Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecanduan atau addiction merupakan perasaan yang sangat kuat terhadap


sesuatu yang diinginkannya sehingga ia akan berusaha untuk mencari sesuatu
yang sangat diinginkannya itu, misalnya kecanduan internet, kecanduan melihat
televisi, kecanduan bermain game dan sebagainya. Seseorang dapat dikatakan
mengalami kecanduan jika tidak mampu mengontrol keinginannya untuk
menggunakan sesuatu, sehingga dapat menyebabkan dampak negatif bagi individu
itu sendiri baik secara fisik maupun psikis (Badudu dan Zain, 2005).

Game online adalah game yang berbasis elektronik dan visual (Rini, 2011).
Game online mempunyai perbedaan yang sangat besar dengan game lainnya yaitu
pemain game tidak hanya dapat bermain dengan orang yang berada di sebelahnya
namun juga dapat bermain dengan beberapa pemain lain di lokasi lain, bahkan
hingga pemain di belahan bumi lain (Young, 2007). Anak dianggap lebih sering
dan rentan terhadap penggunaan permainan game online daripada orang dewasa
(Griffiths & Wood, 2000 dalam Lemmens, 2009).

Kecanduan game online merupakan salah satu jenis bentuk kecanduan yang
disebabkan oleh teknologi internet atau yang lebih dikenal dengan internet
addictive disorder. Seperti yang disebutkan Young (2004:475) menyatakan bahwa
internet dapat menyebabkan kecanduan, salah satunya adalah computer game
addiction (berlebihan dalam bermain game). Dari sini terlihat bahwa game online
merupakan bagian dari internet yang sering dikunjungi dan sangat digemari dan
bahkan bisa mengakibatkan kecanduan yang memiliki intensitas yang sangat
tinggi.

Faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami kecanduan game online


yaitu, salah satunya karena gamer tidak akan pernah bisa menyelesaikan

1
permainan sampai tuntas. Selain itu, karena sifat dasar manusia yang selalu ingin
menjadi pemenang dan bangga semakin mahir akan sesuatu termasuk sebuah
permainan. Dalam game online apabila point bertambah, maka objek yang akan
dimainkan akan semakin hebat, dan kebanyakan orang senang sehingga menjadi
pecandu. Penyebab lain yang dapat ditelusuri adalah kurangnya pengawan dari
orang tua, dan pengaruh globalisai dari teknologi yang memang tidak bisa
dihindari (Aqila Smart, 2010).

Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh US Federal Networking


Council, dalam kurun waktu 20 tahun, sejak pertama kali pengunaan internet
dibuka untuk umum, kini pengguna internet didunia mencapai lebih dari 1,4
miliar atau sekitar 21% dari total penduduk dunia. Dibenua Asia peringkat
pertama negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak adalah China dengan
total 253 juta orang pengguna atau sekitar 19% dari total penduduk China.
Sendangkan di indonesia jasa Internet Indonesia (APJII) baru-baru ini
mengadakan survei pengguna nternet di Indonesia. Hasilnya adalah jumlah
pengguna aktif internet Indonesia sudah mencapai 61 juta orang atau sekitar 24%
dari total populasi Indonesia. Jumlah ini meningkat sekitar 8% jika dibandingkan
dengan tahun lalu dimana saat itu hanya sekitar 35 juta pengguna saja.

Di Indonesia permainan game online dimulai pada pertengahan tahun 1990


saat gamer Nexia beredar, yang selanjutnya disusul dengan game Redmoon pada
tahun 2002, Laghaim pada awal 2003, Ragnarog Online (RO) pada pertengahan
2003 dan Gunbound pada tahun 2004. Seiring dengan pesatnya perkembangan
yang pesatnya perkembangan teknologi internet, menjadikan game online juga
mengalami perkembangan yang pesat dimana kegiatan bermain menjadi lebih
menarik, edukatif, dan atraktif.

Perkembangan industri game di Indonesia dipengaruhi oleh jumlah


pengguna game online sendiri, dimana pada tahun 2006-2010 saja mengalami
pertumbuhan sekitar 30% pada tahun 2010 sudah terdapat 30 juta pengguna game
online di Indonesia dengan rata-rata umur pengguna antara 12 sampai 34 tahun.

2
Apabila digabung dengan jumlah jenis lainnya maka jumlah pengguna game
justru lebih banyak dan hampir menyamai pengguna internet itu sendiri yang
diperkirakan mencapai 45 juta orang (Fajri, 2012).

Pada data diatas dikemukakan bahwa pada umur 12-34 tahun yang paling
banyak mengalami kecanduan game online dimana remaja diusia rentang 12-23
tahun merupakan pemain terbesarnya di saat itu remaja sedang berada pada masa
mencari jati diri. Masa remaja sendiri merupakan suatu bagian dari proses tumbuh
kembang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak
ke dewasa awal. Pada tahap ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang
cepat dalam aspek fisik, emosi, kognitif, dna sosial. Remaja (Adolenscene)
diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa
yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Satrock,2003)

Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12
hingga 21 tahun. Rentang waktu usia ini biasanya dibedakan ada tiga, yaitu 12-15
tahun sebagai masa remaja awal, 15-18 tahun sebagai masa remaja pertengahan,
dan 18-21 tahun sebagai masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono
membedakan masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18
tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun (Deswita,2006).

Pada masa remaja, individu mengalami berbagai perubahan baik secara


fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik dimana
tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang
disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduksi (Clare-Stewart &
Freedman dalam Agustiani ,2006)

Kehadiran game online berdampak positif pada perkembangan industri


kreatif game, juga dapat menjadi sarana hiburan setelah lelah beraktivitas serta
membuat pemain game (gamers) dapat bersosialisasi dan berinteraksi dengan para
gamers lainnya. Namun demikian dampak negatif yang ditimbulkan yakni adanya
kecanduan dari para penikmat game, terutama kaum remaja yang tidak jarang
menghabiskan waktu belajar mereka hanya untuk bermain game online, selain itu

3
yang lebih mencengangkan adalah adanya kasus-kasus kriminal dikarenakan
kecanduan game online.

Pengaruh buruk game online secara psikis yakni pikiran terus-menerus


memikirkan game yang sedang dimainkan. Oleh sebab itu, orang yang mengalami
bermain game online secara berlebihan biasanya kesulitan berkonsentrasi pada
studi, pekerjaan, sering bolos atau menghindari pekerjaan, membuat seseorang
acuh tak acuh, kurang peduli pada berbagai hal di sekeliling. Selain itu, pemain
game online secara berlebihan akan melakukan berbagai cara demi bisa bermain
game, seperti berbohong hingga mencuri uang. Kebiasaan berinteraksi satu arah
dengan komputer membuat gamer jadi tertutup, sulit mengekspresikan diri saat
berada di lingkungan nyata.

Anak yang bermain game online secara berlebihan dapat gampang emosional,
berperilaku lebih agresif serta gampang marah, mudah mengucapkan kalimat
kasar serta kotor. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal antara lain apabila
gagal menaklukkan lawannya di layar monitor, game terhenti di dalam jalur
seseorang atau dipaksa melepas kesenangan untuk berhenti bermain game. Secara
fisik, paparan cahaya radiasi komputer dapat merusak saraf mata dan otak.
Kesehatan jantung menurun akibat begadang sehari semalam setiap hari untuk
bermain online game. Ginjal dan lambung juga terpengaruh akibat banyak duduk,
kurang minum, lupa makan karena asyik bermain. Berat badan menurun karena
lupa makan, atau bisa juga bertambah karena banyak ngemil dan kurang olahraga.
Mudah lelah saat melakukan aktivitas fisik, kesehatan tubuh menurun akibat
kurang olahraga. Dampak paling parah adalah dapat mengakibatkan kematian.

Terdapat beberapa metode terapi dalam menangani ketergantungan


diantaranya konseling teman sebaya (Peer Counseling), Spritual Emotional
Freedom Technique (SEFT), Rational Emotive Behaviour Theraphy (REBT),
Cognitif Behaviour Theraphy (CBT). Peneliti memilih metode terapi yang
direkomendasikan dalam menangani remaja yang mengalami kecanduan game
online yakni suatu metode yang disebut Cognitif Behaviour Theraphy (CBT),

4
seperti penelitian di Amerika yang pernah dilakukan oleh King & Delfabro (2009)
menunjukkan bahwa Cognitif Behaviour Theraphy (CBT) merupakan terapi yang
efektif dalam menghadapi adiksi terhadap computer gaming. Selain itu penelitian
yang dilakukan oleh Young (2011) menunjukkan bahwa Cognitif Behaviour
Theraphy (CBT) bisa diterapkan didalam mengatasi adiksi terhadap games,
partisipan yang diberikan Cognitif Behaviour Theraphy (CBT) mampu untuk
mengatasi masalah mereka sendiri. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa CBT dapat diterapkan pada individu yang mengalami games
addict. (Elna Yuslaini Siregar, 2013).
Spiegler & Guevremont (2003) menyatakan bahwa CBT merupakan
psikoterapi yang berfokus pada kognisi yang dimodifikasi secara langsung, yaitu
ketika individu mengubah pikiran maladaptifnya (maladaptive thought) maka
secara tidak langsung juga mengubah tingkah lakunya yang tampak (overt action).
Beck (dalam Spiegler & Guevremont, 2003) menyatakan bahwa salah satu tujuan
utama CBT adalah untuk membantu individu dalam mengubah pemikiran atau
kognisi yang irasional menjadi pemikiran yang lebih rasional (Erna dan Rodiatul,
2013).

Berdasarkan hasil observasi dan interview yang dilakukan peneliti terhadap


tiga puluh orang siswa di SMP Negeri 6 Gorontalo penulis menemukan 4 orang
siswa yang mengalami kecanduan game online. Pada awalnya mereka mulai
tertarik untuk mencoba memainkan permainan secara online tersebut. Intensitas
permainan akan semakin meningkat seiring dengan derajat peningkatan
permainan yang dimainkan. Tidak jarang peningkatan ketertarikan remaja
terhadap game online sampai berlebihan dan lupa akan waktu dan tanggung jawab
sebagai seorang siswa. Tanda tanda kelebihan bermain game online yang sering
muncul di antaranya anak mulai tertidur di kelas, sering melalaikan tugas, prestasi
belajar rendah, lebih senang bermain game dari pada bermain bersama teman,
menghindari diri dari kelompok sosialnya, atau menjadi sering khawatir dan
gampang marah apabila tidak dapat bermain game.

