DISUSUN OLEH :
Lidia Debby Wiyono
030. 11. 167
PEMBIMBING :
dr.Fajar Danu, Sp.A
PENDAHULUAN
Sindroma Nefrotik (SN) adalah kelainan keadaan klinik yang khas ditandai oleh
Proteinuria massive, hipoalbuminemia dan edema yang biasanya disertai dengan atau tanpa
adalah 2-5 per 100.000 anak usia < 10 tahun. Angka prevalensi kurang lebih 15,5 per
100.000 orang usia <16 tahun. Angka kejadian tersebut lebih tinggi pada anak-anak
Asia dan afrrika.² Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun.³ perbandingan
primer pra sekolah dengan puncak insidensi terjadi pada usia 3-4 tahun, walaupun dapat juga
terjadi pada semua umur.² Kejadian sindroma nefrotik anak adalah 15 kali lebih sering
dari pada orang dewasa. Sebagian besar kasus sindroma nefrotik pimer terjadi pada
anak dan disebabkan oleh jenis lesi minimal. Usia terjadinya penyakit tersebut
ketelitian dalam pemberian obat, seperti dosis dan indikasi pemberian. Perlu pembahasan
lebih lanjut dengan runtut mengenai tata laksana pada sindrom nefrotik steroid – dependen
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 DEFINISI
Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
apabila didapatkan proteinuria sebesar >40 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Sindrom nefrotik yang tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindroma nefrotik
primer. Penyakit ini ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila ini timbul sebagai bagian
daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma
nefrotik sekunder. Insidens penyakit sindrom nefrotik primer ini 2 kasus per-tahun tiap
100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 tiap
100.000 anak. Insidens di Indonesia diperkirakan 6 kasus per-tahun tiap 100.000 anak kurang
dari 14 tahun. Rasio antara lelaki dan perempuan pada anak sekitar 2:1. Laporan dari luar
negeri menunjukkan 2/3 kasus anak dengan SN dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.5
Pasien syndrome nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga kelompok :
1. Kongenital
2. Responsive steroid, dan
3. Resisten steroid
Bentuk congenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Umumnya kasus-
kasus ini adalah SN tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan secara resesif autosom.
Kelompok responsive steroid sebagian besar terdiri atas anak-anak dengan sindroma nefrotik
kelainan minimal (SNKM). Pada penelitian di Jakarta diantara 364 pasien SN yang dibiopsi
44,2% menunjukkan KM. kelompok tidak responsive steroid atau resisten steroid terdiri atas
anak-anak dengan kelainan glomerolus lain. Disebut sindroma nefrotik sekunder apabila
penyakit dasarnya adalah penyakit sistemik karena obat-obatan, allergen, dan toksin, dll.
Sindroma nefrotik dapat timbul dan besrsifat sementara pada tiap penyakit glomerolus
dengan keluarnya protein dalam jumlah yang cukup banyak dan cukup lama.
2.1.3 ETIOLOGI
Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap penyakit autoimun. Jadi
merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. 6 Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
neonates. Pencangkokan pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
pertama kehidupanya. 6
1. Kelainan minimal
Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan
Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa.
2. Nefropati membranosa
tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis
kurang baik.
3. Glomerulonefritis proliferative
pengobatan lama.
batang lobular.
c. Dengan bulan sabit
d. Glomerulonefritis membranoproliferatif
1A rendah
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk. 6
Disebabkan oleh: 1
anafilaktoid.
Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, thrombosis vena
renalis.
hipokomplementik
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Ada empat gejala utama pada sindrom nefrotik. Yaitu: proteinuria, hipoalbuminemia,
Proteinuria
filtrasi glomerulus. Membran filtrasi glomerulus terdiri dari endotel fenestra sebelah
dalam, membran basalis dan sel epitel khusus dibagian luar yang dikenal dengan
podosit.
Podosit memiliki tonjolan – tonjolan menyerupai kaki (foot processes), diantara tonjolan
– tonjolan tersebut, terdapat celah diafragma, yang berperan penting dalam pemeliharan
Terdapat dua mekanisme yang berperan pada patogenesis SN, yaitu pertama secara
imunologis sel T memproduksi circulating factor, berupa vascular permeability factor (VPF)
yang merupakan asam amino identik dengan vascular endothelial growth factor (VEGF). Hal
protein. Mekanisme kedua adalah terdapatnya defek primer pada barier filtrasi glomerulus
Zat – zat terlarut yang dapat melewati sawar gromelurus ditentukan oleh besarnya
molekul. Molekul > 10 kDa akan ditahan sehingga tidak dapat melewati sawar tersebut (size
selectivity barrier ). Bila ada gangguan pada mekanisme ini menyebabkan proteinuria baik
protein dengan berat molekul besar (proteinuria nonselektif). Faktor lain yang dapat
mempengaruhi adalah adanya daya elektrostatik dari muatan negatif permukaan molekul
pada epitel foot processes yang dibentuk oleh sialoprotein kapiler, heparan sulfat membran
elektrostatik tersebut menyebabkan proteinuria selektif (protein dengan berat molekul < berat
molekul albumin dapat melewati membran filtrasi gromelurus). Kerusakan struktur dan sawar
elektrostatik ini menyebabkan banyaknya protein plasma yang melewati filtrasi gromelurus.
