Anda di halaman 1dari 59

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa Nifas (puerpurium) adalah masa dimulai setelah plasenta keluar dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum

hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009).

Pemerintah melalui Departemen Kesehatan, telah memberikan kebijakan

sesuai dengan dasar kesehatan pada ibu masa nifas yaitu paling sedikit 4x

kunjungan pada masa nifas, yaitu kunjungan pertama 6-8 jam post partum,

kunjungan kedua 6 hari post partum, kunjungan ketiga 2 minggu post partum, dan

kunjungan keempat 6 minggu post partum (Suherni dkk, 2008).

Menurut data world Health Organization (WHO) tahun 2012, sebanyak

99% kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-

negara berkembang. Rasio kematian ibu di negara-negara berkembang merupakan

yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup jika

dibandingkan dengan rasio kematian ibu di sembilan negara maju dan 51 negara

persemakmuran. Menurut WHO, 81% angka kematian ibu (AKI) akibat

komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa post partum (Istieka,

2013).

Di negara berkembang seperti Indonesia, masa nifas merupakan masa

kritis baik bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu

terjadi setelah persalinan, dan 50% diantaranya terjadi dalam 24 jam pertama

(Prawihardjo, 2009).
2

Kematian ibu selama masa nifas merupakan salah satu aspek yang

memberikan kontribusi dalam perhitungan Angka Kematian Ibu (AKI) dan

merupakan indicator keberhasilan pembangunan sector kesehatan. Pencapaian

tujuan dan target Millennium Development Goals (MDGs) yaitu dengan

meningkatkan kesehatan dan merupakan salah satu dari 8 target yang harus

dicapai. Tingginya kematian ibu nifas merupakan masalah berkepanjangan dan

kompleks yang sulit diatasi. AKI merupakan tolak ukur untuk menilai keadaan

pelayanan obstetric di suatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti system

pelayanan obstetric masih buruk, sehingga memerlukan perbaikan. Penyebab

kematian ibu paling banyak terjadi pada masa nifas, yaitu karena perdarahan

setelah persalinan 28%, eklamsia 24%, infeksi 11% (Suwandi, 2010).

Asuhan kebidanan yang diberikan oleh seorang pemberi pelayanan

kebidanan sangat mempengaruhi kualitas asuhan yang diberikan dalam tindakan

kebidanan seperti upaya pelayanan antenatal, intranatal, postnatal, dan perawatan

bayi baru lahir. Sebagai seorang bidan profesional, bidan perlu mengembangkan

ilmu dan kiat asuhan kebidanan yang salah satunya adalah harus mampu

mengintegrasi model konseptual, khususnya dalam pemberian asuhan kebidanan

pada ibu nifas (Saleha, 2009).

Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh

karena itu, kebersihan diri (personal hygiene) sangat penting untuk mencegah

terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat

penting untuk tetap dijaga. Saat ibu mandi bersihkan seluruh tubuh sampai ke

perineum dengan memakai sabun. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk


3

membersihkan daerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang,

kemudian membersihkan daerah sekitar anus (Saleha, 2009).

Infeksi masih menyumbangkan angka kematian pada ibu pada masa nifas

jika infeksi tidak tertangani akan menimbulkan komplikasi seperti infeksi pada

kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir, infeksi ini tidak bisa dibiarkan

karena menyebabkan kematian pada ibu nifas sebanyak 50 % (Mas’adah, 2010).

Episiotomi adalah tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan

terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput darah, jaringan pada septum

rekto vagina, otot-otot dan vasia perineun dan kulit sebelah depan perineum.

Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak

janin (Wiknjosastro, 2010).

Luka episiotomi yang tidak tertangani dengan baik akan menimbulkan

komplikasi, seperti kehilangan darah karena melakukan episiotomi terlalu dini,

infeksi karena terkontaminasi dengan urine dan feses, dispareunia, dan hematoma

lokal yang menyebabkan infeksi (Manuaba, 2011).

Angka kejadian infeksi karena episiotomi masih tinggi yaitu sekitar 4 juta

orang (65,61%), dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang cara perawatan

episiotomi dan salah satu intervensi yang bisa dilakukan adalah dengan

memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan luka episiotomi. Penyebab

infeksi diantaranya adalah bakteri eksogen (kuman dari luar), autogen (kuman

masuk dari tempat lain dalam tubuh), endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab

yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang

sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir (Gorback, 2011).
4

Hasil penelitian Kurnianingtyas (2009) menyatakan bahwa tingkat

penyembuhan luka perineum sedang yaitu 92,8% sembuh di hari ke 6, dan ada

hubungan yang signifikan antara perilaku responden melakukan vulva hygiene

dengan tingkat penyembuhan luka perineum pada ibu nifas. Hal ini di dukung

oleh hasil penelitian Mariyatul (2006), bahwa kecepatan penyembuhan luka

episiotomi dapat di pengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu nifas. budaya

misalnya kebiasaan tarak (pantang makan) telur, ikan dan daging ayam, akan

mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan

luka (Dayu, 2012).

Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 20 Oktober 2016 di Klinik Bersalin

Raskita Ginting, Amd.Keb Desa Sendang Rejo Kecamatan Binjai dari bulan

Januari – September 2015 diperoleh data jumlah ibu nifas 82 orang, ibu nifas

normal 55 orang (48,14%), ibu nifas dengan luka jahitan perineum 21orang

(46,29%), dan ibu nifas patologi 6 orang (5,55%). Ibu nifas dengan luka jahitan

perineum meliputi robekan perineum karena tindakan episiotomi 7 orang

(21,60%), robekan perineum karena ruptura 8 orang (14,19%).

Berdasarkan data diatas, mengingat angka kejadian ibu nifas dengan luka

jahitan post episiotomi masih tinggi, kejadian infeksi juga akan meningkat maka

penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan

Kebidanan Ibu Nifas pada Ny. S P1A0 dengan Perawatan Luka Perineum Post

Episiotomi di Klinik Bersalin Raskita Ginting, Amd.Keb Desa Sambi Rejo

Kecamatan Binjai Tahun 2016”.


5

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dapat dirumuskan “Bagaimana

asuhan kebidanan ibu nifas pada Ny. S PI A0 dengan Perawatan Luka Perineum

Post Episiotomi di Klinik Bersalin Raskita Desa Sendang Rejo Kecamatan Binjai

Tahun 2016?”

1.3. Tujuan Studi Kasus

1.3.1. Tujuan Umum

Memperoleh pengalaman nyata dan mampu melaksanakan asuhan

kebidanan pada ibu nifas dengan luka perineum post episiotomi dengan

metode 7 Langkah Varney.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Penulis mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada ibu

nifas Ny. S P1A0 dengan perawatan luka perineum post episiotomi.

2. Penulis mampu menginterprestasikan data yang meliputi diagnosa,

masalah dan kebutuhan pada ibu nifas Ny. S P1A0 dengan perawatan luka

perineum post episiotomi.

3. Penulis dapat menemukan diagnosa potensial yang dapat terjadi pada ibu

nifas Ny. S P1A0 dengan perawatan luka perineum post episiotomy.

4. Penulis dapat menemukan dan melakukan tindakan segera pada ibu nifas

Ny. S P1A0 dengan perawatan luka perineum post episiotomy.

