Anda di halaman 1dari 56

Makalah

Konsep Kegawatdaruratan Airway dan Breathing

NAMA KELOMPOK :

1. Ni Ketut Sunartini Asri (16089014103)


2. Ida Ayu Putu Sri Wahyuni (16089014097)
3. Ni Komang Tri Devi Artha Sapitri (16089014111)
4. I Made Vena (16089014113)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehungga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Konsep Dasar
Kegawatdaruratan Airway dan Breathing”
Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu pengetahuan serta wawasan
tentang “Konsep Dasar Kegawatdaruratan Airway dan Breathing” Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca beserta semua pihak dalam penyempurnaan tugas
ini dan kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang tidak berkenan dihati
pembaca. Semoga makalah ini ada manfaatnya bagi semua pihak.

Singaraja, 07 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR…………………………………………………………i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………...ii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………..iv

DAFTAR TABEL……………………………………………………………...v

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang……………………………………………………………...1

2.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………..1

2.3 Tujuan………………………………………………………………………1

2.4 Sistematika Penulisan………………………………………………………2

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Sistem Pernafasan………………………………………………...4

2.2 Primary Survey……………………………………………………………..6

2.3 Secondary Survey………………………………………………………….14

2.4 Cedera Kepala Berat……………………………………………………….14

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Laporan Kasus ………………………………………...…………………..19

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………43

4.2 Saran……………………………………………………………………..43

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

2.1 Anatomi Sistem Pernafasan………………………………………...4


2.2 Head-tilt chin lift……………………………………………………7
2.3 Jaw Thrust……………………………………………………….….7

2.4 Pemasangan OPA………………………………………………..….8

2.5 Pemasangan NPA…………………………………………………...8

2.6 Contoh Alat LMA…………………………………………………..8

2.7 Klasifikasi Mallampati……………………………………………...9


DAFTAR TABEL

1. Klasifikasi Circulation ……………………………………………………..11


2. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat………………………………...19
BAB I
PENDAHULUIAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari
kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien ditemukan
maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga terhindar dari
kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari
gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat
ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi
kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit
akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat
darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah mengantisipasi
hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup
pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Anatomi Sistem Pernafasan?

1.2.2 Bagaimana Primary Survey Airway dan Breathing?

1.2.3 Bagaiman Secondary Survey Airway dan Breathing?

1.2.4 Bagaimana Askep Cedera Kepala Berat?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu Airway Breathing
Management.
1.3.2 Tujuan Khusus
Agar mahasiswa dapat mengetahui:
1. Bagaimana Anatomi Sistem Pernafasan

2. Bagaimana Primary Survey Airway dan Breathing


3. Bagaiman Secondary Survey Airway dan Breathing

4. Bagaimana Askep Cedera Kepala Berat

1.4 Sistematika Penulisan


1.4.1 Bagian awal
COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

1.4.2 Bagian Inti

BAB I PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

2.2 Rumusan Masalah

2.3 Tujuan

2.4 Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Sistem Pernafasan

2.2 Primary Survey

2.3 Secondary Survey

2.4 Cedera Kepala Berat

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Laporan Kasus

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Sistem Pernafasan

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernafasan


Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Saluran pernapasan terbagi atas beberapa bagian yaitu:
2.1.1 Saluran Nafas Bagian Atas
a. Rongga hidung
Merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi (terdiri dari: Psedostrafied ciliated
columnar epithelium) yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring
sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous
yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi
menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan
diteruskan ke:
b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius).
c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah).
d. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan).
Normalnya, manusia akan berusaha bernapas melalui hidung, dan pada keadaan tertentu
akan bernapas melalui mulut.
Udara yang masuk akan mengalami proses penghangatan dan pelembapan. Pada korban
yang tidak sadar, lidah akan terjatuh kebelakang rongga mulut. hal ini dapat menyebabkan
gangguan pada airway. Lidah pada bayi lebih besar secara relatif sehingga lebih mudah
menyumbat airway.
2.1.2 Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Laring: Terdiri dari Tulang rawan krikoid, Selaput/pita suara, Epilotis, Glotis.
b. Trakhea: Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang rawan
seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada
dinding depan usofagus. Pada bayi, trakea berukuran lebih kecil, sehingga tindakan
mendongakan kepala secara berlebihan (hiperekstensi) akan menyebabkan sumbatan pada
airway.
c. Bronkhi: Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini
disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea.
Bronchus kanan bercabang menjadi: lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari :
lobus superior daninferior
d. Epiglotis: Trakea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daun yang berukuran kecil yang
dinamakan epiglotis. Normalnya, epiglotis menutup laring pada saat makanan atau minuman
masuk melalui mulut, sehingga akan diteruskan ke esofagus. Tetapi, pada keadaan tertentu
seperti trauma atau penyakit, refleks ini tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, sehingga
dapat terjadi masuknya benda padat atau cair ke laring yang dapat mengakibatkan tersedak.
2.1.3 Alveoli
Terdiri dari: membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar:
a. Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
b. Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant.
c. Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan
langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel
d. Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh: endotel kapiler, epitel alveoli,
saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran pertukaran gas: Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel
alveoli « membran dasar « endotel kapiler « plasma « eitrosit. Membran « sitoplasma eritrosit
« molekul hemoglobin. Surfactant: Mengatur hubungan antara cairan dan gas.
Dalam keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu
ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.
2.1.4 Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan
mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.
2.1.5 Bronkus dan paru
Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus
terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik .Pada
alveolus akan terjadi pertukaran oksigen dengan karbondioksida.
2.1.6 Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh:
a. Otot-otot interkostalis
b. Otot -otot pektoralis mayor dan minor
c. Otot- otot trapezius
d. Otot-otot seratus anterior/posterior
e. Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
f. Kedua hemi diafragma.
Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.

2.2 Primary Survey


Pada penderita, tanda vital harus dinilai secara cepat dan efisien. Proses ini berusaha
untuk mengenali keadaan yang mengancam jiwa terlebih dahulu. Penatalaksanaan awal pada
primary survey dilakukan pendekatan melalui ABCDE yaitu :
A : Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal
B : Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
C : Circulation, dengan kontrol perdarahan
D : Disability, status neurologis
E : Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah hipotermia
2.2.1 Airway
Hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan napas. Penilaian ini meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas yang dapat disebabkan benda asing atau fraktur.
Tanda-tanda objektif untuk mengetahui kelancaran jalan napas dapat dinilai dengan 3 cara:
a. Lihat (Look)
Lihat pengembangan dada, adakah retraksi sela iga otot-otot napas tambahan lain, warna
mukosa/kulit dan kesadaran. Lihat apakah korban mengalami kegelisahan (agitasi), tidak dapat
berbicara, penurunan kesadaran, sianosis (kulit biru dan keabu-abuan) yang menunjukkan
hipoksemia. Sianosis dapat dilihat pada kuku, lidah, telinga, dan bibir.
b. Dengar (Listen)
Dengar aliran udara pernapasan. Adanya suara napas tambahan adalah tanda ada
sumbatan parsial pada jalan napas. Suara mendengkur, berkumur, dan stridor mungkin
berhubungan dengan sumbatan parsial pada daerah faring sampai laring. Suara parau
(hoarseness, disfonia) menunjukkan sumbatan pada faring.
c. Rasakan (Feel)
Rasakan ada tidaknya udara yang hembusan ekspirasi dari hidung dan mulut. Hal ini
dapat dengan cepat menentukan apakah ada sumbatan pada jalan napas. Rasakan adanya aliran
udara pernapasan dengan menggunakan pipi penolong.
Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, lidah mungkin akan jatuh ke
belakang dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat segera diperbaiki
dengan beberapa cara:
a. Head-tilt (dorong kepala ke belakang)
b. Chin-lift (tindakan mengangkat dagu)

Gambar 2.2 Tindakan head-tilt dan chin-lift


c. Jaw-thrust (tindakan mengangkat sudut rahang bawah ke atas)

Gambar 2.3 Tindakan jaw-thrust


Membersihkan jalan nafas bisa dilakukan secara manual dengan finger sweep, dengan
mengguankan alat misalnya dengan suction, atau dengan manuver seperti abdominal thrust,
chest thrust atau back blow jika terjadi obstruksi total.
Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan orofaringeal airwaynasofaringeal
airway, atau laryngeal mask airway.
a. Orofaringeal Airway (OPA)
OPA digunakan untuk membebaskan jalan napas pada pasien yang kehilangan
refleks jalan napas bawah.
Gambar 2.4 Pemasangan OPA
b. Nasofaringeal Airway (NPA)
Pada penderita yang masih memberikan respon, NPA lebih disukai dibandingkan
OPA karena lebih bisa diterima dan lebih kecil kemungkinannya merangsang muntah.