5
Dari hasil wawancara pada beberapa siswa yaitu An.Sm, An.Ar, An.Ms,
An.Na mengatakan bahwa hampir semua siswa di SMP 6 Gorontalo memainkan
game online . Mereka berpendapat bahwa dampak dari memainkan game online
membuat mereka menjadi kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, hal
ini dikarenakan terlalu asik saat menggunakan gadget-nya sehingga tidak
memperdulikan orang lain yang ada disekitarnya. Mereka lebih sering
mengurung diri karena asik dengan segala aplikasi permainan di dalamnya.
mereka menjadi susah untuk berkreatif serta menjadi malas belajar dan
mengerjakan tugas-tugas sekolah. Hal ini dipicu dari seringnya memainkan game
online sehingga berdampak pada kesehatan. Mereka mengatakan bahwa sudah
mulai merasakan efek dari keseringan memainkan game online yaitu sering
mengalami sakit kepala, kesulitan tidur, dan bahkan terjadi perubahan emosional
seperti marah.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka peneliti penting untuk


melakukan penelitian dengan judul : Penerapan Cognitive Behavior Therapy
(CBT) Pada Remaja Yang Mengalami Kecanduan Game Online Di SMP 6
Gorontalo

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah gambaran tentang penerapan Cognitive Behavior
Theraphy pada remaja yang mengalami kecanduan game online ?

1.3 Tujuan Studi Kasus


Untuk mengetahui manfaat penerapan Cognitive Behavior Theraphy
pada remaja yang mengalami kecanduan game online

1.4 Manfaat Studi Kasus


1.4.1 Bagi masyarakat
Dapat menjadi tambahan pengetahuan masyarakat mengenai
penerapan Cognitive Behavior Theraphy pada remaja yang mengalami
kecanduan game online
1.4.2 Bagi institusi pendidikan

6
Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan atau pedoman untuk
penelitian selanjutnya oleh mahasiswa dan memberi acuan dalam
pengembangan ilmu pengetahun bagi mahasiswa.
1.4.3 Bagi penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang penerapan Cognitive
Behavior Theraphy pada remaja yang mengalami kecanduan game
online

BAB II

7
LANDASAN TEORI

2.1 Kecanduan Game Online

2.1.1 Pengertian

Kecanduan atau addiction menurut Grispon dan


Bokular( Elster,1999) adalah suatu keadaan interaksi antara psikis
terkadang juga fisik dari organisme hidup dan obat, dibedakan oleh
tanggapan perilaku dan respon yang lainnya yang selalu menyertakan
suatu keharusan untuk mengambil obat secara terus menerus atau berkala
untuk mengalami efek psikis, dan kadang-kadang untuk menghindari
ketidaknyamanan ketiadaan dari obat.

Kecanduan atau addiction dalam kamus psikologis diartikan


sebagai keadaan bergantung secara fisik pada suatu obat bius. Pada
umumnya, kecanduan tersebut menambah toleransi terhadap suatu obat
bius, ketergantungan fisik dan psikologis, dan menambah gejala
pengasingan diri dari masyarakat, apabila obat bius dihentikan
(Chaplin,2009).

Griffiths dalam Essau (2008) mendefinisikan bahwa kecanduan


merupakan aspek perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan
kurangnya kontrol. Adapun menurut Cooper, kecanduan merupakan
perilaku ketergantungan pada hal yang disenangi pada kesempatan yang
ada. Orang dikatakan kecanduan apabila dalam satu hari melakukan
kegiatan yang sama berulang-ulang sebanyak lima kali atau lebih.
Kecanduan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang sangat kuat
dan tidak mampu lepas dari keadaan itu, individu kurang mampu
mengontrol dirinya sendiri untuk melakukan kegiatan tertentu yang
disenangi. Seseorang yang kecanduan merasa terhukum apabila tak
memenuhi hasrat kebiasaannya (Cooper, 2000).

8
Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk
berkenaan dengan zat adiktif (misalnya alkohol, tembakau dan obat-
obatan) yang masuk melewati darah menuju otak, dan dapat merubah
komposisi kimia otak. Istilah kecanduan sendiri berkembang seiring
dengan perkembangan kehidupan masyarakat, sehingga istilah kecanduan
tidak selamanya melekat pada obat-obatan tetapi dapat juga melekat pada
kegiatan atau suatu hal tertentu yang dapat membuat seseorang
ketergantungan secara fisik atau psikologis.

Game online adalah permainan komputer yang melibatkan jaringan


internet yang menghubungkan para pemain dari berbagai belahan dunia
(Burhan dan Tsahrir, 2005). Game online adalah permainan yang dapat
diakses oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan pemain
dihubungkan oleh jaringan internet (Adams dan Rollings, 2010). Game
online merupakan aplikasi permainan yang terdiri dari beberapa genre
yang memiliki aturan main dan tingkatan-tingkatan tertentu (Arief,2017).

Kecanduan game online merupakan salah satu jenis bentuk


kecanduan yang disebabkan oleh teknologi internet atau yang lebih dikenal
dengan internet addictive disorder. Seperti yang disebutkan Young
(2004:475) menyatakan bahwa internet dapat menyebabkan kecanduan,
salah satunya adalah computer game addiction (berlebihan dalam bermain
game). Dari sini terlihat bahwa game online merupakan bagian dari
internet yang sering dikunjungi dan sangat digemari dan bahkan bisa
mengakibatkan kecanduan yang memiliki intensitas yang sangat tinggi.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecanduan merupakan


tingkah laku yang bergantung atau keadaan terikat yang sangat kuat secara
fisik maupun psikologis dalam melakukan suatu hal, dan ada rasa yang
tidak menyenangkan jika hal tersebut tidak terpenuhi. Maka pengertian
kecanduan game online adalah suatu keadaan seseorang terikat pada
kebiasaan yang sangat kuat dan tidak bisa lepas untuk bermain game

9
online, dari waktu ke waktu akan terjadi peningkatan frekuensi, durasi,
atau jumlah dalam melakukan hal tersebut, tanpa memperdulikan
konsekuensi-konsekuensi negatif yang ada pada dirinya.

2.1.2 Tipe-Tipe Game Online

Tipe-tipe game online terdiri dari beberapa bentuk diantaranya yaitu:

1. First Person Shooter (FPS)

Game ini mengambil pandangan orang pertama pada gamernya sehingga


seolah-olah pertama pada gamernya sehingga seolah-olah kita sendiri
yang berada dalam game tersebut, kebanyakan game ini mengambil
setting peperangan dengan senjata-senjata militer (di Indonesia game
jenis ini sering disebut game tembaktembakan).

2. Real-Time Strategy

Merupakan game yang permainanya menekankan kepada kehebatan


strategi permainanya, biasanya permainan memainkan tidak hanya 1
karakter saja akan tetapi banyak karakter.

3. Croos-Platform Online

Game yang dapat dimainkan secara online dengan hardware yang


berbeda misalnya saja need for speed undercorver dapat dimainkan
secara online dari PC maupun hardware/console game yang memiliki
konektivitas ke internet sehingga dapat bermain secara online).

4. Browser games

Merupakan game yang dimainkan pada browser seperti firefox, opera,


IE. Syarat dimana sebuah browser dapat memainkan game ini adalah
browser sudah mendukung javascript, php, maupun flash.

5. Massive Multiplayer Online Games

10
Adalah game dimana pemain bermain dalam dunia yang skalanya besar
(>100 pemain), setiap pemain dapat berinteraksi langsung seperti halnya
dunia nyata (Hardiansyah & Dian, 2016).

2.1.3 Kriteria Kecanduan Game Online

Kecanduan game online dikenal dengan istilah Game Addiction


(Grant dan Kim, 2003). Artinya seorang pemain atau player bermain secara
berlebihan seakan-akan tidak ada hal yang ingin dikerjakan selain bermain
game dan seolah-olah game ini adalah hidupnya, serta memiliki pengaruh
negatif bagi pemainnya (Weinstein, 2010). Kecanduan game online
merupakan salah satu bentuk kecanduan yang disebabkan oleh teknologi
internet atau yang dikenal dengan istilah internet addictive disorder (Angela,
2013).

Terdapat 7 aspek/ kriteria kecanduan game, yakni saliance, tolerance,


mood modification, withdrawal, relapse, conflict, dan problems (Griffiths
dan Davies, 2005).

a. Saliance, apabila bermain game menjadi aktivitas yang sangat


penting dalam hidup seseorang dan mendominasi pemikiran, perasaan,
dan tingkah lakunya.

b. Tolerance, saat dimana seseorang mulai bermain lebih sering,


sehingga meningkatnya waktu yang dibutuhkan untuk bermain.

c. Mood modification, hal ini mengacu pada pengalaman subjektif


melalui bermain game, mereka mengalami perasaan yang
menggairahkan atau merasakan ketenangan.

d. Withdrawal, adalah perasaan tidak nyaman atau efek fisik yang


timbul ketika kegiatan bermain game dikurangi atau dihentikan,
misalnya tremor, murung, mudah marah.

11
e. Relapse, adalah kecenderungan untuk melakukan kegiatan bermain
game secara berulang, kembali ke pola awal (kambuh) atau bahkan
lebih buruk.

f. Conflict, mengacu kepada konflik antara pemain game dan


orangorang disekitar mereka (konflik interpersonal), konflik dengan
kegiatan lain (pekerjaan, sekolah, kehidupan sosial, hobi dan minat)
atau dari dalam individu itu sendiri yang khawatir karena terlalu
banyak menghabiskan waktu bermain game (konflik intrapsikis).

g. Problem, mengarah pada masalah yang diakibatkan oleh


penggunaan game yang berlebih. Masalah bisa timbul terhadap
individu itu sendiri seperti konflik intrapsikis dan perasaan subjektif
kehilangan kontrol.