5. Penulis dapat merencanakan tindakan menyeluruh sesuai dengan kondisi

pada ibu nifas Ny. S P1A0 dengan perawatan luka perineum post

episiotomi.
6

6. Penulis dapat melaksanakan asuhan kebidanan yang telah diberikan pada

ibu nifas Ny. Ny. S P1A0 dengan perawatan luka perineum post

episiotomi.

7. Penulis mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan kebidanan pada ibu

nifas Ny. S P1A0 dengan perawatan luka perineum post episiotomi.

1.4. Manfaat Studi Kasus

1.4.1 Bagi Penulis

Untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan

pengalaman penulis dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan pada ibu

nifas dengan luka episiotomi.

1.4.2. Bagi Profesi

Memberikan wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainya dalam

menangani kasus pada ibu nifas dengan perawatan luka perineum post

episiotomi sesuai dengan standar Asuhan Kebidanan.

1.4.3. Bagi Institusi

a. Klinik Bersalin

Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan khususnya bidan yang ada

dirumah sakit dalam mengambil langkah-langkah dalam rangka

meningkatkan asuhan kepada ibu nifas dengan perawatan luka perineum

post episiotomi.
7

b. Pendidikan

Menambah referensi dan sebagai wacana bagi mahasiswa di perpustakaan

mengenai asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka

perineum post episiotomi.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Nifas

2.1.1. Pengertian Nifas

Menurut Prawirohardjo (2009), nifas (Puerperium) adalah dimulai setelah

kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6-8 minggu.

Menurut Prawirohardjo (2009), masa nifas (puerperium) adalah dimulai

setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungankembali seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.

2.1.2. Tujuan Asuhan Masa Nifas

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.

b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

serta mengobati bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.

c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,

nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada

bayinya dan perawatan bayi sehat.

d. Memberikan pelayanan keluarga berencana (Prawirohardjo, 2009).

2.1.3. Periode Masa Nifas

Menurut Mansjoer (2007), nifas di bagi dalam 3 periode :

a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan

berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam, dianggap telah

bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.


9

b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat

genitalia yang lamanya 6-8 minggu.

c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan

sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan

mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa

berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan.

2.1.4. Perubahan Fisiologi Masa Nifas

1. Perubahan sistem reproduksi

Salama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur

kembali keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genitalia ini

disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya,

perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut.

a. Uterus

Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca

persalinan,setinggi umbilicus, setelah 4 minggu masuk panggul,

setelah 2 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil) (Suherni,

2009). Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu

proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Akibat

involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta

akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama

dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah

yang dinamakan lokia (Saleha, 2009).


10

Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai

reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada

kondisi asam yang ada pada vagina normal (Saleha, 2009).

Menurut Waryana (2010) lochea dibagi menjadi :

1 Lochea rubra berisi darah segar dan sisa - sisa selaput ketuban, sel -

sel desidua, vernik kaseosa, lanugo dan meconium, selama 2 hari

pasca persalinan.

2 Lochea sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir

hari 3 -7 hari persalinan.

3 Lochea serosa berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada

hari ke 7 -14 hari pasca persalinan.

4 Lochea alba yaitu cairan putih setelah 2 minggu.

5 Lochea purulenta terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau

busuk.

6 Locheastasis adalah lochea yang tidak lancar keluarnya.

Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum

dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat

pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi

berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total

jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml

(Saleha, 2009).
11

b. Vagina dan perineum

Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan

serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini

kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada

minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam

proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang

khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar

dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama. (Saleha,

2009).

d. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat

perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi

secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi

tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat

mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina

hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir

puerperium dengan latihan harian (Saleha, 2009).

2. Perubahan sistem pencernaan

Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa

hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu

keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan

melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar

progesteron juga mulai menurun tetapi faal usus memerlukan waktu 3-4

hari untuk kembali normal (Saleha, 2009).


12

3. Perubahan Sistem Musculo skeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-

pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan

terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah placenta

dilahirkan (Saleha, 2009).

4. Ligament - ligament.

Diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan,

secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak

jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum

retundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh

“kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligament, fasia, jaringan

penunjang alat genitalia menjadi kendor. Stabilitasi secara sempurna

terjadi pada 6 - 8 minngu setelah persalinan (Saleha, 2009).

Sebagai akibat putusnya serat-serat plastic kulit dan distensi yang

belangsung lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding

abdomen masih agak lunak dan kendor untuk sementara waktu. Untuk

memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genitalia, serta otot-

otot dinding perut dan dasar panggul, di anjurkan untuk melakukan

latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari post partum, sudah dapat fisioterapi

(Saleha, 2009).
13

5. Perubahan Tanda-tanda Vital

a. Suhu

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celsius.

Sesudah partus dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celcius dari

keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8 derajat celcius.

Sesudah 2 jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan

kembali normal. Bila suhu lebih dari 38 derajat celcius, mungkin

terjadi infeksi pada klien (Saleha, 2009).

b. Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60 - 80 kali per menit. Pasca

melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih

cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus waspada

kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum (Saleha, 2009).

c. Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh

arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh

manusia. Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-

120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus

normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan

darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh

perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum

merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum. Namun

demikian, hal tersebut sangat jarang terjadi (Saleha, 2009).


14

d. Pernafasan

Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16 - 24

kali per menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat

atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau

dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan

dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal,

pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan

khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum

menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok (Saleha,

2009).

6. Perubahan Sistem kardiovaskuler

Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk

menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh

placenta dan pembuluh darah uteri. Penarikan kembali esterogen

menyebabkan dieresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi

volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam

2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selam masa ini, ibu

mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya progesterone

membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan

meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan

bersama-sama dengan trauma masa persalinan. Pada persalinan vagina

kehilangan darah sekitar 200-500 ml, sedangkan pada persalinan


15

dengan SC, pengeluaran dua kali lipatnya. Perubahan terdiri dari

volume darah dan kadar Hmt (Haematokrit) (Saleha, 2009).

7. Adaptasi psikologi masa nifas

1. Fase Taking in (1 - 2 hari post partum)

Wanita menjadi pasif dan sangat tergantung serta berfokus pada diri

dan tubuhnya sendiri. Mengulang - ulang, menceritakan pengalaman

proses bersalin yang dialami. Wanita yang baru melahirkan ini perlu

istirahat atau tidur untuk mencegah gejala kurang tidur dengan gejala

lelah, cepat tersinggung, campur baur dengan proses pemulihan

(Anggraeni, 2010).

2. Fase taking hold period (3 - 4 hari post partum)

Ibu lebih berkonsentrasi pada kemampuan menerima tanggung jawab

sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi

sangat sensitif sehingga membutuhkan bimbingan dan dorongan

perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu (Waryana, 2010).

3. Fase Letting go

Pada fase ini pada umumnya ibu sudah pulang dari RS. Ibu

mengambil tanggung jawab untuk merawat bayinya, dia harus

menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayi, begitu juga adanya

grefing karena dirasakan dapat mengurangi interaksi sosial tertentu.

