Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue,
yang ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/
atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemorragik. Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan plasma yang
ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di
rongga tubuh.
Sindrom renjatan dengue (dengue shock sindrom) adalah demam berdarah
yang ditandai oleh renjatan/shock. Epidemi dengue dilaporkan sepanjang abad
kesembilan belas dan awal abad kedua puluh di Amerika, Eropa Selatan, Afrika
Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia dan pada beberapa pulau di Samudra
India, pasifik selatan dan tengah serta Karibia. Dengue Fever telah meningkat
sepanjang 40 tahun, dan pada tahun 1996, 2500-3000 juta orang tinggal di area yang
secara potensialberesiko terhadap penularan virus dengue. Setiap tahun, diperkirakan
terdapat 20 juta kasus infeksi dengue, mengakibatkankira-kira 24 juta kematian.
Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World
Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan
rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Data Departemen
Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat
peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini,
dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).

1
BAB II
LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD DR. SOESELO SLAWI
STATUS PASIEN

Nama Mahasiswa : Putri Ayu Kesuma Pembimbing : dr.Abdul Khanis, Sp.A


NIM : 030.10.223 Tanda tangan:

I. IDENTITAS
Pasien
Nama : An. M F A
Tanggal Lahir : 6 Maret 2006 / 10 tahun 2 bulan 12 hari
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jatirawa RT 003 RW 001 Tarub, Tegal
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Masuk RS : 14 Mei 2016
Keluar RS : 21 Mei 2016
Tanggal Periksa : 18 Mei 2016
No. RM : 369725

2
Orang tua / Wali
Ayah: Ibu :
Nama: Tn. A Nama: Ny. K
Umur: 41 tahun Umur: 39 tahun
Alamat: Jatirawa RT 003 RW 001 Tarub, Tegal Alamat: Jatirawa RT 003 RW 001 Tarub, Tegal
Pekerjaan: Pedagang Pekerjaan: Ibu rumah tangga
Penghasilan: Rp 1.500.000,- Penghasilan: -
Pendidikan: SMP Pendidikan: SMP
Suku Bangsa: Jawa Suku Bangsa: Jawa
Agama: Islam Agama: Islam

Hubungan dengan orang tua: pasien merupakan anak kandung.

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua pasien.
Lokasi : Bangsal Anggrek, ruang Isolasi
Tanggal / waktu : 18 Mei 2016 pukul 13.00 WIB.

Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari yang lalu

Keluhan Tambahan
Nyeri kepala, mual, muntah, nyeri ulu hati, nyeri sendi.

3
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu pasien mengatakan anaknya panas sejak Jumat sore (5 hari) yang lalu.
Panas tinggi dengan perabaan tangan, panas dirasakan naik turun, panas turun
sebentar jika minum obat penurun panas kemudian panas naik lagi. Pasien juga
mengeluh adanya nyeri kepala. Pada keesokan harinya Sabtu pagi, di rumah
pasien mengalami muntah sebanyak 3 kali, muntah jika setelah makan atau
minum, muntah berisi makanan dan cairan, tidak menyemprot, ± sebanyak
setengah gelas. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati dan nyeri sendi.
Orang tua pasien kemudian membawa anaknya berobat ke Bidan dan kemudian
dirujuk ke RSUD Dr. Soeselo Slawi. Pasien masuk ruang perawatan dan di rawat
inap. Malam harinya ibu pasien mengatakan anaknya BAB cair sebanyak 4 kali,
konsistensi cair (+), ampas (+), lendir (-), darah (-) warna kuning kehijauan, ± ¼
gelas belimbing. Keesokan harinya minggu malam ibu pasien mengatakan pasien
sempat menggigil dan mengigau sewaktu tidur. Selama perawatan keluhan mual
muntah sudah berkurang namun panas masih ↑↓. Perdarahan gusi dan hidung
tidak ada, muntah merah-kehitaman tidak ada, BAB warna hitam tidak ada, BAK
lancar berwarna kuning. Nafsu makan menurun semenjak pasien sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi - Difteri - Penyakit -


Jantung

Cacingan - Diare - Penyakit Ginjal -


berulang

4
Demam - Kejang - Penyakit Darah -
berdarah

Demam - Kecelakaan - Infeksi -


Typhoid pernapasan

Otitis - Morbili - Tuberkulosis -

Parotitis - Operasi - Bronchitis -

Riwayat Penyakit Keluarga


Kakak kandung pasien menderita sakit demam berdarah.
Riwayat penyakit asma, alergi, darah tinggi, penyakit jantung dan kencing
manis disangkal.

Riwayat Kehamilan/Persalinan
Status Obstetri ibu pasien P4 A0, pasien
merupakan anak ke-3. Selama kehamilan ibu
tidak pernah sakit berat, tidak mengkonsumsi
Morbiditas obat-obatan, tidak pernah merokok dan
kehamilan minum-minuman beralkohol.
Kehamilan
Tidak ada. Hipertensi (-), diabetes mellitus (-),
anemia (-), penyakit jantung (-), penyakit paru
(-), infeksi pada kehamilan (-), asma (-)
Perawatan ANC rutin selama hamil ke bidan, imunisasi
antenatal TT (+) 2 kali
Tempat persalinan Bidan
Kelahiran Penolong Bidan
persalinan

5
Cara persalinan Spontan

Masa gestasi 39 minggu (cukup bulan)


Berat lahir : 3000 gram
Panjang lahir : 49 cm
Lingkar kepala : tidak tahu
Langsung menangis (+)
Merah (+)
Keadaan bayi
Pucat (-)
Biru (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran: Pasien lahir spontan, neonatus cukup
bulan dengan berat badan lahir sesuai masa kehamilan.

