PENDAHULUAN
Game online adalah game yang berbasis elektronik dan visual (Rini, 2011).
Game online mempunyai perbedaan yang sangat besar dengan game lainnya yaitu
pemain game tidak hanya dapat bermain dengan orang yang berada di sebelahnya
namun juga dapat bermain dengan beberapa pemain lain di lokasi lain, bahkan
hingga pemain di belahan bumi lain (Young, 2007). Anak dianggap lebih sering
dan rentan terhadap penggunaan permainan game online daripada orang dewasa
(Griffiths & Wood, 2000 dalam Lemmens, 2009).
Kecanduan game online merupakan salah satu jenis bentuk kecanduan yang
disebabkan oleh teknologi internet atau yang lebih dikenal dengan internet
addictive disorder. Seperti yang disebutkan Young (2004:475) menyatakan bahwa
internet dapat menyebabkan kecanduan, salah satunya adalah computer game
addiction (berlebihan dalam bermain game). Dari sini terlihat bahwa game online
merupakan bagian dari internet yang sering dikunjungi dan sangat digemari dan
bahkan bisa mengakibatkan kecanduan yang memiliki intensitas yang sangat
tinggi.
1
permainan sampai tuntas. Selain itu, karena sifat dasar manusia yang selalu ingin
menjadi pemenang dan bangga semakin mahir akan sesuatu termasuk sebuah
permainan. Dalam game online apabila point bertambah, maka objek yang akan
dimainkan akan semakin hebat, dan kebanyakan orang senang sehingga menjadi
pecandu. Penyebab lain yang dapat ditelusuri adalah kurangnya pengawan dari
orang tua, dan pengaruh globalisai dari teknologi yang memang tidak bisa
dihindari (Aqila Smart, 2010).
2
Apabila digabung dengan jumlah jenis lainnya maka jumlah pengguna game
justru lebih banyak dan hampir menyamai pengguna internet itu sendiri yang
diperkirakan mencapai 45 juta orang (Fajri, 2012).
Pada data diatas dikemukakan bahwa pada umur 12-34 tahun yang paling
banyak mengalami kecanduan game online dimana remaja diusia rentang 12-23
tahun merupakan pemain terbesarnya di saat itu remaja sedang berada pada masa
mencari jati diri. Masa remaja sendiri merupakan suatu bagian dari proses tumbuh
kembang berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak
ke dewasa awal. Pada tahap ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang
cepat dalam aspek fisik, emosi, kognitif, dna sosial. Remaja (Adolenscene)
diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa
yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Satrock,2003)
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12
hingga 21 tahun. Rentang waktu usia ini biasanya dibedakan ada tiga, yaitu 12-15
tahun sebagai masa remaja awal, 15-18 tahun sebagai masa remaja pertengahan,
dan 18-21 tahun sebagai masa remaja akhir. Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono
membedakan masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18
tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun (Deswita,2006).
3
yang lebih mencengangkan adalah adanya kasus-kasus kriminal dikarenakan
kecanduan game online.
Anak yang bermain game online secara berlebihan dapat gampang emosional,
berperilaku lebih agresif serta gampang marah, mudah mengucapkan kalimat
kasar serta kotor. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal antara lain apabila
gagal menaklukkan lawannya di layar monitor, game terhenti di dalam jalur
seseorang atau dipaksa melepas kesenangan untuk berhenti bermain game. Secara
fisik, paparan cahaya radiasi komputer dapat merusak saraf mata dan otak.
Kesehatan jantung menurun akibat begadang sehari semalam setiap hari untuk
bermain online game. Ginjal dan lambung juga terpengaruh akibat banyak duduk,
kurang minum, lupa makan karena asyik bermain. Berat badan menurun karena
lupa makan, atau bisa juga bertambah karena banyak ngemil dan kurang olahraga.
Mudah lelah saat melakukan aktivitas fisik, kesehatan tubuh menurun akibat
kurang olahraga. Dampak paling parah adalah dapat mengakibatkan kematian.
4
seperti penelitian di Amerika yang pernah dilakukan oleh King & Delfabro (2009)
menunjukkan bahwa Cognitif Behaviour Theraphy (CBT) merupakan terapi yang
efektif dalam menghadapi adiksi terhadap computer gaming. Selain itu penelitian
yang dilakukan oleh Young (2011) menunjukkan bahwa Cognitif Behaviour
Theraphy (CBT) bisa diterapkan didalam mengatasi adiksi terhadap games,
partisipan yang diberikan Cognitif Behaviour Theraphy (CBT) mampu untuk
mengatasi masalah mereka sendiri. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa CBT dapat diterapkan pada individu yang mengalami games
addict. (Elna Yuslaini Siregar, 2013).
Spiegler & Guevremont (2003) menyatakan bahwa CBT merupakan
psikoterapi yang berfokus pada kognisi yang dimodifikasi secara langsung, yaitu
ketika individu mengubah pikiran maladaptifnya (maladaptive thought) maka
secara tidak langsung juga mengubah tingkah lakunya yang tampak (overt action).