Adapun Kecanduan game online diungkapkan dalam sembilan


kriteria. Kriteria tersebut ditunjukan untuk seseorang yang
menggunakan internet dan memiliki keterlibatan dengan game.
Seseorang dapat dikatakan mengalami kecanduan game apabila
memenuhi 5 dari 9 kriteria selama periode 1 tahun. Berikut sembilan
kriteria untuk menggambarkan sseorang yang mengalami kecanduan
game. Kriteria tersebut adalah :

a. Preokupasi dengan game online (individu memikirkan tentang


aktifitas game sebelumnya atas antisipasi untuk bermain game
berikutnya, game online menjadi aktifitas dominan dalam kehidupan
sehari-hari)

b. Simpom penarikan diri saat didijauhkan dari game (simptom


dideskripsikan dengan sikap yang cepat atau mudah emosi, cemas,
atau sedih, akan tetapi tanpa adanya tanda-tanda fisik dan pengaruh
obat )

12
c. Toleransi – kebutuhan untuk menghabiskan waktu lebih banyak
untuk terlibat dalam game online

d. Gagal untuk mengontrol partisipasi dalam game online

e. Kehilangan ketertarikan dengan hobi dan hiburan lainnya terkecuali


game online

f. Penggunaan berulang yang berlebihan dari game online terlepas dari


adanya masalah psikososial

g. Menipu dan membohongi anggota keluarga, terapis atau orang


lainnya mengenai jumlah game online

h. Menggunakan game online untuk melarikan diri atau membebaskan


diri dari suasana hati yang negatif (seperti perasaan tidak berdaya,
rasa bersalah dan kecemasan)

i. Terancam atau kehilangan relasi signifikan, pekerjaan, pendudukan


dikarenakan keterlibatan game online

2.1.4 Faktor Penyebab yang Mempengaruhi Kecanduan Game Online

Banyak penyebab yang ditimbulkan dari kecanduan game online,


salah satunya karena gamer tidak akan pernah bisa menyelesaikan
permainan sampai tuntas. Selain itu, karena sifat dasar manusia yang
selalu ingin menjadi pemenang dan bangga semakin mahir akan sesuatu
termasuk sebuah permainan. Dalam game online apabila point bertambah,
maka objek yang akan dimainkan akan semakin hebat, dan kebanyakan
orang senang sehingga menjadi pecandu. Penyebab lain yang dapat
ditelusuri adalah kurangnya pengawan dari orang tua, dan pengaruh
globalisai dari teknologi yang memang tidak bisa dihindari.

Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan


adiksi remaja terhadap game online. Faktor-faktor internal yang dapat
menyebabkan terjadinya adiksi terhadap game online, sebagai berikut:

13
1. keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang
tinggi dalam game online, karena game online dirancang sedemikian rupa
agar gamer semakin penasaran dan semakin ingin memperoleh nilai yang
lebih tinggi;

2. rasa bosan yang dirasakan remaja ketika berada di rumah atau di


sekolah;

3. ketidak mampuan mengatur prioritas untuk mengerjakan aktivis penting


lainya juga menjadi penyebab timbulnya adiksi terhadap game online; dan

4. kurangnya self control dalam diri remaja, sehingga remaja kurang


mengantisipasi dampak negatif yang timbul dari bermain game online
secara berlebihan.

Sedangkan faktor-faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya


adiksi bermain game online pada remaja, sebagai berikut:

1. lingkungan yang kurang terkontrol, karena melihat teman-temanya yang


lain banyak yang bermain game online;

2. kurang memiliki hubungan sosial yang baik, sehingga remaja


mememilih alternatif bermain game sebagai aktivitas yang menyenangkan;
dan

3. harapan orang tua yang melabung terhadap anaknya untuk mengikuti


berbagai kegiatan seperti kursuskursus atau les-les, sehingga kebutuhan
primer anak, seperti kebersaman, bermain dengan keluarga menjadi
terlupakan

Menurut Smart mengemukakan bahwa seseorang suka bermain


game online dikarenakan seseorang terbiasa bermain game online melebihi
waktu. Beberapa orang tua menjadikan bermain game online sebagai alat
penenang bagi anak dan apabila hal itu dilakukan secara berulang-ulang

14
maka anak tersebut akan terbiasa bermain game online adalah sebagai
berikut:

a. Kurang perhatian dari orang-orang terdekat

Beberapa orang berfikir bahwa mereka dianggap ada jika mereka


mampu mengusai keadaan. Mereka merasa bahagia jika mendapatkan
perhatian dari orang-orang terdekatnya, terutama ayah dan ibu. Dalam
rangka mendapatkan perhatian, seseorang akan berperilaku yang tidak
menyenangkan hati orang tuanya. Karena dengan berbuat demikian, maka
orang tua akan memperingatkan dan mengawasinya.

b. Depresi

Beberapa orang menggunakan media untuk menghilangkan rasa


depresinya, diantaranya denga bermain game online. Dan dengan rasa
nikmat yang ditawarkan game online, maka lama kelamaan akan menjadi
kecanduan.

c. Kurang kontrol Orang tua

Memanjakan anak dengan fasilitas, efek kecanduan sangat


mungkin terjadi. Anak yang tidak terkontrol biasanya akan berperilaku
over.

d. Kurang kegiatan

Menganggur adalah kegiatan yang tidak menyenangkan. Dengan


tidak adanya kegiatan maka bermain game online sering dijadikan pelarian
yang dicari.

e. Lingkungan

Perilaku seseorang tidak hanya terbentuk dari dalam keluarga. Saat


di sekolah, bermain dengan teman teman itu juga dapat membentuk
perilaku seseorang. Artinya meskipun seseorang tidak dikenalkan terhadap

15
game online dirumah, maka seseorang akan kenal dengan game online
karena pergaulannya.

f. Pola Asuh

Pola asuh orang tua juga sangat penting bagi perilaku seseorang.
Maka, sejak dini orang tua harus berhati-hati dalam mengasuh anaknya.
Karena kekeliruan dalam pola asuh maka suatu saat anak akan meniru
perilaku orang tuanya (Aqila Smart, 2010: 24).

Adapun Young (2009) berpendapat bahwa secara umum, terdapat 3


faktor yang mempengaruhi kecanduan game online,yakni:

1. Gender atau Jenis Kelamin

Laki-laki dan perempuan sama-sama dapat tertarik dengan game


online. Beberapa peneitian menyatakan bahwa laki-laki lebih mudah
untuk bisa menjadi candu terhadap game dan menghabiskan lebih
banyak waktu untuk game dibandingkan dengan perempuan (Imanuel,
2009). Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa laki-laki
memiliki risiko lebih besarkecanduan game online dibandingkan
dengan perempuan (Razieh, 2012).

2. Kondisi Psikologis Pemain game online sering bermimpi mengenai


game, karakter mereka dan berbagai situasi. Fantasi yang ada pada
game sangat kuat, membawa pemain dan menjadi alasan bagi pemain
untuk melihat permainan itu kembali. Pemain merasa bhawa bermain
game itu menyenangkan dan memberi kesempatan untuk
mengekspresikan dirinya karena jenuh terhadap kehidupan nyata
mereka.

3. Jenis Game Setiap pemain memiliki ketertarikan yang berbeda pada


jenis game tertentu. Pemain dapat menjadi kecanduan karena
permainan baru atau permainan yang menantang dan menimbulkan

16
rasa penasaran dalam dirinya sehingga pemain semakin termotivasi
untuk memainkannya (Hardiansyah & Dian, 2016).

2.1.5 Dampak Game Online

Dampak perkembangan teknologi diantaranya adalah


perkembangan jaringan internet. Dengan adanya perkembangan internet
berkembanglah teknologi salah satunya adalah munculnya game online.
Agustinus Nilwan mengemukakan game merupakan permainan komputer
yang dibuat dengan teknik dan metode animasi. Jika ingin mendalami
pengunaan animasi haruslah memahami pembuatan game. Atau jika ingin
membuat game, maka haruslah memahami teknik dan metode animasi,
sebab keduanya saling berkaitan. Sampai saat ini,teknologi telah
memungkinkan terobosan besar tentang media imajinasi yang saling
terkait dengan interaksi.

Game merupakan salah satu artefak abad 21 yang telah


menghasilkan pemahaman besar tentang nilai spirit juang dalam sebuah
daya interaktif buatan. Abad teknologi telah menciptakan peradaban
terpenting dalam hidup manusia, manusia menciptakan ketidak pastian
interaksi kedalam suatu dunia buatan.

Adapun beberapa dampak negatif dan positif game online bagi


pelajar, dampak positif dari game online bagi pelajar adalah:

1. pergaulan peserta didik akan lebih mudah diawasi oleh orang


tua;

2. otak peserta didik akan lebih aktif dalam berfikir;

3. reflek berfikir dari peserta didik akan lebih cepat merespon;

4. emosional peserta didik dapat di luapkan dengan bermain game;


dan

5. peserta didik akan lebih berfikir kreatif.

17
Sedangkan dampak negatif dari game online bagi pelajar adalah:

1. peserta didik akan malas belajar dan sering menggunakan waktu


luang mereka untuk bermain game online;

2. peserta didik akan mencuri curi waktu dari jadwal belajar


mereka untuk bermain game online;

3. waktu untuk belajar dan membantu orang tua sehabis jam


sekolah akan hilang karena maen game online;

4. uang jajan atau uang bayar sekolah akan diselewengkan untuk


bermain game online;

5. lupa waktu;

6. pola makan akan terganggu;

7. emosional peserta didik juga akan terganggu karena efek game


ini;

8. jadwal beribadahpun kadang akan dilalaikan oleh peserta didik;


dan peserta didik cenderung akan membolos sekolah demi game
kesayangan mereka.

Adapun dampak negatif dan positif game online. Dampak positif


dari game online bagi pelajar adalah pergaulan siswa akan lebih mudah di
awasi oleh orang tua, otak siswa akan lebih aktif dalam berfikir, reflek
berfikir dari siswa akan lebih cepat merespon, emosional siswa dapat di
luapkan dengan bermain game, siswa akan lebih berfikir kreatif.

Dampak negatif dari game online bagi pelajar adalah siswa akan
malas belajar dan sering menggunakan waktu luang mereka untuk bermain
game online, siswa akan mencuri curi waktu dari jadwal belajar mereka
untuk bermain game online, waktu untuk belajar dan membantu orang tua
sehabis jam sekolah akan hilang karena maen game, uang jajan atau uang

18
bayar sekolah akan di selewengkan untuk bermain game online, lupa
waktu Pola makan akan terganggu, emosional siswa juga akan terganggu
karena efek game ini, jadwal beribadahpun kadang akan di lalaikan oleh
siswa, siswa cenderung akan membolos sekolah demi game kasayangan
mereka (Hardiansyah & Dian, 2016).