Pohon Keluarga

Ibu Ayah

XX XY XX XY

6
Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
Psikomotor
Mengangkat kepala : Umur 3 bulan
Tengkurap : Umur 5 bulan (Normal: 3-4 bulan)
Duduk : Umur 7 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 9 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara (5-10 kata) : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan :Perkembangan
sesuai dengan usia dan tidak terdapat keterlambatan.

Riwayat Makanan
UMUR ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 bulan ASI - - -
2 – 4 bulan ASI - - -
4 – 6 bulan ASI - - -
6 – 8 bulan ASI/PASI - Bubur susu (2 – -
3x sehari)
8 – 10 bulan PASI Biskuit bayi/pisang Bubur susu (2 – 3 -
dilumatkan x sehari)
(1xsehari)
10 – 12 bulan PASI Biskuit bayi/pisang - Nasi Tim (2 –
dilumatkan 3 x sehari)
(1xsehari)
Kesimpulan riwayat makanan: Kualitas dan kuantitas makanan cukup,
makanan pokok diberikan 2 – 3 kali sehari.

7
Pada anak usia diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi / Pengganti Nasi 3 kali sehari, 1 centong
Sayur 1 kali sehari, 1 centong sayur
Daging 1 kali seminggu, 1/2 potong
Telur 2 kali seminggu, 1/2 butir
Ikan 1 kali seminggu, 1 potong
Tahu 3 kali seminggu, 1 potong
Tempe 1 kali seminggu, 1 potong
Susu Susu formula 2 kali sehari
Lain – lain Biskuit, roti

Kesimpulan riwayat makanan: Kuantitas cukup, pasien diberikan makan 3


kali sehari. Kualitas makanan cukup. Sumber protein hewani dan nabati
tercukupi.

Riwayat Imunisasi
Ibu mengatakan selalu mengikuti jadwal imunisasi tetapi lupa dengan usia
anak saat imunisasi, imunisasi dilakukan di puskesmas, ibu mengaku
imunisasi terakhir adalah campak saat usia 9 bulan.

Riwayat lingkungan perumahan


Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk dengan sanitasi yang kurang
baik. Pasien tinggal serumah dengan ayah, ibu, satu orang adik dan satu orang
kakak. Di rumah pasien terdapat kolam ikan kecil, tempat penampungan air
untuk cuci kendaraan yang jarang diganti airnya serta jarang dikuras. Riwayat
berpergian ke luar pulau jawa disangkal.

8
Riwayat Sosial Dan Ekonomi
Ayah bekerja sebagai pedagang dengan penghasilan Rp 1.500.000,-/bulan.
Menurut ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari.
Kesimpulan sosial ekonomi: Penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 18 Mei 2016 pukul 13.15 WIB di Bangsal Anggrek, ruang
Isolasi.

Keadaan Umum
Kesan Sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kesan Gizi : cukup
Keadaan lain : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-), manifestasi
perdarahan (-).
Data Antropometri
Berat Badan : 28 kg
Tinggi Badan : 135 cm
Lingkar kepala : 48 cm
Lingkar lengan atas : 17 cm
Status Gizi
- BB / U = 28/32 x 100 % = 87,5%
- TB / U = 135/139 x 100 % = 97,12%
- BB / TB = 28/30 x 100 % = 93,3% (gizi normal)
Berdasarkan kurva CDC tahun 2000, gizi anak tersebut termasuk gizi normal
LLA/U = 17/21x 100% = 80.95% (gizi kurang)

9
Tanda Vital

Tekanan darah : 100/60 mmHg


Nadi : 96 x/menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas : 22 x/menit, tipe torako-abdominal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3
Suhu : 37°C, axilla (diukur dengan thermometer digital)

Status Generalis
Kepala :Lingkar kepala: 48 cm (normocephali). Rambut hitam merata, tidak
mudah dicabut.
Rambut : Rambut hitam, lurus, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
Refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor
Telinga : Normotia, nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), napas cuping hidung: (-/-)
Bibir : Mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-)
Mulut : Mukosa bibir basah
Lidah : Normoglosia, mukosa merah muda (-), atrofi papil (-),coated tongue
(-)
Tenggorok : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah, T1-T1 tenang
Leher : KGB tidak teraba membesar, trakea tidak deviasi
Thorax :
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga 5 mid-klavikula sinistra
Perkusi : Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri

10
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, tidak ada murmur, tidak
ada gallop.

Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, gerak dada
simetris kiri dan kanan pada saat statis dan dinamis,
retraksi suprastrenal (-), retraksi intercostal (-), retraksi
subcostal (-)
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada bagian
hemithorax yang tertinggal.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikular (+/+), rhonki(-/-), wheezing (-/-)

Abdomen :
Inspeksi : Datar, simetris, supel
Auskultasi : Bising usus (+) normal 3x/menit
Palpasi : Supel, nyeri tekan daerah epigastrium (+). Teraba
pembesaran hepar (Hepatomegali) 2 jari dibawah arcus
costae, tepi tajam, kenyal, permukaan licin. Tidak
teraba pembesaran lien. Turgor kulit baik
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen,
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, tidak ada edema pada keempat
ekstremitas.
Kulit : warna sawo matang merata, ptekie (-), pucat (-), ikterik (-), sianosis
(-), turgor kulit baik.