Beck (dalam Spiegler & Guevremont, 2003) menyatakan bahwa salah satu tujuan
utama CBT adalah untuk membantu individu dalam mengubah pemikiran atau
kognisi yang irasional menjadi pemikiran yang lebih rasional (Erna dan Rodiatul,
2013).
5
Dari hasil wawancara pada beberapa siswa yaitu An.Sm, An.Ar, An.Ms,
An.Na mengatakan bahwa hampir semua siswa di SMP 6 Gorontalo memainkan
game online . Mereka berpendapat bahwa dampak dari memainkan game online
membuat mereka menjadi kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, hal
ini dikarenakan terlalu asik saat menggunakan gadget-nya sehingga tidak
memperdulikan orang lain yang ada disekitarnya. Mereka lebih sering
mengurung diri karena asik dengan segala aplikasi permainan di dalamnya.
mereka menjadi susah untuk berkreatif serta menjadi malas belajar dan
mengerjakan tugas-tugas sekolah. Hal ini dipicu dari seringnya memainkan game
online sehingga berdampak pada kesehatan. Mereka mengatakan bahwa sudah
mulai merasakan efek dari keseringan memainkan game online yaitu sering
mengalami sakit kepala, kesulitan tidur, dan bahkan terjadi perubahan emosional
seperti marah.
6
Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan atau pedoman untuk
penelitian selanjutnya oleh mahasiswa dan memberi acuan dalam
pengembangan ilmu pengetahun bagi mahasiswa.
1.4.3 Bagi penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang penerapan Cognitive
Behavior Theraphy pada remaja yang mengalami kecanduan game
online
BAB II
7
LANDASAN TEORI
2.1.1 Pengertian
8
Secara historis, kecanduan telah didefinisikan semata-mata untuk
berkenaan dengan zat adiktif (misalnya alkohol, tembakau dan obat-
obatan) yang masuk melewati darah menuju otak, dan dapat merubah
komposisi kimia otak. Istilah kecanduan sendiri berkembang seiring
dengan perkembangan kehidupan masyarakat, sehingga istilah kecanduan
tidak selamanya melekat pada obat-obatan tetapi dapat juga melekat pada
kegiatan atau suatu hal tertentu yang dapat membuat seseorang
ketergantungan secara fisik atau psikologis.
9
online, dari waktu ke waktu akan terjadi peningkatan frekuensi, durasi,
atau jumlah dalam melakukan hal tersebut, tanpa memperdulikan
konsekuensi-konsekuensi negatif yang ada pada dirinya.
2. Real-Time Strategy
3. Croos-Platform Online
4. Browser games
10
Adalah game dimana pemain bermain dalam dunia yang skalanya besar
(>100 pemain), setiap pemain dapat berinteraksi langsung seperti halnya
dunia nyata (Hardiansyah & Dian, 2016).
11
e. Relapse, adalah kecenderungan untuk melakukan kegiatan bermain
game secara berulang, kembali ke pola awal (kambuh) atau bahkan
lebih buruk.
12
c. Toleransi – kebutuhan untuk menghabiskan waktu lebih banyak
untuk terlibat dalam game online
13
1. keinginan yang kuat dari diri remaja untuk memperoleh nilai yang
tinggi dalam game online, karena game online dirancang sedemikian rupa
agar gamer semakin penasaran dan semakin ingin memperoleh nilai yang
lebih tinggi;
14
maka anak tersebut akan terbiasa bermain game online adalah sebagai
berikut:
b. Depresi
d. Kurang kegiatan
e. Lingkungan
15
game online dirumah, maka seseorang akan kenal dengan game online
karena pergaulannya.
f. Pola Asuh
Pola asuh orang tua juga sangat penting bagi perilaku seseorang.
Maka, sejak dini orang tua harus berhati-hati dalam mengasuh anaknya.
Karena kekeliruan dalam pola asuh maka suatu saat anak akan meniru
perilaku orang tuanya (Aqila Smart, 2010: 24).
16
rasa penasaran dalam dirinya sehingga pemain semakin termotivasi
untuk memainkannya (Hardiansyah & Dian, 2016).
17
Sedangkan dampak negatif dari game online bagi pelajar adalah:
5. lupa waktu;
Dampak negatif dari game online bagi pelajar adalah siswa akan
malas belajar dan sering menggunakan waktu luang mereka untuk bermain
game online, siswa akan mencuri curi waktu dari jadwal belajar mereka
untuk bermain game online, waktu untuk belajar dan membantu orang tua
sehabis jam sekolah akan hilang karena maen game, uang jajan atau uang
18
bayar sekolah akan di selewengkan untuk bermain game online, lupa
waktu Pola makan akan terganggu, emosional siswa juga akan terganggu
karena efek game ini, jadwal beribadahpun kadang akan di lalaikan oleh
siswa, siswa cenderung akan membolos sekolah demi game kasayangan
mereka (Hardiansyah & Dian, 2016).
1. Bersungguh-sungguh (niat)
19
4. Membatasi waktu bermain game online
Maksud dari hal ini bukan tidak boleh berteman dengan pemain
game melainkan jangan terlalu akrab karena ajakan dan pengaruh
teman akan gampang mempengaruhi untuk bermain game online lagi.
