Oleh :
Dinda Jesika
22316096
TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBARAN PENGESAHAN
ABSTRAK …………………..…………………………………………………….…..….iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang …….………………………………………………………….…..…. 1
1.2.Rumusan Masalah…..………….…………………………………………………..… 2
1.3.Tujuan Penulisan…..….………………….…………………….…...……….….……. 2
1.4.Lingkup Penelitian...…………………………………………………………………...2
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Penelitian ini memiliki tujuan untuk, mengetahui dan merencanakan sebuah fasilitas
untuk pedangang kaki lima di pintu keluar Stasiun Pondok Cina, Depok. Karena pedagang
kaki lima sering kali berjualan tanpa fasilitas yang layak dan hanya memanfaatkan badan
jalan untuk pejalan kaki atau yang biasa kenal dengan pedestrian, karena tidak adanya
fasilitas yang tepat membuat terjadinya pola sirkulasi yang buruk dan tidak teratur. Efek dari
ini ialah kemacetan, dan juga kelancaran aktifitas di area tersebut yang tergaanggu.
Penelitian ini dibuat dengan harapan untuk mencari solusi dalam menciptakan fasilitas
untuk pedagang kaki lima stasiun pondok cina dan mengurangi dampak negatif dari sirkulasi
tersebut, dan membantu pembaca mengetahui akan standar untuk fasilitas pedagang kaki
lima. Analisis ini adalah studi dengan menggunakan observasi berupa wawancara, dan juga
survey secara langsung.
Hasil dari penelitian ini ialah untuk merencanakan penyediaan fasilitas pedagang kaki
lima, dan sekaligus mengetahui standar umum fasilitas untuk pedagang kaki lima yang benar
di pintu keluar Stasiun Pondok Cina, Depok.
3. Pembaca
a. Diharapkan pembaca mendapatkan pengetahuan baru tentang peraturan dan standar
untuk fasilitas pedagang kaki lima.
b. Diharapkan pembaca menjadi lebih sadar terhadap peraturan penggunaan bahu
jalan untuk kepentingan komersil.
c. Pembaca mengaplikasikan peraturan dalam dunia nyata, dan juga peka terhadap
pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Banyaknya pelanggaran mengenai penggunaan bahu jalan dan pedestrian pada pintu
keluar Stasiun Pondok Cina, Depok kadang luput dari perhatian pemerintah, dan banyaknya
masyarakat yang tak menyadari peraturan tersebut karena kurang tegasnya sanksi yang
diberikan kepada pelanggar. Banyaknya lapak pedagang kaki lima pada jalan pintu keluar
yang sebenernya diperuntukan untuk jalur pejalan kaki (Pedestrian) dan jalur kendaraan
motor beroda dua.
Pengertian pedagang kaki lima menurut Aris Ananta (1985) adalah orang-orang
golongan ekonomi lemah, yang berjualan barang–barang kebutuhan sehari-hari, makanan,
atau jasa yang modalnya relatif sangat kecil, modal sendiri atau modal orang lain, baik
berjualan di tempat terlarang maupun tidak. Pedagang Kaki Lima merupakan pedagang yang
terdiri dari orang–orang yang menjual barang–barang atau jasa dari tempat–tempat
masyarakat umum, terutama di jalan–jalan atau di trotoar.
Keberadaan Pedagang Kaki Lima memberikan nilai positif berupa memberikan
kesempatan kerja yang umumnya sulit didapat pada negara– negara yang sedang
berkembang, harga yang bersaing mengingat mereka tidak dibebani pajak, dan ada sebagian
masyarakat kita lebih senang berbelanja di PKL mengingat faktor kemudahan dan barang
yang relatif lebih murah. Selain adanya manfaat positif terhadap keberadaan PKL, beberapa
permasalahan juga ditimbulkan oleh PKL antara lain:
1. Penggunaan ruang publik bukan untuk fungsi semestinya dapat membahayakan orang
lain maupun PKL itu sendiri
2. Pencemaran yang dilakukan sering diabaikan oleh PKL 3. Sebagian besar PKL tidak
mendapat perlindungan 4. Kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat antara
pengusaha yang membayar pajak resmi dengan yang tidak membayar pajak resmi 5.
Ketiadaan perlindungan hukum menyebabkan pekerja di ekonomi informal rentan
eksploitasi baik oleh preman atau oknum PNS 6. Mobilitas sebagian PKL di satu sisi
merupakan alat survival namun di sisi lain menyulitkan upaya pemberdayaan
masyarakat
Padahal secara jelas tertuang dalam UU No 22 Tahun 2009 mengenai Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (UU LLAJ) dalam Pasal 275 ayat (1) jo pasal 28 ayat (2) menjelaskan
mengenai denda bagi siapapun yang membuat gangguan pada fungsi rambu lalu lintas, Alat
pemberi isyarat lalu lintas, Marka Jalan, dan juga fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman
pengguna jalan sebesar Rp 250.000, kemudian pada UU No 38 Tahun 2004 dan PP No 34
Tahun 2006 memberikan keterangan denda sebesar 1,5 miliar atau penjara selama 18 bulan
untuk siapapun yang sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi
jalan dan trotoar. Dengan begitu apakah masih ada pedagang yang tetap melanjutkan
usahanya setelah di beri keterangan mengenai denda ataupun pidana tersebut.