Depresi post partum sering terjadi pada masa ini (Anggraini, 2010).
16

2.1.5. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas

a. Gizi

Ibu nifas dianjurkan untuk :

1. Makan dengan diit berimbang, cukup karbohidrat, protein, lemak,

vitamin dan mineral.

2. Mengkomsumsi makanan tambahan, nutrisi 800 kalori/haripada 6

bulan pertama, 6 bulan selanjutnya 500kalori/hari dan tahun kedua

400 kalori. Jadi jumlah kalori tersebut adalah tambahan dari kalori

per harinya.

3. Mengkomsumsi vitamin A 200.000 iu. Pemberian vitamin A dalam

bentuk suplementasi dapat meningkatkan kualitas ASI,

meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kelangsungan

hidup anak (Suherni, 2009).

b. Ambulasi

Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada

kontraindikasi. Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan mencegah

risiko tromboflebitis, meningkatkan fungsi kerja peristaltik dan kandung

kemih, sehingga mencegah distensi abdominal dan konstipasi. Bidan

harus menjelaskan kepada ibu tentang tujuan dan manfaat ambulasi dini.

Ambulasi ini dilakukan secara bertahap sesuai kekuatan ibu. Terkadang

ibu nifas enggan untuk banyak bergerak karena merasa letih dan sakit.

Jika keadaan tersebut tidak segera diatasi, ibu akan terancam mengalami
17

trombosis vena. Untuk mencegah terjadinya trombosis vena, perlu

dilakukan ambulasi dini oleh ibu nifas.

Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu

diperbolehkan untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain, yaitu

pada 1 atau 2 jam setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu harus

diminta untuk melakukan latihan menarik napas dalam serta latihan

tungkai yang sederhana Dan harus duduk serta mengayunkan tungkainya

di tepi tempat tidur. Sebaiknya, ibu nifas turun dan tempat tidur sediri

mungkin setelah persalinan. Ambulasi dini dapat mengurangi kejadian

komplikasi kandung kemih, konstipasi, trombosis vena puerperalis, dan

emboli perinorthi. Di samping itu, ibu merasa lebih sehat dan kuat serta

dapat segera merawat bayinya. Ibu harus didorong untuk berjalan dan

tidak hanya duduk di tempat tidur. Pada ambulasi pertama, sebaiknya ibu

dibantu karena pada saat ini biasanya ibu merasa pusing ketika pertama

kali bangun setelah melahirkan (Bahiyatun, 2009)

c. Personal Hygiene Ibu

Sering membersihkan area perineum akan meningkatkan

kenyamanan dan mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering

menggunakan air hangat yang dialirkan (dapat ditambah larutan antiseptik)

ke atas vulva perineum setelah berkemih atau defekasi, hindari

penyemprotan langsung. Ajarkan ibu untuk membersihkan sendiri. Pasien

yang harus istirahat di tempat tidur (misal hipertensi, post-seksio sesaria)

harus dibantu mandi setiap hari dan mencuci daerah perineum dua kali
18

sehari dan setiap selesai eliminasi. Setelah ibu mampu mandi sendiri (dua

kali sehari), biasanya daerah perineum dicuci sendiri. Penggantian

pembalut hendaknya sering dilakukan, setidaknya setelah membersihkan

perineum atau setelah berkemih atau defekasi.

Luka pada perineum akibat episiotomi, ruptura, atau laserasi

merupakan daerah yang tidak mudah untuk dijaga agar tetap bersih dan

kering. Tindakan membersihkan vulva dapat memberi kesempatan untuk

melakukan inspeksi secara seksama daerah perineum. Payudara juga harus

diperhatikan kebersihannya. Jika puting terbenam, lakukan masase

payudara secara perlahan dan tarik keluar secara hati - hati. Pada masa

postpartum, seorang ibu akan rentan terhadap infeksi. Untuk itu, menjaga

kebersihan sangat penting untuk mencegah infeksi. Anjurkan ibu untuk

menjaga kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungannya.

Ajari ibu cara membersibkan daerah genitalnya dengan sabun dan air

bersih setiap kali setelah berkemih dan defekasi. Sebelum dan sesudah

membersihkan genitalia, ia harus mencuci tangan sampai bersih. Pada

waktu mencuci luka (epistotomi), ia harus mencucinya dan arah depan ke

belakang dan mencuci daerah anusnya yang terakhir.

Perawatan perineum 10 hari :

 Ganti pembalut wanita yang bersih setiap 4 - 5 jam. Posisikan

pembalut dengan baik sehingga tidak bergeser.

 Lepaskan pembalut dari arah depan ke belakang untuk

menghindari penyebaran bakteri dan anus ke vagina


19

 Alirkan atau bilas dengan air hangat atau cairan antiseptic pada

area perineum setelah defekasi. Keringkan dengan kain pembalut

atau handuk dengan cara ditepuk – tepuk dari arah depan ke

belakang.

 Jangan dipegang sampai area tersebut pulih.

 Rasa gatal pada area sekitar jahitan adalah normal dan merupakan

tanda penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa tidak enak,

atasi dengan mandi berendam air hangat atau kompres dingin

dengan kain pembalut yang telah didinginkan.

 Berbaring miring, hindari berdiri atau duduk lama untuk

mengurangi tekanan pada daerah tersebut.

 Lakukan latihan Kegel sesering mungkin guna merangsang

peredaran darah di sekitar perineum. Dengan demikian, akan

mempercepat penyembuhan dan memperbaiki fungsi otot - otot.

Tidak perlu terkejut bila tidak merasakan apa pun saat pertama kali

berlatih karena area tersebut akan kebal setelah persalinan dan

pulih secara bertahap dalam beberapa minggu (Bahiyatun, 2009).

d. Istirahat dan tidur

 Istirahat yang cukup untuk mengurangi kelelahan.

 Tidur siang atau istirahat selagi bayi tidur.

 Kembali ke kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan.


20

 Mengatur kegiatan rumahnya sehingga dapat menyediakan

waktu untuk istirahat pada siang kira-kira 2 jam dan malam 7 -

8 jam.

Kurang istirahat pada ibu nifas dapat berakibat:

 Mengurangi jumlah ASI.

 Memperlambat involusi, yang akhirnya bisa menyebabkan

perdarahan.

 Depresi (Suherni, 2009).

2.2. Episiotomi

2.2.1. Definisi

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan

terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum

rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum

(Wiknjosastro, 2010).

Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar

muara vagina yang dilakukan tepat sebelum kepala bayi lahir (Rukiyah, 2010).

2.2.2. Indikasi Episiotomi

Menurut Siswosudarmo dan Emilia (2008), episiotomi tida dianjurkan

untuk dilakukan secara rutin karena memiliki beberapa kerugian seperti robekan

lebar, pendarahan banyak dan dispareunia. Indikasi episiotomi perlu diperhatikan

seperti :

a. Perineum yang merupakan tahanan, misalnya perineum yang tebal dan

kaku, terdapat bekas luka (jaringan parut), primigravida.


21

b. Perineum yang pendek, dengan maksud menghindari perluasan ke rektum.

c. Indikasi janin : prematuritas, bayi yang besar, posisi abnormal

(oksipitoposterior, presentasi muka, presentasi bokong) dan gawat janin.