20
masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik.
Disamping itu dia juga berfungsi sebagai mediator yang membantu
konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi,
perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat layanan
bantuan bimbingan atau konseling (Hardi, 2016).
21
tidak rasisonal. Sendangkan dari aspek, rational memiliki
pengaruh terhadap aspek Salience dari kecanduan (Hisbah,2016).
22
persepsi, penilaian, pernyataan diri, bahan asumsi-asumsi yang tidak
diucapkan ( tidak disadari), dan telah mempelajari serta memanipulasi
prose-prose tersebut dalam upaya memahami perilaku bermasalah
yang terlihat maupun tidak (Kasandra&Oermadi, 2003)
Cognitive Behavior Therapy ini berusaha untuk mengintegrasi
teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu individu
melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya perilaku nyata tetapi
juga dalam pemikiran, keyakinan, dan sikap yang mendasarinya.
Terapi perubahan perilaku memiliki asumsi bahwa pola pikir dan
keyakinan mempengaruhi perilaku, dan perubahan pada kognisi ini
dapat menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan (Kasandra &
Oemarjoedi,2003).
23
yang ditanganinya, membuat Beck tertarik untuk menjajah pikiran
otomatis klien dengan teori Cognitivenya. Beck meyakinkan bahwa
klien dengan gangguan emosi cenderung memiliki kesulitan berpikir
logis menimbulkan gangguan pada kapasitas pemahamannya, yang
disebut dengan Distorsi Cognitive antara lain :
1) Mudah membuat kesimpulan tanpa data yang mendukung,
cenderung berpikir secara “catastrophic” atau berpikir seburuk-
buruknya.
2) Memiliki pemahaman yang selektif, membatasi kesimpulan
berdasarkan hal yang terbatas.
3) Mudah melakukan generalisasi, sebagai proses meyakini suatu
kejadian untuk diterapkan secara tidak tepat pada situasi lain.
4) Kecendrungan memperbesar dan memperkecil masalah,
membuat klien tidak mampu menilai masalah secara objektif.
5) Personilisasi, membuat klien cenderung menghubugkan antara
kejadian eksternal dengan diri sendiri dan menyalahkan diri
sendiri.
6) Pemberian label atau kesalahan memberi label, menentukan
identitas diri berdasarkan kegagalan atau kesalahan.
7) Pola pemikiran yang terpolarisasi, kecendrungan untuk berpikir
dan menginterpretasikan segala sesuatu dalam bentuk “all-or-
nothing” (semua atau tidak sama sekali).
Prinsip dasar terapi ini menekankan kepada kapasitas klien
dalam menemukan diri sendiri dan merubah pola pikirnya demi
memperoleh cara pandang yang berbeda terhadap diri dan
sekelilingnya (Kasandra & Oemarjoedi,2003).
2.2.3 Konsep Dasar Cognitive Behavior Therapy
Teori Cognitive Behavior Therapy pada dasarnya meyakini
bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui prose rangkaian
stimulus-kognisi-respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk
semacam jarinngan SKR dalam otak manusia, dimana proses
Cognitive Behavior Therapy akan menjadi faktor penentu dalam
menjelaskan bagaiamana manusia berpikir, merasa dan bertindak.
Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi
24
untuk menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, dimana
pemikiran yang irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan
tigkah laku, maka Cognitive Behavior Therapy diarakan kepada
modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan
peran otak dalam menganalisa, memusatkan, bertanya, berbuat, dan
memutuskan kembali. Dengan merubah status pikiran dan perasaanya,
klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunyadari yang negatif
menjadi positif.
Bagaimana seseorang menilai situasi dan bagaimana cara
mereka menginterpretasikan suatu kejadian akan sangat berpengaruhi
terhadap kondisi reaksi emosional yang kemudian akan mempengaruhi
tindakan yang dilakukan. Demi memahami psikopatologi gangguan
mental dan perilaku. Cognitive Behavior Therapy mencoba
menguraikan penyebabkan sebagai akibat dari : 1) Adanya pikiran dan
asumsi irasional, 2) Adanya distorsi dalam proses pemikiran manusia
(Kasandra & Oemarjoedi,2003).
25
menggunakan keterampilan, menginterpretasikan secara lebih
rasional terhadap struktur kognitif yang maladaptive.
c. Menyusun desain eksperimen (pekerjaan rumah) untuk menguji
validitas interpretasi dan menjaring data tambahan untuk diskusi
dalam proses terapi.
2.2.5 Indikasi
Terapi perilaku kognitif diberikan kepada individu dengan
indikasi gangguan klinis khusus seperti : Depresi, ansietas, panik,
agoraphobia, sosialphobia, bulemia, obsessive compulsive disorder,
PTSD, psikosis, marah, ditress HIV, masalah keluarga, kelainan
fungsi seksual, kerusakan personality (Royal College of Psychiatris,
2005 & FIK-UI, 2009).
