OLEH:
Hari :
Tanggal :
TIM PEMBIMBING
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Gangguan Kebutuhan Termoregulasi
B. Epidemiologi
C. Etiologi
D. Tanda dan Gejala
E. Patofisiologi dan Clinical Pathway
F. Penatalaksanaan Medis
G. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul (PES)
b. Perencanaan Nursing Care Plan
H. Daftar Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN
B. Epidemiologi
Peningkatan suhu tubuh atau demam merupakan masalah yang sering
terjadi unit perawatan intensif dengan angka kejadian sebesar 23% sampai 75%.
Peningkatan suhu tubuh pada pasien disebabkan oleh infeksi atau non infeksi
(Kothari dan Karnad, 2005; Dzulfaijah dkk., 2017). Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) melaporkan bahwa gangguan termoregulasi banyak terjadi
pada bayi dan lansia. Angka kejadian akibat gangguan termoregulasi meningkat
pada usia lebih dari 75 tahun (Giddens, 2009). Typhoid, sepsis, cidera kepala,
stroke merupakan jenis penyakit yang dapat meningkatkan suhu tubuh secara
drastis. Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI)
(2011) terdapat 16 juta kasus per tahun dengan angka kematian sebesar 600 kasus
akibat typhoid. Thypoid menjadi penyebab nomor tiga pasien di rawat di rumah
sakit dari sepuluh penyakit yang ada sering terjadi pada pasien rawat inap
(Kemenkes RI, 2013).
C. Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suhu tubuh (Potter &
Perry, 2005). Faktor-faktor tersebut terdiri dari:
1. Usia
Bayi dan balita lebih mudah mengalami perubahan suhu. Hal ini disebabkan
mekanisme pengaturan suhu pada tubuh bayi dan balita masih belum optimal.
Sistem regulasi tubuh akan stabil saat mencapai pubertas. Lansia memiliki
rentang suhu yang sempit dibandingkan dewasa awal.
2. Olahraga
Aktivitas otot melibatkan peningkatan suplai darah dan pemecahan
karbohidrat serta lemak sehingga dapat meningkatkan produksi panas. Hal ini
dapat meningkatkan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama, seperti lari jarak
jauh, dapat meningatkan suhu tubuh untuk sementara sampai 41 ºC.
3. Kadar hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar
dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan
fluktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkatkan dan menurunkan
secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila keadaan progesteron rendah,
suhu tubuh beberapa derajat di bawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah
berlangsung sampai terjadi ovulasi. Selama ovulasi jumlah progesteron yang
lebih besar memasuki sistem sirkulasi dan meningkatkan suhu tubuh sampai
kadar batas atau lebih tinggi. Variasi suhu ini dapat digunakan untuk
memperkirakan masa paling subur pada wanita untuk hamil. Perubahan suhu
juga terjadi pada wanita selama menopause (penghentian menstruasi). Wanita
yang sudah berhenti menstruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan
berkeringat banyak, 30 detik-5 menit. Hal tersebut karena kontrol vasomotor
yang tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokontriksi.
4. Irama Sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5ºC sampai 1ºC selama periode 24 jam.
Bagaimanapun, suhu merupakan irama stabil pada manusia. Suhu tubuh
paling rendah biasanya antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari. Sepanjang hari
suhu tubuh naik, sampai sekitar pukul 18:00 dan kemudian turun seperti pada
dini hariSecara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah sesuai usia.
Penelitian menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah dini hari pada lansia.
5. Stres
Stres fisik maupun emosional meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan saraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme,
yang akan meningkatkan produksi panas.
6. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang
tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan.
7. Demam
Demam merupakan temperatur tubuh di atas suhu tubuh normal (>37,8 )
per oral atau 38,8 per rektal. Demam dapat disebabkan oleh gangguan di
dalam otak atau bahan-bahan toksik yang dapat mengganggu sistem otak.
Demam dapat disebabkan penyakit bakteri, tumor otak, keadaan lingkungan
yang dapat meningkatkan suhu tubuh (panas) (Kukus, 2009).
8. Menggigil
Pada dasarnya temperatur tubuh manusia lebih rendah dibandingkan
temperatur pada hipotalamus yang menyebabkan kenaikan temperatur tubuh.