11
Status Neurologis

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Biseps + +

Triceps + +

Patella + +

Achiles + +

Refleks Patologis Kanan Kiri


Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -

Rangsang meningeal Kanan Kiri


Kaku kuduk - -
Kerniq - -
Laseq - -
Bruzinski I - -
Bruzinski II - -

12
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

Pemeriksaan tanggal 14-05-2016 di IGD pukul 08.49 WIB


Hematologi
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 10,1 ribu/uL 4,5 - 13,5
Eritrosit 4,7 juta/uL 4,40 - 5,90
Hemoglobin 12,7 g/dL 11,8 - 15,0
Hematokrit 36 40 - 52
MCV 78 80 - 100
MCH 27 26 - 34
MCHC 35 32 - 36
Trombosit 230 ribu/uL 150 - 400

Hitung Jenis
Hasil Nilai Rujukan
Eosinofil 0.10 2–4
Basofil 0.10 0–1
Neutrofil 87.70 50 – 70
Limfosit 5.90 25 – 40
Monosit 6.20 2–8
Widal
Hasil Nilai Rujukan
S. Typhi O Non Reaktif Non Reaktif
S. Typhi H Non Reaktif Non Reaktif
S. paratyphi A Non Reaktif Non Reaktif
S. paratyphi B Non Reaktif Non Reaktif

13
Pemeriksaan tanggal 17-05-2016 pukul 23.04 WIB

Hematologi
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 3,5 ribu/uL 4,5 - 13,5
Eritrosit 6 juta/uL 4,40 - 5,90
Hemoglobin 16,2 g/dL 11,8 - 15,0
Hematokrit 45 40 - 52
Trombosit 38 ribu/uL 150 - 400

Pemeriksaan tanggal 18-05-2016 pukul 22.36 WIB


Hematologi
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 6,6 ribu/uL 4,5 - 13,5
Eritrosit 5,4 juta/uL 4,40 - 5,90
Hemoglobin 14,5 g/dL 11,8 - 15,0
Hematokrit 40 40 - 52
MCV 75 fl 80 - 100
MCH 27 pg 26 - 34
MCHC 36 32 - 36
Trombosit 27 ribu/uL 150 - 400

Hitung Jenis
Hasil Nilai Rujukan
Eosinofil 0.20 2–4
Basofil 0.90 0–1
Neutrofil 24.80 50 – 70
Limfosit 63.40 25 – 40

14
Monosit 10.70 2–8
Golongan darah O
Rhesus Positive

Pemeriksaan tanggal 19-05-2016 pukul 08.24 WIB


Hematologi
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 6,3 ribu/uL 4,5 - 13,5
Eritrosit 5,0 juta/uL 4,40 - 5,90
Hemoglobin 13,5 g/dL 11,8 - 15,0
Hematokrit 38 40 - 52
Trombosit 24 ribu/uL 150 - 400

Pemeriksaan tanggal 20-05-2016 pukul 22.48 WIB


Hematologi
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 4,4 ribu/uL 4,5 - 13,5
Eritrosit 4,5 juta/uL 4,40 - 5,90
Hemoglobin 11,8 g/dL 11,8 - 15,0
Hematokrit 33 40 - 52
MCV 75 80 - 100
MCH 27 26 - 34
MCHC 35 32 - 36
Trombosit 99 ribu/uL 150 - 400

15
Hitung Jenis

Hasil Nilai Rujukan


Eosinofil 0.00 2–4
Basofil 0.20 0–1
Neutrofil 52.30 50 – 70
Limfosit 37.30 25 – 40
Monosit 10.20 2– 8

V. RESUME
Dari anamnesis didapatkan pasien An. M, laki-laki usia 10 tahun datang ke
IGD RSUD Dr. Soeselo Slawi diantar oleh orang tuanya dengan keluhan panas
sejak 5 hari yang lalu. Panas tinggi, naik turun. Pasien juga mengeluhkan adanya
nyeri kepala, mual, muntah, nyeri ulu hati dan nyeri sendi. Muntah 3 kali, ±
sebanyak setengah gelas. BAB cair (+) konsistensi cair (+), ampas (+), lendir (-),
darah (-) warna kuning kehijauan, ± ¼ gelas belimbing. Menggigil (+), nafsu
makan menurun. Dari riwayat keluarga diketahui bahwa kakak kandung pasien
menderita sakit demam berdarah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 96
x/menit, RR 22 x/menit, Suhu 37°C. Status generalis didapatkan nyeri tekan
daerah epigastrium (+). Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Leukosit 3,5
ribu/uL, Eritrosit 6 juta/uL, Hb 16,2 g/dL, Ht 45, Trombosit 38 ribu/uL.