2.2.3. Macam-macam / Tehnik Episiotomi

Menurut Wiknjosastro (2010), macam-macam / tehnik episiotomy ada 3

yaitu :

a. Episiotomi medialis

Pada tehnik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai

batas atas otot-otot sfingter ani.

b. Episiotomi mediolateralis

Pada tehnik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju

ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah

kanan atau pun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya.

Panjang insisi kira-kira 4 cm.

c. Episiotomi lateralis

Pada tehnik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada

jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam.

2.2.4. Kerugian Episiotomi

Beberapa kerugian episiotomi menurut Wiknjosastro (2010), yaitu :

a. Episiotomi merupakan mutilasi apabila dilakukan tanpa alasan yang sangat

jelas.

b. Jaringan parut yang terjadi dapat menyebabkan dispareunia apabila

jahitannya terlalu erat.


22

c. Apabila jahitan tidak cukup erat vagina akan menjadi kendur dan

mengurangi rasa nikmat untuk kedua pasangan saat melakukan hubungan

seksual.

d. Adanya jaringan parut ini akan menyebabkan diperlukannya episiotomi

pada kelahiran berikutnya.

2.3. Perawatan Luka Episiotomi

2.3.1. Pengertian

Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia (biologis,

psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan sehat.

Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh vulva dan

anus. Perawatan yang di lakukan pada daerah perineum yang terdapat laserasi

luka jalan lahir / episiotomy (Rukiyah, 2011).

2.3.2. Tujuan Perawatan Luka Episiotomi

Tujuan perawatan luka episiotomi adalah mencegah terjadinya infeksi

sehubungan dengan penyembuhan jaringan. Untuk mencegah terjadinya infeksi,

menjaga kebersihan luka episiotomi dan memberikan rasa nyaman pada pasien

(Maryuni, 2011).

2.3.3. Lingkup Perawatan Luka Episiotomi

Lingkup perawatan luka episitomi ditujukan untuk pencegahan infeksi

organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang

masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembang biakan bakteri

pada peralatan penampung lochea (pembalut) (Rukiyah, 2010).

Lingkup perawatan luka episiotomi adalah :


23

a. Mencegah kontaminasi dari rectum

b. Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma

c. Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.

2.3.4.Waktu Perawatan Luka Episiotomi

Menurut Rukiyah (2009) perawatan perineum sebaiknya dilakukan saat :

a. Saat mandi

Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut, setelah terbuka

maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang

tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian

pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan

pembersihan perineum.

b. Setelah buang air kecil

Pada saat buang air kecil, kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni

pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum

untuk itu diperlukan pembersihan perineum.

c. Setelah buang air besar.

Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran

disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus

ke perineum yang letaknya bersebelahan maka diperlukan proses

pembersihan anus dan perineum secara keseluruhan.

2.3.5. Tindakan Perawatan perineum

Menurut Rukiyah (2010), tindakan perawatan luka perineum meliputi :


24

1. Mencuci tangan

2. Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat

3. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah

mengarah ke rectum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam

kantung plastic

4. Berkemih dan BAB ke toilet

5. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air

6. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke

belakang

7. Pasang pembalut dari depan ke belakang

8. Cuci tangan kembali

2.3.6.Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Luka Episiotomi

a. Gizi

Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses

penyembuhan luka pada perineum karena penggantian jaringan sangat

membutuhkan protein.

b. Obat-obatan steroid

Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan mengganggu respon inflamasi

normal, antikoagulan, dapat menyebabkan hemoragik.

c. Keturunan

Sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya dalam

penyembuhan luka. Salah satu sifat genetic yang mempengaruhi adalah


25

kemampuan dalam sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan

glukosa darah meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori.

d. Sarana prasarana

Kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam

perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum,

misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptic.

e. Budaya dan keyakinan

Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum,

misalnya kebiasaan tarak telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi

asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka.

2.3.7.Penatalaksanaan

Alat-alat yang diperlukan untuk perawatan luka episiotomi adalah botol,

baskom dan gayung, air hangat, handuk bersih, pembalut nifas baru, antiseptic.

Cara kerja dalam perawatan luka episiotomi menurut Saleha (2009), adalah :

a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan

b. Mengobservasi tanda-tanda vital

c. Mengobservasi TFU, kontraksi uterus dan pengeluaran lokia

d. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi

e. Mengajarkan pada ibu perawatan luka episiotomi dengan kompres

betadine

f. Menganjurkan pada ibu agar menjaga kebersihan vulva (genitalia), yaitu

mencuci daerah vulva dengan bersih setiap selesai BAK dan BAB
26

g. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi

seimbang, terutama makanan yang banyak mengandung serat seperti buah

dan sayur

h. Pemberian antibiotik dan analgetik sesuai resep dokter amoxillin dosis 500

mg / tablet 3 x 1, pervita dosis 500 mg / tablet 3 x 1 / hari.

2.4. Manajemen Kebidanan

2.4.1. Pengertian

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan

sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori

ilmiah, penemuan ketrampilan dalam rangka/tahapan yang logis untuk

pengambilan keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2007).

2.4.2 Manajemen Kebidanan Tujuh Langkah Varney

Manajemen kebidanan adalah teori yang ilmiah, penemuan-penemuan,

keterampilan dalam rangkaian proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai

metode untuk mengorganisir pikiran serta tindakan berdasarkan tahapan untuk

mengambil keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 2009).

Varney (2009) menambahkan satu langkah lagi dimana bidan diharapkan

dapat menggunakan kemampuannya untuk melakukan deteksi dini dalam proses

manajemen sehingga bila klien membutuhkan tindakan segera atau kolaborasi,

konsultasi bahkan dirujuk, segera dapat dilaksanakan. Proses manajemen

kebidanan ini ditulis oleh Varney berdasarkan Proses Manajemen Kebidanan

American College of Nurse Midwife (ACNM) yang pada d/asar pemikirannya


27

sama dengan proses manajemen menurut Varney. Langkah Manajemen

Kebidanan Menurut Varney adalah sebagai berikut :

1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data

yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah

pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber

yang berkaitan dengan kondisi pasien (Anggraini, 2010). Pengumpulan data ini

meliputi :

1) Data Subjektif

Data subjektif adalah data didapat dari klien sebagai suatu pendapat

terhadap situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan

oleh tenaga kesehatan secara independen tetapi melalui suatu sistem

interaksi atau komunikasi (Nursalam, 2010).

a. Biodata

- Nama : Untuk mengenal dan mengetahui pasien. Nama harus

jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar

tidak keliru dalam memberikan pelayanan.

- Umur : Umur dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya

resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum

matang, mental dan psikisnya belum siap, sedangkan umur

lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan masa

nifas.
28

- Agama : Untuk memberikan motivasi dorongan moril sesuai

dengan agama yang dianut.

- Suku : Untuk mengetahui faktor bawaan atau ras serta

pengaruh adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.

- Pendidikan : Perlu dinyatakan karena tingkat pendidikan

berpengaruh pada pengetahuan, sehingga bidan dapat

memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.

- Pekerjaan : Untuk mengetahui status ekonomi keluarga, karena

dapat mempengaruhi pemenuhan gizi pasien tersebut.

