Anda di halaman 1dari 10

2.

PERENCANAAN PELEDAKAN

2.1 Geometri Peledakan

Kondisi batuan dari suatu tempat ketempat yang lain akan berbeda
walaupun mungkin jenisnya sama. Hal ini disebabkan oleh proses genesa batuan
yang akan mempengaruhi karakteristik massa batuan secara fisik maupun
mekanik. Perlu diamati pula kenampakan struktur geologi, misalnya retakan atau
rekahan, sisipan (fissure) dari lempung, bidang diskontinuitas dan sebagainya.
Kondisi geologi semacam itu akan mempengaruhi kemampu-ledakan
(blastability).

Tentunya pada batuan yang relatif kompak dan tanpa didominasi struktur
geologi seperti tersebut di atas, jumlah bahan peledak yang diperlukan akan lebih
banyak −untuk jumlah produksi tertentu− dibanding batuan yang sudah ada
rekahannya. Jumlah bahan peledak tersebut dinamakan specific charge atau
Powder Factor (PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai per m3 atau ton
produksi batuan (kg/m3 atau kg/ton). Dengan demikian makin keras suatu batuan
pada daerah tertentu memerlukan PF yang tinggi agar tegangan batuan terlampaui
oleh kekuatan (strength) bahan peledak

(1) GEOMETRI PELEDAKAN JENJANG

Terdapat beberapa cara untuk menghitung geometri peledakan yang telah


diperkenalkan oleh para akhli, antara lain: Anderson (1952), Pearse (1955), R.L.
Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980), Olofsson (1990),
Rustan (1990) dan lainnya. Cara-cara tersebut menyajikan batasan konstanta
untuk menentukan dan menghitung geometri peledakan, terutama menentukan
ukuran burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan
jenis bahan peledak. Disamping itu produsen bahan peledak memberikan cara
(rule of thumb) untuk menentukan geometri peledakan, diantaranya ICI
Explosive, Atlas Powder Company, Sasol SMX Explosives Engineers Field Guide
dan lain-lain.
RANCANGAN MENURUT R.L. ASH

Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak dengan mempertimbangkan


konstanta KB yang tergantung pada jenis atau grup batuan dan bahan peledak.
Konstanta KB dihitung dirumuskan sbb:

KB = KB.std x AF1 x AF2

Di mana: KB= Konstanta burden


KB.std = Konstanta yang tergantung jenis batuan dan
bahan peledak (lihat Tabel 1)
Beberapa contoh kemungkinan perbedaan kondisi di lapangan sebagai berikut:

a) Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S = 1,41 B


seperti pada Gambar 2.

b) Bila orientasi antar retakan mendekati 60° sebaiknya S = 1,15 B dan


menerapkan interval waktu long-delay (lihat Gambar 3).
c) Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio spasi dan burden
(S/B) dirancang seperti pada Gambar 4 dan 5 dengan pola bujursangkar
(square pattern).

d) Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang memanjang, maka


sistem penyalaan dan S/B dapat diatur seperti pada Gambar 6 dan 7.
(2) RANCANGAN MENURUT C.J. KONYA

Burden dihitung berdasarkan diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis bahan
peledak yang diekspresikan dengan densitasnya. Rumusnya ialah:
3. JUMLAH BAHAN PELEDAK

a. BATAS WAKTU PENIMBUNAN BAHAN PELEDAK

Bahan peledak yang ditimbun atau disimpan dalam gudang bahan peledak dibatasi
jumlahnya karena beberapa alasan, antara lain:

 Target produksi perusahaan yang menentukan kapasitas gudang


 ¾ Kestabilan kimia bahan peledak dipengaruhi oleh lingkungan udara di
dalam dan disekitar gudang yang akan membuat bahan peledak rusak
 Peraturan yang berlaku, bahwa izin Pembelian dan Penggunaan (P2)
berlaku hanya 6 bulan.