VI. DIAGNOSIS KERJA


DHF Grade I

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN


1. IgM dan IgG anti dengue
2. SGOT, SGPT

16
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non Medikamentosa
- Rawat inap
- Tirah baring
- Diet lunak

B. Medikamentosa
- Inf. RL 17 tetes/menit
- Inj. Paracetamol setiap 4 jam
 6 x 300 mg I.V (bila demam, suhu > 37,6oC)
- Inj. Ranitidin 3 x ½ amp
- Transfusi TC 6 unit

Program :
- Pengawasan KU dan tanda vital
- Pengawasan tanda-tanda syok
- Tanda-tanda perdarahan
- Cek laboratorium darah rutin serial

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanastionam : dubia ad bonam

17
VIII. FOLLOW UP

Tgl S O A P
14/ Panas (+), - TSS, CM Observasi febris - Inf. RL 20
05/ menggigil (+) - N: 90 x/menit tetes/menit
2016 - S: 40C
- Inj. Ranitidin
- R: 24 x/menit
2x1 amp
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Thoraks: SNV+/+, Wh-/-. Rh - Inj. Ceftriaxone
-/-; BJ I-II reg, m -, g - 2x1 gr
- Abdomen: supel, BU (+),
- Inj Paracetamol
NT(+)
300 mg
- Ekstremitas: hangat (+), CRT
<2 detik, edema (-)
15/ Panas ↑↓, - TSS, CM Observasi febris - Inf. D5+½NS
05/ nyeri perut (+) - N: 86 x/menit 12 tetes/menit
2016 - S: 39,1C
- Inj. Ceftazidine
- R: 22 x/menit
2x1 gr
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Thoraks: SNV+/+, Wh-/-. Rh - Inj. Ranitidin
-/-; BJ I-II reg, m -, g - 3x½ amp
- Abdomen: supel, BU (+),
- Inj. Etason 3x½
NT(+)
amp
Ekstremitas: hangat (+), CRT
<2 detik, edema (-) - Inj Farmadol
300 mg/4 jam

16/ Panas ↑↓, - TSS, CM Febris 3 hari - Inf. D5+½NS


05/ nyeri perut - N: 88 x/menit DD/ DHF 12 tetes/menit

18
2016 (+), pusing - S: 38,6C - Inj. Ceftazidine
(+), batuk (-), - R: 22 x/menit 2x1 gr
pilek (-) - Mata: CA -/-, SI -/-
- Inj. Ranitidin
- Thoraks: SNV+/+, Wh-/-. Rh
3x½ amp
-/-; BJ I-II reg, m -, g -
- Abdomen: supel, BU (+), - Inj. Etason 3x½
NT(+) amp
Ekstremitas: hangat (+), CRT
- Inj Farmadol
<2 detik, edema (-)
300 mg/4 jam

17/ Panas ↑↓, - TSS, CM Febris 4 hari - Inf. D5+½NS


05/ pusing (+), - N: 86 x/menit DD/ DHF 12 tetes/menit
2016 batuk (-), - S: 37C
- Inj. Ceftazidine
pilek (-) - R: 22 x/menit
2x1 gr
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Thoraks: SNV+/+, Wh-/-. Rh - Inj. Ranitidin
-/-; BJ I-II reg, m -, g - 3x½ amp
- Abdomen: supel, BU (+),
- Inj. Etason 3x½
NT(+)
amp
Ekstremitas: hangat (+), CRT
<2 detik, edema (-) - Inj Farmadol
300 mg/4 jam

Cek darah rutin


ulang (malam)

18/ Panas sudah ↓ - TSS, CM DHF grade I (hari - Inf. D5+½NS


05/ - N: 88 x/menit ke 5)

19
2016 - S: 36,7C 12 tetes/menit
- R: 22 x/menit
- Inj. Ceftazidine
- Mata: CA -/-, SI -/-
2x1 gr
- Thoraks: SNV+/+, Wh-/-. Rh
-/-; BJ I-II reg, m -, g - - Inj. Ranitidin
- Abdomen: supel, BU (+), 3x½ amp
NT(+)
- Inj. Etason 3x½
Ekstremitas: hangat (+), CRT
amp
<2 detik, edema (-)
- Inj Farmadol
300 mg/4 jam

Cek darah rutin


ulang (malam),
jika trombosit
<25 ribu 
transfusi TC 4
unit/ 2 jam

19/ Panas (-), - TSS, CM DHF grade I (hari - Inf. D5+½NS


05/ sakit perut (+) - N: 88 x/menit ke 6) 12 tetes/menit
2016 - S: 36,5C
- Inj. Ceftazidine
- R: 22 x/menit
2x1 gr
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Thoraks: SNV+/+, Wh-/-. Rh - Inj. Ranitidin
-/-; BJ I-II reg, m -, g - 3x½ amp

20
- Abdomen: supel, BU (+), - Inj. Etason 3x½
NT(+) amp
Ekstremitas: hangat (+), CRT
- Inj Farmadol
<2 detik, edema (-)
300 mg/4 jam

Transfusi TC 4
unit/ 2 jam

20/ Panas (-) - TSS, CM DHF grade I (hari - Inf. D5+½NS


05/ - N: 86 x/menit ke 7) 12 tetes/menit
2016 - S: 37C
- Inj. Ceftazidine
- R: 22 x/menit
2x1 gr
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Thoraks: SNV+/+, Wh-/-. Rh - Inj. Ranitidin
-/-; BJ I-II reg, m -, g - 3x½ amp
- Abdomen: supel, BU (+),
- Inj. Etason 3x½
NT(-)
amp
Ekstremitas: hangat (+), CRT
<2 detik, edema (-) - Inj Farmadol
300 mg/4 jam

Cek darah rutin


ulang (malam)