Selama periode ini tubuh akan menggigil dan merasa kedinginan meskipun
suhu tubuh di atas temperatur normal. Hal ini dapat menyebabkan kulit
menjadi pucat dan dingin sehingga dapat membuat tubuh gemetar dan proses
ini berlangsung secara terus menerus (Kukus, 2009).
Berdasarkan Nield dan Kamat (2011) kondisi medis yang dialami
seseorang juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan termoregulasi
diantaranya yaitu:
1. Penyakit autoimun
2. Penyakit kronis
3. Cidera
4. Infeksi virus, bakteri, dan parasit
5. Malnutrisi.
Usia, Irama Sirkadian, Lingkungan, menggigil, Olahraga, Hormon, Irama Sirkadian, Stres, Lingkungan, Demam,
Penyakit autoimun, Penyakit kronis, Cidera, Infeksi, Malnutrisi, Radiasi, Konveksi, Konduksi
Produksi pirogen
Ketidakefektifan
Termoregulasi Pirogen eksogen Pirogen endogen (Interleukin
(mikroorganisme dan toksik) 1, interleukin 6, TNF)
G. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul (PES)
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan kulit
teraba hangat, postur abnormal, koma, apnea, kejang, kulit memerah,
hipotensi, vasodilatasi, lethargi, takikardia, takipnea, irritable.
2. Hipotermi berhubungan dengan agen farmasi ditandai dengan kulit
teraba dingin, muka pucat, hipertensi, berkurangnya ventilasi,
meningkatnya laju metabolik, hipoksia, hipoglikemia, bradikardi,
bradipnea, kuku sianosis, menggigil, CRT lambat.
3. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit ditandai
dengan kuku sianosis, fluktuasi suhu tubuh, kejang, kulit dingin, pucat,
dan peningkatan frekuensi pernafasan.
b. Perencanaan Nursing Care Plan
No. Masalah NOC NIC
Keperawatan
1. Hipertermia Setelah dilakukan Fever Treatment:
(00007) tindakan keperawatan Mandiri
selama 1x24 jam, suhu 1. Monitor suhu tubuh dan
tubuh pasien kembali tanda-tanda vital
normal dengan kriteria 2. Monitor warna kulit dan
hasil: suhu
1. Penurunan suhu 3. Monitor intake dan
tubuh (36,50- otput cairan
37,50C) 4. Selimuti pasien dengan
2. Berkeringat saat selimut tipis dan
demam pakaian tipis
3. Perubahan warna Promotif
kulit (tidak 5. Anjurkan pasien minum
kemerahan) banyak air (250 ml
4. Perubahan setiap 2 jam)
frekuensi 6. Anjurkan pasien banyak
pernapasan (12- istirahat, bila perlu
20x/menit) batasi aktivitas
5. Perubahan Edukasi
frekuensi nadi 7. Ajarkan cara melakukan
radial (80- kompres hangat pada
100x/menit) pasien saat pasien
6. Penurunan gelisah demam tinggi
(tenang) Kolaborasi
7. Melaporkan 8. Kolaborasi pemberian
kenyamanan suhu obat (antipiretik,
antibiotik) atau cairan
IV
9. Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium (darah
lengkap, urin)
2. Hipotermia Setelah dilakukan Hypothermia Treatment:
(00006) tindakan keperawatan Mandiri
selama 1x24 jam, suhu 1. Monitor suhu tubuh
tubuh pasien kembali dan tanda-tanda vital
normal dengan kriteria 2. Monitor warna kulit
hasil: dan suhu
1. Kenaikan suhu 3. Selimuti pasien dengan
tubuh (36,50- selimut tebal, penutup
37,50C) kepala, dan pakaian
2. Menggigil saat hangat
dingin
3. Perubahan warna Promotif
kulit (tidak pucat, 4. Anjurkan pasien
tidak kebiruan) mengonsumsi makanan
4. Perubahan hangat, cairan
frekuensi berkarbohidrat tinggi
pernapasan (12- 5. Anjurkan pasien
20x/menit) meletakkan botol berisi
5. Perubahan air hangat pada
frekuensi nadi ektremitas
radial (80- Edukatif:
100x/menit) 6. Ajarkan pasien dan