Dari tiga batasan di atas dapat ditentukan bahwa waktu maksimum penyimpanan
bahan peledak dalam gudang hanya 6 bulan, artinya bahwa bahan peledak dalam
gudang harus habis sampai batas waktu 6 bulan dan kemudian gudang diisi ulang
oleh bahan peledak baru. Permohonan P2 untuk bahan peledak yang baru dapat
dilakukan 1 – 2 bulan sebelum masa pakai bahan peledak lama berakhir.
Permohonan dilayangkan kepada Direktorat Teknik Pertambangan Umum
(DTPU), Dirjen Sumber Daya Mineral dan Batubara, Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral yang akan memberikan rekomendasi pembelian bahan
peledak baru dan ditujukan kepada Kepala Kepolisian Repulik Indonesia. Setelah
mendapat rekomendasi dari DTPU, berkas permohonan yang dilampiri
rakomendasi dari DTPU diajukan kepada kepolisian, mulai dari Posek, Polres,
Polwil, Polda dan terakhir Mabes Polri di Jakarta. Setelah mendapat Surat Izin P2
dari Mabes Polri (biasanya ditandatangi oleh Direktur Intelijen Polri), maka
pembelian bahan peledak baru ke PT. Dahana atau produsen bahan peledak
lainnya dapat dilakukan.
b. PERHITUNGAN JUMLAH BAHAN PELEDAK

Untuk menghitung jumlah bahan peledak, baik untuk sekali peledakan maupun
yang ditimbun dalam gudang selama 6 bulan, perlu diketahui terlebih dahulu
target produksi peledakan yang ditentukan oleh perusahaan. Cara menghitungnya
dapat diterapkan salah satu atau kombinasi dari ketentuan yang telah diuraikan
dalam bab Geometri Peledakan. Untuk contoh berikut digunakan cara dari C.J.
Konya yang dikombinasikan dengan cara lain.

4. JUMLAH PERLENGKAPAN PELEDAKAN

Disamping bahan peledak utama; misalnya ANFO, heavy-ANFO, emulsi, dan


watergel (slurry), perlu dihitung juga jumlah perlengkapan peledakan lainnya.
Perlengkapan peledakan adalah bahan-bahan yang diperlukan dalam sistem
peledakan dan sifatnya habis pakai (hanya dipakai sekali peledakan saja). Jenis
perlengkapan peledakan tergantung pada sistem peledakan yang diterapkan,
apakah peledakan menggunakan detonator biasa, detonator listrik, nonel,
detonating cord atau kombinasinya. Paling tidak perlengkapan peledakan pokok
yang diperlukan seperti diuraikan dibawah ini.

a) Bila menggunakan detonator biasa


 Primer (booster + detonator biasa) sebanyak lubang yang akan diledakkan
dengan jumlah booster sesuai dengan diameter lubang ledak atau sekitar 1%
dari berat bahan peledak utama per lubang.
 Panjang sumbu api (safety fuse) sesuai keperluan.
 Plastic Igniter Cord (PIC) dan konektornya. PIC ada dua jenis, yaitu (1) Fast
PIC dengan kecepatan rambat sekitar 30 cm/detik pasangannya adalah Bean
Connector dan (2) Slow PIC dengan kecepatan rambat hanya 3 cm/detik
dengan pasangan Slotted Connectors.

b) Bila menggunakan detonator listrik
 Primer (booster + detonator listrik) minimal sebanyak lubang yang akan
diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan diameter lubang ledak atau
sekitar 1% dari berat bahan peledak utama per lubang.
 Panjang kabel sambungan, yaitu connecting wire.

c) Bila menggunakan detonator nonel
 Primer (booster + detonator nonel) minimal sebanyak lubang yang akan
diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan diameter lubang ledak atau
sekitar 1% dari berat bahan peledak utama per lubang.
 Trunkline delay untuk sistem tunda di permukaan (surface delay)
 Lead-in-line tube atau sebuah detonator listrik atau detonator biasa.

d) Bila menggunakan detonating cord


 Primer (booster + detonating cord) sebanyak lubang yang akan diledakkan
dengan jumlah booster sesuai dengan diameter lubang ledak atau sekitar 1%
dari berat bahan peledak utama per lubang.
 Panjang sumbu ledak (detonating cord) sesuai keperluan.
 Sebuah detonator listrik, biasa atau nonel (salah satu saja) digunakan sebagai
pemicu ledak detonating cord.

2.2. Peralatan dan Perlengkapan Simulasi Charging Bahan Peledak

a. Pipa Paralon dengan panjang 1 meter sebanyak 20 buah.

b. Pasir sebagai bahan produk curah bahan peledak.

2.3. Prosedur Pekerjaan

a. Merangkai pipa paralon sesuai dengan pola pemboran.


b. Merangkai pipa sesuai dengan pola peledakan yang direkomendasikan,
dan sesuai dengan B dan S yang diperoleh.
c. Melakukan charging sesuai dengan perhitungan yang diperoleh.
d. Melakukan stemming.

Anda mungkin juga menyukai