2.1.6 Cara Mengatasi Kecanduan Game Online

Tempat-tempat game online sekarang sudah banyak dan mudah


dijumpai baik di perkotaan atau pun di pedesaan, jadi perkembangannya
menjadi lebih mudah. Yang dibahayakan dari dampak game online ini
sangat buruk terutama untuk psikis dan fisik pada usia remaja.

Beberapa tips atau solusi cara mengatasi kecanduan game online,


antara lain:

1. Bersungguh-sungguh (niat)

Langkah pertama agar bisa berhenti kecanduan harus ada niat


dalam diri sendiri yaitu harus bersungguh-sungguh atau berjanji
dengan diri anda sendiri tidak akan main game online lagi, namun
awalnya pasti begitu sulit untuk melakukanya, tapi lambat laun pasti
akan bisa.

2. Mempunyai pikiran hemat

Dengan menghitung banyaknya uang yang dikeluarkan untuk


bermain game online di warnet akan membuat seseorang lebih berpikir
untuk tidak menghabiskan uangnya demi game online.

3. Mencari aktivis lain

Mencari aktivitas lain yang positif dan lebih bermanfaat terutama


kebiasaan yang disukai, seperti berolahraga, membaca buku atau
bereaksi. Sehingga tidak ada waktu kosong untuk bermain game
online.

19
4. Membatasi waktu bermain game online

Mengurangi waktu bermain dengan mulai menentukan jam


bermain dan diusahakan mematuhi jadwal tersebut. Untuk tahap awal
sehari bermain 3 jam dan untuk hari-hari berikutnya dikurangi sedikit
demi sedikit.

5. Jangan bergaul dengan pemain game online

Maksud dari hal ini bukan tidak boleh berteman dengan pemain
game melainkan jangan terlalu akrab karena ajakan dan pengaruh
teman akan gampang mempengaruhi untuk bermain game online lagi.

6. Meminta bantuan orang terdekat

Maksudnya meminta orang terdekat untuk sementara menjadi


pengingat setiap kali hendak ke warnet atau ingin bermain game
(Hardiansyah & Dian, 2016).

2.1.7 Terapi Untuk Kecanduan Game Online

Terdapat beberapa metode terapi dalam menangani ketergantungan


diantaranya :

a. Konseling teman sebaya (Peer Counseling)

Tindall dan Gray, 1985 (dalam Suwarjo, 2008 : 5)


mendefinisikan konseling teman sebaya sebagai suatu ragam tingkah
laku membantu secara interpesonal yang dilakukan oleh individu
nonprofesional yang berusaha membantu orang lain.

Konseling teman sebaya merupakan konseling yang


dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang lainnya. Siswa menjadi
pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh
konselor. Siswa yang menjadi pembimbing berfungsi sebagai mentor
atau tutor yang membantu siswa yang lain dalam memecahkan

20
masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik.
Disamping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu
konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi,
perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat layanan
bantuan bimbingan atau konseling (Hardi, 2016).

b. Spritual Emotional Freedom Technique (SEFT)

Terapi Spritual Emotional Freedom Technique (SEFT)


merupakan pengembangan dari Terapi Emotional Freedom
Technique (EFT) adalah teknik mengatasi emosi dengan cara
mengetuk jari untuk menstimulasi titik meridian pada tubuh disertai
sambil merasakan masalah yang sedang dihadapi. Pada tahun, 2008,
mengembangkan EFT menjadi SEFT adalah teknik mengatasi emosi
dengan menggabungkan antara spiritual (doa,keikhlasan, dan
kepasrahan) dengan stimulasi titik-titik meridian tubuh.

Terapi ini merupakan suatu teknik penggabungan dari sistem


energi tubuh (enegry medicine) dan terapi spiritual menggunakan
metode tapping (ketukan) beberapa titik tertentu. Banyak manfaat
yang dihasilkan dengan terapi SEFT yang telah terbukti membantu
mengatasi berbagai masalah fisik maupun emosi (Maulana,2018)

c. Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)

REBT merupakan suatu metode terapi yang menggunakan


pendekatan kognitif dan perilaku untuk memahami dan mengatasi
masalah emosi dan perilaku negative yang berasal dari keyakinan-
keyakinan yang tidak rasional. Pendekatan Rational Emotive
Behavior Therapy (REBT) dapat dikategorikan menjadi rational,
emotive, dan behavior. Rational berarti pikiran rasional/logis
individu, dimana konselor membantu individu yang mengalami
kecanduan game online untuk berpikir rasional, karena salah satu
individu mengalami kecanduan game online adalah pikiran yang

21
tidak rasisonal. Sendangkan dari aspek, rational memiliki
pengaruh terhadap aspek Salience dari kecanduan (Hisbah,2016).

d. Cognitive Behavior Therapy (CBT)

Cognitive Behavior Therapy (CBT) merupakan pendekatan


terapi pertama yang berpusat pada proses berfikir dan kaitannya
dengan keadaan emosi, perilaku, psikologi. CBT berpusat pada ide
bahwa orang tertentu mampu mengubah kognisi mereka, dan
karenanya mengubah dampak pemikiran pada kesejahteraan emosi
mereka. Menurut Jhon McLeod yang tertulis di dalam buku
karangannya, pendekatan Cognitive Behavior adalah sebuah
pendekatan yang tumbuh dari perkembangan dalam psikologis
Behavior dan Cognitive. Terdapat pula penjelasan menurut Chris
Williams & Anne Garland apa yang dipikirkan orang mempengaruhi
bagaimana perasaan mereka secara emosional dan fisik serta
mengubah apa yang mereka lakukan. Dalam depresi kecemasan,
perubahan karakteristik terjadi dalam pemikiran dan perilaku
(Reza,2018)

2.2. Cognitive Behavior Therapy (CBT)


2.2.1 Pengertian Cognitive Behavior Therapy
Cognitive Behavior Therapy adalah terapi yang dikembangkan
oleh Beck tahun 1976 yang konsep dasarnya meyakini bahwa pola
pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus
kognisi, yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan
dalam otak manusia, dimana proses cognitive akan menjadi faktor
penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa, dan
bertindak.
Terapi perilaku kognitif menggunakan teori dan riset tentang
proses-proses kognitif. Pada faktanya terapi tersebut menggunakan
gabungan paradigma kognitif dan belajar. Para terapis perilaku kognitif
memberikan perhatian pada peristiwa-peristiwa dalam diri, pemikiran,

22
persepsi, penilaian, pernyataan diri, bahan asumsi-asumsi yang tidak
diucapkan ( tidak disadari), dan telah mempelajari serta memanipulasi
prose-prose tersebut dalam upaya memahami perilaku bermasalah
yang terlihat maupun tidak (Kasandra&Oermadi, 2003)
Cognitive Behavior Therapy ini berusaha untuk mengintegrasi
teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu individu
melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya perilaku nyata tetapi
juga dalam pemikiran, keyakinan, dan sikap yang mendasarinya.
Terapi perubahan perilaku memiliki asumsi bahwa pola pikir dan
keyakinan mempengaruhi perilaku, dan perubahan pada kognisi ini
dapat menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan (Kasandra &
Oemarjoedi,2003).

2.2.2 Sejarah perkembangan psikoterapi dengan Cognitive Behavior


Therapy (CBT)
Penerapan terapi pada klien dengan berbagai gangguan klinis
psikologis telah banyak dipermasalahkan sejak awal munculnya
psikoterapi. Kasus klasik Anna O yang ditangani dengan aliran
Freudian dan khasus manusia tikus merupakan salah satu contoh
penggunaan psikoterapi pada kasus gangguan kepribadian. Berbagai
bentuk yang berbeda tentang terapi Cognitive Behavior Therapy
dikembangkan oleh beberapa ahli.
Pada tahun 1960 salah satu psikolog penting di Amerika yaitu
Aaron (Tim) Beck merasa dikecewakan oleh terapi psikoalisis yang dia
anggap tidak cukup ampuh atau mujarab. Beck menjadi sangat tertarik
pada emosi yang ditampilkan oleh klien-kliennya, dimana emosi
tersebut tidak terlihat berhubungan dengan kisah-kisah masa kecil
yang mereka ceritakan kepadanya.
Ketika bekerja dengan beberapa klien, Beck menjelaskan contoh
pertamanya yang sangat jelas, tentang rentetan pikiran kliennya yang
muncul seiring dengan kisah yang diceritakan kliennya. Latar belakang
sebagai seseorang psikoanalisis dimana Ia sering menemukan adanya
karakteristik pola pikir yang menyimpang dalam kasus-kasus klinis

23
yang ditanganinya, membuat Beck tertarik untuk menjajah pikiran
otomatis klien dengan teori Cognitivenya. Beck meyakinkan bahwa
klien dengan gangguan emosi cenderung memiliki kesulitan berpikir
logis menimbulkan gangguan pada kapasitas pemahamannya, yang
disebut dengan Distorsi Cognitive antara lain :
1) Mudah membuat kesimpulan tanpa data yang mendukung,
cenderung berpikir secara “catastrophic” atau berpikir seburuk-
buruknya.
2) Memiliki pemahaman yang selektif, membatasi kesimpulan
berdasarkan hal yang terbatas.
3) Mudah melakukan generalisasi, sebagai proses meyakini suatu
kejadian untuk diterapkan secara tidak tepat pada situasi lain.
4) Kecendrungan memperbesar dan memperkecil masalah,
membuat klien tidak mampu menilai masalah secara objektif.
5) Personilisasi, membuat klien cenderung menghubugkan antara
kejadian eksternal dengan diri sendiri dan menyalahkan diri
sendiri.
6) Pemberian label atau kesalahan memberi label, menentukan
identitas diri berdasarkan kegagalan atau kesalahan.
7) Pola pemikiran yang terpolarisasi, kecendrungan untuk berpikir
dan menginterpretasikan segala sesuatu dalam bentuk “all-or-
nothing” (semua atau tidak sama sekali).
Prinsip dasar terapi ini menekankan kepada kapasitas klien
dalam menemukan diri sendiri dan merubah pola pikirnya demi
memperoleh cara pandang yang berbeda terhadap diri dan
sekelilingnya (Kasandra & Oemarjoedi,2003).
2.2.3 Konsep Dasar Cognitive Behavior Therapy
Teori Cognitive Behavior Therapy pada dasarnya meyakini
bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui prose rangkaian
stimulus-kognisi-respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk
semacam jarinngan SKR dalam otak manusia, dimana proses
Cognitive Behavior Therapy akan menjadi faktor penentu dalam
menjelaskan bagaiamana manusia berpikir, merasa dan bertindak.
Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi

24
untuk menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, dimana
pemikiran yang irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan
tigkah laku, maka Cognitive Behavior Therapy diarakan kepada
modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan
peran otak dalam menganalisa, memusatkan, bertanya, berbuat, dan
memutuskan kembali. Dengan merubah status pikiran dan perasaanya,
klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunyadari yang negatif
menjadi positif.
Bagaimana seseorang menilai situasi dan bagaimana cara
mereka menginterpretasikan suatu kejadian akan sangat berpengaruhi
terhadap kondisi reaksi emosional yang kemudian akan mempengaruhi
tindakan yang dilakukan. Demi memahami psikopatologi gangguan
mental dan perilaku. Cognitive Behavior Therapy mencoba
menguraikan penyebabkan sebagai akibat dari : 1) Adanya pikiran dan
asumsi irasional, 2) Adanya distorsi dalam proses pemikiran manusia
(Kasandra & Oemarjoedi,2003).

2.2.4 Tujuan Cognitive Behavior Therapy


Tujuan utama dalam teknik Cognitive Behavioral Therapy
(CBT) adalah sebagai berikut.
a. Membangkitkan pikiran pikiran negative/berbahaya, dialog internal
aatau bicara sendiri (selftalk), dan interpretasi terhadap kejadian
yang dialami. Pikiran-pikiran negative tersebut muncul secara
otomatis, sering di luar kesadaran pasien, apabila menghadap
situasi stress atau mengingat kejadian penting masa lalu. Distorsi
kognitif tersebut perilaku maladaptive yang menambah berat
masalahnya.
b. Terapis bersama klien mengumpulkan bukti yang mendukung atau
menyanggah interpretasiyang telah di ambil. Oleh karena pikiran
otomatis sering didasarkan atau kesalahan logika, maka program
Cognitive Behavioral Therapy( CBT) diarahkan untuk membantu
pasien dilatih mengenali pikirannya dan mendorong untuk

25
menggunakan keterampilan, menginterpretasikan secara lebih
rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptive.
c. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji
validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi
dalam proses terapi.

Dengan demikian Cognitive Behavioral Therapy diharapkan


berperan sebagai mekanisme proteksi agar kecemasan dan depresi
tidak mengancam, karena pasien belajar mengatasi faktor-faktor yang
menyebabkan munculnya gangguan. Untuk itu tujuan dari Cognitive
Behavior Therapy secara umum adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan aktifitas yang diharapkan.


b. Menurunkan perilaku yang dikehendaki.
c. Meningkatkan rekreasi.
d. Meningkatkan dan member kesempatan dan kemampuan sosial.
Adapun tujuan Cognitive Behavior Therapy adalah untuk
mengajak konseli menentang pikiran dan emosi yang salah dengan
menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka
tentang masalah yang dihadapi. Terapis diharapkan mampu menolong
klien untuk keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri klien dan
secara kuat mencoba menguranginya. Terapy harus waspada terhadap
munculnya pemikiran yang tiba-tiba mungkin dapat dipergunakan
untuk merubah mereka (Kasandra & Oemarjoedi,2003).

2.2.5 Indikasi
Terapi perilaku kognitif diberikan kepada individu dengan
indikasi gangguan klinis khusus seperti : Depresi, ansietas, panik,
agoraphobia, sosialphobia, bulemia, obsessive compulsive disorder,
PTSD, psikosis, marah, ditress HIV, masalah keluarga, kelainan
fungsi seksual, kerusakan personality (Royal College of Psychiatris,
2005 & FIK-UI, 2009).

2.2.6 Teknik Terapi Kognitif


1. Teknik Rekonstruksi Kognitif

26
Konsep dasar Cognitive restructuring methods yaitu untuk
membantu klien mengidentifikasi pikiran-pikiran buruknya,
kemudian menggantinya dengan pikiran-pikiran yang lebih rasional
dan realistis. Untuk itu perlu ada perluasan kesadaran diri dalam
memaknai suatu kejadian di sekeliling kita yang mungkin timbul
daan selalu menghasilkan beban pikiran yang memicu timbulnya
kecemasan.
2. Teknik Penemuan Fakta –Fakta (Questioning the Evidendce)
Metode ini digunakan untuk memfasilitasi klien dalam
pencarian alas an yang rasional untuk mendukung keyakinan dan
kepercayaanya akibat adanya distorsi pemahaman atau pikiran
buruknya. Bisa jadi semua data yang masuk ke dalam masuk dalam
pikirannya merupakan sumber mimpi buruk namun sesuai dengan
realitas yang ada di klien dan mempercayainya sebagai suatu realita
yang sedang terjadi. Untuk mendapat hasil tesebut dapat diperoleh
dari interaksi dengan sesama, keluarga, dan masyarakat yang
dijadikan dalam sebagai lingkungan sosialnya. Berdasarkan data-
data tersebut yang peroleh tersebut, klien biasa dipercaya dapat
mengambil kesimpulan yang tepat tentang perasaannya selama ini.
Untuk itu seorang terapis CBT seharusnya memfasilitasi klien untuk
memilih maana fakta dan mana perasaan negative.
3. Teknik Penemuan Alternatif
Metode ini memungkinkan adanya suatu penemuan berbagai
macam teknik pemecahan masalah dengan tidak mengabaikan tujuan
semula. Untuk koping mekanisme yang maladaptif perlu
diidentifikasi akibat buruk yang diterimanya, dengan harapan klien
menyadari bahwa koping mekanisme yang dilakukannya tersebut
merugikan dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar.
Latihan menemukan dan mencari alternative-alternatif pemecahan
masalah klien biasa dilakukan antara klien dengan bantuan perawat.
Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya dan mengurutkan
masalah-masalah paling ringan dulu.kemudian mencari dan

27
menemukan alternatifnya. Klien gangguan jiwa yang menampakan
perilaku kekerasan atau terjadi peningkatan mobilitas fisik seperti
ada perasaan jengkel, mondar mandir, dan lain sebagainya. Untuk itu
semestinya ada alternative penyelesaiannya yang konstruktif di mana
upaya untuk menyalurkan kelebihan energi tersebut tidak merugikan
bagi dirinya, orang lain, dan lingkungan sekitar. Disini penting sekali
bagi perawat jiwa untuk merangsang klien agar berani berpikir “lain
dari yang biasanya” atau berani “berpikir beda”
4. Decatastrophizing
Teknik dikatastropik dikenal juga dengan teknik bila ada
apa (the what-if then). Disebut juga teknik “bagaiamana jika”.
Artinya bila seseorang mempunyai masalah, seorang terapis CBT
hendaknya mengajak diskusi atau menolong pasien untuk
mengevaluasi situasi hal yang ada. Teknik ini mengajarkan untuk
tidak menyalahkan dirinya, tetapi mengajarkan bagaimana cara
mengatur dan manajamen keuangan dengan besar gaji yang
diterimanya tersebut.
2.2.7 Macam Distorsi Kognitif
Respon maladaptif berasal dari kata distorsi kognitif, yang berasal
dari kesalahan logika, kesalahan mencari alasan atau pandangan
individu yang tidak menggambarkan realitas.Macam-macam distorsi
kognitif antara lain sebagai berikut. (Abdul Nasir, 2009).
a. Pikiran “segalanya atau tidak sama sekali” : melihat segala sesuatu
dengan kategori hitam putih. Jika prestasi kurang dari sempurna,
maka memandang diri sebagai orang yang gagal total.
b. Over generalisasi : memandang suatu peristiwa yang negatif
sebagai sebuah pola kekalahan tanpa akhir.
c. Filrter mental : menemukan sebuah hal kecil yang negative dan
terus memikirkannya sehingga pandangan tentang realita menjadi
gelap seperti tetesan tinta yang mengeruhkan seluruh air dalam
gelas.
d. Mendiskulifikasi yang positif : menolak pengalaman-pengalaman
positif yang bersikeras bahwa semua itu bukan apa- apa dengan

28
cara ini dapat mempertahankan suatu keyakinan negatif yang
bertentangan dengan pengalaman-pengalaman sehari-hari.
e. Loncatan kesimpulan -kesimpulan: membuat sebuah penafsiran
negatif walaupun tidak ada fakta yang jelas mendukung
kesimpulan .
f. Membaca pikiran : dengan sewenang-wenang menyimpulkan
bahwa seseorang bereaksi negatif dan tidak mau besusah payah
mengeceknya.
g. Kesalahan peramal : mengharapkan segala sesuatu akan berubah
menjadi sangat buruk dan merasa yakin bahwa ramalan tersebut
sudah merupakan suatu fakta yang pasti.
h. Pembesaran (pembencanaan) atau pengecilan: melebih-lebihkan
pentingnya suatu hal misalnya kesalahan atau kesuksesan orang
lain atau dengan tidak tepat mengerutkan segala sesuatu sehingga
menjadi sangat kecil ( sifat yang baik atau cacat orang lain) ini
disebut permainan teropong.
i. Penalaran emosisonal : menganggap bahwa emosi -emosi Anda
dapat yang negatif mencerminkan bagaimana sebenarnya realita.
j. Pernyataan harus: mencoba menggerakan diri Anda sendiri
dengan harus, serta seharusnya tidak seolah-olah harus di cambuk
dan dihukum sebelum dapat diharapkan melakukan apa pun.
Perkataan “mestinya” juga merupakan penyerang diri ,
konsekuensi emosionalnya rasa bersalah. Bila mengarahkan
pernyataan “harus” tersebut kepada orang lain ,maka anda akan
mersakan amarah, frustasi, dan kejengkelan.
k. Memberi cap dan salah Memberi cap : suatu bentuk ekstrem dari
overgeneralisasi yang di lakukan bukannya menguraikan kesalahan
tetapi malah memberikan sebuah cap negative pada diri sendiri.
Salah memberi cap berarti menggambarkan suatu peristiwa dengan
bahasa yang sangat dipengaruhi oleh emosi.
l. Personalisasi : memandang diri sendiri sebagai penyebab dari
suatu peristiwa eksternal yang negatif, yang dalam kenyataannya
sebenarnya bukanlah Anda yang pertama-tama harus bertanggung
jawab terhadap hal tersebut.