26
Konsep dasar Cognitive restructuring methods yaitu untuk
membantu klien mengidentifikasi pikiran-pikiran buruknya,
kemudian menggantinya dengan pikiran-pikiran yang lebih rasional
dan realistis. Untuk itu perlu ada perluasan kesadaran diri dalam
memaknai suatu kejadian di sekeliling kita yang mungkin timbul
daan selalu menghasilkan beban pikiran yang memicu timbulnya
kecemasan.
2. Teknik Penemuan Fakta –Fakta (Questioning the Evidendce)
Metode ini digunakan untuk memfasilitasi klien dalam
pencarian alas an yang rasional untuk mendukung keyakinan dan
kepercayaanya akibat adanya distorsi pemahaman atau pikiran
buruknya. Bisa jadi semua data yang masuk ke dalam masuk dalam
pikirannya merupakan sumber mimpi buruk namun sesuai dengan
realitas yang ada di klien dan mempercayainya sebagai suatu realita
yang sedang terjadi. Untuk mendapat hasil tesebut dapat diperoleh
dari interaksi dengan sesama, keluarga, dan masyarakat yang
dijadikan dalam sebagai lingkungan sosialnya. Berdasarkan data-
data tersebut yang peroleh tersebut, klien biasa dipercaya dapat
mengambil kesimpulan yang tepat tentang perasaannya selama ini.
Untuk itu seorang terapis CBT seharusnya memfasilitasi klien untuk
memilih maana fakta dan mana perasaan negative.
3. Teknik Penemuan Alternatif
Metode ini memungkinkan adanya suatu penemuan berbagai
macam teknik pemecahan masalah dengan tidak mengabaikan tujuan
semula. Untuk koping mekanisme yang maladaptif perlu
diidentifikasi akibat buruk yang diterimanya, dengan harapan klien
menyadari bahwa koping mekanisme yang dilakukannya tersebut
merugikan dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar.
Latihan menemukan dan mencari alternative-alternatif pemecahan
masalah klien biasa dilakukan antara klien dengan bantuan perawat.
Klien dianjurkan untuk menuliskan masalahnya dan mengurutkan
masalah-masalah paling ringan dulu.kemudian mencari dan
27
menemukan alternatifnya. Klien gangguan jiwa yang menampakan
perilaku kekerasan atau terjadi peningkatan mobilitas fisik seperti
ada perasaan jengkel, mondar mandir, dan lain sebagainya. Untuk itu
semestinya ada alternative penyelesaiannya yang konstruktif di mana
upaya untuk menyalurkan kelebihan energi tersebut tidak merugikan
bagi dirinya, orang lain, dan lingkungan sekitar. Disini penting sekali
bagi perawat jiwa untuk merangsang klien agar berani berpikir “lain
dari yang biasanya” atau berani “berpikir beda”
4. Decatastrophizing
Teknik dikatastropik dikenal juga dengan teknik bila ada
apa (the what-if then). Disebut juga teknik “bagaiamana jika”.
Artinya bila seseorang mempunyai masalah, seorang terapis CBT
hendaknya mengajak diskusi atau menolong pasien untuk
mengevaluasi situasi hal yang ada. Teknik ini mengajarkan untuk
tidak menyalahkan dirinya, tetapi mengajarkan bagaimana cara
mengatur dan manajamen keuangan dengan besar gaji yang
diterimanya tersebut.
2.2.7 Macam Distorsi Kognitif
Respon maladaptif berasal dari kata distorsi kognitif, yang berasal
dari kesalahan logika, kesalahan mencari alasan atau pandangan
individu yang tidak menggambarkan realitas.Macam-macam distorsi
kognitif antara lain sebagai berikut. (Abdul Nasir, 2009).
a. Pikiran “segalanya atau tidak sama sekali” : melihat segala sesuatu
dengan kategori hitam putih. Jika prestasi kurang dari sempurna,
maka memandang diri sebagai orang yang gagal total.
b. Over generalisasi : memandang suatu peristiwa yang negatif
sebagai sebuah pola kekalahan tanpa akhir.
c. Filrter mental : menemukan sebuah hal kecil yang negative dan
terus memikirkannya sehingga pandangan tentang realita menjadi
gelap seperti tetesan tinta yang mengeruhkan seluruh air dalam
gelas.
d. Mendiskulifikasi yang positif : menolak pengalaman-pengalaman
positif yang bersikeras bahwa semua itu bukan apa- apa dengan
28
cara ini dapat mempertahankan suatu keyakinan negatif yang
bertentangan dengan pengalaman-pengalaman sehari-hari.
e. Loncatan kesimpulan -kesimpulan: membuat sebuah penafsiran
negatif walaupun tidak ada fakta yang jelas mendukung
kesimpulan .
f. Membaca pikiran : dengan sewenang-wenang menyimpulkan
bahwa seseorang bereaksi negatif dan tidak mau besusah payah
mengeceknya.
g. Kesalahan peramal : mengharapkan segala sesuatu akan berubah
menjadi sangat buruk dan merasa yakin bahwa ramalan tersebut
sudah merupakan suatu fakta yang pasti.
h. Pembesaran (pembencanaan) atau pengecilan: melebih-lebihkan
pentingnya suatu hal misalnya kesalahan atau kesuksesan orang
lain atau dengan tidak tepat mengerutkan segala sesuatu sehingga
menjadi sangat kecil ( sifat yang baik atau cacat orang lain) ini
disebut permainan teropong.
i. Penalaran emosisonal : menganggap bahwa emosi -emosi Anda
dapat yang negatif mencerminkan bagaimana sebenarnya realita.
j. Pernyataan harus: mencoba menggerakan diri Anda sendiri
dengan harus, serta seharusnya tidak seolah-olah harus di cambuk
dan dihukum sebelum dapat diharapkan melakukan apa pun.