Menurut Satjipto Rahardjo ketertiban adalah sesuatu yang dinamis. Ketertiban dan
kekacauan sama-sama ada dalam asas proses sosial yang berkesinambungan. Keduanya tidak
berseberangan, tetapi sama-sama ada dalam sati asas kehidupan sosial. Ketertiban
bersambung dengan kekacauan dan kekacauan membangun ketertiban baru, demikian
seterusnya. Dalam ketertiban ada benih-benih kekacauan, sedangkan dalam kekacauan
tersimpan bibit-bibit ketertiban. Keduanya adalah sisi-sisi dari mata uang yang sama
Berdasarkan model implementasi yang dikemukakan oleh Edward dan Van Meter Van
Horn salah satu faktor keberhasilan implementasi kebijakan adalah adanya komunikasi yang
efektif dalam pelaksanaan kebijakan. Komunikasi yang dimaksud yaitu komunikasi yang
terjadi antar organisasi pelaksana maupun antara organisasi pelaksana dengan masyarakat
sebagai penerima kebijakan. Dalam penelitian ini penulis hanya menyoroti komunikasi antara
organisasi pelaksana kepada masyarakat sebagai obyek dan subyek dari implementasi
kebijakan yang dalam komunikasi itu dapat diartikan sebagai sosialisasi. Jadi sosialisasi
merupakan salah satu cara untuk menyampaikan informasi tentang suatu program atau
kebijakan yang akan dilaksanakan pada masyarakat. Jadi dari variabel komunikasi tersebut
penulis pilih untuk diturunkan menjadi variabel sosialisasi.
Menurut Sabitier dan Mazmanian dengan Anderson variabel yang mempengaruhi
proses implementasi yaitu dukungan atau kesadaran dari masyarakat penerima program.
Implementasi akan berhasil jika mendapat dukungan penuh dari masyarakat untuk
memperoleh dukungan tersebut perlu ditumbuhkan kesadaran dalam masyarakat mengenai
arti penting dan manfaat langsung yang diterima masyarakat dari implementasi kebijakan
tersebut supaya mereka memberikan dukungannya terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut.
Sosialisasi berkaitan dengan kegiatan penyampaian informasi khususnya yang dilakukan
Oleh karena itu masyarakat perlu mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan program tersebut
supaya masyarakat dapat meresponya dengan baik. Begitu juga yang terjadi dalam program
relokasi pedagang, apakah karena kurang efektif dalam menyampaikan informasi tentang
program yang menyebabkan pelaksanaan program mengalami hambatan. Dalam penelitian
ini kegiatan sosialisasi yang dilakukan aparat dari pihak kecamatan kepada para PKL adalah
dengan melalui operasi yustisi dan memasang tanda larangan untuk tidak menggelar
dagangannya ditempat-tempat yang dilarang. Soekanto (1986:112 ) mendefinisikan
kesadaran masyarakat sebagai berikut ”Kesadaran masyarakat merupakan kesadaran manusia
dan tindak lain terhadapnya dan terhadap berbagai jenis perilaku hal ini mencakup pengakuan
terhadap fakta bahwa pihak lain bereaksi terhadap obyek dan situasi yang sama serta dengan
perbedaan atau persamaan antara reaksi mereka dan reaksinya”. Penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa tahap-tahap pengembangan kesadaran dapat dimengerti sebagai
perubahan tingkah laku yang berkembang dan selalu dinamis. Kesadaran yang tinggi sangat
diperlukan dalam keberhasilan implementasi program relokasi pedagang kaki lima ini
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pedagang sehingga dapat mengurangi angka
kemiskinan.
Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan
umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang dilaksanakan di lapangan (field
research). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-
lain. Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena atau gejala sosial
dengan lebih menitik-beratkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji.
Harapannya ialah diperoleh pemahaman yang mendalam tentang fenomena dikaji. Penelitian
kualitatif ini dilaksanakan untuk menganalisis ketaatan hukum para pedagang kaki lima
terhadap peraturan daerah tentang pedagang kaki lima dan upaya penegakan hukum peraturan
daerah tersebut.
Dalam pengumpulan datanya dilakukan dengan observasi lapangan langsung,
wawancara dan pemberian kuisioner pada pengguna aktif yang melewati jalur keluar Stasiun
Pondok Cina, Depok. Jumlah responden kuisioner ialah 250 orang, dengan rincian 100
pejalan kaki, 100 pengguna motor, dan 50 pedagang kaki lima yang disebarkan.
Jika data sudah terkumpul, tahap selanjutnya ialah analisis data untuk mengetahui
nilai presepsi dari para pengguna dengan metode nilai rata-rata.
DAFTAR PUSTAKA
Satjipto Rahardjo. 2006. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Kompas Gramedia. Hal. 85
Aris Ananta. 2000. Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta: LPFE UI. Hal. 37
7 Kartini Kartono et all, 1990, Pedagang Kaki Lima, Bandung: Universitas Pharayangan. Hal.
66