6. Melaporkan keluarga memodifikasi
kenyamanan suhu lingkungan dan faktor
lain yang menyebabkan
hipotermia
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
cairan IV hangat,
warmed humid oxygen
3. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Temperature Regulation:
termoregulasi tindakan keperawatan Mandiri
(00008) selama 1x24 jam, suhu 1. Monitor suhu dan
tubuh pasien kembali tanda-tanda vital
normal dengan kriteria setidaknya setiap 2 jam
hasil: 2. Monitor warna kulit
1. Penurunan suhu dan suhu kulit
0
tubuh (36,5 - 3. Monitor tanda dan
37,50C) gejala hipotermia dan
2. Peningakatan suhu hipertermia
0
tubuh (36,5 - 4. Sediakan intake nutrisi
37,50C) dan cairan yang
3. Berkeringat saat adekuat
demam Edukatif
4. Menggigil saat 5. Menginformasikan
dingin pasien tanda gejala
5. Perubahan warna hipotermia dan
kulit (tidak penaganan hipotermia
kemerahan, tidak 6. Mengajarkan pasien
pucat, tidak cara mencegah
kebiruan) hipotermia
6. Perubahan 7. Mengajarkan pasien
frekuensi untuk mencegah heat
pernapasan (12- stroke
20x/menit) Promotif
7. Perubahan 8. Anjurkan pasien
frekuensi nadi memakai pakaian yang
radial (80- hangat dan selimut
100x/menit) untuk menaikkan suhu
8. Penurunan gelisah tubuh
(tenang) Kolaboratif
9. Melaporkan 9. Kolaborasi pemberian
kenyamanan suhu antipiretik atau cairan
IV
H. Daftar Pustaka
Andriyani, R., A. Triana, dan W. Juliarti. 2015. Buku Ajar Biologi Reproduksi dan
Perkembangan. Ed. 1. Yogyakarta: Deepublish.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Dzulfaijah, N. K., Mardiyono, Sarkum, dan D. Saha. 2017. Combination of Cold
Pack, Water Spray, and Fan Cooling on Body Temperature Reduction and
Level of Success To Reach Normal Temperature in Critically Ill Patients
with Hyperthermia. Belitung Nursing Journal. Vol 3(6): 757-764.
Gidden, Jean Foret. 2009. Concept for Nursing Practice 2nd Edition. Missouri:
Elsevier.
Graha, A. S. 2010. Adaptasi Suhu Tubuh terhadap Latihan dan Efek Cedera di
Cuaca Panas dan Dingin. Jurnal Olahraga Prestasi. Vol 6(2): 123-134.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Laporan Akhir Riset Fasilitas
Kesehatan tahun 2011. Jakarta: Dadan Litbangkes.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kothari, V. M. dan D. R. Karnad. 2005. New Onset Fever in The Intensive Care
Unit. Japi. Vol 53: 949-953.
Kukus, Y., W. Supit., dan F. Lintong. 2009. Suhu Tubuh: Homeostasis dan Efek
terhadap Kinerja Tubuh Manusia. Jurnal Biomedik. Vol 1 (2): 107-118.
Nanda Internasional 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Oxford: Willey
Backwell.
Price, T. dan S. McGloin. 2003. A Review of Cooling Patients with Severe
Cerebral Insult in ICU (Part 1). Nursing In Critical Care. Vol 8(1): 30-36.
Purwanti, S. dan N. W. Ambarwati. 2008. Pengaruh Kompres Hangat terhadap
Perubahan Suhu Tubuh pada Pasien Anak Hipertermia di Ruang Rawat Inap
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan.
Sari, E. K., I. S. Redjeki dan W. Rakhmawati. 2013. Perbandingan pengaruh
water spray dan fan cooling menggunakan air hangat dengan air suhu
ruangan terhadap penurunan suhu tubuh. Jurnal Ilmu Keperawatan. Vol
1(2): 150-156.
Setiawati, T. 2009. Pengaruh Tepid Sponge. Jakarta: Universitas Indonesia.
Susanti, N. 2012. Efektifitas Kompres Dingin Dan Hangat Pada Penataleksanaan
Demam. Sainstis.