Perkataan “mestinya” juga merupakan penyerang diri ,
konsekuensi emosionalnya rasa bersalah. Bila mengarahkan
pernyataan “harus” tersebut kepada orang lain ,maka anda akan
mersakan amarah, frustasi, dan kejengkelan.
k. Memberi cap dan salah Memberi cap : suatu bentuk ekstrem dari
overgeneralisasi yang di lakukan bukannya menguraikan kesalahan
tetapi malah memberikan sebuah cap negative pada diri sendiri.
Salah memberi cap berarti menggambarkan suatu peristiwa dengan
bahasa yang sangat dipengaruhi oleh emosi.
l. Personalisasi : memandang diri sendiri sebagai penyebab dari
suatu peristiwa eksternal yang negatif, yang dalam kenyataannya
sebenarnya bukanlah Anda yang pertama-tama harus bertanggung
jawab terhadap hal tersebut.
29
Strategi penanganan perilaku kognitif sebagai berikut :
a. Menurunkan cemas.
b. Tekniik relaksasi.
c. Biofeedback, menggunakan alat menurunkan cemas dan
memodifikasi respons perilaku.
d. System desenzatization. Dirancang untuk menurunkan perilaku
yang berhubungan dengan stimulus spesifik misalnya karena
ketinggian atau perjalanan melalui pesawat. Teknik ini meliputi
relaksasi otot dengan membayangkan situasi yang menyebabkan
cemas.
e. Flooding. Klien segera diberikan pada stimuli yang paling memicu
cemas (tidak dilakukan secara berangsur-angsur)dengan
menggunakan bayangan atau imajinasi .
f. Pencegahan respons. Klien didukung untuk menghadapi situasi
tanpa melakukan respon yang biasanya dilakukan.
30
c. Ingatan
d. Asosiasi
e. Pertimbangan
f. Pikiran
g. Kesadaraan
31
konseli. Konseli tersebut akan menunjukan sebuah
keberhasilan dari konseling .
3) Prinsip 3 : Cognitive Behavior Therapy memerlukan kolaborasi
dan partisipasi aktif. Menempatkan konseli sebagai tim dalam
konseling. Maka keputusan konseling merupakan yang
disepakati dengan konseli. Konseli akan lebih aktif dalam
mengikuti setiap sesi konseling, karena konseli mengetahui apa
yang harus dilakukan dari setiap sesi konseling.
4) Prinsip 4 : Cognitive Behavior Therapy berorientasi pada
tujuan dan berfokus pada permasalahan. Setiap sesi konseling
selalu dilakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pencapaian
tujuan. Melalui evaluasi ini diharapkan adanya respon konseli
terhadap pikiran-pikiran yang mengganggu tujuannya, dengan
kata lain tetap berfokus pada permasalahan konseli.
5) Prinsip 5 : Cognitive Behavior Therapy berfokus pada kejadian
saat ini. Konseling dimulai dari menganalisis permasalahan
konseli pada saat ini dan disini. Perhatian konseling beralih
pada dua keadaan. Pertama, ketika konseli mengungkapkan
sumber kekuatan dalam melakukan kesalahannya. Kedua,
ketika konseli terjebak pada proses berpikir yang menyimpang
dan keyakinan konseli di masa lalunya yang berpotensi
merubah kepercayaan dan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
6) Prinsip 6 : Cognitive Behavior Therapy merupakan edukasi,
bertujuan mengajarkan konseli untuk menjadi terapis bagi
dirinya sendiri, dan menekankan pada pencegahan. Sesi
pertama CBT mengarahkan konseli untuk mempelajari sifat
dan permasalahan yang dihadapinya termasuk proses konseling
Cognitive Behavior serta model kognitifnya karena CBT
meyakini bahwa pikiran mempengaruhi emosi dan perilaku.
Konselor membantu menetapkan tujuan konseli,
mengidentifikasi dan mengevaluasi proses berpikir serta
32
keyakinan konseli. Kemudian merencanakan rancangan
pelatihan untuk perubahan tingkah lakunya.
7) Prinsip 7 : Cognitive Behavior Therapy berlangsung pada
waktu yang terbatas. Pada kasus-kasus tertentu, konseling
membutuhkan pertemuan antara 6 sampai 14 sesi. Agar proses
konseling tidak membutuhkan waktu panjang, diharapkan
secara kontinyu dapat membantu dan melatih konseli untuk
melakukan self-help.