Pada penderita SNRS diduga selain charge – selectivity barrier juga berperan size –
selectivity barrier yang menyebabkan proteinuria yang keluar selain berat molekul rendah
Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak
memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun.6
Edema
dapat dijelaskan melalui dua teori, yaitu Teori Underfill dan Overfill/overflow. Teori
pergeseran cairan ini, volume plasma total dan volume darah arteri dalam peredaran
menurun dibanding dengan volume sirkulasi efektif. Menurunnya volume plasma atau
volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal.
Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha tubuh untuk menjaga volume dan
tekanan intravaskular agar tetap normal dan dapat dianggap sebagai peristiwa
kompensasi sekunder. Retensi cairan yang secara terus menerus menjaga volume
tekanan onkotik plasma dan akhirnya mempercepat gerak cairan masuk ke ruang
tertekannya aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron. Retensi natrium renal dan air
terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak bergantung pada stimulasi
sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma
dan cairan ekstraselular. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat dari perpindahan
cairan ke dalam ruang interstisial. Teori ini dapat menerangkan adanya volume
plasma yang tinggi dengan kadar renin plasma dan aldosteron yang menurun sekunder
terhadap hipervolemia.1,3,6
Hiperlipidemia
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan
ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali
normal. Pada status nefrosis, hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan
trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL ( very low density
lipoprotein).
lipid dan lipoprotein hati, dan menurunnya katabolisme. Tingginya kadar LDL pada
sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar
VLDL tinggi pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL ( lipoprotein lipase ) diduga
Sedangkan kadar HDL turun diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT
HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang tampak
pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat
sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema sering
bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya edema menjadi
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada
pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah pada
siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Pada
penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami oozing. Edema
biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-pasien GSFS atau
GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia lebih hebat pada
pasien SNKM. 5
Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.
Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya. Pada
beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom nefrotik
yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan
menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan malnutrisi berat
terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat menimbulkan
Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat
Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International
Study of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai
tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur. Hematuria mikroskopik kadang-
kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat dijadikan petanda untuk
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau ratio protein/kreatinin pada urin
3. Pemeriksaan darah
LED)
Kadar complemen C3
2.1.7 DIAGNOSIS
penunjang.4
1. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan
2. Pemeriksaan fisik.
Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak
ditemukan hipertensi.
3. Pemeriksaan penunjang
Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria.
hiperkolesterolemia (> 200 mg/dL), dan laju endap darah yang meningkat, rasio
albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada
2.1.8 PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat
terjadi pada 5-10% kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid
pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel berikut: 2
Kambuh Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode
tidak 12 bulan
sering
Kambuh sering Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal,
steroid
steroid steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan
awal
lambat steroid
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH selama 6
antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok.
Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan dengan kemampuan
Diitetik
dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah protein akan terjadi malnutrisi
energy protein (MEP) dan menyebabkan hambatan pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan
diit protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2
g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.2
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic
(antagonis aldosteron, diuretic hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik,
perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada pemakaian diuretic lebih dari 1-2 minggu
2
perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah.
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi karena
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25%
dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial dan
diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari
segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk
dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah
overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu intravena 1-2 mg/kgbb.
Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat pernapasan dapat dilakukan pungsi asites
tetes/menit untuk diuretik untuk mengatasi edema tampak pada Gambar 1. Bila diperlukan,
suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan
dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2 mg/kgbb/ hari atau
total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien imunokompromais. Pasien SN
dalam keadaan ini dan dalam 6 minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin
virus mati, seperti IPV (inactivated polio vaccine). Setelah penghentian prednison selama 6
minggu dapat diberikan vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela.
Semua anak dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap infeksi
PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi remisi. Dosis prednisone dihitung sesuai
dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh (full
dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila terjadi remisi dalam 4 minggu pertama,
dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5
mg/kgbb/hari, secara alternating (selang sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4
minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai
resisten steroid.2,8
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian
gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau
albumin konsentrat
c. Berantas infeksi.
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan,
prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi
ditegakkan.
