Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masa nifas merupakan hal penting untuk menurunkan angka kematian ibu
dan bayi di Indonesia . Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Asuhan masa nifas diperlukan
dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya.
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
(Saifuddin, 2009)
Dalam upaya pencapaian target SDGs yaitu AKI (Angka Kematian Ibu)
pada tahun 2030 adalah 70/100.000 kelahiran hidup, upaya yang dilakukan bidan
adalah melakukan Asuhan Masa Nifas secara komprehesif. Adapun kunjungan
masa nifas menurut program pemerintah dilakukan minimal sebanyak 3 kali
kunjungan. Kunjungan I (6 jam post partum – 3 hari), kunjungan 2 (4 – 28 hari
post partum), kunjungan 3 (29 – 42 hari post partum). (Kemenkes RI, 2013)
Selama masa pemulihan berlangsung ibu akan mengalami banyak
perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Pada masa nifas ibu masih
potensial mengalami komplikasi, terlebih pada ibu yang memiliki sosio ekonomi
dan pendidikan kurang yang sering tidak mengerti potensi bahaya pada masa nifas
ini. (Prawirohardjo, 2010)
Dalam masa nifas alat-alat genetalia interna dan eksterna akan berangsur-
angsur pulih seperti ke keadaan seperti sebelum hamil. Untuk membantu
mempercepat proses penyembuhan pada masa nifas, maka ibu nifas membutuhkan
diet yang cukup kalori dan protein, membutuhkan istirahat yang cukup, ambulasi
dini, kebersihan diri dan perineum, kebutuhan seksual, eliminasi, latihan atau
senam nifas. Perubahan pada masa nifas tersebut sebenarnya sebagian besar
bersifat fisiologis, namun jika tidak dilakukan pendampingan melalui asuhan
kebidanan, tidak menutup kemungkinan akan menjadi keadaan patologis. Bidan
sudah seharusnya melaksanakan pemantauan dengan maksimal agar tidak timbul
berbagai masalah, yang mungkin saja akan berlanjut pada komplikasi masa nifas.
Kebutuhan masa nifas yaitu nutrisi dan cairan. Pada mereka yang melahirkan
secara fisiologis, tidak ada pantangan diet. Dua jam setelah melahirkan perempuan

1
2

boleh minum dan makan, Namun perlu diperhatikan jumlah kalori dan protein ibu
menyusui harus lebih besar dari pada ibu hamil, kecuali apabila ibu tidak
menyusui bayinya. (Wahyuni, 2018)
Pelayanan kunjungan nifas didefinisikan sebagai kontak ibu nifas dengan
tenaga kesehatan (termasuk bidan di desa/polindes/poskesdes) dan kunjungan
rumah (Kemenkes RI, 2013). Adapun tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu
dan bayinya baik fisik maupun psikologik, melaksanakan skrining yang
komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan tentang
perawatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi
kepada bayinya dan perawatan bayi sehat, dan memberikan pelayanan keluarga
berencana. (Saifuddin, 2009)
Berdasarkan laporan dari kabupaten atau kota Angka Kematian Ibu di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 sebanyak 619 atau 111,16/100.000 KH
menurun menjadi 475 kasus atau 88,05/100.000 KH pada tahun 2017, dari 475
kasus kematian sebesar 60 persen kematian maternal terjadi pada waktu nifas,
sebesar 26,32 persen pada waktu hamil, dan sebesar 13.68 persen pada waktu
persalinan Berdasarkan laporan rutin kabupaten/kota tahun 2017 diketahui bahwa
cakupan pelayanan nifas Provinsi Jawa Tengah sebesar 96,29 persen, mengalami
sedikit peningkatan bila dibandingkan cakupan tahun 2016 yaitu 95,54 persen.
Trend cakupan ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan nifas dari tahun
2013 -2017 terlihat bahwa sejak tahun 2013 cenderung meningkat meskipun
peningkatannya tidak terlalu signifikan.
Data pada Dinas Kesehatan Kota Semarang menunjukkan cakupan
kunjungan nifas III pada tahun 2015 sebesar 86,91% dari target 95%, tahun 2016
sebesar 88,23% dari target 95%, dan pada tahun 2017 sebesar 90,04% dari target
100%. Hal ini menunjukkan cakupan kunjungan nifas di kota Semarang
mengalami kenaikan sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 namun masih
di bawah target. Kenaikan cakupan kunjungan nifas ini karena semakin
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan pemeriksaan
pada masa nifas. Selain itu, adanya peningkatan cakupan KF karena adanya
kunjungan petugas Puskesmas dengan menggunakan dana BOK dan
pendampingan ibu hamil oleh Gasurkes dan kader kesehatan.
Menurut data yang diperoleh dari Puskesmas Bululor, Angka Kematian
Ibu pada tahun 2018 adalah 0, yang berarti tidak ada kematian ibu. Cakupan
3