8) Prinsip 8 : Cognitive Behavior Therapy yang terstruktur ini
terdiri dari tiga bagian konseling. Bagian awal, menganalisis
perasaan dan emosi konseli, mengalisis kejadian yang terjadi
dalam satu minggu kebelakang, kemudian menetapkan agenda
untuk setiap sesi konseling. Bagian tengah, meninjau
pelaksanaan tugas rumah, membahas permasalahan yang
muncul dari setiap sesi yang berlangsung, serta merancang
pekerjaan rumah baru yang akan dilakukan. Bagian terakhir,
melakukan umpan balik terhadap perkembangan dari setiap
konseling. Sesi konseling yang terstruktur ini membuat proses
konseling lebih dipahami oleh konseling lebih dipahami dan
koseli dan meningkatkan kemungkinan mereka mampu
melakukan self-help diakhir sesi konseling.
9) Prinsip 9 : Cognitive Behavior Therapy mengajarkan konseli
untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggapi
pemikira disfungsional dan keyakinan mereka. Setiap hari
konseli memiliki kesempatan dalam pemikiran-pemikiran
otomatisnya yang akan mempengaruhi suasana hati, emosi, dan
tingkah laku mereka. Konselor membantu konseli dalam
mengidentifikasi pikirannya serta menyesuaikan dengan
kondisi realita serta perspektif adaptif yang mengarahkan
konseli untuk merasa lebih baik secara emosional, tingkah laku
dan mengurangi kondisi psikologis negatif.
33
10) Prinsip 10 : Cognitive Behavior Therapy menggunakan
berbagai teknik merubah pemikiran, perasaan, dan tingkah
laku. Pertanyaan-pertanyaan yang berbentuk sokratik
memudahkan konselor dalam melakukan konseling Cognitive
Behavior. Pertanyaan dalam bentuk sokratik merupakan inti
atau kunci dari evaluasi konseling. Dalam proses konseling,
CBT tidak mempermasalahkan konselor menggunakan teknik-
teknik dalam konseling lain seperti teknik Gestalt,
Psikodinamik, Psikoanalisis, selama teknik tersebut membantu
proses konseling yang lebih singkat dan memudahkan konselor
dalam membantu konseli. Jenis teknik yang dipilih akan
dipengaruhi oleh konseptualisasi konselor terhadap konseli,
masalah yang sedang ditangani, dan tujuan konsleor dalam sesi
konseling tersebut (Kasandra & Oemarjoedi,2003)
34
stimulus internal sehingga seseorang mempunyai insting, yang
mendorong seseorang untuk berpikir yang realistis. Keuntungan
dari kenyataan ini bahwa kita akan mengubah cara berpikir kita
untuk lebih mempunyai perasaan atau bertindak lebih baik,
meskipun keadaan tersebut tidak berubah sehingga cara pandang
kita lebih mengarah kepada pikiran Yang lebih menguntungkan dan
rasional.
b. CBT merupakan bentuk pembelajaran singkat yang tidak
memerlukan waktu yang lama.
CBT dalam pelaksanaannnya menitikberatkan pada factor-
faktor yang berpengaruh saja sehingga didapatkan hasil yang
leebih cepat. Rata-rata setiap kali pertemuan hanya 15 menit mulai
dari klien mengutarakan masalahnya semua sampai pada perawat
melakukan pendekatan dalam rangka melaksanakan terapi kognitif.
c. Penggunaan diri secara terapeutik adalah hubungan yang
diperlukan untuk terapi efektif.
Penggunaan diri secara terapeutik ini di fokuskan pada
hubungan yang diarahkan pada sesuatu yang penting. Alasan
utamanya adalah bahwa pengguna diri secara terapeutik dalam
proses terapi ini akan didapatkan hubungan yang positif antara
dokter dan klien.Dengan konsep CBT seorang terapis tidak hanya
mengandalkan hubungan saling percaya saja, karena hal tersebut
tidaklah cukup sehingga masih memerlukan penggunaan diri
secara terapeutik bagi terapis dalam membangun komunikasi yang
efektif. Dengan menggunakan konsep CBT, kita percaya bahwa
perubahan yang terjadi pada diri klien oleh karena mereka
mempelajari cara berpikir yang lebih rasional dan bertindak, serta
bertingkah laku sesuai yang telah dipelajari. Oleh karena itu, CBT
di fokuskan pada cara untuk memberikan konseling yang benar.
35
tujuan yang ingin dicapai dan kemudian terapis membantu klien
tersebut untuk mencapai tujuan tersebut. Kegiatan yang dilakukan
oleh seorang terapis adalah mendengarkan, mempelajari, dan
mendorong klien untuk mengeksplorasi hal-hal yang dapat dipakai
untuk mencapai tujuan yang diinginkannya melalui tukar informasi
dan transfer learning, sedangkan klien berperan untuk
mengungkapkan rasa keprihatinannya,mempelajari, dan
melaksanakan program-program yang telah disepakati bersama
antara terapis dan klien untuk mewujudkan tujuan yang telah
ditetapkan bersama.
e. Falsafah dari CBT adalah pandai mengambil hikmah.