21
21/ Panas (-), - TSS, CM DHF grade I (hari BLPL
05/ nafsu makan - N: 86 x/menit ke 8)
2016 sudah mulai - S: 36C
membaik. - R: 22 x/menit
- Mata: CA -/-, SI -/-
- Thoraks: SNV+/+, Wh-/-. Rh
-/-; BJ I-II reg, m -, g -
- Abdomen: supel, BU (+),
NT(-)
- Ekstremitas: hangat (+), CRT
<2 detik, edema (-)

22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Demam Berdarah Dengue


3.1. Definisi
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu
penyakit demam akut yang merupakan manifestasi klinis dari infeksi virus dengue
dengan gejala demam, nyeri otot, nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Demam berdarah dengue
(DBD) adalah salah satu bentuk dari infeksi virus dengue disertai dengan
perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi. Perembesan plasma
yang terjadi bisa saja menyebabkan syok hipovolemik yang sering kita sebut
sebagai dengue shock syndrome .(1,2)

3.2. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Di Asia Tenggara, angka kejadian DBD meningkat dari dibawah 100.000
kasus pada tahun 1950-1960an menjadi 200.000 kasus pada tahun 90an.
Peningkatan angka kejadian juga dilaporkan terjadi diluar dari area tropis dan
subtropis.(5)

Gambar 1. Distribusi Geografis Dengue. (5)

23
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41
tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatanpersebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%)kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi
Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain
itu terjadijuga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.(8)

Gambar 2. Angka Insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun


1968-2009. (8)

3.3. Etiologi
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) disebabkan oleh virus dengue. Jenis virus
golongan arbovirus (Artropod-Borne Viruses) yang artinya virus yang ditularkan
melalui gigitan artropoda yaitu nyamuk misalnya nyamuk Aedes aegypty betina.
Virus dengue termasuk kedalam genus Flavivirus, famili flaviviridae dan
mempunyai empat serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dapat terinfeksi oleh ke-3 atau 4
serotipe tersebut. Serotipe DEN-3 adalah yang paling banyak ditemukan dan
diketahui menimbulkan manifestasi klinis yang berat. Nyamuk Aedes dapat

24
mengandung virus dengue ketika menghisap darah orang dengan viremia,
kemudian berkembang selama 8 – 10 hari (extrinsic incubation period)
kemudian dapat ditularkan kembali ketika menggigit manusia yang lain.
Nyamuk akan menjadi infektif sepanjang hidupnya ketika virus dengue sudah
berkembang biak dalam tubuh nyamuk4,5.

Gambar 3. Struktur Dengue Virus.

3.4. Patogenesis
Dua teori yang paling banyak dianut sampai dengan saat ini mengenai
patogenesis DBD adalah secondary heterologous infection hypothesis dan
sequential infectious hypothesis yang menyatakan bahwa seseorang setelah
terinfeksi virus dengue pertama kali, mendapatkan infeksi kedua dengan virus
serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun5. Hipotesis ini
menerangkan bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan
serotipe berbeda akan menimbulkan manifestasi klinis yang lebih berat (immune
inhancement). Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenai virus lain yang
akan menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi yang berikatan
dengan Fc reseptor membran sel makrofag. Antibodi heterolog virus tidak

25
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Hipotesis mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), proses
yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dalam sel mononuklear,
menyebabkan sekresi mediator vasoaktif yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia
dan syok4,5.
Akibat infeksi sekunder oleh virus dengue yang berlainan, respons antibodi
akan mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer
tinggi antibodi IgG anti dengue. Kemudian, replikasi virus terjadi juga dalam
limfosit. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi
virus yang akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan anafilatoksin
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
perembesan plasma dari intravaskular ke ekstravaskular. Perembesan plasma ini
ditandai peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites)4.

26
Gambar 4. Patogenesis Demam Berdarah Dengue.

3.5. Manifestasi Klinis


Infeksi dengue merupakan penyakit yang bersifat sistemik dan dinamis.
Infeksi dengue mempunyai spektrum klinis yang luas meliputi manifestasi klinis
yang berat dan tidak berat. Setelah massa inkubasi, infeksi dengue dibagi
menjadi tiga fase yaitu: (1) fase demam, (2) fase kritis dan (3) fase
penyembuhan.

1. Fase Demam (febris)


Pasien biasanya demam tinggi secara tiba-tiba. Fase demam akut ini
biasanya terjadi selama 2-7 hari dan sering disertai dengan muka kemerahan,
eritema kulit, nyeri seluruh badan, myalgia, arthtalgia dan nyeri kepala.
Beberapa pasien mengalami nyeri tenggorokan, penurunan nafsu makan, mual
dan muntah. Cukup sulit untuk membedakan dengan infeksi virus lainnya. Tes
tourniquet positif pada fase ini memperbesar kecurigaan infeksi dengue.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan mukosa dapat

27
terjadi. Perdarahan vagina yang masif dan perdarahan gastrointestinal dapat
terjadi pada fase ini namun jarang terjadi. Dapat pula terjadi pembesaran
hepar.