kunjungan nifas di tahun 2018 meliputi KF I 378, KF II 367,dan KF III 378. Target
pencapaian kunjungan ibu nifas adalah 375, dan cakupannya adalah 378, dimana
sudah mencapai 100%.
Dalam melaksanakan asuhan kebidanan ibu nifas fisiologis di Puskesmas
Bululor, SOP yang dilakukan sudah sesuai dengan kewenangan dan kompetensi
bidan dalam pemberian asuhan nifas fisiologis, yaitu ibu nifas dilakukan
kunjungan rumah minimal 3 kali sesuai program atau lebih bila ada ibu nifas
dengan komplikasi. Kunjungan rumah ini dilakukan oleh seorang tenaga Gasurkes
KIA (Tenaga Surveilans Kesehatan Ibu dan Anak). Tenaga Gasurkes KIA adalah
seorang bidan sehingga kompetensinya sesuai untuk penatalaksanaan nifas
fisiologis di masyarakat.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik mengambil kasus dengan
judul “Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Fisiologis Pada Ny. B Usia 28 Tahun P2A0
Di Wilayah Puskesmas Bululor Semarang ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah dalam studi kasus
ini adalah “Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Fisiologis Pada Ny. B Usia 28 Tahun
P2A0 Di Wilayah Puskesmas Bululor Semarang”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas fisiologis di wilayah
kerja Puskesmas Bululor.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari asuhan kebidanan ibu nifas fisiologis mahasiswa mampu
:
a. Melakukan pengkajian secara lengkap terhadap ibu nifas fisiologis pada
Ny. B Usia 28 Tahun P2A0 Di Wilayah Puskesmas Bululor Semarang.
b. Menentukan interpretasi data pada Ny. B Usia 28 Tahun P2A0 Di
Wilayah Puskesmas Bululor Semarang.
c. Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan secara menyeluruh terhadap
ibu nifas fisiologis pada Ny. B Usia 28 Tahun P2A0 Di Wilayah
Puskesmas Bululor Semarang.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat untuk Penulis
4

Dapat meningkatkan pengetahuan tentang teori ibu nifas fisiologis dan dapat
memberikan asuhan pada ibu nifas fisiologis menggunakan sesuai
kewenangan bidan.
2. Manfaat untuk Institusi Pendidikan
a. Dapat digunakan sebagai studi kepustakaan dan untuk mengevaluasi
sejauh mana mahasiswa dapat menerapkan asuhan kebidanan pada ibu
nifas fisiologis.
b. Dapat menjadi sumber bacaan bagi mahasiswa Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Semarang dalam menerapkan ilmu dan sebagai acuan untuk
seminar ilmiah berikutnya.
c. Memberikan masukan dalam hal pembelajaran mengenai asuhan
kebidanan ibu nifas fisiologis.
3. Manfaat untuk Lahan Praktik
Untuk meningkatkan kualitas asuhan terhadap ibu nifas fisiologis dan
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) yang sesuai dengan tahapan ibu nifas.
4. Manfaat untuk Ibu Nifas
Menambah pengetahuan pada ibu nifas sehingga dapat melakukan perawatan
masa nifas, deteksi dini, dan dapat segera mengambil tindakan untuk
memeriksakan diri ke tenaga kesehatan jika terjadi kelainan atau masalah
pada masa nifas.

Anda mungkin juga menyukai