Gambar 2.5 Pemasangan NPA


c. Laryngeal Mask Airway (LMA)

Gambar 2.6 Contoh alat LMA


Selain itu dapat pula dilakukan tindakan airway definitif, seperti intubasi (dengan pipa
orotrakeal atau pipa nasotrakeal) dan airway surgikal (krikotiroidotomi atau trakeostomi).
Pemasangan airway definitif diindikasikan pada beberapa kondisi, seperti kebutuhan untuk
perlindungan airway (tidak sadar, fraktur maksilofasial, bahaya aspirasi, bahaya sumbatan) dan
kebutuhan untuk ventilasi (apnea, usaha napas yang tidak adekuat, cedera kepala tertutup berat
yang membutuhkan hiperventilasi singkat bila terjadi penurunan keadaan neurologis).
a. Intubasi
Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh melalui mulut atau
hidung.Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui
rima glotidis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung distalnya berada kira-kira
dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea. Sedangkan, intubasi nasotrakeal
yaitu tindakan memasukan pipa nasal melalui nasal dan nasofaring ke dalam orofaring sebelum
laringoskopi.
Sebelum pemasangan intubasi, diperlukan pemeriksaan jalan napas, meliputi
pemeriksaan keadaan gigi dan visualisasi orofaring. Visualisasi orofaring diklasifikasikan
menurut Mallampati Modifikasi.
 Mallampati 1 : Palatum mole, uvula, dinding posterior oropharing, pilar tonsil
 Mallampati 2 : Palatum mole, sebagian uvula, dinding posterior uvula
 Mallampati 3 : Palatum mole, dasar uvula
 Mallampati 4 : Palatum durum saja

Gambar 2.7 Klasifikasi mallampati


Dalam sistem klasifikasi, Kelas I dan II saluran nafas umumnya diperkirakan mudah
intubasi, sedangkan kelas III dan IV terkadang sulit.
Beberapa alat perlu disiapkan dalam proses intubasi. Alat-alat tersebut disingkat dengan
istilah STATICS, yaitu:
S : Scope. Scope yang dimaksudterdiri dari stetoskop dan laringoskop. Stestoskop untuk
mendengarkan suara paru dan jantung serta laringoskop untuk melihat laring secara
langsung sehingga bisa memasukkan pipa trake dengan baik dan benar.
T : Tubes. Tubes yang dimaksud adalah pipa trakea. Besar pipa trakea disesuaikan dengan
besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pada bayi baru lahir dapat digunakan
pipa trakea dengan ukuran 3,5. Pada anak-anak digunakan ukuran dengan rumus (4 + ¼
umur). Pada dewasa ukurannya adalah 7-7,5 untuk perempuan, dan 7,5-9 untuk laki-laki.
A : Airway. Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan napas yaitu
OPA atau NPA.
T : Tape. Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau
tercabut
I : Introducer. Introducer yang dimaksud adalah stilet dari kawat yang dibungkus plastik
(kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C : Connector. Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag valve
mask ataupun peralatan anestesi.
S : Suction. Suction yang dimaksud adalah penyedot lendir, ludah dan cairan lainnya.
b. Airway Surgikal
Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan indikasi jelas untuk melakukan
airway surgikal. Krikotiroidotomi surgikal lebih dianjurkan daripada trakeostomi.
Krikotiroidotomi lebih mudah dilakukan, perdarahannya lebih sedikit, dan lebih cepat
dikerjakan dibanding trakeostomi. Krikotiroidotomi dilakukan dengan membuat irisan kulit
menembus membran krikotiroid.
2.2.2 Breathing
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma. Dada penderita harus dibuka umtuk
melihat ekspansi pernapasan. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada
yang mungkin mengganggu ventilasi. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah
dalam rongga pleura. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru.
Jika terdapat tanda-tanda pernapasan tidak adekuat atau tidak ada pernapasan, maka
diberikan bantuan napas seperti ventilasi dengan udara ekspirasi (mouth to mouth, mouth to
nose, atau dengan bantuan alat mouth to faskmask, bag-valve-mask), maupun ventilasi dengan
aparatus ventilasi paru (ambu bag, cardiff bag, laerdal bag). Jika memungkinkan, pasien
diberikan oksigen.
2.2.3 Circulation
Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma. Oleh karena itu penting
melakukan penilaian dengan cepat status hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai
tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi.
1.Tingkat kesadaran.
Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang menyebabkan penurunan
tingkat kesadaran.
2.Warna kulit.
Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia.
3.Nadi
Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti arteri femoralis dan arteri karotis
(kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Masalah sirkulasi yang bisa terjadi adalah disaritmia kordis, krisis hipertensi, syok dan
henti jantung. Jika pada pasien tidak didapatkan pulsasi arteri karotis maka dilakukan Resusitasi
Jantung Paru.
Selain itu, perdarahan eksternal harus cepat dinilai, dan segera dihentikan bila ditemukan
dengan cara menekan pada sumber perdarahan baik secara manual maupun dengan
menggunakan perban elastis. Bila terdapat gangguan sirkulasi, dapat dilakukan pemasangan IV
line dan terapi cairan.
2.2.4 Disability
Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara
cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi
dan tingkat cedera spinal. Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan
menggunakan AVPU, sedangkan GCS (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih
rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder.
AVPU terdiri dari:
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
Sedangkan GCS adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai tingkat kesadaran
pasien.
a. Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1)
 Membuka mata spontan
 Membuka mata jika dipanggil, diperintah atau dibangunkan
 Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung kuku jari
tangan)
 Tidak memberikan respon
b. Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1)
 Orientasi baik dan mampu berkomunikasi
 Disorientasi atau bingung
 Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat
 Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya)
 Tidak memberikan respon
c. Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1)
 Melakukan gerakan sesuai perintah
 Dapat melokalisasi rangsangan nyeri
 Menghindar terhadap rangsangan nyeri
 Fleksi abnormal (decorticated)
 Ektensi abnormal (decerebrate)
 Tidak memberikan respon
Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada empat kemungkinan penyebab:
a. Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak
b. Trauma pada sentral nervus sistem
c. Pengaruh obat-obatan dan alkohol
d. Gangguan atau kelainan metabolik
2.2.5 Exposure / Enviromental Control
Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan
pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan
memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering
dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan
untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.
Selain tindakan-tindakan di atas, terdapat beberapa tindakan lain yang dapat dilakukan
sebagai tambahan pada primary survey, antara lain:
1. Monitor EKG
2. Kateter urin. Produksi utin merupakan indikator yang peka untuk menilai keadaan perfusi
ginjal dan hemodinamik penderita. Kateter urin tidak boleh dipasang bila ada dugaan
ruptur uretra.
3. Kateter lambung. Kateter lambung (nasogastrical tube / NGT) dipakai untuk mengurangi
distensi lambung dan mengurangi kemungkinan muntah.
4. Pemeriksaan ronsen dan pemeriksaan tambahan lainnya.

2.3 Secondary Survey


Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai, resusitasi dilakukan,
dan ABC penderita dipastikan membaik. Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai
kaki, termasuk reevaluasi pemeriksaan tanda vital. Pada survey sekunder ini dilakukan
pemeriksaan neurologi lengkap, termasuk mencatat skor GCS bila belum dilakukan dalam
survey primer.
1. Anamnesis
Ada beberapa poin penting yang juga perlu diingat dalam anamnesis, yang biasa disingkat
dengan AMPLE, yaitu:
A : Alergi
M : Medikasi (obat yang diminum saat ini)
P : Past ilness (penyakit penyerta) / Pregnancy (kehamilan)
L : Last meal
E : Event / Environment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan kepala, maksilofasial, vertebra servikalis dan
leher, toraks, abdomen, perineum/rektum/vagina, muskuloskeletal, dan neurologis.