- Alamat : Untuk mengetahui tempat tinggal serta mempermudah

pemantauan bila diperlukan (Nursalam, 2006).

- Pendidikan : Perlu dinyatakan karena tingkat pendidikan

berpengaruh pada pengetahuan, sehingga bidan dapat

memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.

- Pekerjaan : Untuk mengetahui status ekonomi keluarga, karena

dapat mempengaruhi pemenuhan gizi pasien tersebut.

- Alamat : Untuk mengetahui tempat tinggal serta mempermudah

pemantauan bila diperlukan (Nursalam, 2010).

b. Keluhan Utama

Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan

masa nifas, misalnya pasien merasa mules, sakit pada jalan lahir

karena adanya jahitan pada perium (Ambarwati, 2010). Keluhan


29

utama pada ibu nifas dengan luka perawatan episiotomi derajat II

adalah nyeri dibekas luka jahitan (Bobak, 2010).

c. Riwayat Kesehatan

Menurut Ambarwati (2010), riwayat kesehatan meliputi :

- Riwayat kesehatan yang lalu

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

riwayat atau penyakit akut, kronis seperti : Jantung, diabetes

mellitus, hipertensi, asma yang dapat mempengaruhi pada masa

nifas ini.

- Riwayat kesehatan sekarang

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit yang di derita pada saat ini yang ada hubungannya

dengan masa nifas dan bayinya.

- Riwayat kesehatan keluarga

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien

dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang

menyertainya, mengetahui apakah ada riwayat penyakit

menurun seperti asma, jantung, DM dan hipertensi dan penyakit

menular seperti asma / TBC (Prawirohardjo, 2010).

d. Riwayat Menstruasi

Untuk mengetahui kapan mulai menstruasi, siklus mentruasi,

lamanya menstruasi, banyaknya darah menstruasi, teratur / tidak


30

menstruasinya, sifat darah menstruasi, keluhan yang dirasakan

sakit waktu menstruasi disebut disminorea (Estiwidani, 2009).

e. Riwayat Perkawinan

Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin syah, berapa

kali, usia menikah berapa tahun, dengan suami usia berapa, lama

perkawinan, dan sudah mempunyai anak belum (Estiwidani, 2009).

f. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu

Untuk mengetahui jumlah kehamilan dan kelahiran, riwayat

persalinan yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat kelahiran,

lamanya melahirkan, dan cara melahirkan. Masalah / gangguan

kesehatan yang timbul sewaktu hamil dan melahirkan. Riwayat

kelahiran anak, mencangkup berat badan bayi sewaktu lahir,

adakah kelainan bawaan bayi, jenis kelamin bayi, keadaan bayi

hidup / mati saat dilahirkan (Estiwidani, 2009).

g. Riwayat Keluarga Berencana

Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan

kontrasepsi jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama

menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini

dan beralih ke kontrasepsi apa (Anggraini, 2010).

h. Riwayat Kehamilan Sekarang

Menurut Saifuddin (2009), meliputi :

1) Hari pertama, haid terakhir serta kapan taksiran

persalinannya.
31

2) Keluhan-keluhan pada trimester I, II, III.

3) Di mana ibu biasa memeriksakan kehamilannya.

4) Selama hamil berapa kali ibu periksa

5) Penyuluhan yang pernah didapat selama kehamilan

6) Pergerakan anak pertama kali dirasakan pada kehamilan

berapa minggu.

7) Imunisasi TT : sudah / belum imunisasi, berapa kali telah

dilakukan imunisasi TT selama hamil

i. Riwayat Persalinan Sekarang

Untuk mengetahui tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis

kelamin anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan.

Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan

mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada masa

nifas saat ini (Anggraini, 2010).

j. Pola Kebiasaan Selama Masa Nifas

- Nutrisi

Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan

diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin

yang cukup serta serat-serat makanan yang cukup, sehingga

proses penyembuhan luka episiotomi derajat II lebih cepat. Ibu

dianjurkan untuk minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.

Mengkonsumsi zat besi setidaknya selama 90 hari post partum

(Saifuddin, 2009).
32

- Eliminasi

Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang

air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau

serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna,

jumlah (Ambarwati, 2010). Pada ibu nifas dengan

perawatan luka episiotomi derajat II biasanya buang air

besar secara spontan akan tertunda 2 – 3 hari setelah

melahirkan karena tonus otot usus menurun selama proses

persalinan, pada saat buang air kecil juga akan merasakan

nyeri pada luka episiotomi.

- Istirahat / tidur

Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam

pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur, kebiasaan

mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang. Istirahat

sangat penting bagi ibu nifas karena dengan istirahat yang

cukup dapat mempercepat penyembuhan (Anggraini,

2010).

- Keadaan psikologis

Untuk mengetahui tentang perasaan ibu sekarang, apakah

ibu merasa takut atau cemas dengan keadaan sekarang

(Nursalam, 2009).
33

- Riwayat sosial budaya

Untuk mengetahui kehamilan ini direncanakan / tidak,

diterima / tidak, jenis kelamin yang diharapkan dan untuk

mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat

istiadat yang akan menguntungkan atau merugikan pasien

khususnya pada masa nifas misalnya pada kebiasaan

makan dilarang makan ikan atau yang amis-amis

(Anggraini, 2010).

- Penggunaan obat-obatan / rokok

Untuk mengetahui apakah ibu mengkonsumsi obat

terlarang ataukah ibu merokok (Manuaba, 2009).

2) Data Objektif

Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat

oleh tenaga kesehatan (Nursalam, 2009).

a. Status generalis

1) Keadaan umum

Untuk mengetahui apakah ibu dalam keadaan baik, cukup atau kurang.

Pada kasus keadaan umum ibu baik (Varney, 2007).

2) Kesadaran

Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis (sadar

sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan

sekelilingnya), apatis (tidak menanggapi rangsangan / acuh tak acuh,

tidak peduli) somnolen (kesadaran yang segan untuk berhubungan


34

dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh), sopor (keadaan yang

menyerupai tidur), koma (tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon

terhadap rangsangan apapun, tidak ada respon kornea maupun reflek

muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya) (Novi,

2009). Pada kasus kesadaran composmentis (Varney, 2009).

3) Tanda-tanda Vital

- Tekanan darah

Untuk mengetahui tekanan darah ibu. Pada beberapa kasus

ditemukan keadaan hipertensi postpartum, tetapi keadaan ini akan

menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit lain yang

menyertainya dalam 2 bulan pengobatan (Anggraini, 2010).

- Nadi

Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit

(Saifuddin, 2009). Batas normal nadi berkisar antara 60 – 80

x/menit. Denyut nadi di atas 100 x/menit pada masa nifas adalah

mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa

diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan

darah yang berlebihan (Anggraini, 2010).

- Suhu

Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,20 C. Sesudah partus

dapat naik 0,50 C dari keadaan normal tetapi tidak melebihi 380 C

(Wiknjosastro, 2009). Suhu normal manusia adalah 36,6° C - 37,6°

C (Potter dan Perry, 2009).


35

- Respirasi

Untuk mengetahui frekuensi pernapasan pasien yang dihitung

dalam 1 menit (Saifuddin, 2009). Batas normalnya 12 - 20

x/menit (Potter dan Perry, 2009).