2. Perbaiki keadaan umum penderita.
a. Prednison 2 mg/kgBB per hari, diberikan sampai proteinuria negatif atau hasil
setelah remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis
dilakukan sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara
0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat
Bila relaps terjadi pada dosis prednison antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb
dosis terbagi, diberikan setiap hari sampai terjadi remisi. Setelah remisi maka
kemudian diturunkan 0,2 mg/kgbb setiap 2 minggu, sampai satu tahap (0,2
mg/kgbb) di atas dosis prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya
Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgbb al-
ternating, tetapi < 1,0 mg/kgbb alternating tanpa efek samping yang berat,
dapat dicoba dikombinasikan dengan levamisol selang sehari 2,5 mg/kgbb
diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama 4-12
dalam dosis tunggal ,maupun secara intravena atau puls . CPA puls diberikan
dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan
NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis,
dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan).
Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia,
keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu
Efek toksisitas CPA pada gonad dan keganasan terjadi bila dosis total
mempunyai dosis total 180 mg/kgbb, dan dosis ini aman bagi anak.2
terakhir)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau
kadar siklosporin darah berkisar antara 150-250 ng/mL. Pada SN relaps sering
sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA
samping dan pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan
SN resisten steroid.2
Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau
sitostatik dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200
mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid
leukopenia.2
pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk
terminal. Tujuan terapi pada sindrom nefrotik resisten – steroid adalah pengendalian
- Siklofosfamid (CPA)
remisi.16 Pada SN resisten steroid yang mengalami remisi dengan pemberian CPA,
bila terjadi relaps dapat dicoba pemberian prednison lagi karena SN yang resisten
steroid dapat menjadi sensitif kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis
penuh tidak terjadi remisi (terjadi resisten steroid) atau menjadi dependen steroid
- Siklosporin (CyA)
literatur, tetapi karena harga obat yang mahal maka pemakaian CyA jarang atau
sangat selektif.
Indikasi pemulangan pasien dirawat: 2
obesitas.
- ACE Inhibitor atau ARB dapat digunakan untuk manajemen hipertensi, dan
Secara ringkas, kalaina hemostatik pada SN dapat timbul drai 2 mekanisme yang
berbeda:
Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan : meningkatnya
degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin seperti antitrombin III,
Aktivasi sitem emostatik didalam ginjal dirangsang oleh fator jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerulus yang
2. Hipertensi
Merupakan salah satu komplikasi dari SN yang dapat ditemukan baik pada
signifikan terhadap penderita. Dengan demikian edukasi terhadap penderita dan orang
tuanya menjadi sangat penting. Pengobatan hipertensi diawali dengan inhibitor ACE-i
CCB (Calcium Channel Blockers), atau antagonis β adrenergik, hingga tekanan darah
anak di bawah persentil 90. Pada semua pasien rawat jalan SN dengan pengobatan
steroid, maka harus dilakukan pemantauan tekanan darah setiap 6 bulan sekali.1,7
protein dalam urin, dan malabsorbsi karena edema saluran gastrointestinal. Sekarang
dosis tinggi dan waktu lama dapat memperlambat maturasi tulang dan terhentinya
4. Infeksi
o Hipofungsi limfa
5. Hipokalsemia1,2
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:
osteopenia
Oleh karena itu pada pasien SN yang mendapat terapi steroid jangka lama
(lebih dari 3 bulan) dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 250-500 mg/hari dan
vitamin D (125-250 IU).32 Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas
6. Hipovolemia2
terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan sering
disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl fisiologis dengan cepat
sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgbb
atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah
teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb intravena.
2.1.10 PROGNOSIS
Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
Disertai hematuria
klinis
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons
yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan
relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
KESIMPULAN
Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,
merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia serta edema. Diagnosis sindroma nefrotik dapat
respon dan terjadi remisi dalam empat minggu pengobatan dengan kortikosteroid, sedangkan
bila tidak mengalami remisi disebut SN resisten steroid (SNRS). Walaupun presentase SNRS
dalam jumlah kecil, namun jika tidak tertangani dengan baik dalam kurun 3 tahun akan
DAFTAR PUSTAKA
http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview?
pa=AS4kvGBDrPHdqIIiuCh6SiZ9%2BuZXDsbbyxnR
%2FhcNpvNWEvviscd9PacTdJ%2FWW9y9bdXqlKVP0ter%2FjFzeArY
Medis.IDAI.2009.
5. Alatas, Husein, Prof., dkk.. Buku Ajar Nefrologi Anak . Edisi 2. Jakarta. IDAI. 2002,
hal 381-422
6. Silbernagl S dan Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.2012
8. Gipson DS, Massengill SF, Smoyer WE, dkk. Management of Childhood Onset
Nephrotic Syndrom.
http://pediatrics.aappublications.org/content/pediatrics/124/2/747.full.pdf .
Pediatrics.2009.124;2:747-57.