pada Beberapa
Rumah Makan Di Lingkar Kampus IPB Darmaga, Bogor. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia 11(3) : 18-24.
Purawijaya, Tatang. 1992. Keracunan Makanan di Indonesia. Materi Pelatihan
Singkat Keamanan Pangan, Standart dan Peraturan Pangan. PAU Pangan
dan Gizi IPB
Rahmani, A. 2015. Pengolahan Air dalam Industri Pangan. ITB. Bandung.
Sarni. 2017. Sistem Penyimpanan Makanan di Tom’s Café Tembilahan
Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Jurnal Fisip 4(2):1-11.
Susiwi, S. 2009. Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure
SPO Sanitasi). UPI. Bandung.
DOKUMENTASI

Gambar 1.1. Penyimpanan Bahan Baku

Gambar 1.2. Wastafel Dapur

Anda mungkin juga menyukai