2. Fase Kritis
Pada hari ke 3-7, ketika suhu menurun pada 37,5-38oC, peningkatan
permeabilitas kapiler yang secara peralel terhadap kenaikan hematokrit dapat
terjadi. Hal ini menandakan dimulainya fase kritis. Biasanya kebocoran
plasma secara klinik terjadi selama 24-48 jam. Leukopeni yang progresif
diikuti dengan penurunan angka trombosit biasanya mendahului terjadinya
kebocoran plasma. Dalam keadaan seperti ini pasien yang tidak mengalami
peningkatan permeabilitas kapiler keadaan umumnya akan membaik,
sedangkan pasien yang mengalami peningkatan permeabilitas kapiler justru
akan memburuk keadaannya karena kebocoran plasma. Derajat kebocoran
plasma bervariasi mulai dari kebocoran plasma minimal sampai terjadi efusi
pleura dan ascites. Peningkatan kadar hematokrit dari nilai awal dapat
digunakan untuk melihat keparahan dari kebocoran plasma. Bila terjadi
kebocoran plasma plasma yang berat dapat terjadi syok hipovolemik. Bila
syok terjadi berkepanjangan maka organ tubuh akan mengalami hipoperfusi
sehingga dapat menyebabkan kegagalan organ, acidosis metabolik dan
disseminated intravascular coagulation. Selain syok dapat pula terjadi
gangguan organ berat yang lain misalnya hepatitis berat, encephalitis atau
myocarditis serta perdarahan berat.

3. Fase Penyembuhan (pemulihan)


Bila pasien dapat bertahan pada masa kritis maka akan terjadi
reabsorbsi cairan ekstravaskular secara bertahap selama 48-72 jam. Keadaan
umum akan membaik, nafsu makan kembali baik, gejala gastrointestinal
mereda, hemodinamik stabil.

28
Gambar 5. Perjalanan Penyakit Demam Berdarah Dengue.

3.6. Diagnosis
Menurut WHO, kriteria yang harus dipenuhi untuk menegakkan diagnosis
DBD adalah sebagai berikut:(4)
A. Manifestasi Klinis
- Demam, perlangsungan akut, tinggi dan terus menerus, berlangsung
selama 2-7 hari pada kebanyakan kasus.
- Adanya manifestasi perdarahan berupa perdarahan provokatif (uji turniket
positif) maupun perdarahan spontan (peteki, purpura, epistaksis,
perdarahan gusi, hematesis dan/atau melena)
- Hepatomegali atau pembesaran hati
- Syok, dengan manifestasi berupa takikardi, nadi melemah, tekanan nadi
menyempit, dan akral dingin.
B. Pemeriksaan Laboratorium
- Trombositopenia ( ≤100.00 sel per mm3)
- Hemokonsentrasi, yaitu peningkatan nilai hematokrit ≥ 20%

29
Dengan ditemukannya dua dari 4 gejala klinis yang ada disertai temuan
laboratorium berupa trombositopenia dan hemokonsentrasi, demam berdarah
dengue sudah dapat ditegakkan.(4)

WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat.


1. DBD Grade I
Memberikan gejala demam, sakit kepala nyeri retro-orbital, mialgia dan
artralgia ditambah uji turniket memberikan hasil positif. Selain itu pada
hasil laboratorium ditemukan adanya trombositopenia dan peningkatan
hematokrit sebagai tanda terjadinya kebocoran plasma.
2. DBD Grade II
Memenuhi krtieria DBD grade I disertai tanda-tanda perdarahan spontan
di kulit dan/atau perdarahan lain seperti perdarahan gusi, epsitaksis,
melena dan/atau hematesis.
3. DBD Grade III
Pasien dikategorikan kedalam DBD grade III jika memenuhi kriteria DBD
grade II disertai tanda-tanda adanya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat
dan lembut, tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau hipotensi disertai
kulit dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah.
4. DBD Grade IV
Pasien dikategorikan DBD grade IV jika memenuhi kriteria DBD grade III
disertai dengan syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

Pasien dikatakan mengalami Dengue Shock Syndrome jika mengalami


DBD grade III-IV.

30
3.7. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang dilakukan untuk screening infeksi dengue
adalah pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, angka trombosit dan apusan
darah tepiuntuk melihat adanya limfositosis relatif disertai dengan limfosit
plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue ataupun
deteksiantigen virus RNA dengue. Namun karena prosedur yang rumit maka
tes serologis yang mendeteksi antibodi spesifik terhadap dengue berupa
antibodi total, IgM atau IgG lebih banyak digunakan.
Parameter laboratorium yang dimonitor antara lain:
a. Leukosit; dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relatif disertai adanya limfosit plasma biru.
b. Trombosit; umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke-3-8.
c. Hematokrit; kebocoran plasma dibuktikan dengan adanya peningkatan
hematokrit >20% dari nilai awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
d. Hemostasis; dilakukan pemeriksaan PTT, APTT, fibrinogen, D-Dimer
pada keadaan yang dicurigai adanya perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
e. Protein/albumin; dapat ditemukan hipoalbuminuria apabila terjadi
kebocoran plasma.
f. SGOT/SGPT; dapat ditemukan peningkatan.
g. Urea/kreatinin; bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
h. Elektrolit; sebagai parameter pemberian cairan.
i. Golongan darah; bila dibutuhkan tranfusi darah atau komponen darah.

31
j. Imunoserologi; IgM dideteksi mulai pada hari ke 3-5, meningkat pada
minggu ke 3 dan hilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer mulai
dideteksi pada hari ke 14 sedangkan pada infeksi sekunder mulai dideteksi
pada hari ke 2.

2. Radiologis
Pada foto dada bisa didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan. Pemeriksaan foto rontgen sebaiknya dalam posisi dekubitus lateral
kanan (RLD) Ascites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan pemeriksaan
USG.