- Tinggi badan

Untuk mengetahui tinggi badan pasien (Wiknjosastro, 2009).

- LILA

Untuk mengetahui status gizi pasien (Wiknjosastro, 2009).

b. Pemeriksaan sistematis

1) Inspeksi

- Rambut

Untuk mengetahui warna, kebersihan, mudah rontok atau tidak

(Nursalam, 2008).

- Muka

Untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak adakah

kelainan, adakah oedema (Nursalam, 2009).

- Mata

Untuk mengetahui oedema atau tidak conjungtiva, nemia / tidak,

sklera ikterik / tidak (Nursalam, 2009).

- Mulut / gigi / gusi

Untuk mengetahui ada stomatitis atau tidak, keadaan gigi, gusi

berdarah atau tidak (Nursalam, 2009).


36

- Abdomen

Untuk mengetahui ada luka bekas operasi/tidak, ada strie/tidak,

ada tidaknya linea alba nigra (Saifuddin, 2009).

- Vulva

Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda infeksi,

varices, pembesaran kelenjar bartolini dan perdarahan. Pada

kasus episiotomy vulva kadang bisa menjadi edema, perineum

ruptur jika terjadi infeksi, maka akan terlihat kemerahan, jahitan

basah dan mengeluarkan nanah serta bau busuk

- Anus

Untuk mengetahui ada haemoroid/tidak.

2) Palpasi

- Leher

Untuk mengetahui adakah pembesaran kelenjar thyroid, ada

benjolan atau tidak, adakah pembesaran kelenjar limfe

(Nursalam, 2009).

- Dada

Untuk mengetahui keadaan payudara, simetris atau tidak, ada

benjolan atau tidak, ada nyeri atau tidak (Nursalam, 2009)

- Abdomen

Untuk mengetahui Kontraksi uterus : keras / lemah, tinggi

fundus uteri (Saifuddin, 2009).


37

- Ekstremitas

Untuk mengetahui ada cacat atau tidak oedema atau tidak

terdapat varices atau tidak (Prawirohardjo, 2009).

3) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk

mendukung penegakan diagnosa, yaitu pemeriksaan laboratorium,

rontgen, ultrasonografi, dan lain-lain (Nursalam, 2008).

2. Langkah II : Interpretasi Data

Mengidentifikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan interpretasi

yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Dalam langkah ini data yang

telah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi diagnosa kebidanan dan masalah.

Keduanya digunakan karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti

diagnosa tetapi membutuhkan penanganan yang dituangkan dalam rencana asuhan

terhadap pasien, masalah sering berkaitan dengan pengalaman wanita yang

diidentifikasikan oleh bidan (Anggraini, 2010).

a. Diagnosa Kebidanan

Diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan

Varney (2009). Ny. S P1 A0 Umur 22 tahun, Postpartum 1 hari dengan

perawatan luka perineum post episiotomi . Data dasar, menurut

Manuaba (2007), yaitu :

1) Data Subyektif

- Adakah rasa nyeri pada luka jahitan

- Adakah rasa mules pada perutnya


38

- Tanggal dan jam lahir

2) Data obyektif

- Keadaan umum cukup dan kesadaran composmentis

- Tanda vital : Tekanan darah, suhu, nadi, respirasi

- Hasil pemeriksaan TFU

- Bagaimana kontraksi uterus

- Bagaimana kondisi jahitan pada perineum

- Jenis pengeluaran lochea

- Pemeriksaan laboratorium (Novi, 2009).

b. Masalah

Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang

ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai diagnose sesuai dengan

keadaan pasien (Varney, 2009).

Masalah yang muncul pada ibu nifas dengan perawatan luka episiotomi

adalah rasa nyeri pada luka jahitan post episiotomi (Saifuddin, 2009).

c. Kebutuhan

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan klien dan belum

teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah. Didapatkan dengan

menganalisa data (Varney, 2009).

Kebutuhan pada ibu nifas dengan perawatan luka episiotomi dengan cara

mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi) (Bobak, 2009).


39

3. Langkah III : Diagnosa Potensial

Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial yang mungkin akan

terjadi. Pada langkah ini diidentifikasikan masalah atau diagnosa potensial

berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa, hal ini membutuhkan antisipasi,

pencegahan, bila memungkinkan menunggu mengamati dan bersiap-siap apabila

hal tersebut benar-benar terjadi. Melakukan asuhan yang aman penting sekali

dalam hal ini (Anggraini, 2010). Diagnosa potensial yang mungkin muncul pada

kasus ibu nifas dengan perawatan luka episiotomi adalah terjadi infeksi

(Triajengayu, 2012).

4. Langkah IV : Antisipasi

Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan.

Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan

atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan

lain sesuai dengan kondisi pasien (Anggraini, 2010).

Antisipasi untuk tanda-tanda infeksi pada kasus perawatan luka episiotomi

dapat dilakukan pemberian analgetik atau anti inflamasi dan antibiotik bila perlu,

memberikan nasehat tentang kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan

sering diganti (Saifuddin, 2009).

5. Langkah V : Perencanaan

Langkah ini ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya yang merupakan

lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau di antisipasi.

Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat

Pada kasus ibu nifas dengan perawatan luka episiotomy.


40

perencanaan yang dibuat menurut Rukiyah (2010), yaitu :

1. Cuci tangan.

2. Isi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat.

3. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan kebawah mengarah

ke rectum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam kantung plastik.

4. Berkemih dan BAB ke toilet.

5. Semprotkan seluruh perineum dengan air.

6. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke

belakang.

7. Pasang pembalut dari depan ke belakang.

8. Rasa gatal pada area sekitar jahitan adalah normal dan merupakan tanda

penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa tidak nyaman, atasi

dengan mandi berendam air hangat atau kompres dingin dengan kain

pembalut yang telah diinginkan.

9. Berbaring miring, hindari berdiri atau duduk lama untuk mengurangi

tekanan pada daerah tersebut.

10. Lakukan latihan kegel sesering mungkin guna merangsang peredaran

darah disekitar perineum. Dengan demikian, akan mempercepat

penyembuhan dan memperbaiki fungsi otot-otot. Tidak perlu terkejut

bila tidak merasakan apa pun saat pertama kali berlatih karena area

tersebut akan kebal setelah persalinan dan pulih secara bertahap dalam

beberapa minggu.pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi


41

juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita

tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya (Anggraini, 2010).

6. Langkah VI : Pelaksanaan

Menurut Varney (2004), pada langkah keenam ini rencana asuhan

menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara

efisien dan aman. Pelaksanaan asuhan ini dapat dilakukan mandiri maupun

kolaborasi atau melakukan rujukan bila perlu melakukannya. Penatalaksanaan

rencana asuhan pada ibu nifas dengan perawatan luka episiotomi disesuaikan

dengan rencana tindakan menurut Rukiyah (2010) :

1. Cuci tangan.

2. Isi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat.

3. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan kebawah mengarah

ke rectum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam kantung plastik.

4. Berkemih dan BAB ke toilet.

5. Semprotkan seluruh perineum dengan air.

6. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke

belakang.