29
Strategi penanganan perilaku kognitif sebagai berikut :

a. Menurunkan cemas.
b. Tekniik relaksasi.
c. Biofeedback, menggunakan alat menurunkan cemas dan
memodifikasi respons perilaku.
d. System desenzatization. Dirancang untuk menurunkan perilaku
yang berhubungan dengan stimulus spesifik misalnya karena
ketinggian atau perjalanan melalui pesawat. Teknik ini meliputi
relaksasi otot dengan membayangkan situasi yang menyebabkan
cemas.
e. Flooding. Klien segera diberikan pada stimuli yang paling memicu
cemas (tidak dilakukan secara berangsur-angsur)dengan
menggunakan bayangan atau imajinasi .
f. Pencegahan respons. Klien didukung untuk menghadapi situasi
tanpa melakukan respon yang biasanya dilakukan.

2.2.8 Konsep Gangguan Kognitif


Yosep I (2008) dalam bukunya tentang Keperawatan Jiwa
berpendapat bahwa seacara garis besar gejala gangguan jiwa
dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yaitu : Gangguan
Kognitif (cognitive) ,Gangguan Kemauan (polition),Gangguan Emosi
dan Afek (emotion dan affect), serta Gangguan Psikomotor
(Psychomotor). Masing-masing kelompok gangguan di bagi lagi
menjadi beberapa kelompok yang sangat rumit dan kompleks.
Gangguan kognitif adanya masalah dalam proses mental dengannya
seseorang individu menyadari dan mempertahankan hubungan dengan
lingkungan baik lingkungan dalam maupun lingkuangan luarnya
(fungsi mengenal). Bagian-bagian dari proses kognitif bukan
merupakan kekuatan yang terpisah-pisah, tetapi sebenarnya ia
merupakan cara dari seorang individu untuk berfungsi dalam
hubungannya dengan lingkungannya. Proses kognitif meliputi hal-hal
seperti berikut :
a. Sensasi dan persepsi
b. Perhatian

30
c. Ingatan
d. Asosiasi
e. Pertimbangan
f. Pikiran
g. Kesadaraan

2.2.9 Prinsip Dasar Cognitive Behavior Therapy


Kognitif merupakan proses yang menjembatani seseorang dalam
proses belajar. Pikiran, perasaaan, dan tingkah laku berhubungan
secara kausal aktifitas seperti expectation (harapan), self statement
(pendapat pribadi), di mana hal tersebut merupakan hal yang paling
penting dalam memahami dan memprediksikan psikopatologi dan
perubahan terapi. Proses kognitif dapat diinterpretasikan dengan
prosedur perlakuan. Seorang terapis CBT bekerja sama dengan klien
untuk menilai perilaku dengan proses kognitif yang mengganggu dan
merencanakan pengalaman belajar baru untuk memperbaiki kognitif,
perilaku, dan pola afektif. (Abdul Nasir, 2009).
Berikut ini adalah prinsip-prinsip dari CBT berdasarkan kajian
yang diungkapkan oleh Aron T Beck :
1) Prinsip 1 : Cognitive Behavior Therapy berdasarkan pada
formulasi yang terus berkembang dari permasalahan konseli
dan konseptual kognitif konseli. Formulasi konseling terus
diperbaiki seiring dengan perkembangan evaluasi dari setiap
sesi konseling. Pada momen yang strategis, konselor
mengkoordinasikan penemuan-penemuan konseptualisasi
kognitif konseli yang menyimpang dan meluruskannya
sehingga dapat membantu konseli dalam penyesuaian antara
berpikir, merasa, dan bertindak.
2) Prinsip 2 : Cognitive Behavior Therapy didasarkan pada
pemahaman yang sama antara konselor dan konseli terhadap
permasalahan yang dihadapi konseli. Melalui situasi konseling
yang penuh dengan kehangatan, empati, peduli, dan orisinilitas
respon terhadap permasalahan konseli akan membuat
pemahaman yang sama terhadap permasalahan yang dihadapi

31
konseli. Konseli tersebut akan menunjukan sebuah
keberhasilan dari konseling .
3) Prinsip 3 : Cognitive Behavior Therapy memerlukan kolaborasi
dan partisipasi aktif. Menempatkan konseli sebagai tim dalam
konseling. Maka keputusan konseling merupakan yang
disepakati dengan konseli. Konseli akan lebih aktif dalam
mengikuti setiap sesi konseling, karena konseli mengetahui apa
yang harus dilakukan dari setiap sesi konseling.
4) Prinsip 4 : Cognitive Behavior Therapy berorientasi pada
tujuan dan berfokus pada permasalahan. Setiap sesi konseling
selalu dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pencapaian
tujuan. Melalui evaluasi ini diharapkan adanya respon konseli
terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu tujuannya, dengan
kata lain tetap berfokus pada permasalahan konseli.
5) Prinsip 5 : Cognitive Behavior Therapy berfokus pada kejadian
saat ini. Konseling dimulai dari menganalisis permasalahan
konseli pada saat ini dan disini. Perhatian konseling beralih
pada dua keadaan. Pertama, ketika konseli mengungkapkan
sumber kekuatan dalam melakukan kesalahannya. Kedua,
ketika konseli terjebak pada proses berpikir yang menyimpang
dan keyakinan konseli di masa lalunya yang berpotensi
merubah kepercayaan dan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
6) Prinsip 6 : Cognitive Behavior Therapy merupakan edukasi,
bertujuan mengajarkan konseli untuk menjadi terapis bagi
dirinya sendiri, dan menekankan pada pencegahan. Sesi
pertama CBT mengarahkan konseli untuk mempelajari sifat
dan permasalahan yang dihadapinya termasuk proses konseling
Cognitive Behavior serta model kognitifnya karena CBT
meyakini bahwa pikiran mempengaruhi emosi dan perilaku.
Konselor membantu menetapkan tujuan konseli,
mengidentifikasi dan mengevaluasi proses berpikir serta

32
keyakinan konseli. Kemudian merencanakan rancangan
pelatihan untuk perubahan tingkah lakunya.
7) Prinsip 7 : Cognitive Behavior Therapy berlangsung pada
waktu yang terbatas. Pada kasus-kasus tertentu, konseling
membutuhkan pertemuan antara 6 sampai 14 sesi. Agar proses
konseling tidak membutuhkan waktu panjang, diharapkan
secara kontinyu dapat membantu dan melatih konseli untuk
melakukan self-help.
8) Prinsip 8 : Cognitive Behavior Therapy yang terstruktur ini
terdiri dari tiga bagian konseling. Bagian awal, menganalisis
perasaan dan emosi konseli, mengalisis kejadian yang terjadi
dalam satu minggu kebelakang, kemudian menetapkan agenda
untuk setiap sesi konseling. Bagian tengah, meninjau
pelaksanaan tugas rumah, membahas permasalahan yang
muncul dari setiap sesi yang berlangsung, serta merancang
pekerjaan rumah baru yang akan dilakukan. Bagian terakhir,
melakukan umpan balik terhadap perkembangan dari setiap
konseling. Sesi konseling yang terstruktur ini membuat proses
konseling lebih dipahami oleh konseling lebih dipahami dan
koseli dan meningkatkan kemungkinan mereka mampu
melakukan self-help diakhir sesi konseling.
9) Prinsip 9 : Cognitive Behavior Therapy mengajarkan konseli
untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggapi
pemikira disfungsional dan keyakinan mereka. Setiap hari
konseli memiliki kesempatan dalam pemikiran-pemikiran
otomatisnya yang akan mempengaruhi suasana hati, emosi, dan
tingkah laku mereka. Konselor membantu konseli dalam
mengidentifikasi pikirannya serta menyesuaikan dengan
kondisi realita serta perspektif adaptif yang mengarahkan
konseli untuk merasa lebih baik secara emosional, tingkah laku
dan mengurangi kondisi psikologis negatif.

33
10) Prinsip 10 : Cognitive Behavior Therapy menggunakan
berbagai teknik merubah pemikiran, perasaan, dan tingkah
laku. Pertanyaan-pertanyaan yang berbentuk sokratik
memudahkan konselor dalam melakukan konseling Cognitive
Behavior. Pertanyaan dalam bentuk sokratik merupakan inti
atau kunci dari evaluasi konseling. Dalam proses konseling,
CBT tidak mempermasalahkan konselor menggunakan teknik-
teknik dalam konseling lain seperti teknik Gestalt,
Psikodinamik, Psikoanalisis, selama teknik tersebut membantu
proses konseling yang lebih singkat dan memudahkan konselor
dalam membantu konseli. Jenis teknik yang dipilih akan
dipengaruhi oleh konseptualisasi konselor terhadap konseli,
masalah yang sedang ditangani, dan tujuan konsleor dalam sesi
konseling tersebut (Kasandra & Oemarjoedi,2003)

2.2.10 Beberapa Pendekatan dari Cognitive Behavior Therapy


Cognitive Behavior Therapy merupakan suatu bentuk terapi mental
yang menekankan peran penting dalam berpikir bagaimana kita merasa
dan apa yang kita lakukan. Beberapa pendekatan untuk terapi kognitif
behavior antara lain sebagai berikut.(Abdul Nasir, 2009)
a. Emotional Ration Behavior Therapy.
b. Rational Behavior Therapy.
c. Rational Living Therapy.
d. Cognitive therapy.
e. Dialecttic Behavior Therapy.