2.4 Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu trauma yang menimpa struktur kepala sehingga dapat
menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak. Menurut Brain
Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar,
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek berdasarkan 1. Mekanisme
2. Beratnya cedera 3. Morfologi. Berdasarkan mekanisme cedera kepala dibagi menjadi cedera
tumpul yang biasanya berkaitan dengan benturan kepala dan cedera tembus disebabkan luka
tembak ataupun luka bacok/tusukan. Berdasarkan berat cedera dibagi dengan menggunakan
Glasgow coma scale (GCS), sedangkan berdasarkan morfologi dibagi menjadi fraktur cranium
dan lesi intracranial. Cedera kepala tertutup (intrakranial) jika otak tidak berhubungan dengan
dunia luar, seperti pada hematoma (pembekuan darah/perdarahan) epidural, subdural,
subaraknoid, intraserebral, dan fraktur kranii terbuka.
Jika hematoma semakin membesar, maka seluruh isi dalam otak akan terdorong kearah
yang berlawanan menyebabkan tekanan intrakranial yang membesar sehingga menimbulkan
gangguan tanda-tanda vital dan gangguan fungsi pernafasan.
2.4.1 Glasgow Coma Scale (GCS) pada Cedera Kepala
GCSdapat digunakan sebagai nilai untuk menilai berat ringannya cedera kepala.Adapun
pembagian cedera kepala berdasarkan GCS-nya adalah sebagai berikut:
a. Cedera Kepala Ringan, Skor GCS 14-15
Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran
tanpa menyebabkan kerusakan lainnya. Pada cedera kepala ringan tidak didapati hilang
kesadaran, keluhan pusing dan nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi. Cedera kepala
ringan adalah cedara otak karena tekanan atau terkena benda tumpul.
b. Cedera Kepala Sedang, Skor GCS 9-13
Pada cedera kepala sedang, pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu
untuk mengikuti perintah sederhana.
c. Cedera Kepala Berat, Skor GCS 3-8
Hampir 100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat
yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera
otak sekunder apabila proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan
dihentikan.
2.4.2 Etiologi
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma kepala adalah
karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena disebabkan
kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan sebanyak 11%.
2.4.3 Patofisiologi
a. Proses primer
Proses primer merupakan kerusakan otak yang diakibatkan oleh benturan/proses
mekanik yang membentur kepala. Derajat kerusakan tergantung pada kuatnya benturan dan
arahnya, kondisi kepala yang bergerak/diam, dan percepatan/perlambatan gerak kepala. Proses
primer ini mengakibatkan fraktur tengkorak, perdarahan dalam rongga tengkorak/otak, robekan
selaput saraf dan kematian langsung neuron pada daerah yang terkena.
b. Proses sekunder
Proses sekunder merupakan tahap lanjutan dari kerusakan otak primer dan timbul karena
berubahnya struktur anatomi maupun fungsional dari otak, misalnya: meluasnya perdarahan,
edema otak, kerusakan neuron berlanjut, iskemia lokal/global otak, dan hipertermi.
2.4.4 Pathways

Cidera kepala TIK - oedem


- hematom
Respon biologi Hypoxemia

Kelainan metabolisme
Cidera otak primer Cidera otak sekunder
Kontusio
Laserasi Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis Stress

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler  katekolamin


Sistemik & TD   sekresi asam lambung

O2   ggan metabolisme  tek. Pemb.darah Mual, muntah


Pulmonal

Asam laktat   tek. Hidrostatik Asupan nutrisi kurang

Oedem otak kebocoran cairan kapiler

Ggan perfusi jaringan oedema paru  cardiac out put 


Cerebral
Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas  hipoksemia, hiperkapnea


2.4.5 Tanda Klinis
Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa cedera kepala, antra lain:
 Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid)
 Hemotipanum (perdarahan di daerah membran timpani telinga)
 Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
 Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
 Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk cedera kepala ringan, antara lain:
 Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
 Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
 Mual atau dan muntah.
 Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
 Perubahan keperibadian diri.
 Letargik.
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk cedera kepala berat, antara lain:
 Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun
atau meningkat.
 Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
 Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
 Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal
ekstrimitas.

2.4.6 Penatalaksanaan Cedera Kepala


Tujuan utama penatalaksanaan pada cedera kepala adalah untuk mencegah terjadinya
kerusakan sekunder terhadap otak yang telah mengalami cedera. Cedera otak sekunder
disebabkan oleh faktor sistemi seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi
jaringan otak.
Penatalaksanaan umum :
a. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
b. stabilisasi vertebra servikalis pada semua kasus trauma
c. berikan oksigenasi
d. awasi tekanan darah
e. kenali tanda-tanda syok akibat hipovolemik atau neurogenic
f. atasi syok
g. awasi kemungkinan terjadinya kejang
Penatalaksanaan lainnya :
a. Dexametason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat
ringannya trauma
b. Terapi hiperventilasi
c. Pemberian analgetik
d. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis
e. Antibiotik
f. Makanan atau cairan
Tindakan terhadap penigkatan TIK
a. Pemantauan TIK dengan ketat
b. Oksigenasi adekuat
c. Pemberian mannitol
d. Penggunaan steroid
e. Peningkatan kepala tempat tidur
f. Konsul TS bedah neuro
Tindakan pendukung lainnya
a. Dukungan ventilasi
b. Pencegahan kejang
c. Pemeliharaan cairan
d. Terapi anti konvulsan
e. Klorpromazin
f. Pemasangan selang nasogastrik
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.G DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CEDERA KEPALA BERAT DAN PENURUNAN KESADARAN DIRUANG INTALASI
GAWAT DARURAT RSUD KABUPATEN BULELENG PADA TANGGAL 01 MARET
2019

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT/IGD/TRIAGE

Tgl/ Jam : 01 Maret 2019 No. RM : 56-1256


Triage : ATS /5 level Diagnosis Medis : CKB
Transportasi : Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain … …

Nama : Tn.G Jenis Kelamin :L


Umur : 64 Tahun Alamat : Ds. Panji
IDENTITAS

Agama : Hindu Status Perkawinan : Kawin


Pendidikan : SD Sumber Informasi : Keluarga
Pekerjaan : Petani Hubungan : Istri
Suku/ Bangsa : Indonesia
Triage : prioritas 2 (indikasi)

Keluhan Utama : Kurang lebih enam jam sebelum masuk


RIWAYAT SAKIT & KESEHATAN

rumah sakit, saat pasien sedang naik sepeda ontel ditabrak


sepeda motor dari arah samping. Posisi saat terjatuh tidak
diketahui. Setelah kejadian pasien tidak sadar (+), muntah (-),
kejang (-) oleh penolong dan keluarga pasien kemudian dibawa
ke RSUD Buleleng.
Mekanisme Cedera (Trauma) : Cidera Kepala Berat

Sign/ Tanda Gejala : Px mengalami kehilangan


kesadaran.
Allergi : Px tidak memiliki riwayat
alergi

Medication/ Pengobatan :

Past Medical History : Px tidak memiliki riwayat


kesehatan terdahulu

Last Oral Intake/Makan terakhir : Istri px mengatakan makan


terakhir pada saat ia akan berangkat kesawah sekitar pukul 06.30
WITA.

Event leading injury : Istri px mengatakan tidak


pernah mengalami kecelakaan sebelumnya.

Penggunaan Cervikal Collar :..........

Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten

Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing

 Tidak Ada

 Muntahan  Darah  Oedema


AIRWAY

Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor Tidak ada


Keluhan Lain: ... ...