3. Tes Diagnostik
Diagnosis infeksi dengue yang tepat dan efisien merupakan elemen
yang penting dalam penatalaksanaan infeksi dengue. Metode diagnosis
laboratorium untuk mengkonfirmasi infeksi dengue dapat dilakukan dengan
mendeteksi adanya virus, asam nukleat virus,antigen, maupun antibodi.
Setelah onset penyakit, virus dapat dideteksi pada serum, plasma, sel darah,
dan jaringan lain selama 4-5 hari. Selama fase awal penyakit, isolasi virus,
deteksi asam nukleat atau antigen dapat dilakukan untuk mendiagnosis infeksi
dengue. Pada akhir fase akut infeksi, metode serologi merupakan pilihan
utama.
Respon antibodi terhadap adanya infeksi sangat bervariasi antar
individu. Antibodi IgM merupakan imunoglobulin yang paling awal muncul.
Antibodi ini dapat dideteksi pada 50% pasien 3-5 hari setelah onset penyakit,
meningkat menjadi 80% pada hari ke 5 dan menjadi 99% pada hari ke 10.
Puncak IgM adalah 2 minggu setelah onset penyakit kemudian menurun
sampai pada kadar yang tidak terdeteksi setelah 2-3 bulan. Anti dengue srum
IgG secara umum dapat dideteksi pada kadar kecil pada kahir minggu pertama

32
kemudian meningkat perlahan. Serum IgG dapat dideteksi setelah beberapa
bulan bahkan seumur hidup.
Pada infeksi sekunder, titer antibodi akan meningkat lebih cepat.
Imunoglobulin yang dominan adalah IgG yang terdeteksi dalam kadar yang
tinggi bahkan dalam fase akut.

Gambar 6. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis DBD.

Sebelum hari ke 5 dari onset penyakit atau selama fase demam, infeksi dengue
dapat didiagnosis dengan isolasi virus pada kultur sel, deteksi RNA virus dengan
nucleic acid amplification test (NAAT) atau dengan mendeteksi antigen virus dengan
ELISA atau rapid test. NS1 dan rapid dengue antigen detection test dapat digunakan
karena cepat dan terjangkau. Setelah hari ke 5 dari onset penyakit, virus dengue dan
antigen akan menghilang dari darah dan mulai muncul antibodi spesifik. Antigen NS1

33
mungkin masih dapat dideteksi pada sebagian kecil orang. Tes serologi, waktu
pengambilan spesimen lebih fleksibel daripada isolasi virus atau antigen.(5)

Gambar 7.

3.8. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran
plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan.
Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah
pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan
terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak
demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan
cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada
kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai

34
apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap
kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun
asites yang masif perlu selalu diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan
meliputi: Tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan
dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu
yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan
antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan
dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya
dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum).

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)


Kristaloid
- Larutan ringer laktat (RL)
- Larutan ringer asetat (RA)
- Larutan garam faali (GF)
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
- Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh


larutan yang mengandung dekstran)

Koloid
- Dkstran 40
- Plasma
- Albumin

35
Protokol pengobatan infeksi virus dengue yang digunakan di Indonesia
terbagi dalam 5 kategori yaitu:(1)
- Protokol 1: Penanganan Tersangka DBD (probable) tanpa syok
- Protokol 2: Pemberian cairan pada tersangka DBD di ruang rawat
- Protokol3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan nilai hematokrit>20%
- Protokol 4: Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD
- Protokol 5:Tatalaksana Dengue Syok Sindrome

Kriteria Memulangkan Pasien


Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi:
1. Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik.
2. Nafsu makan membaik.
3. Tampak perbaikan secara klinis.
4. Hematokr it stabil.
5. Tiga hari setelah syok teratasi.
6. Jumlah trombosit >50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku bila pada
sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah, misalnya
12.000/ml.
7. Tidak dijumpai distres pernapasan

36
Gambar 8. Penanganan tersangka DBD tanpa syok6.

37
Gambar 9. Tatalaksana kasus tersangka Demam Berdarah Dengue 6.

38
Gambar 10. Tatalaksana kasus Demam Berdarah Dengue 6.

39
Gambar 11. Tatalaksana kasus sindroma syok dengue6.

40
BAB IV

ANALISA KASUS

Teori Kasus

1. Demam Berdarah Dengue


Diagnosis Dari Anamnesis didapatkan:
Menurut WHO, kriteria yang harus dipenuhi untuk Manifestasi klinis:
menegakkan diagnosis DBD adalah sebagai - Panas tinggi 5 hari, naik turun.
berikut:(4) - nyeri kepala
A. Manifestasi Klinis - mual, muntah
- Demam, perlangsungan akut, tinggi dan - nyeri ulu hati dan nyeri sendi
terus menerus, berlangsung selama 2-7 hari - BAB cair sebanyak 4
pada kebanyakan kasus. Riwayat keluarga diketahui bahwa kakak
- Adanya manifestasi perdarahan berupa kandung pasien menderita sakit demam
perdarahan provokatif (uji turniket positif) berdarah.
maupun perdarahan spontan (peteki,
purpura, epistaksis, perdarahan gusi, Pemeriksaan fisik didapatkan:
hematesis dan/atau melena) - Nyeri tekan daerah epigastrium (+)
- Hepatomegali atau pembesaran hati - Hepatomegali 2 jari di bawah arcus
- Syok, dengan manifestasi berupa takikardi, costae
nadi melemah, tekanan nadi menyempit,
dan akral dingin. Pemeriksaan laboratorium pada pasien
B. Pemeriksaan Laboratorium - Hasil pemeriksaan laboratorium
- Trombositopenia ( ≤100.00 sel per mm3) didapatkan Leukosit 3,5 ribu/uL,
- Hemokonsentrasi, yaitu peningkatan nilai Eritrosit 6 juta/uL, Hb 16,2 g/dL,
hematokrit ≥ 20% Ht 45, Trombosit 38 ribu/uL.