Beberapa karakteristik dari Cognitive Behaviour Therapy adalah


sebagai berikut. (Abdul Nasir, 2009)

a. Cognitive Behavior Therapy merupakan dasar model terapi


kognitif dari Emotional Respons
Congestive Behavior Therapy didasarkan pada gagasan
bahwa yang menyebabkan kita berpikir, berperasaan dan
berperilaku, bukan berasal dari hal-hal yang berada di luar, seperti
orang, situasi, situasi, dan peristiwa, akan tetapi berasal dari

34
stimulus internal sehingga seseorang mempunyai insting, yang
mendorong seseorang untuk berpikir yang realistis. Keuntungan
dari kenyataan ini bahwa kita akan mengubah cara berpikir kita
untuk lebih mempunyai perasaan atau bertindak lebih baik,
meskipun keadaan tersebut tidak berubah sehingga cara pandang
kita lebih mengarah kepada pikiran Yang lebih menguntungkan dan
rasional.
b. CBT merupakan bentuk pembelajaran singkat yang tidak
memerlukan waktu yang lama.
CBT dalam pelaksanaannnya menitikberatkan pada factor-
faktor yang berpengaruh saja sehingga didapatkan hasil yang
leebih cepat. Rata-rata setiap kali pertemuan hanya 15 menit mulai
dari klien mengutarakan masalahnya semua sampai pada perawat
melakukan pendekatan dalam rangka melaksanakan terapi kognitif.
c. Penggunaan diri secara terapeutik adalah hubungan yang
diperlukan untuk terapi efektif.
Penggunaan diri secara terapeutik ini di fokuskan pada
hubungan yang diarahkan pada sesuatu yang penting. Alasan
utamanya adalah bahwa pengguna diri secara terapeutik dalam
proses terapi ini akan didapatkan hubungan yang positif antara
dokter dan klien.Dengan konsep CBT seorang terapis tidak hanya
mengandalkan hubungan saling percaya saja, karena hal tersebut
tidaklah cukup sehingga masih memerlukan penggunaan diri
secara terapeutik bagi terapis dalam membangun komunikasi yang
efektif. Dengan menggunakan konsep CBT, kita percaya bahwa
perubahan yang terjadi pada diri klien oleh karena mereka
mempelajari cara berpikir yang lebih rasional dan bertindak, serta
bertingkah laku sesuai yang telah dipelajari. Oleh karena itu, CBT
di fokuskan pada cara untuk memberikan konseling yang benar.

d. CBT merupakan upaya kolaborasi aantara dokter dan klien .


Konsep CBT adalah bagaiman cara berusaha untuk
mempelajari apa yang dinginkan dalam kehidupannya terutama

35
tujuan yang ingin dicapai dan kemudian terapis membantu klien
tersebut untuk mencapai tujuan tersebut. Kegiatan yang dilakukan
oleh seorang terapis adalah mendengarkan, mempelajari, dan
mendorong klien untuk mengeksplorasi hal-hal yang dapat dipakai
untuk mencapai tujuan yang diinginkannya melalui tukar informasi
dan transfer learning, sedangkan klien berperan untuk
mengungkapkan rasa keprihatinannya,mempelajari, dan
melaksanakan program-program yang telah disepakati bersama
antara terapis dan klien untuk mewujudkan tujuan yang telah
ditetapkan bersama.
e. Falsafah dari CBT adalah pandai mengambil hikmah.
Tidak semua pendekatan CBT menekankan sikap pandai
mengambil hikmah. Rasional Emotive Behavior Therapy, Rational
behavior Therapy, dan Rational Living Therapy menekankan aspek
sikap pandai mengambil hikmah. Terapi kognitif dari Beck’s tidak
menggunakan sikap pandai mengambil hikmah. CBT tidak
mengajarkan seseorang bagaimana mereka seharusnya berprasaan,
akan tetapi sebagian besar orang yangsedang mencari pengobatan
tidak membutuhkan perasaan, mereka ingin di mengerti jalan
pikirannya. Dengan pendekatan yang menekankan sikap pandai
mengambil hikmah, mengajarkan klien bagaimana cara
mempelajari manfaat yang diperoleh dari proses perenungan pada
hal yang buruk maupun yang baik, ketika berhadapan dengan
situasi yang tidak dikehendaki.
f. CBT menggunakan Methoda Socratic.
Dimana seseorang yang bertugas sebagai terapis
menggunakan kosep CBT dengan selalu ingin mendapatkan
pemahaman yang sangat bagus atas masalah yang menyelimuti
klien.
g. CBT dilaksanakan secara terstruktur dengan perencanaan
yang jelas.
Seorang terapis, dalam melaksanakan CBT selalu memiliki
agenda yang jelas untuk setiap tahap pelaksanaannya. Khususnya

36
teknik atau konsep yang diajarkan pada setiap sesi, CBT
menitikberatkan pada tujuan klien. CBT tidak mengarahkan klien
apakah tujuan mereka “harus” ada, atau apa saja yang mereka
“harus mentolerir”. Perencanaan yang tersusun dengan jelas akan
menunjukan klien bagaimana cara berpikir dan bertindak dengan
cara-cara rasional untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Oleh karena itu, dengan menggunakan CBT, seorang terapis
dilarang meberitahu kepada klien apa saja yang tidak boleh harus
dilakukan, akan tetapi mengajarkan pada klien bagaimana cara
melakukannya.
h. Dasar dari CBT adalah pembelajaran model
Pembelajaran CBT didasarkan pada asumsi bahwa sebagian
besar emosi dan cara bertindak serta berperilaku bisa dipelajari.
Oleh karena itu,tujuan terapi ini adalah untuk membantu klien
mereka mempelajari reaksi yang tidak diinginkan dan untuk
mempelajari cara bagaimana bertindak dan berperilaku. Orang
yang bisanya “hanya bicara” hanya menekankan pada sesuatu yang
sempit. CBT menekankan pada proses pembelajaran yang memiliki
keuntungan tambahan yang mengarah pada ke hasil jangka
panjang. Ketika orang memahami bagaimana dan mengapa mereka
melakukan dengan baik, mereka tahu apa yang harus dilakukan
untuk terus melakukannya dengan baik.
i. Teori dan teknik CBT bergantung pada metode induktif.
Pusat perhatian dalam berpikir yang rasional adalah
berdsarkan fakta yang ada. Sering kali, bila diri kita bingung oleh
sesuatu hal, ternyata, situasinya tidak seperti apa yang kita
pikirkan. Untuk itu jika kita mengetahui ada sesuatu hal yang
mengganggu, sebaiknya jangan membuang-buang waktu untuk
segera menyelesaikannya. Oleh karena itu, metode induktif akan
mendorong kita untuk melihat dan menemukan sesuatu pikiran
atau perkiraan hipotesis yang dapat diuji dan daoat
dipertanggungjawabkan. Jika kami menemukan bahwa ada

37
hipotesis tidak tepat (karena kita memiliki informasi baru ), maka
kita dapat mengubah pemikiran kita sesuai dengan situasi yang
benar.
j. Dalam pelaksanaan CBT yang diutamakan berpusat pada
pekerjaan rumah.
Bila salah satu berusaha untuk mempelajari table perkalian
Anda hanya dapat menghabiskan satu jam per minggu untuk
mempelajarinya, Anda hanya membuang tenaga untuk hasil
perkalian 5x5. Anda hanya akan menghabiskan banyak waktu di
rumah untuk mempelajari perkalian tersebut, kecuali dengan
menggunakan kartu pengingat. Sama halnya dengan kita waktu
melakukan psikoterapi. Pencapian tujuan (jika diperoleh) bisa
memakan waktu yang cukup lama jika hanya orang yang berpikir
tentang cara melakukan dan tupoksi yang diajarkan selama satu
jam perminggiu. Tulah mengapa seorang terapis CBT menetapkan
tugas membaca dan mendorong kliennya untuk mengajarkan dan
mempelajari tekenik tersebut.

2.2.11 Peran Perawat Jiwa Dalam Terapi Kognitif


Perubahan saat ini dalam lingkup dan fungsi praktik keperawatan
kontemporer menggarisbawahi perlunya semua perawat untuk belajar
tindakan perubahan perilaku dan kognitif. Praktik keperawatan
komtemporer meliputi kegiatan keperawatan dan tritmen. Perawat
harus selalu terlibat dalam membantu klien mengurangi ansietas,
mengubah pikiran, dan belajar perilaku baru. Sebagai agen perubahan
(change agent), perawat sangat berpengaruhi untuk mengubah perilaku
klien, perawat juga perlu menyadari kemampuan mereka untuk
mempromosikan respons adaptif atau maladaptif dan meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan mereka dalam strategi tritmen yang
efektif.
Perawat adalah pemberi pelayanan kesehatan jiwa digaris depan.
Mereka adalah kelompok yang disebut paling sering melakukan
penguatan selektif, pemodelan, pelatihan keterampilan, membentuk,

38
dan bermain peran. Oleh karena itu kontak langsung dengan klien,
membuat perawat yang paling mampu mengamati klien, menilai
masalah yang ada, dan merekomendasikan target untuk tindakan dan
terapi perilaku kognitif.
Perawat kesehatan jiwa memberikan perawatan langsung pada
klien di seluruh tatanan pelayanan kesehatan (rawat inap dan
masyarakat), dna manfaat tindakan perilaku kognitif sangat nyata di
sepanjang kontinum perawatan (continum of care). Kebanyakan
tritmen dan terapi keperawatan ideal dab cocok untuk tatanan
masyarakat, yang meliputi tindakan di sepanjang rentang respon
koping dari promosi kesehatan, tindakan pada kondisi di fase
pemulihan (rehabilitasi).
Perawat spesialis jiwa dapat berfungsi sebagai perencana dan
koordinasi program tritmen yang kompleks; konsultan; dan guru
perawat profesional, klien, dan keluarga mereka. Hal ini jelas bahwa
dengan penekanan biaya tritmen yang efektif dan dokumentasi hasil
asuhan keperawatan, tindakan perilaku kognitive akan menjadi area
perkembangan keahlian untuk semua perawat dalam dekade
berikutnya.