Tidak semua pendekatan CBT menekankan sikap pandai
mengambil hikmah. Rasional Emotive Behavior Therapy, Rational
behavior Therapy, dan Rational Living Therapy menekankan aspek
sikap pandai mengambil hikmah. Terapi kognitif dari Beck’s tidak
menggunakan sikap pandai mengambil hikmah. CBT tidak
mengajarkan seseorang bagaimana mereka seharusnya berprasaan,
akan tetapi sebagian besar orang yangsedang mencari pengobatan
tidak membutuhkan perasaan, mereka ingin di mengerti jalan
pikirannya. Dengan pendekatan yang menekankan sikap pandai
mengambil hikmah, mengajarkan klien bagaimana cara
mempelajari manfaat yang diperoleh dari proses perenungan pada
hal yang buruk maupun yang baik, ketika berhadapan dengan
situasi yang tidak dikehendaki.
f. CBT menggunakan Methoda Socratic.
Dimana seseorang yang bertugas sebagai terapis
menggunakan kosep CBT dengan selalu ingin mendapatkan
pemahaman yang sangat bagus atas masalah yang menyelimuti
klien.
g. CBT dilaksanakan secara terstruktur dengan perencanaan
yang jelas.
Seorang terapis, dalam melaksanakan CBT selalu memiliki
agenda yang jelas untuk setiap tahap pelaksanaannya. Khususnya
36
teknik atau konsep yang diajarkan pada setiap sesi, CBT
menitikberatkan pada tujuan klien. CBT tidak mengarahkan klien
apakah tujuan mereka “harus” ada, atau apa saja yang mereka
“harus mentolerir”. Perencanaan yang tersusun dengan jelas akan
menunjukan klien bagaimana cara berpikir dan bertindak dengan
cara-cara rasional untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Oleh karena itu, dengan menggunakan CBT, seorang terapis
dilarang meberitahu kepada klien apa saja yang tidak boleh harus
dilakukan, akan tetapi mengajarkan pada klien bagaimana cara
melakukannya.
h. Dasar dari CBT adalah pembelajaran model
Pembelajaran CBT didasarkan pada asumsi bahwa sebagian
besar emosi dan cara bertindak serta berperilaku bisa dipelajari.
Oleh karena itu,tujuan terapi ini adalah untuk membantu klien
mereka mempelajari reaksi yang tidak diinginkan dan untuk
mempelajari cara bagaimana bertindak dan berperilaku. Orang
yang bisanya “hanya bicara” hanya menekankan pada sesuatu yang
sempit. CBT menekankan pada proses pembelajaran yang memiliki
keuntungan tambahan yang mengarah pada ke hasil jangka
panjang. Ketika orang memahami bagaimana dan mengapa mereka
melakukan dengan baik, mereka tahu apa yang harus dilakukan
untuk terus melakukannya dengan baik.
i. Teori dan teknik CBT bergantung pada metode induktif.
Pusat perhatian dalam berpikir yang rasional adalah
berdsarkan fakta yang ada. Sering kali, bila diri kita bingung oleh
sesuatu hal, ternyata, situasinya tidak seperti apa yang kita
pikirkan. Untuk itu jika kita mengetahui ada sesuatu hal yang
mengganggu, sebaiknya jangan membuang-buang waktu untuk
segera menyelesaikannya. Oleh karena itu, metode induktif akan
mendorong kita untuk melihat dan menemukan sesuatu pikiran
atau perkiraan hipotesis yang dapat diuji dan daoat
dipertanggungjawabkan. Jika kami menemukan bahwa ada
37
hipotesis tidak tepat (karena kita memiliki informasi baru ), maka
kita dapat mengubah pemikiran kita sesuai dengan situasi yang
benar.
j. Dalam pelaksanaan CBT yang diutamakan berpusat pada
pekerjaan rumah.
Bila salah satu berusaha untuk mempelajari table perkalian
Anda hanya dapat menghabiskan satu jam per minggu untuk
mempelajarinya, Anda hanya membuang tenaga untuk hasil
perkalian 5x5. Anda hanya akan menghabiskan banyak waktu di
rumah untuk mempelajari perkalian tersebut, kecuali dengan
menggunakan kartu pengingat. Sama halnya dengan kita waktu
melakukan psikoterapi. Pencapian tujuan (jika diperoleh) bisa
memakan waktu yang cukup lama jika hanya orang yang berpikir
tentang cara melakukan dan tupoksi yang diajarkan selama satu
jam perminggiu. Tulah mengapa seorang terapis CBT menetapkan
tugas membaca dan mendorong kliennya untuk mengajarkan dan
mempelajari tekenik tersebut.
38
dan bermain peran. Oleh karena itu kontak langsung dengan klien,
membuat perawat yang paling mampu mengamati klien, menilai
masalah yang ada, dan merekomendasikan target untuk tindakan dan
terapi perilaku kognitif.