7. Pasang pembalut dari depan ke belakang.

8. Rasa gatal pada area sekitar jahitan adalah normal dan merupakan tanda

penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa tidak nyaman, atasi

dengan mandi berendam air hangat atau kompres dingin dengan kain

pembalut yang telah diinginkan.


42

9. Berbaring miring, hindari berdiri atau duduk lama untuk mengurangi

tekanan pada daerah tersebut.

10. Lakukan latihan kegel sesering mungkin guna merangsang peredaran

darah disekitar perineum. Dengan demikian, akan mempercepat

penyembuhan dan memperbaiki fungsi otot-otot. Tidak perlu terkejut

bila tidak merasakan apa pun saat pertama kali berlatih karena area

tersebut akan kebal setelah persalinan dan pulih secara bertahap dalam

beberapa minggu.pasien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi

juga berkaitan dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita

tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya (Anggraini, 2010).

7. Langkah VII : Evaluasi

Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang telah

dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan,

ulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan

yang sudah dilaksanakan tapi belum efektif atau merencanakan kembali yang

belum terlaksana (Anggraini, 2010).

Evaluasi pada ibu nifas dengan perawatan luka episiotomi menurut Rukiyah

(2010), yaitu :

a. Ibu sudah mencuci tangan

b. Botol plastik sudah diisi dengan air hangat

c. Pembalut yang penuh sudah dibuang

d. Ibu bersedia berkemih dan BAB di toilet

e. Perineum sudah dikeringkan dengan tissu


43

f. Pembalut sudah dipasang

g. Ibu bersedia berendam dengan air hangat

h. Ibu bersedia berbaring miring ke kiri dan ke kanan

i. Ibu bersedia melakukan senam kegel

2.4.2. Data Perkembangan SOAP

Menurut Varney (2009), data perkembangan ditulis dengan

SOAP.Pencatatan SOAP didasarkan pada sebuah daftar masalah, yang ditulis

dengan cara berikut :

Model SOAP

Data perkembangan yang digunakan dalam laporan kasus ini adalah SOAP

menurut Varney (2007) yang meliputi:

a. Subyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui

anamnesis.

b. Obyektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil

laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus

untuk mendukung assesment.

c. Assesment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa interpretasi data

subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi yang meliputi:

1. Diagnosa atau masalah.

2. Antisipasi diagnosa atau masalah potensial.


44

d. Planning

Menggambarkan pendokumentasian tindakan dan evaluasi dari

perencanaan, berdasarkan assesment.


45

BAB III

METODOLOGI STUDI KASUS

3.1. Jenis Studi Kasus

Laporan ini adalah jenis studi kasus yang menggunakan metode deskriptif

yaitu dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu

keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2010).

3.2. Lokasi Studi Kasus

Merupakan tempat atau lokasi yang digunakan untuk mengambil laporan

kasus. Laporan kasus ini dilaksanakan di Klinik Bersalin Raskita Desa Sendang

Rejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.

3.3. Subyek Studi Kasus

Subyek studi kasus adalah suatu hal atau seseorang yang akandijadikan

sample untuk dilakukan studi kasus. Subyek dari laporan ini adalah ibu nifas Ny.

S P1A0 dengan perawatan luka perineum post episiotomy.

3.4. Waktu Studi Kasus

Waktu studi kasus adalah jangka waktu yang dibutuhkan penulis

untukmemperoleh data penelitian yang dilaksanakan. Studi kasus ini dilakukan

pada bulan 07 Desember – 10 Desember 2016.

3.5. Instrument Studi Kasus

Instrument studi kasus Adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

penulis dalam menggumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasinya

cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006).
46

Instrument yang digunakan format asuhan kebidanan pada ibu nifas, lembar status

atau dokumentasi pasien tentang kesehatan sebelumnya dan lembar observasi.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

3.6.1. Data Primer

Merupakan data yang dikumpulkan sendiri saat melakukan asuhan

kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka perineum post episiotomi

(Notoatmodjo, 2010).

Data primer diperoleh dengan cara :

a. Pemeriksaan fisik

Menurut Nursalam (2009), Pemeriksaan fisik digunakan supaya

mengetahui keadaan fisik pasien secara sistematis dengan cara

1) Inspkesi

Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilakukan secara

sistematis, observasi dilakukan dengan menggunakan indera

penglihatan, pendengaran dan penciuman sehingga suatu alat

mengumpulkan data. Inspeksi dilakukan secara berurutana mulai

dari kepala sampai kaki. Pada kasus luka perineum post episiotomi

inspeksi yang digunakan adalah melihat, terdapat bekas luka

perineum post episisotomi yang dijahit warnanya merah pada

perineum

2) Palpasi

Palapasi adalah suatu teknik yang menggunkan indera peraba,

tangan dan jari. Dalam studi kasus ini dilakukan atau memeriksa
47

keadaan luka perineum post episiotomy. Pada pemeriksaan ini

untuk menentukan Tinggi Fundus Uteri. Pada kasus luka perineum

post epsiotomi dilakukan pemeriksaan palpasi meliputi pengkajian

terhadap adanya nyeri tekan dan edema ringan pada luka perineum

post episiotomy.

3) Perkusi

Perkusi adalah suatu pemeriksaan dengan cara mengetuk dan

membandikan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan tubuh

dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan

mengidentifikasi lokasi, ukuran dan bentuk dan konstitensi jarigan.

Pada pemeiksaan ini dengan menggunakan pemeriksaan reflek

patella yaitu pada ekstermitas bawah/kaki. Pada kasus ibu nifas

dengan post episiotomy tidak perlu dilakukan.

4) Auskultasi

Auskultasi adalah pemeriksaan dengan jalan mendengarkan suara-

suara yang dihasilkan oleh tubuh dengan menggunakan alat.

Pemriksaan pada studi kasus ini dilakukan untuk mengetahuai

tekanan darah, bunyi nafas dan jantung pasien.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data dimana penulis mendapatkan keterangan secara lisan

dari klien, jadi data tersebut diperoleh langsung dari klien(Notoadmodjo,


48

2010). Wawancara dilakukan dengan Ny R untuk mendapatkan keterangan

yang lengkap.

c. Observasi

Obseravasi adalah suatu prosedur yang berencana antaran lain :

melihat, mencatat jumlah dan taraf aktifitas tertentu yang ada

hubungannya dengan masalah studi kasus (Notoadmodjo, 2010).

Pelaksanan observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung

pada pasien untuk mengetahui perkembangan dan perawatan luka pada

jahitan perineum post episiototmi yang dilakukan dengan menggunakan

format asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan perawatan luka perineum

post episiotomy.

3.6.2. Data Sekunder

Adalah data yang dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari

sumber yang telah ada. Diperoleh dari perpustakaan atau dari penelitian terdahulu

(Notoatmodjo, 2010).

a. Data Dokumentasi yaitu semua bentuk sumber informasi yang

berhubungandengan dokumentasi. Dalam kasus ini dokumentasi dilakukan

dengan menggumpulkan data yang diambil dari catatan medis pasien di

Klinik Bersalin Raskita Desa Sambi Rejo.

b. Studi Kepustakaan merupakan bahan-bahan pustaka yang menunjang latar

belakang teoritis dalam suatu penelitian (Notoatmodjo, 2010). Dalam

kasus ini studi kepustakaan dengan mengumpulkan buku-buku

perpustakaan terbitan tahun 2006 - 2012.