2.3 Standard Operating Procedur Terapi kognitif perilaku


2.3.1 Standard Operating Procedure Terapi Kognitif
a. Tahap I
1) Penangkapan pikiran
Salah satu teknik terapi kognitif yang merupkan tahap pertama dimana

perawat mengkaji isi atau bentuk pikiran yang merusak atau

menyimpang. Seperti generalisasi, stempel pikiran, dan lain-lain


2) Alat yang diperlukan
a) Kursi sebagai tempat duduk kline
b) Form penangkapan pikiran.
3) Persiapan :
a) Perawat : Tidak ada persiapan khusus untuk perawat
b) Pasien (tidak spesifik)
c) Lingkungan

39
a. Ruangan yang tenang dan nyaman
b. Tertutup (meminimalisir stimulus)
4) Prosedur kerja :
a) Menyampaikan salam perkenalan
b) Menyampaikan maksud pertemuan, dan tujuan terapi
c) Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
d) Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (bila

perlu tindak lanjut sementara)


e) Menanyakan keluhan utama dan tangapi secukupnya
f) Jelaskan bagaimana kaitan antara pikiran-perasaan dengan perilaku

(perilaku yang ingin dihilangkan).


g) Mintai respon klien akan penjelasan tersebut, khususnya kaitan

antara perasaan-pikiran dengan dirinya.


h) Bantu klien mengenali distorsi kongnitifnya. Catat pada

lembar/form yang tersedia. (Distorsi kognitif mungkin lebih dari

satu).
i) Sepakati distorsi kognitif yang akan diintervensi.
j) Mintai respon klien
k) Kesimpulan dan support
l) Kontrak untuk tahap II
m) Salam
b. Tahap II
1) Uji realitas
Salah satu teknik terapi kognitif yang merupakan tahap kedua,

dimana perawat menguji distorsi kognitif klien yang telah didapat pada

tahap pertama, sampai benar-benar logis-rasional


2) Alat yang digunakan:
a) kursi sebagai tempat duduk klien
b) form uji realitas
3) persiapan
a) Perawat : menyiapkan dokumen tahap pertama (form distorsi

kognitif)
b) Pasien (tidak perlu persiapan spesifik)
c) Lingkungan :
1) Ruangan yang tenang dan nyaman
2) Tertutup (meminimalisir stimulus)
4) Prosedur kerja
a) Menyampaikan salam

40
b) Menyampaikan maksud pertemuan dan tujuan terapi
c) Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
d) Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu

(bila perlu tindaklanjut sementara)


e) Validasi distorsi kognitif yang telah disepakati untuk diintervensi.
f) Tanyakan bukti-bukti yang mendukung distorsi kognitif dan atau

keuntungan apa yang didapatnya (gunakan form uji realitas)


g) Hadirkan atau tanyakan bukti-bukti yang melemahkan dan atau

kerugian yang didapatkannya


h) Mintai respon klien (seberapa besar keyakinan yang masih

dimilikinya).
i) Kesimpulan dan support
j) Kontrak untuk tahap III
k) Salam

c. Tahap III
1) Menghentikan pikiran
Salah satu teknik terapi kognitif perilaku yang dilakukan

perawat untuk membantu pasien mengentikan pikiran negatifnya.

Tujuan terapi ini adalah pasien terbebas dari pikiran negatif atau

pikiran yang menyimpang sehingga perilakunya adaptif.


2) Alat yang digunakan :
a) Kursi (1 perawat- 1 pasien)
b) Dokumentasi distorsi kognitif
3) Persiapan
a) Perawat :
1) Memastikan distorsui pikiran
2) Memastikan kebutuhan terapi
b) Pasien : telah dilakukan atau melewati tahap I
(Penangkapan pikiran) dan II (Uji realitas).
c) Persiapan lingkungan :
1) Ruangan yang tenang dan nyaman
2) Tertutup (meminimalisir stimulus)
4) Prosedur kerja
a) Menyampaikan salam
b) Menyampaikan tujuan terapi
c) Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi

41
d) Menyiapkan kursi/mengambil tempat (sesuai kebutuhan)
e) Memberikan kesempatan pasien untuk berkemih/defekasi
f) Menanyakan keluhan utama memberi kesempatan pasien

bertanya/menyampaikan sesuatu (bila perlu ditindaklanjuti

sementara).
g) Menjelaskan prosedur terapi
h) Membimbing pasien untuk melakukan prasat :
1) Minta klien untuk duduk senyaman mungkin
2) Tutup mata
3) Ambil napas melalui hidung (secukupnya) tahan sebentar,

keluarkan melalui mulut perlahan-lahan (lakukan sampai

merasa tenang)
4) Minta pasien untuk menghadirkan pikiran-pikiran yang tidak

menyenangkan/menyakitkan yang telah disepakati untuk

dihentikan. Pastikan pasien mampumenghadirkan (perhatikan

responnya).
5) Minta pasien untuk mengatakan pada dirinya “STOP” (dengan

penuh kesungguhan).
6) Buka mata.
i) Tanyakan/evaluasi respon pasien
j) Kesimpulan dan support (telah melakukan dengan baik dan mampu

menerapkannya)
k) Kontrak untuk tahap IV
l) Salam terapeutik.
d. Tahap IV
1) Mengganti pikiran
Salah satu teknik terapi kognitif perilaku yang dilakukan perawat

untuk membantu pasien mengentikan pikiran negatifnya. Tujuan terapi

ini adalah pasien terbebas dari pikiran negatif atau pikiran yang

menyimpang sehingga perilakunya adaptif.


2) Alat yang digunakan :
a) Kursi (1 perawat- 1 pasien)
b) Dokumentasi distorsi kognitif
c) Sehelai kertas kosong yang relatif kuat (kertas manila)

42
3) Persiapan
a) Perawat :
1) Memastikan distorsui pikiran
2) Memastikan kebutuhan terapi
b) Pasien : telah dilakukan atau melewati tahap I
(Penangkapan pikiran) dan II (Uji realitas), dan III (Menghentikan

pikiran)
c) Persiapan lingkungan :
1) Ruangan yang tenang dan nyaman
2) Tertutup (meminimalisir stimulus)
4) Prosedur kerja
a) Menyampaikan salam
b) Menyampaikan tujuan terapi
c) Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
d) Menyiapkan kursi/mengambil tempat
e) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berkemih/defekasi

(bila perlu)
f) Memberi kesempatan pasien untuk bertanya/menyampaikan

sesuatu (bila perlu tindak lanjuti sementara)


g) Bersama pasien merumuskan dan menempatkan alihan pikiran
h) Membimbing pasien untuk melakukan prasat
i) Meminta klien untuk duduk di kursi senyaman mungkin
j) Tutup mata
k) Ambil napas melalui hidung (secukupnya) tahan sebentar,

keluarkan melalui mulut perlahan-lahan (lakukan sampai merasa

tenang)
l) Mengambil pikiran negatif yang mengganggu. Pastikan pasien

mampu mengambil pikiran negatif, kemudian instruksikan pasien

agar ia mampu : memikirkan akibat negatif dari pikiran negatif.


m) Alihkan pada pikiran yang menyenangkan/positif/yang telah

disepakati.
n) Bantu pasien agar mudah mengalihkan pikiran, perintahkan

pasien untuk mengatakan dengan mantap “alihkan pikiran” yang

telah disepakati.
o) Buka mata
p) Tanyakan/evaluasi respon pasien (perasaan pasien sekarang)

43
q) Kesimpulan dan support
r) Salam terapeutik

BAB III

44
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Studi Kasus


Jenis studi kasus adalah deskriptif (deskriptif research). Studi kasus
deskriptif didefinisikan sebagai suatu studi kasus yang dilakukan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi dalam
masyarakat (Notoatmodjo,2012).
Studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah
dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan
menyertakan berbagai sumber informasi. Studi kasus ini dibatasi oleh
waktu, tempat, dan peristiwa (Saryono & Anggraeni,2013).
Penelitian studi kasus ini akan dilakukan secara deskriptif untuk
menggambarkan bagimana penatalaksanaan terapi kognitif pada remaja
yang mengalami kecanduan game online . Penelitian ini akan
mengarahkan peneliti untuk meninjau 4 orang gamer dan kemudian akan
diberikan intervensi/tindakan penerapan terapi kognitif yang sama pada
keempat pasien tersebut. Nanti hasilnya akan dibandingkan dari empat
pasien tersebut apakah ada kesamaan dalam hal keberhasilan terapi
kognitif maupun kendala yang dihadapi saat dilakukan intervensi.

3.2 Subjek Studi Kasus

Subjek merupakan orang yang dijadikan sebagai responden untuk


mengambil kasus, dengan kriteria :

1. Remaja berusia berkisar 12-13 tahun atau yang duduk dibangku


SMP kelas VIII
2. Telah menggunakan Handphone ± 1tahun
3. Memainkan game online 6-8 jam/hari
4. Terjadi perubahan emosional seperti marah
5. Sering mengalami insomnia
3.3 Fokus Studi Kasus
Penatalaksanaan Cognitive Behavior Therapy pada remaja yang
mengalami kecanduan game online di SMP 6 Kota Gorontalo.

3.4 Definisi Operasional

45
a. Terapi kognitif adalah terapi yang digunakan untuk mengubah
dan menghilangkan pemikiran seseorang terhadap pandangannya
yang menyimpang.
b. Kecanduan game online adalah salah satu jenis bentuk kecanduan
yang disebabkan oleh teknologi internet atau yang lebih dikenal
dengan internet addictive disorder.

3.5 Tempat Dan Waktu

Penelitian akan dilakukan di SMP 6 Kota Gorontalo pada


bulan Oktober 2018

3.6 Pengumpulan Data

a. Karakteristik Responden:
Umur : Berkisar 12-13 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan
Pekerjaan : Siswa / pelajar
b. Jenis Instrumen yang digunakan:
 Wawancara (Tidak terstruktur).
 Tindakan (Terstruktur dan tidak terstruktur).

3.7 Penyajian Data


Penyajian data dilakukan dengan penyajian tekstur/narasi yang
dituangkan dengan penggambaran hasil dan deskripsi dari
penatalaksanaan terhadap pasien yang akan diberikan intervensi.

3.8 Etika Studi Kasus


Dalam pelaksanaan studi kasus ini, peneliti mengemban etika
untuk:
a. Menjaga privasi klien yang diberi pengelolaan tindakan.
b. Menjaga kenyamanan klien yang akan diberikan pengelolaan
tindakan.
c. Tidak membebani klien dengan tindakan yang dapat menyusahkan
klien dalam pengelolaan tindakan.
d. Memberi kesempatan klien jika ada hal yang ingin disampaikan
sehingga klien merasa bahwa peneliti care terhadapnya.

46
47

Anda mungkin juga menyukai