Perawat kesehatan jiwa memberikan perawatan langsung pada
klien di seluruh tatanan pelayanan kesehatan (rawat inap dan
masyarakat), dna manfaat tindakan perilaku kognitif sangat nyata di
sepanjang kontinum perawatan (continum of care). Kebanyakan
tritmen dan terapi keperawatan ideal dab cocok untuk tatanan
masyarakat, yang meliputi tindakan di sepanjang rentang respon
koping dari promosi kesehatan, tindakan pada kondisi di fase
pemulihan (rehabilitasi).
Perawat spesialis jiwa dapat berfungsi sebagai perencana dan
koordinasi program tritmen yang kompleks; konsultan; dan guru
perawat profesional, klien, dan keluarga mereka. Hal ini jelas bahwa
dengan penekanan biaya tritmen yang efektif dan dokumentasi hasil
asuhan keperawatan, tindakan perilaku kognitive akan menjadi area
perkembangan keahlian untuk semua perawat dalam dekade
berikutnya.
39
a. Ruangan yang tenang dan nyaman
b. Tertutup (meminimalisir stimulus)
4) Prosedur kerja :
a) Menyampaikan salam perkenalan
b) Menyampaikan maksud pertemuan, dan tujuan terapi
c) Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
d) Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu (bila
satu).
i) Sepakati distorsi kognitif yang akan diintervensi.
j) Mintai respon klien
k) Kesimpulan dan support
l) Kontrak untuk tahap II
m) Salam
b. Tahap II
1) Uji realitas
Salah satu teknik terapi kognitif yang merupakan tahap kedua,
dimana perawat menguji distorsi kognitif klien yang telah didapat pada
kognitif)
b) Pasien (tidak perlu persiapan spesifik)
c) Lingkungan :
1) Ruangan yang tenang dan nyaman
2) Tertutup (meminimalisir stimulus)
4) Prosedur kerja
a) Menyampaikan salam
40
b) Menyampaikan maksud pertemuan dan tujuan terapi
c) Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
d) Memberi kesempatan pasien bertanya/menyampaikan sesuatu
dimilikinya).
i) Kesimpulan dan support
j) Kontrak untuk tahap III
k) Salam
c. Tahap III
1) Menghentikan pikiran
Salah satu teknik terapi kognitif perilaku yang dilakukan
Tujuan terapi ini adalah pasien terbebas dari pikiran negatif atau
41
d) Menyiapkan kursi/mengambil tempat (sesuai kebutuhan)
e) Memberikan kesempatan pasien untuk berkemih/defekasi
f) Menanyakan keluhan utama memberi kesempatan pasien
sementara).
g) Menjelaskan prosedur terapi
h) Membimbing pasien untuk melakukan prasat :
1) Minta klien untuk duduk senyaman mungkin
2) Tutup mata
3) Ambil napas melalui hidung (secukupnya) tahan sebentar,
merasa tenang)
4) Minta pasien untuk menghadirkan pikiran-pikiran yang tidak
responnya).
5) Minta pasien untuk mengatakan pada dirinya “STOP” (dengan
penuh kesungguhan).
6) Buka mata.
i) Tanyakan/evaluasi respon pasien
j) Kesimpulan dan support (telah melakukan dengan baik dan mampu
menerapkannya)
k) Kontrak untuk tahap IV
l) Salam terapeutik.
d. Tahap IV
1) Mengganti pikiran
Salah satu teknik terapi kognitif perilaku yang dilakukan perawat
ini adalah pasien terbebas dari pikiran negatif atau pikiran yang
42
3) Persiapan
a) Perawat :
1) Memastikan distorsui pikiran
2) Memastikan kebutuhan terapi
b) Pasien : telah dilakukan atau melewati tahap I
(Penangkapan pikiran) dan II (Uji realitas), dan III (Menghentikan
pikiran)
c) Persiapan lingkungan :
1) Ruangan yang tenang dan nyaman
2) Tertutup (meminimalisir stimulus)
4) Prosedur kerja
a) Menyampaikan salam
b) Menyampaikan tujuan terapi
c) Menanyakan kesiapan pasien untuk terapi
d) Menyiapkan kursi/mengambil tempat
e) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berkemih/defekasi
(bila perlu)
f) Memberi kesempatan pasien untuk bertanya/menyampaikan
tenang)
l) Mengambil pikiran negatif yang mengganggu. Pastikan pasien
disepakati.
n) Bantu pasien agar mudah mengalihkan pikiran, perintahkan
telah disepakati.
o) Buka mata
p) Tanyakan/evaluasi respon pasien (perasaan pasien sekarang)
43
q) Kesimpulan dan support
r) Salam terapeutik
BAB III
44
METODE PENELITIAN
45
a. Terapi kognitif adalah terapi yang digunakan untuk mengubah
dan menghilangkan pemikiran seseorang terhadap pandangannya
yang menyimpang.
b. Kecanduan game online adalah salah satu jenis bentuk kecanduan
yang disebabkan oleh teknologi internet atau yang lebih dikenal
dengan internet addictive disorder.
a. Karakteristik Responden:
Umur : Berkisar 12-13 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan
Pekerjaan : Siswa / pelajar
b. Jenis Instrumen yang digunakan:
Wawancara (Tidak terstruktur).
Tindakan (Terstruktur dan tidak terstruktur).
46
47