Masalah Keperawatan: Ketidaksfektifan bersihan jalan napas

Nafas :  Spontan  Tidak Spontan


BREA
THIN
G

Gerakan dinding dada:  Simetris  Asimetris


Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal

Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur

Jenis :  Dispnoe  Kusmaul  Cyene Stoke

 Lain

Suara Nafas :  Vesikuler  Stidor  Wheezing  Ronchi

Sesak Nafas :  Ada  TidakAda

Cuping hidung  Ada  Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas :  Ada  Tidak Ada

Pernafasan :  Pernafasan Dada  Pernafasan Perut


RR : 32x/mnt
Keluhan Lain:

Masalah Keperawatan: -

Nadi :  Teraba  Tidak teraba  N: 102 x/mnt


Tekanan Darah : 170/70 mmHg

Pucat :  Ya  Tidak

Sianosis :  Ya  Tidak

CRT : < 2 detik > 2 detik


CIRCULATION

Akral :  Hangat  Dingin  S: 360C

Pendarahan :  Ya, Lokasi: mata kiri Jumlah 150cc 


Tidak ada

Turgor :  Elastis  Lambat

Diaphoresis: Ya Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare  Muntah 


Luka bakar
Keluhan Lain: -
Masalah Keperawatan: -

Kesadaran:  Composmentis  Delirium  Somnolen 


Apatis  Koma

GCS :  Eye : 1  Verbal : 2  Motorik : 4

Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint 


Medriasis

Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada

Refleks fisiologis:  Patela (+/-)  Lain-lain … …


DISABILITY

Refleks patologis :  Babinzky (+/-) Kernig (+/-)  Lain-lain


... ..
- -
Kekuatan Otot :
- -
Keluhan Lain : Hematoma

Masalah Keperawatan: Ggn Perfusi jaringan


EXPOSURE

Deformitas :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Contusio :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Abrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Penetrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...


Laserasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Edema :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Luka Bakar :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...


Grade : ... ... %
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka :
Warna dasar luka:
Kedalaman : -
Lain-lain : ... ...

Masalah Keperawatan:

Monitoring Jantung :  Sinus Bradikardi  Sinus


Takikardi
Saturasi O2 : … …%

Kateter Urine :  Ada  Tidak


FIVE INTERVENSI

Pemasangan NGT :  Ada, Warna Cairan Lambung : ... ... 


Tidak
Pemeriksaan Laboratorium : (terlampir)
Lain-lain: ... ...

Masalah Keperawatan:-

Nyeri :  Ada  Tidak


Problem : ditabrak motor
GIVE COMFORT

Qualitas/ Quantitas :
Regio :
Skala :
Timing :
Lain-lain :-
Masalah Keperawatan:
Pemeriksaan SAMPLE/KOMPAK
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non
trauma)
a.Kepala: Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, hematom
region frontal dengan ukuran 4x4cm
b. Mata : Hematom palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
c. Telinga : Sekret (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus
(-)
d. Hidung : Epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-), sekret (-)
e. Mulut : Sianosis (-), mukosa basah (+)
d. Leher : Trakhea di tengah, simetris, massa/pembesaran
HEAD TO TOE

limfonodi (-), JVP tidak meningkat


e. Thoraks : Bentuk normothorax, retraksi dinding dada (-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 1 cm kearah medial
linea midclavicularis, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-),
gallop (-)
Pulmo :
Anterior
Inspeksi : Pengembangan dada kanan=kiri
Palpasi: Fremitus raba kanan=kiri, krepitasi (-/-)
Perkusi: Sonor/sonor
Auskultas: Suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-/-)
Posterior:
Inspeksi: Pengembangan dada kanan=kiri
Palpasi: Fremitus raba kanan=kiri, krepitasi (-/-)
Perkusi: Sonor/sonor
Auskultasi :Suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-/-)
Abdomen : Dinding perut // dinding dada, supel, timpani, hepar
dan lien tidak teraba
Ekstremitas: Akral hangat - - Oedem - -
- - - -
jejas (+)

Masalah Keperawatan:

Jejas :  Ada  Tidak


INSPEKSI BACK/ POSTERIOR SURFACE

Deformitas :  Ada  Tidak

Tenderness :  Ada  Tidak

Crepitasi :  Ada  Tidak

Laserasi :  Ada  Tidak


Lain-lain : ... ...

Masalah Keperawatan:

Data Tambahan :
Pengkajian Bio, Psiko, Sosio, Ekonomi, Spritual & Secondary
Survey

Pemeriksaan Penunjang :
Tanggal : 01 Maret 2019
Hasil Pemeriksaan: EKG, Lab, Cek darah, dll
Terapi Medis :
- Ranitidine 1 amp/IV
- Ketorolak 1 amp/IV
- Phenitoin 100 mg/IV
- Manitol 100 cc
- Sonde ensure 100 Kcal
2. ANALISA DATA

Nama : Tn. G No. RM : 56-1256


Umur : 64 tahun Diagnosa medis :CKB
Ruang rawat : IGD Alamat : Ds. Panji

No Data Fokus Analisis MASALAH


Data Subyektif dan Problem dan KEPERAWATA
Obyektif etiologi N
(pathway)
1. Cedera kepala Ggn Perfusi
DS: Tidak dapat dikaji jaringan
DO: Kontusio

- Kesadaran menurun Kerusakan sel


otak
- Bedrest total
- Terpasang tampon pada Gangguan
telinga kanan, ada autoregulasi

pengeluaran cairan Aliran darah ke


- Hyperventilasi otak ↓
- Teraba hematoma pada
O2 ↓
daerah belakang kepala dan
maxilla sebelah kanan Ggn metabolism

- CT-scan : Sub Dural


Hematoma TB sinistra, As. Laktat ↑
fraktur maxilla dextra,
Oedema otak
U.app frontalis sinistra
- Febris, S : 38,9⁰C Ggn Perfusi
jaringan
N : 103 x/menit

DS: Tidak Bisa dikaji Ketidakefektifan


Cedra kepala bersihan jalan
napas
2. DO: kontusio
- Bedrest total edema/hemoragik
- Terdengar bunyi napas
Defisit Motorik
tambahan (gurgling)
- Hyperventilasi Defisit refleks
motorik
P : 32 x/menit
Refleks batuk ↓

Ggn Bersihan
jalan napas

3. DS: Tidak bisa dikaji Cedera kepala Hypertermi


DO:
Oedema
- Bedrest total
otak/hemoragik
- Terpasang tampon pada
telinga, ada pengeluaran
cairan Penekanan pada
- Tampak bekas hecting pada hypothalamus
belakang kepala
- Kulit memerah Termoregulasi
- Teraba panas terganggu
- Hyperventilasi
- S : 38,9⁰C
- N : 103 x/menit Febris menetap

WBC :29,4 mg/dl


Hypertermi

3.DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH (BERDASARKAN


YANG MENGANCAM)

1. Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d hemoragi pada daerah subdural


2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d peningkatan akumulasi produksi sekret
3. Hypertermi b/d penekanan pada daerah hypothalamus
I. INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Tn.G No. RM : 56-1256


Umur : 64 tahun Diagnosa medis :CKB
Ruang rawat : IGD Alamat : Ds. Panji

No Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf


Kriteria Hasil
Dx (NIC)
(NOC)

Setelah dilakukan 1. Monitor dan - Untuk


tindakan dokumentasikan mengetahui
1.
keperawatan status neurologis GCS
selama 2 x 24 jam, dengan GCS - Untuk
klien tidak akan mengetahui
menunjukkan 2. Monitor TTV TTV normal
tanda-tanda setiap 30 menit atau tidak
peningkatan TIK. - Agar tidak
3. Pertahankan posisi terjadi cedera
Kriteria Hasil: kepala sejajar dan kepala lebih
tidak menekan berat
1. GCS normal (E4
V5 M6) - Untuk
4. Observasi mempertahan
2. Tanda-tanda
pemberian oksigen kan oksigen
vital dalam batas
sesuai indikasi - Untuk
normal
mempercepat
5. Berikan obat- penyembuhan
obatan sesuai
instruksi

2. Setelah dilakukan 1. Kaji frekuensi dan - Untuk


tindakan kepatenan jalan napas mengetahu
keperawatan kepatenan
selama 1 x 24 jam, 2.Evaluasi pergerakan jalan nafas
- Untuk
jalan napas adequat dada
mengetahui
dan tidak ada pergerakan
tanda-tanda 3.Lakukan pengisapan dada
aspirasi. lendir kurang dari 15 - Agar jalan
menit bila sekret nafas tidak
Kriteria hasil: menumpuk tersumbat
No Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf
Kriteria Hasil
Dx (NIC)
(NOC)

1. Tidak terdengar - Untuk


bunyi napas mempercepat
4.Lakukan penyembuhan
tambahan
fisiotherapy dada
2. Tidak ada tanda-
tanda sianosis
3. RR dalam batas
normal