49

3.7. Alat dan Bahan yang Digunakan

Alat dan bahan yang digunakan atau dibutuhkan antara lain :

1. Alat dan bahan dalam pengambilan data

a. Format dalam pengambilan data pada ibu nifas

b. Alat tulis (pena dan kertas)

2. Alat dan bahan dalam melakukan pemeriksaan fisik dan observasi

a. Timbangan berat badan

b. Alat pengukur tinggi badan

c. Tensimeter

d. Stetoskop

e. Sarung tangan

f. Termometer

g. Jam tangan

3. Perawatan Luka Episiotomi

a. Bengkok : 1 buah

b. Kom kecil : 1 buah

c. Perlak : 1 buah

d. Stik laken : 1 buah

e. Hand scoon : 2 pasang

f. Pinset : 1 buah

g. Kapas : secukupnya

h. Kassa steril : secukupnya

i. Betadine : secukupnya
50

4. Alat-alat yang digunakan dalam dokumentasi adalah :

a. Buku kesehatan ibu dan anak untuk mengetahui riwayat kehamilan.

b. Buku register persalinan dan partograf.

c. Alat tulis
51

BAB IV

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Kasus

4.1.1 PENGUMPULAN DATA

A. IDENTITAS

Nama : Ny. S Nama Suami : Tn. N

Umur : 22 tahun / Umur : 26 tahun

Suku : Jawa Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia Bangsa : Indonesia

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jl.Pendidikan Alamat : Jl. Pendidikan

Sambi Rejo Sambi Rejo

B. ANAMNESE ( Data Subyektif )/

Pada tanggal :07– 12– 2016 Pukul : 11.00 Wib

1. Alasan Kunjungan : Perawatan 6 jam post partum

2. Keluhan : ibu mengatakan adanya nyeri pada luka jahitan di

perineum dan perut terasa mules.

3. Riwayat persalinan

- Tanggal : 07-12-2016 Pukul : 05.00

- Di tolong oleh: Bidan


52

- Tempat bersalin : Klinik

- Jenis persalinan : Spontan

- Catatan waktu

Kala I : 8 jam

Kala II : 30 menit

Kala III :10 menit

- Perdarahan : Kala I : 20 ml Kala II : 30 ml

Kala III: 50 ml Kala IV : 200 m

- Komplikasi atau kelainan dalam persalinan :Dilakukan episiotomi

karena perineum kaku.

- Plasenta : Spontan dan lengkap

Diameter : 20 cm

Beratnya : 500 gr

Panjang tali pusat : 50 cm

Insersi : sentralis

Kelainan : tidak ada

Sisa plasenta : tidak ada

- Perineum

Robekan : ada derajat II, Episiotomi dilakukan mediolateralis

Dijahit ; Ya dengan teknik jelujur dengan benang cutgut

- Tindakan lain : Infus cairan

4. Keadaan Bayi

- Lahir : Spontan tanggal 07-12-2016 Pukul : 05.00 Wib


53

- Jenis Kelamin : Laki - laki

- BB : 3600gr

- PB : 50 cm

- Nilai apgar : 8/9

- Cacat bawaan : Tidak ada

- Masa gestasi : 38 minggu

5. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu :

No Tgl Usia Jenis Tempat Komplikasi Penol Bayi Nifas


Lahir Kehamilan Persalinan Persalinan ong
Ibu Bayi PB/BB Keadaa Keada Lactas
Jenis n an ia
1 H A M I L I N I

C. PEMERIKSAAN FISIK ( DATA OBJEKTIF )

1. Keadaan umum : Baik

2. Tanda tanda Vital

TD : 120/ 80 mmHg

Pernapasan : 24 x/ menit

Suhu : 37 o C

Nadi : 80 x/ menit

3. Tinggi Badan : 152 cm

4. Berat Badan sekarang : 60 kg

5. Payudara

Pengeluaran : Colostrum (+)

Bentuk : Simetris
54

Putting susu : Menonjol

6. Uterus

TFU : 2 jari di bawah pusat

Kontraksi uterus : Normal

Konsistensi uterus : Keras

7. Pemeriksaan alat genetalia

Pengeluaran : lokhea Rubra

Warna : Merah kehitaman

Jumlah : 3 x ganti doek

Perdarahan : Tidak ada

Konsistensi : encer

8. Perineum : Dihecting

Keadaan luka : Masih basah dan terdapat jahitan

Bengkak/ kemerahan : Tidak ada

9. Kandung kemih : kosong

10. Extremitas :

Varices : Tidak ada varices

Oedema : Tidak ada oedema

Reflek patella : Positif kiri dan kanan

D. UJI DIAGNOSTIK

HB : Tidak dilakukan

Golongan darah : Tidak dilakukan


55

Tabel 4.1. Matriks Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Ny.S P1 A0 dengan Perawatan Luka Perineum Post Episiotomi

Interprestasi Data Identifikasi Tindakan Perencanaan Rasional Pelaksanaan Evaluasi


Diagnosa Dan Segera
Masalah
Potensial
Tanggal : 07-12- Potensial terjadi Pemberian 1. Beri tahu ibu 1. Agar ibu 1. Memberi tahu ibu tentang 1. Ibu sudah
2016 Infeksi pada terapi yaitu : tentang hasil mengetahui hasil pemeriksaannya. mengetahui hasil
Jam : 11.00 wib luka perineum - Amoxillin pemeriksaan. hasil - TD : 120/80 mmHg pemeriksaan.
x
post episiotomi 500 mg 3 x pemeriksaan - Nadi: 80 /i
Identifikasi 1/ tablet yang dilakukan - Suhu: 37 o C
Diagnosa dan - Asam oleh bidan. - RR : 24 x/i
Masalah mefenamat - TFU : 2 jari dibawah pusat
Diagnosa : 500 mg 3 x 2. Jelaskan pada 2.
Ny. S P1A0, Umur 1/ tablet ibu tentang rasa
22 tahun, Postpartum nyeri pada luka
6 jam dengan luka jahitan dan rasa
jahitan perineum mules pada
post episiotomi. perut.
3.
Data Subjektif

1. Ibu mengatakan
56

berumur 22 tahun
2. Ibu mengatakan
melahirkan 1 kali
3. Ibu mengatakan
tidak pernah
abortus.
4. Ibu mengatakan
melahirkan bayi
laki –laki jam
05.00 wib.
5. Ibu mengatakan
perutnya terasa
mules.
6. Ibu mengatakan
nyeri pada luka
jahitan.

Data Objektif
1. Keadaan umum :
Baik
2. TTV
- TD:120/80
mmHg
- R R : 24x/ menit
57

- Temp : 37 o C
x
- Pols : 80 / menit
3. ASI sudah keluar.
4. Perineum heating
jelujur derajat II
post episiotomi
mediolateralis.
5. PPV : Lochea
rubra,
6. TFU : 2 jari
dibawah pusat.

Masalah :
1. Nyeri pada luka
jahitan perineum
post episiotomi.
2. Perut terasa
mules.

Data Dasar :
- Ibu post partum 6
jam dengan luka
perineum.
58
59

Anda mungkin juga menyukai