Dengan ditemukannya dua dari 4 gejala

41
klinis yang ada disertai temuan
laboratorium berupa trombositopenia dan
hemokonsentrasi, demam berdarah
dengue sudah dapat ditegakkan.(4)
2. Grade I
WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 Pada pasien didapatkan gejala demam,
derajat. sakit kepala dan atralgia. Tidak terdapat
1. DBD Grade I manifestasi perdarahan.
Memberikan gejala demam, sakit kepala Pemeriksaan laboratorium didapatkan
nyeri retro-orbital, mialgia dan artralgia adanya trombositopenia dengan hasil 38
ditambah uji turniket memberikan hasil ribu/uL dan adanya peningkatan
positif. Selain itu pada hasil laboratorium hematokrit sebesar > 20% yaitu Ht 45
ditemukan adanya trombositopenia dan
peningkatan hematokrit sebagai tanda
terjadinya kebocoran plasma.
2. DBD Grade II
Memenuhi krtieria DBD grade I disertai
tanda-tanda perdarahan spontan di kulit
dan/atau perdarahan lain seperti perdarahan
gusi, epsitaksis, melena dan/atau hematesis.
3. DBD Grade III
Pasien dikategorikan kedalam DBD grade
III jika memenuhi kriteria DBD grade II
disertai tanda-tanda adanya kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (≤ 20 mmHg) atau
hipotensi disertai kulit dingin, lembab, dan
pasien menjadi gelisah.

42
4. DBD Grade IV
Pasien dikategorikan DBD grade IV jika
memenuhi kriteria DBD grade III disertai
dengan syok berat, nadi tidak teraba dan
tekanan darah tidak dapat diukur.

Pasien dikatakan mengalami Dengue Shock


Syndrome jika mengalami DBD grade III-IV.

3. Trombositopenia
Trombositopenia diduga terjadi karena meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan
mekanisme lain trombositopenia adalah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan
menggunakan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi di dalam
sistem retikuloendotelial, limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak
diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen
aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara
bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun
mungkin disebabkan proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran
darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama
terjadinya perdarahan pada DBD.

4. Peningkatan nilai hematokrit > 20 %


Peningkatan nilai hematokrit disebabkan karena adanya hemokonsentrasi yang diakibatkan
kebocoran plasma (plasma leakage) yang terjadi pada DBD.
5. Transfusi
Transfusi TC, jika Trombosit < 50.000 disertai tanda perdarahan, atau < 20.000 tanpa tanda
perdarahan.

43
Trombocyte Concentrate (TC) = 75 x berat badan (kg)
350
= 6 unit/ 3 jam

Atau 5 kgBB/unit

28 kg = 6 unit/ 3 jam

6. Penatalaksanaan
Rehidrasi
Kebutuhan cairan rumatan rumus Holiday Segar:
Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)
10 100 per kg BB
10-20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)
>20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

BB= 28 kg
 1500 + 20x8 = 1.660 ml/hari
 17 tetes/menit (tetesan makro)

Jenis Cairan (rekomendasi WHO):


Kristaloid
- Larutan ringer laktat (RL)
- Larutan ringer asetat (RA)
- Larutan garam faali (GF)
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
- Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
- Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh
larutan yang mengandung dekstran)

44
Koloid
- Dkstran 40
- Plasma
- Albumin

Suportif
Inj. Paracetamol (10-15mg/kgBB/kali) setiap 4 jam
 6 x 300 mg I.V (bila demam, suhu > 37,6oC)

Inj. Ranitidin 3 x ½ amp

45
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling


banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh
dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian
berkisar 24.000. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal.
Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global.
Pengobatan DSS bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan terapi
terpenting.Tatalaksana berdasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa
perembesan plasma dan perdarahan. Deteksi dini terhadap adanya perembesan
plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok.
Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikanmerupakan kunci
keberhasilan pengobatan. Penegakkan diagnosis DBD secara dini dan
pengobatan yang tepat dan cepat akan menurunkan angka kematian DBD.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: an escalating problem. BMJ 2002;324:1563-


6
2. World Health Organization. Prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever: comprihensive guidelines. New Delhi, 2001.p.5-17
3. World Health Organization. Dengue, dengue haemorrhagic fever and dengue
shock syndrome in the context of the integrated management of childhood illness.
Department of Child and Adolescent Health and Development.
WHO/FCH/CAH/05.13. Geneva,2005
4. Departemen Kesehatan RI. Tata Laksana DBD. [Internet].
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf [Diakses
tanggal 20 Juli 2014].
5. Soedarno SS, Garna H, Hadinegoro SR. Buku Ajar Infeksi & Pediatric Tropis.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2008.
6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana
pelayanan kesehatan, 2005.p.19-34
7. Hadinegoro SRH, et al. (editor). Tata laksana demam berdarah dengue di
Indonesia. Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2004.
8. Pudjiadi, Antonius., dkk. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2009.

47

Anda mungkin juga menyukai