Setelah dilakukan 1. Kaji dan


3.
tindakan selama 2 dokumentasikan
- Untuk
x 24 jam, suhu tanda-tanda vital mengetahui
tubuh klien dalam 2. Lakukan perawatan TTV normal
batas normal luka secara atau tidak
continue - Untuk
Kriteria hasil : 3. Berikan kompres mempercepat
hangat penyembuhan
1. Suhu tubuh 36,5 luka
- 37⁰C - Untuk
menurunkan
2. Tidak ada suhu
tanda-tanda
infeksi
II. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Tn.G No. RM : 56-1256


Umur : 64 tahun Diagnosa medis :CKB
Ruang rawat : IGD Alamat : Ds. Panji

No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam

1. 01 1. Memonitor dan
Maret mendokumentasikan S:-
2019 status neurologis dengan
O:
GCS.
Hasil : E2 V1 M3 - GCS : E2V1M3
2. Memonitor TTV setiap - Posisi kepala 15⁰ lebih
30 menit. Hasil akhir : tinggi dari kaki
TD : 120/60 mmHg - TD : 145/68 mmHg
N : 103 x/menit - N : 100 x/menit
S : 38,9⁰C - S : 38,9⁰C
P : 32 x/menit - P : 23 x/menit
3. Mempertahankan posisi
- O2 nasal terpasang 4
sejajar dan tidak
lpm
menekan
4. Mengobservasi
pemberian oksigen A: Tujuan belum tercapai
sesuai indikasi

5. Memberikan obat-
obatan sesuai instruksi P: Lanjutkan semua
intervensi
- Ranitidine 1 amp/IV
- Ketorolak 1 amp/IV
- Phenitoin 100 mg/IV
- Manitol 100 cc
- Sonde ensure 100
Kcal

1. Mengkaji frekuensi dan S: -


O:
kepatenan jalan napas.
Hasil :
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam

- RR : 32 x/menit - Masih terdengar bunyi


- Terdengar bunyi napas tambahan
gurgling pada jalan (ngorok)
napas - Tidak ada tanda-tanda
sianosis
2. Mengevaluasi pergerakan - RR : 23 x/menit
dada. - Masih ada produksi
Hasil : tampak sekret
2. 01
penggunaan otot-otot
Maret
napas tambahan A: Tujuan belum tercapai
2019
3. Melakukan pengisapan P: Lakukan pemasangan
lendir dengan suction OPA
kurang dari 15 menit
Lanjutkan tindakan no. 1,
bila sekret menumpuk 2,3 dan 4
4. Melakukan fisiotherapy
dada

3. 01 1. Mengkaji dan
Maret mendokumentasikan S: -
2019 tanda-tanda vital. Hasil :
O:
- TD : 120/60 mmHg
- N : 103 x/menit - TD : 120/60 mmHg
- S : 38,9⁰C - N : 103 x/menit
- 32 x/menit - S : 38,9⁰C
- P : 23 x/menit
2. Melakukan perawatan - Kulit masih teraba
luka secara kontinue : panas dan memerah
- Membersihkan luka - Balance cairan + 288
- Mengoles luka lecet cc
dengan salep
Bioplacenton
- Mengganti tampon di
A: Tujuan belum tercapai
telinga

3. Memberikan kompres
hangat pada daerah leher P: Lanjutkan semua
dan ketiak intervensi
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
I. EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Tn.G No. RM : 56-1256


Umur : 64 tahun Diagnosa medis :CKB
Ruang rawat : IGD Alamat : Ds. Panji

No Tgl / Diagnosa
Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf
jam

1. 01 CKB S: -
Maret
2019 O: GCS: E2V1M3
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
3.2 Hasil Dan Pembahasan

Hasil dari pembahasan kasus diatas adalah Menurut Smeltzer and Bare (2013), cedera
kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak, sedangkan menurut
Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cidera kepala dapat terjadi karena kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan
mobil, kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan, cedera akibat kekerasan,
kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek otak, kerusakan menyebar
karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya, benda tajam, kerusakan terjadi hanya
terbatas pada daerah dimana dapat merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
Mekanisme GCS Cedera kepala tertutup diantaranya adalah cidera kepala ringan
(kelompok resiko rendah) Skor GCS 14-15 (sadar penuh, atentif, orientatif), tidak ada
kehilangan kesadaran, pasien dapat mengeluh sakit kepala/pusing, pasien dapat menderita
abrasi/hematom pada kulit kepala. Cidera kepala sedang, Skor GCS 9-13 (konfusi, letargi,
stupor), konkusi, amnesia pasca trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur kranium. Cidera
kepala berat, Skor GCS 3-8 (koma), penurunan derajat kesadaran secara progresif, tanda
neurologist fokal. Cidera kepala penetrasi/teraba fraktur depresi cranium. Komosio serebri
(gagar otak) gangguan fungsi neurologi ringan tampa adanya kerusakan struktur otak , terjadi
hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia retrograde, mual, muntah,
nyeri kepala. Kontusio serebri (memar) : gangguan fungsi neurologidisertai keruskan jaringan
otak tetapi kontinuitas otak masih utuh, hilangnya kesadran lebih dari 10 menit. Laserasio
serebri : gangguan fungsi neurologi disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur tengkorak
terbuka. masa otak berkelupas keluar dari rongga intracranial.
Menurut Mansjoer (2011) menyatakan bahwa tanda-tanda klinis yangdapat membantu
mendiagnosa adalah: Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os
mastoid), Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga), Periorbital
ecchymosis/ racon eyes (mata warna hitam tanpa trauma langsung) , Rhinorrhoe (cairan
serobrospinal keluar dari hidung) , Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga).
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis cedera kepala adalah
sebagai berikut: Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas
darah, CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak, MRI : digunakan sama seperti CT-Scan
dengan atau tanpa kontras radioaktif, Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi
cerebral, seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma, X-
Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan,
edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak, CSF, Lumbal Punksi : dapat
dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid, ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi
atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial, Kadar
Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrakranial (Musliha, 2010).
Terapi yang biasa diberikan pada pasien dengan cidera kepala adalah sebagai berikut:
Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebra dosis sesuai dengan berat
ringannya trauma, Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi, Pemberian analgetik, Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu;
manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol, Antibiotik yang mengandung barier darah otak
(pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole, Makanan atau cairan infus
dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari
kemudian diberikan makanan lunak, tindakan pembedahan. Tindakan Penanganan berdasarkan
klasifikasi derajat cedera kepala: Pembagian derajat cedera kepala di bedakan sebagai berikut,di
tentukan berdasarkan tingkat kesadran ( GCS) terbaik 6 jam pertama pasca trauma. Cedera
kepala ringan : GSC 14-15, Cedera kepala sedang : GCS 9-13, Cedera kepala berat : GCS 3-8.
Cedera kepala yang ringan, penanganannya mencakup anamnese yang berkaitan dengan jenis
dan waktu kecelakaan, riwayat penurunan kesadaran atau pingsan, riwayat adanya amnesia serta
keluhan-keluhan lain yang berkaitan dengan peninggian tekanan intra kranial seperti : nyeri
kepala, pusing, muntah. Amnesia retrogad cenderung merupakan tanda ada tidaknya trauma
pada kepala, sedangkan amnesia antegrade (pasca trauma ) lebih berkonotasi akan berat
ringannya konkusi cedera kepala yang terjadi. Pemeriksaan fisik ini ditekankan untuk
menyingkirkan adanya gangguan sistemik lainnya, serta mendeteksi deficit neurologis yang
mungkin ada. Kepentingan pemeriksaan radiologis merupakan foto polos kepala dimaksudkan
untuk mengetahui adanya : fraktur tengkorak (Linear atau depresi) , posisi kelenjar pineal ,
pneumosefalus, korpus alineum dan lainnya. Sedangkan foto servikal atau bagian tubuh lainnya
dilakukan sesuai dengan indikasi pemeriksaan CT scen memang secara ideal perlu dilakukan
bagi semua kasus cidera kepala. Indikasi rawat nginap pada penderita dengan cidera kepala
ringan : Anamnesa pasca traumatica, Adanya riwayat penurunan kesadaran atau pingsan,
Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat yang moderat sampai derat, Intoksikasi alcohol
atau obat-obatan , Adanya fraktur tulang tengkorak, Adanya kebocoran likuor serebro spinalis,
Cedera berat bagian tubuh lain, Indikasi social (tidak ada keluarga atau pendamping dirumah).
Cidera Kepala Sedang, penanganan pertama selain mencakup anamnesesia (seperti di atas) dan
pemeriksaan fisik serta poto polos tengkorak, juga mencakup pemeriksaan sken tomografi
computer otak (CT, scan). Pada tingkat semua kasus mempunyai indikasi untuk dirawat, selama
hari pertama perawatan di rumah sakit perlu dilakukan pemeriksaan neurologis setiap setengah
jam sekali sedangkan follow up sken tomografi computer otak pada hari-3 atau ada perburukan
neorolog. Cidera kepala berat, penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan pada
penderita dalam kelompok ini karena sedikit keterlambatan akan mempunyai resiko terbesar
berkaitan dengan morbilitas atau mortalitas, dimana tindakan “menunggu” disini dapat
berakibat sangat fatal. Penanganan kasus-kasus yang termasuk kelompok ini mencakup tujuh
tahap yaitu Komplikasi yang biasanya terjadi pada pasien dengan cedera kepala diantaranya
adalah Edema pulmonal. Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa.
Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan
tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah
sistematik meningkat untuk memcoba mempertahankan aliran darah ke otak, bila keadaan
semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang,
tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus dipertahankan
tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110 mmHg,
pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih
banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada
proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari
darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut. Peningkatan TIK, Tekanan intrakranial
dinilai berbahaya jika peningkatan thingga 15 mmHg, dan herniasi dapat terjadi pada tekanan
diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi
rerebral. Yang merupakan komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan
dan gagal jantung serta kematian. Kejang, kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak
akut selama fase akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur
klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis
untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak
digunakan dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada system
pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan. Serta dapa
menyebabkan kebocoran cairan serebrospinalis diimana adanya fraktur di daerah fossa anterior
dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal
akan merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan,
diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga. Instruksikan
klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.

Dari hasil analisa kelompok didapatkan satu diagnosa utama keperawatan yang mengacu
pada kasus Tn.G yaitu gangguan perfusi jaringan, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, dan
hipertermi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan hasil dari catatan perkembangan
S: -, O: GCS: E2V1M3 A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi.
JURNAL PENDUKUNG
HUBUNGAN KETERAMPILAN PERAWAT (AIRWAY, BREATHING DAN CIRCULATION) DENGAN
KEMAMPUAN PENANGNAN PASIEN CEDERA KEPALA DI RUANG

UGD RSUD KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD


CORELATION OF NURSE SKIL (AIRWAY, BREATHING AND CIRKULATION)
WITH HANDLING ABILITY OF HEAD INJURED PATIENT IN AR SPACE OF
TALAUD ISLAND DISTRICT HOSPITAL

Maya Losoh*, Rooije.R.H.Rumende**, Joice Laoh***

*Mahasiswa Fakultas Keperawatan,Universitas Sariputra Indonesia Tomohon


**Dosen UniversitasSamratulangi Manado
***Dosen Poltekes Kemenkes Manado

ABSTRAK
Cedera kepala merupakan masalah neurologik yang serius di antara penyakit neurologik
yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (60% kematian yang disebabkan kecelakaan lalu
lintas merupakan akibat cedera kepala) dan faktor kontribusi terjadinya kecelakaan
seringkali adalah konsumsi alcohol. Data Kantor Kepolisian Republik Indonesia pada tahun
2013 jumlah kecelakaan mencapai 100.106 kasus, korban meninggal 26.416 orang, luka
berat 28.438 orang dan yang menderita luka ringan110.448 orang. Rancanagan penelitian
yang digunakan adalah penelitian non-eksperimen bentuk cross sectional. Penelitian ini
menggunakan lembaran observasi sebagai Instrumen. Sampel dalam penelitian ini yaitu
perawat diruang UGD dan perawat yang bersedia menjadi responden di ruang UGD RSUD
kabupaten kepulauan talaud. Pada pennelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan
secara total samplingyaitu populasi di jadikan sampel. Hasil analisa hubungan keterampilan
perawat (Airway, Beathing dan Circulation) dengan kemampuan penanganan pasien cedera
kepala melalui uji statistik Correlation Spearman Rho secara manual menunjukan nilai
Spearman Rho = 0,636dan r tabel (1%) = 0,591. Hasil perhitungan manual ini menunjukkan
Spearman Rho> dari r tabel, artinya Keterampilan perawat (Airway, Breathing dan
Circulation) berhubungan dengan kemampuan penanganan pasien cedera kepala di ruang
UGD RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud, dan tingkat hubungan menunjukkan koefisien
korelasi (r)=0,636 artinya tingkat hubungan tersebut adalah kuat (Pedoman interpretasi
koefisien korelasi 0,60-0,799 tingkat hubungan) (Sugiyono, 2005).

Kata Kunci: Keterampilan, penanganan, Cedera kepala,Perawat.


ABSTRACK
Head injury is a serious neurological problem among neurologic diseases caused by traffic accidents (60% of
deaths caused by traffic accidents are the result of head injury) and contributory factors of accidents are often
alcohol consumption. Data of the Police Office of the Republic of Indonesia in 2013 the number of accidents
reached 100.106 cases, the deaths 26.416 people, serious injuries 28.438 people and those who suffered minor
injuries 110.448 people. The research design used is a non-experimental study of cross sectional design. This
study uses observation sheets as instruments. Samples in this study are nurses room and emergency room
nurses who are willing to be respondents emergency room unit (ERU) publie hodpital in district talaud islands.
In this research teknit sampling done in total sampling that is population sample. Result of analysis of skill of
nurse corelation (Airway, Breathing and Circulation) with handling ability of head injury through Correlation
Spearman Rho statistic test manually showed Spearman Rho = 0,636 and r table (1%) = 0,591. The result of
this manual calculation shows Spearman Rho > from r table, meaning the skill of (Airway, Breathing and
Circulation) is related to the handling ability of head injury patient in the emergency room unit of publie
hospital in District Talaud Island, and the relationship level shows the correlation coefficient (r) = 0,636 means
the relationship level Is strong (Guidance interpretation correlation coefficient 0,60-0,799 level of relationship)
(Sugiyono 2005).

Keywords:Skill, Handling, Head Injury to, Nurse


PENDAHULUAN

Perawat yang bertugas di UGD dituntun unitlain, karena UGD merupakan sebuah pelayanan
untuk memiliki kemampuan lebih awal pada rumah sakit (Schriver et.all, 2008
dibandingkan dengan perawat yang dalam Puspitasari
melayani pasien di
2015).Keterampilan merupakan persyarat Menurut Badan Pusat Statistik Republik
minimal yang harus dimiliki oleh Indonesia tahun 2013, jumlah kecelakaan
seorangperawat. Keterampilan mencakup lalu lintas meningkat dari tahun ke tahun.
aspek pendidikan, pengetahuan, dan sikap Data Kantor Kepolisian Republik Indonesia
kerja (Neniastriyema, 2013). pada tahun 2013 jumlah kecelakaan
Cedera kepala merupakan masalah mencapai
neurologik yang serius di antara penyakit 100.106 kasus, korban meninggal 26.416
neurologik yang disebabkan oleh kecelakaan orang, luka berat 28.438 orang dan yang
lalu lintas (60% kematian yang disebabkan menderita luka ringan110.448 orang.Tidak
kecelakaan lalu lintas merupakan akibat seorangpun yang dapat memprediksi akan
cedera kepala) dan faktor kontribusi terjadi kecilakan, pada umumnya kecilakaan
terjadinya kecelakaan seringkali adalah terjadi secara mendadak dan seringnya kita
konsumsi alkohol (Ginsberg, 2005).Trauma sebagai tenaga kesehatan tidak cukup siap
atau cedera kepala (Brain injury) adalah untuk menolong korban walaupun berpuluh-
salah satu bentuk trauma yang dapat puluh tahun teori sudah kita pelajari
mengaubah kemampuan otak dalam (Musliha, 2010).
menghasilkan keseimbangan fisik, Berdasarkan uraian di atas maka peneliti
intelektual, emosional, social dan pekerjaan tertarik melakuan penelitian untuk melihat
atau dapat dikatakan sebagai bagian dari hubungan ketrampilan perawat (Airway,
gangguan traumatik yang dapat Breathing dan Cirkulation) dengan
menimbulkan perubahan- perubahan fungsi penanganan pada pasien cedera kepala di
otak. Ruang UGD RSUD Kabupaten Kepulauan
Talaud.

METODE PENELITIAN
Desainpenelitian yang digunakan adalah persetujuan dan kerahasiaan responden
penelitian non-eksperimen bentuk cross adalah hal utama yang perlu di
sectional Mengenai ada hubungan perhatikan.oleh karena itu peneliti
keterampilan perawat dengan penanganan sebelum melakukan penelitian
pada pasien cedera kepala yang merupakan terlebihdahulumenganjurkan
studi observasional dimana variable bebas permohonan/pemberitahuan kepada pihak
dan terikatnya diukur dalam waktu yang yang terlibat langsung maupun tidak
bersamaanPopulasi dalam penelitian adalah langsung dalam penelitian, agar tidak
subjek (Misalnya Manusia: klien) yang terjadi penganggaran terhadap hak-hak
memenuhi kriteria yang telah ditetapakn otonomi manusia yang
(Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian menjadi sumber peneliti.Sebelum
ini adalah seluruh perawat di ruang UGD melakukan penelitian, peneliti akan
RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud yang menganjurkan izin terlebih dahulu kepada
berjumlah 20 orang.Untuk mengetahui dekan Fakultas Keperawatan
pasien terdiagnosa cede kepala maka Universitas Sariputra Indonesia Tomohon
dilakukan ovservasi pemeriksaaan (Airway, dan kepada direktur
Breathing dan Circulation) di ruang UGD RSUD kabupatenkepulauan
RSUD Kabupate kepulauan talaud. talaud.Setelah mendapatkan
persetujuan dari semua pihak tersebut di
atas, peneliti memulai penelitian dengan
menekankan prinsip-prinsip dalam etika
yang berlaku.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisa Univariat

Gambar1.Diagram KarakteristikResponden Berdasarkan


Umur di RuangUGDRSUDKabupatenKepulauan
Talaud.
Berdasarkan gambar 1. menunjukan bahwa Sebagianbesar responden berdasarkan umur
20 karakteristik respondendi ruang UGD 31-40 yaitu: 14 orang (70%)
RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud.

Gambar 2. Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan TingkatPendidikan


di ruang UGD RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud
Berdasarkan gambar 2. menunjukan bahwa pendidikan sebagian besar D3 12 responden
20 karakteristik responden di ruang UGD (60%).
RSUD Kabupaten Kepulauan
Talaudberdasarkan

Gambar 3.Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja di


Ruang UGD RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud.
Berdasarkan gambar 3. menunjukan bahwa bekerja sebagian besar 5-6 tahun yaitu: 10
20 karakteristik responden di ruang UGD responden (50%).
RSUD Kabupaten Kepulauan
Talaudberdasarkan lama
Gambar 4. Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Keterampilan Perawat (Airway,
Breathing dan Circulation) di Ruang UGD RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud.

Berdasarkan gambar 4. menunjukan bahwa pendidikan sebagian besar kurang yaitu


20 karakteristik responden di ruang UGD responden (50%).
RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud
berdasarkan
Gambar 5. Diagram Karakteristik Responden Berdasarkan Kemampuan
Penanganan pasien cedarah kepala di ruang UGD RSUD
Kabupaten Kepulauan Talaud.
Berdasarkan gambar 5. menunjukan bahwa kemampuan Penanganan pasien cedarah
20 karakteristik responden di ruang UGD kepala sebagian besar kurang 8 responden
RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud (40%) dan baik 8 responden (40%)
berdasarkan

Analisa Bivariat

Hubungan Keterampilan Perawat (Airway, Breathing Dan Circulation) Dengan Kemampuan Penangnan
Pasien Cedera di Ruang UGD RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud.

Variabel Variabel Kemampuan Penanganan Pasien Cedera Kepala


Keterampilan
Perawat
Kurang % Cukup % Baik % Total %

Kurang 0 0 4 20 6 50 10 50%

Cukup 3 15 0 0 2 10 5 25%

Baik 5 62 0 0 0 0 5 25%

Total 8 40 4 20 8 40 20 100%

Siknifikansi ( = 0,004
Koefisien Korelasi Spearman Rho (r)= 0,636
r tabel= 0,591
Berdasarkan tabel tabulasi silang Hubungan Keterampilan (Airway, Breathing dan
Circulation) dengan Kemampuan Penanganan Pasien Cedera Kepala di ruang UGD RSUD
kabupaten Kepulauan Talaud pada bulan februari merupakan yang paling banyak
presentasinya pada variabel Keterampilan perawat paling banyak adalah kategori kurang
yaitu: 10 orang atau 50% dan variabael Kemampuan Penanganan pasien cedara kepala yaitu
pada kategori kurang 8 orang atau 40% dan kategori baik 8 orang 40%. Hasil analisis
hubungan kedua Variabel di atas dengan menggunakan uji statistik Correlation
Spearman Rho secara manual menunjukan nilai Spearman Rho = 0,636dan r tabel (1%) = 0,591. Hasil
perhitungan manual ini menunjukkan Spearman Rho> dari r tabel, artinya Keterampilan perawat (Airway,
Breathing dan Circulation) berhubungan dengan kemampuan penanganan pasien cedera kepala di ruang UGD
RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud, dan tingkat hubungan menunjukkan koefisien korelasi (r)=0,636 artinya
tingkat hubungan tersebut adalah kuat. Dengan demikian H1 di terimah H0 ditolak atau ada hubungan
keterampilan perawat (Airway, breathing dan Circulation)

PEMBAHASAN
Hubungan Keterampilan Perawat (Airway, Breathing Dan Circulation) Dengan Kemampuan
Penanganan Pasien Cedera Kepala Di Ruang UGD RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud

Berdasarkan tabel tabulasi silang Hubungan Peneliti berasumsi bahwa: kenapa ada
Keterampilan (Airway, Breathing dan hubungan keterampilan perawat (Airway,
Circulation) Dengan Kemampuan Breathing dan Circulation) dengan
Penanganan Pasien Cedera Kepala di ruang kemampuan penanganan pasien cedera kepala
UGD RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud di ruang UGD RSUD kabupaten kepulauan
pada bulan februari merupakan yang paling talaud yaitu:
banyak presentasinya pada variabel 1. Kurangnya Sumberdaya Manusia
Keterampilan perawat paling banyak adalah 2. Sebagian besar Perawat belum mengikuti BTCLS
(Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac life
kategori kurang yaitu: 10 orang atau
support)
50%danvariabael Kemampuan Penanganan 1. Kurangnya sumber daya manusia Kurangnya
pasien cedara kepala yaitu pada kategori sumber daya manusia akan ikut mewarnai pelayanan
kurang 8 orang atau 40% dan kategori baik 8 kesehatan di Rumah Sakit, karena selain jumlahnya
orang 40%. Hasil analisis hubungan kedua yang harus lebih banyak, juga merupakan
Variabel di atas dengan menggunakan uji profesi yang memberikan pelayanan yang
statistik Corelation Spearman Rho secara konstan dan terus menerus 24 jam kepada pasien
manual menunjukan nilai Spearman Rho = setiap hari. Oleh karena itu pelayanan
keperawatan memberi konstribusi dalam
0,636dan r tabel (1%) = 0,591.Hasil
menentukan kualitas pelayanan di
perhitungan manual ini menunjukkan Rumah Sakit. Perawat yang bertugas di ruang UGD
Spearman Rho>dari r tabel, artinya RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud berjumlah 20
Keterampilan perawat (Airway, Breathing orang dan tempat tidur di ruang UGD RSUD
dan Circulation) berhubungan dengan Kabupaten Kepulauan Talaud
kemampuan penanganan pasien cedera terdapat 6 bed yaitu: Diruang resusitasi
kepala di ruang UGD RSUD Kabupaten 3 bet dan di ruang tindakan 3 bed.
Kepulauan Talaud, dan tingkat hubungan
menunjukkan koefisien korelasi (r)=0,636
artinya tingkat hubungan tersebut adalah
kuat. Dengan demikian H1 di terimah H0
ditolak atau ada hubungan keterampilan
perawat (Airway, breathing dan Circulation)
dengan Kemampuan penanggag pasien
cedera kepala di ruang UGD RSUD
Kabupaten Kepulauan Talaud.
Menurut penelitian Iwan, (2011) orang Sehingga kurangnya keterampilan perawat
Terbatasnya jumlah tenaga profesional (Airway, Breathing dan Cirkulation) dengan
keperawatan yang berpendidikan setingkat kemampuan penanganan pasien cedera kepala.
Sarjan disebabkan oleh kurangnya BTCLS (Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac
motivasi perawat untuk melanjutkan life support) dapat menjadi dasar agarmembekali
pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. perawat untuk
Yang dimaksud dengan motivasi disini
adalah semua proses yang menjadi
penggerak, alasan-alasan atau dorongan-
dorongan dalam diri manusia yang
menyebabkan sesorang berbuat sesuatu.
Motivasi untuk melanjutkan pendidikan
kejenjang yang lebih tinggi menurut
peneliti kemungkinan berhubungan dengan
faktor usia, jenis kelamin, status
perkawinan dan dukungan atasan.
Berdasarkan Gambar 5.4 menunjukan
keterampilan perawat (Airway, Breathing dan
Circulation) berada pada kategori kurang yaitu:

10 responden (50%). Hasil tersebut dapat


disebab oleh tingkat pendidikan perawat
yang mayoritas D3 yang berjumlah 12
responden (60%), Sehingga peneliti
berasumsi bahwa tingkat pendidikan dapat
memicu kemampuan penanganan pasien
cedera kepala Karena semakin tinggi
tingkat pendidikan maka semakin baik pula
kemampuan penanganan yang akan
dilakukan..
Penelitian lain juaga dilakukan oleh
Yatiningtyastuti, (2010) Banyak lulusan
D3 keperawatan yang mengalami phobia
untuk melanjutkan pendidikan di
FIK(fakultas Ilmu Keperawatan) atau PSIK
(Program Studi Ilmu Keperawatan) karena
merasa untuk lulus seleksi saja sangat sulit.
2. Sebagian besar perawat belum mengikuti
BTCLS (Basic Trauma Life Support and Basic
Cardiac life support) BTCLS
Sebagian besar perawat belum mengikuti BTCLS
(Basic Trauma Life Support and Basic Cardiac life
support) BTCLS dapat membantu seorang perawat
dalam melakukan tindakan gawat darurat terlebih
kusus perawat yang bertugas di ruang UGD.
Perawat yang bertugas di ruang UDG RSUD
kabupaten kepulauan talaud yaitu 20 orang dan
yang belum perna mengikuti BTCLS (Basic Trauma
Life Support and Basic Cardiac life support)
berjumlah 15 orang kemudian yang sudah
mengikuti pelatihan BTCLS (Basic Trauma Life
Support and Basic Cardiac life support) yaitu: 5
memahami dan mampu melakukan profesi (Ners, Spesalis, dan konsultan).
penanganan pasien dengan kegawatan Dengan pendidikan tinggi maka seseorang
trauma dan kardiovaskuler baik di area akan cenderung untuk mendapatkan
rumah sakit, intra rumah sakit, klinik, informasi, baik dari orang lain maupun dari
maupun puskesmas. media massa. Semakin banyak informasi
Berdasarkan Gambar 5.4 menunjukan yang masuk semakin banyak pula
keterampilan perawat (Airway, Breathing dan pengetahuan yang didapat tentang kesehatan
Circulation) berada pada kategori kurang yaitu: (Erfandi, 2009).
Perawat Merupakan tenaga kesehatan yang
10 responden (50%). Hasil tersebut dapat berada digaris depan dalam pemberian
disebab tingkat pendidikan yang mayoritas pelayanan kesehatan mengikuti
D3 yang berjumlah 12 responden (60%), perkembangan teknologi dan ilmu
Sehingga peneliti berasumsi bahwa keperawatan saat ini, sehingga dituntut
pendidikan dapat memicu kemampuan untuk selalu meningkatkan ilmu
penanganan pasien cedera kepala. Para Toko pengetahuan agar bisa selaras dengan
keperawatan telah meletakan pondasi perkembangan tehnologi terkini dalam
perubahan pendidikan, bukan hanya bidang kesehatan yang memenuhi standar
pendidikan vokasi semata, tetapi juga lebih baik nasional maupun internasional salah
diarahkan pada pendidikan akademik satunya pelatihan BTCLS (Denden, 2015)
(Sarjana, Magister,doctoral) dan
Pendidikan

SIMPULAN
1. Keterampilan Perawat di ruang UGD RSUD Kemampuan Penangan Pasien Cedera
Kabupaten Kepulauan Talaud (Airway, Breathing Kepala di ruang UGD RSUD Kabupaten
dan Circulation) kategori Kurang yaitu: 10 Kepulauan Talaud dengan tingkat
responden (50%).
2. Kemampuan Penanganan Pasien Cedera Kepala
hubungan menunjukkan koefisien
di ruang UGD RSUD Kabupaten Kepulauan Talaud korelasi (r)=0,636 artinya tingkat
dalam kategori Baik yaitu: 12 responden (60%) hubungan tersebut adalah kuat (Pedoman
3. Keterampilan Perawat (Airway, Breathing dan interpretasi koefisien korelasi 0,60-0,799
Circulation) berhungan Dengan tingkat hubungan) (Sugiyono, 2005).

SARAN
1. Bagi Pihak Rumah Sakit Kabupaten
dapatdijadikan sebagai sumber dan bahan
Kepulauan Talaud. untuk perkembangan penelitian
a. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah selanjutnya, dan peningkatan
Kabupaten Kepulauan Talaud keterampilan perawat (Airway, Breathing
dan Circulation).
diharapkan lebih meningkatkan keterampilan 3. Peneliti Selanjutnya
perawat di ruang UGD, melalui pelatihan Diharapkan hasil penelitian ini dapat
BTCLS (Basic Trauma Life Support and Basic digunakan sebagai bahan referensi dan
Cardiac Life Lupport). dapat dikembangkan dalam penelitian
lebih lanjut dibidang keperawatan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
KeperawatanDiharapkan Hasil Penelitian ini

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,2010, Prosedurpenelitian: Suatu pendekatan praktik. Rineka cipta, Jakarta.

Deden, 2015, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Perawat Untuk Melanjutkan
Pendidikan Pada Jenjang Pendidikan Tinggi Keperawatan, Jurnal, Bandung

Elfindri, B.M.Wello, Elmyasna, Hasnita, Abidin, Mitayani, Zainal; Biorned (2009) Soft Skiil panduan bagi
bidan dan perawat. Badueso Media, Yogyakarta.

Erfandi, 2009Pengalaman Perawat Dalam Penerapan Triage Di IGD RSI Sakinah,Jurnal, Mojokerto.

Iwan, 2011Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Motivasi Perawat Untuk Melanjutkan Pendidikan,
Jurnal, Palu.Musliha, (2010) Keparawatan

Nursalam, 2013Konsep dan penerapanMetodeologi penelitian ilmu


keperawatan Edisi 3, Salemba medika Jakarta Selatan

Puspitasari 2015hubungan keterampilan perawat denga penanganan perawatdi IGD Universitas


Wiraraja Sumenep,Jurnal,Toraja

Sugiyono, 2005 Buku ajar Statistika Metodeologi penelitian,Nuha Medika, Jakarata


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah hidung dan
mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Breathing (Bernapas) adalah usaha
seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan. Tindakan ini merupakan salah
satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP).
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat
diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan
sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam
kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan
oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat
penting dilakukan secara efektif dan efisien.

4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah yang telah disusun
meskipun kami menyadari makalah ini kurang dari sempurna. Oleh karena itu kami berharap
pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat membantu menyempurnakan makalah
yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ferry, H. dkk. 2011. Basic Trauma & Cardiac Life Support. Mahaputra Press

Kartikawati, Dewi. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta; Salemba Medika

Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis

Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta

https://www.scribd.com/document/288246827/Laporan-Kasus

https://www.scribd.com/doc/116101962/Asuhan-Keperawatan-Pada-Klien-Dengan-Cedera-

Kepala-Berat

https://www.scribd.com/document/337961437/Makalah-Airway-Breating

http://jurnal.unsrittomohon.ac.id/index.php?journal=ejurnal&page=article&op=download&pat

h%5B%5D=327&path%5B%5D=295

Price, S.A.,dkk,. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2,

2006, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai