Sken 2 - Willy
Sken 2 - Willy
Anemia merupakan penyakit yang angka kejadiannya masih cukup tinggi di Indonesia,
terutama pada yang berjensi kelamin perempuan. Masyarakat awam tentu saja pada umumnya
mengetahui apa itu anemia atau penyakit kurang darah yang secara umum ditandai dengan gejala
ringan seperti pusing, lemas, mata dan bibir tampak pucat (anemis). Masyarakat awam tentu
tidak tahu bahwa anemia dapat di sebabkan oleh beberapa penyebab tidak hanya karena
kekurangan zat besi, tentu saja kepercayaan yang timbul di masyarakat bahwa anemia terjadi
karena kekurangan zat besi sehingga masyarakat awam sering sekali tidak berusaha untuk
mencari pertolongan tenaga medis lebih lanjut, penggunaan pil besi menjadi solusi cepat dan
murah bagi masyarakat. Tapi anemia tentu saja tidak terjadi hanya karena kekurangan zat besi,
banyak hal yang dapat mengakibatkan anemia dan tidak semua dapat di obati dengan pil besi,
ada beberapa keadaan anemia yang justru akan semakin berbahaya bila di beri pil besi.
Secara umum anemia di definisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai dengan
penurunan kadar hemoglobin atau nila hematokrit atau jumlah eritrosit dalam sirkulasi darah.
Keadaa ini kemudian mengakibatkan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen dan
menyuplai darah ke seluruh tubuh berkurang sehingga akan timbul gejala akibat terjadinya
hipoksia yang bisa sangat ringan sampai sangat berat.1
Anemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan seperti defisiensi besi, gangguan sintesis
porfirin, gangguan sintesis globin (Hb varian dan Thalasemia), anemia pernisiosa, anemia
defisiensi vit. B 12, anemia defisiensi folat, anemia hemolitik, anemia aplastik, anemia pada
1
keganasan.2 Dari pemaparan sebelumnya dapat diketahui bahwa penyebab anemia tidak hanya
terjadi karena kekurangan besi tetapi dapat disebabkan oleh banyak faktor.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai anemia serta akan lebih
dispesifikan sebagai anemia yang terjadi karena talasemia.
Thalassemia
Thalasemia merupakan suatau kelainan yang ditandai dengan penurunan kecepatan atau
kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin α dan β, ataupun rantai globin lainnya, dapat
menimbulkan penurunan produksi sebagian (parsial) atau menyeluruh (komplit) rantai globin
tersebut. Keadaan ini kemudian menimbulkan thalassemia yang jenisnya sesuai dengan rantai
globin yang terganggu produksinya. 1,3,4,5
1. Epidemiologi
Thalasemia dapat dapat ditemukan dari Eropa Selatan, Mediterania, Timur Tengah, dan
Afrika sampai dengan Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia.4
2. Etiologi
2
Thalasemia terjadi karena mutasi dari gen pembentuk protein globin yang penting dalam
pembentukan hemoglobin. Mutasi ini terjadi karena interaksi gen-gen kedua orang tua
yang kemudian diturunkan kepada anaknya. Keadaan thalasemia mengakibatkan
produksi sel darah merah menurun serta terjadi peningkatan destruksi sel darah merah
yang kemudian akan mengakibatkan terjadinya anemia.3,4,5
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai thalassemia yang merupakan penyakit yang
diturunkan dan dibawa oleh kedua gen orang tua, maka perlu dibahas mengenai genotip
dan fenotip dari thalassemia.4
3
Thalassemia seperti ini dapat terjadi karena gen normal tidak dieskpresikan atau
bentuk lebih jarang terjadi karena delesi gen. pada thalassemia homozigot (β0 β0)
rantai-β0 tidak diproduksi sama sekali dan hemoglobin A tidak dapat
diproduksi(hemoglobin A adalah hemoglobin yang terbentuk dari sepasang rantai
globin α dan sepasang rantai globin β)2.
Pada thalassemia- β+ (β plus – thalassemia) ekspresi gen β menurun namun tidak
menghilang sama sekali, dengan demikian HbA tetap diproduksi walaupun akan
menurun. Hingga saat ini banyak ditemukan mutasi dari β+ - thalassemia dengan berat
gangguan dalam sintesis rantai- β yang bervariasi, hal ini juga mengakibatkan gejala
yang ditimbulkan juga bervariasi berat ringannya.4
Thalassemia-β dengan genotip yang homozigot juga menunjukkan fenotip yang
bervariasi, dari yang ringan sampai yang sangat berat. Thalassemia-β heterozigot
ganda dapat memiliki dua gen thalassemia- β+ atau thalassemia-β0 yang berbeda atau
dapat pula kombinasi dari gen β0 atau gen β+.4
3.1.2. Thalassemia-β trait
Thalassemia- β trait mempunyai genotip berupa heterozigot thalassemia-β, sering
disebut juga sebagai thalassemia β minor. Fenotip kelainan ini sering kali
asimptomatik.4
3.1.3. Thalassemia β mayor
Thalassemia β mayor, dengan genotip homozigot atau heterozigot ganda
thalassemia-β, menunjukkan fenotip klinis berupa kelainan yang sangat berat dan
penderita bergantung sepenuhnya pada transufi darah untuk memperpanjang usia.
3.1.4. Thalassemia β intermedia
Thalassemia-β intermedia menunjukkan fenotip klinis di antara thalassemia-β
mayor dan thalassemia-β minor. Penderita thalassemia- β intermedia secara klinis
dapat asimptomatik namun disaat tertentu memerlukan transufi darah. Transufi darah
pada thalassemia β intermedia tidak bertujuan untuk mempertahankan hidup.
Thalassemia β intermedia merupakan kelompok kelainan yang heterogen dan
mencakup:
Homozigot dan heterozigot ganda thalassemia- β minor, atau
4
Heterozigot thalassemia- β yang diperberat dengan faktor pemberat
genetik berupa triplikasi alfa baik dalam bentuk heterozigot maupun
homozigot.
3.1.5. Thalassemia- β dominan
Thalassemia- β dominan dikaitkan dengan fenotip klinis yang abnormal dari
bentuk heterozigot.4
5
3.2.4. Hydrops Fetalis dengan Hb Bart’s (--/--)
Pada keadaan ini ditemukan delesi dari 4 loki. Pada keadaan embrional sama
sekali tidak diproduksi rantai globin α. Keadaan ini kemudian akan mengakibatkan
dibentuknya rantai globin ã yang berlebihan dan membentuk tetramer globin ã4, yang
disebut Hb Bart’s. Tetramer ini mempunyai afinitas terhadap oksigen yang sangat
tinggi, hal ini mengakibatkan oksigen tidak dapat mencapai jaringan fetus, sehingga
terjadi asfiksia jaringan, edema (hydrops fetalis), gagal jantung kongsetif dan
meninggal dalam uterus. 4
Secara ringkas genotip dan fenotip dari berbagai mutasi gen pada thalassemia-α
akan dipersingkat dalam bentuk tabel di bawah ini;
4. Pathogenesis Thalassemia
Seperti yang sudah diuraikan diatas thalassemia merupakan sindrom kelainan
yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat
gen globin. Perubahan ini diakibatkan adanya mutasi gen globin pada cluster gen α atau β
globin berupa delesi atau non delesi. Mutasi gen globin ini kemudian dapat
mengakibatkan perubahan pada rantai α globin atau β globin. Perubahan ini dapat berupa
penurunan sintesis globin (rate of synthesis) atau hilangnya kemampuan untuk
6
mensintesis rantai globin tertentu. Walaupun saat ini telah lebih dari dua ratus mutasi gen
thalassemia yang diidentifikasikan, tetapi tidak jarang analisis DNA thalassemia belum
dapat ditentukan jenis mutasinya, keadaan ini membuat terapi gen pada kelainan
thalassemia sukar untuk dilakukan.4
7
4.2. Dasar molekula thalassemia α
Halpotip gen globin – α dapat ditulis sebagai αα, yang menunjukkan gen- α2 dan gen α1.
Individu normal memiliki genotip αα/αα. Pada thalassemia-ã dapat terjadi mutasi gen
yang berbentuk delesi dan non delesi gen- α.
a. Delesi gen – α: delesi pada thalassemia – α yang mencakup satu (-α) atau kedua (--)
gen. Untuk mengetahui tentang mutasi delesi ini akan dijelaskan sedikit mengenai
cara penulisan gen thalassemia – α. Gen- α diklasifikasikan berdasarkan ukurannya,
ditulis di atas (superscript). Dalam keadaan delesi belum dapat ditentukan, maka
ditulis sebagai (- - MED) yang artinya delesi kedua gen- α yang diidentifikasikan pada
individu yang berasal dari Mediterania. Pada thalassemia- α0, terdapat 14 delesi yang
mengenai kedua gen- α, sehingga produksi rantai- α hilang sama sekali dari
kromosom yang abnormal.
Bentuk thalassemia- α+ yang paling umum ( - α3,7 dan α4,2) mencakup delesi satu atau
duplikasi lainnya pada gen globin- α.
b. Non delesi gen- α
Pada lesi non-delesi kedua halpotip gen – α masih utuh (α α), sehingga diberikan
nomenklatur (αTα) dimana superscript T menunjukkan bahwa gen tersebut
tehalassemik, namun bila defek molecular diketahui seperti pada hemoglobin
constant spring, nemonklatur (αTα) dapat diubah menjadi (αCSα). Ekresi gen- α2 lebih
kuat 2-3x dibandingkan dengan ekspresi gen- α1, sehingga sebagian besar mutasi non-
delesi ditemukan predominasi pada ekspresi gen- α2. 4
5. Patofisiologi Thalassemia
Pada thalassemia dapat terjadi pengurangan atau tidak ada produksi rantai globin
satu atau lebih. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai
globin baik itu rantai – α atau rantai – β menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak
seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesis seimbang antara rantai
α dan α (α2β2), maka pada thalassemia- β0 dimana tidak disintesis sama sekali rantai β,
maka rantai globin α akan diproduksi secara berlebihan (α4). Sedangkan pada thalassemia
8
– α0 tidak disintesis sama sekali rantai α, maka rantai globin yang diproduksi berupa
rantai β yang berlebihan berupa (β4).
Secara lebih terinci akan dijelaskan dibawah mengenai bagaimana terjadi
gangguan dalam proses thalassemia β maupun thalassemia α di bawah ini.4-6
9
Tabel 3. Patofisiologi Thalassemia – β
Mutasi primer terhadap produksi globin Sintesis globin yang tidak seimbang
10
Patofisiologi thalassemia – α umumnya sama dengan yang dijumpai pada
thalassemia-β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi (-) muatan (T) rantai
globin – α. Hilangnya gen globin – α tunggal (-α / αα atau αTα / αα) tidak berdampat pada
fenotip. Sedangkan thalassemia-2a-α homozigot (-α/ -α) atau thalasemia-1a-α heterozigot
(αα / - - ) memberi fenotip seperti thalassemia β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin –
α memberikan fenotip tingkat penyakit berat menengah, yang dikatakan sebagai HbH
disease. Sedangkan thalassemia α0 homozigot (--/--) tidak dapat bertahan hidup disebut
sebagai Hb Bart’s hydrops syndrome.
Kelainan dasar thalassemia-α sama dengan thalassemia-β yakni ketidak
seimbangan sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar sewaktu masa fetus.
Beberapa perbedaan itu adalah:
Pertama, kedua rantai- α hemoglobin dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus atau
dewasa (tidak seperti pada thalasemia-β), maka thalassemia – α bermanifestasi pada
masa fetus.
Kedua, sifat-sifat yang ditimbulkan akibat produksi secara berlebihan rantai globin –
ã dan – β yang disebabkan oleh defek produksi rantai globin – α berbeda dengan
akibat produksi berlebihan rantai – α pada thalassemia – β. Bila kelebihan rantai – α
tersebut menyebabkan presipitasi pada precursor eritrosit, maka thalassemia- α
menimbulkan tetramer yang larut (soluble) yakni ã4, Hb Bart’s dan β4.
11
sampai sedang dengan eritropoeisis yang sedikit tidak efektif. Umumnya kadar HbA2
tinggi (antara 3,5-8%). Kadar HbF biasanya terentang antara 1-5%. Pada bentuk varian
lainnya yang jarang, ditemukan HbF berkisar antara 5- 20%.7
6.2. Thalassemia- β mayor
Thalassemia β mayor, biasanya ditemukan pada anak berusia 6 bulan sampai
dengan 2 tahun dengan klinis anemia berat. Bila anak tersebut tidak iobati dengan
hipertransfusi (tranfusi darah yang bertujuan mencapai kadar Hb tinggi) akan terjadi
peningkatan hepatosplenomegali, ikterus, perubahan tulang yang nyata karena rongga
sumsum tulang mengalami perluasan akibat hyperplasia eritroid yang ekstrim.
Dari pemeriksaan radiologis gambaran khas “hair on end”. Tulang panjang
menjadi tipis akibat ekspanis sumsum tulang yang dapat berakibat fraktur patologis.
Wajah menjadi khas berupa menonjolnya dahi, tulang pipi dan dagu atas. Pertumbuhan
fisik dan perkembangannya terhambat.7
Dari hasil pemeriksaan laboratorium kadar Hb rendah mencapai 3 – 4%. Eritrosit
hipokrom, sangat poikilositosis, termasuk sel target, sel teardrop, dan eliptosit. Fragmen
eritrosit dan mikrosferosit terjadi akibat ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Pada
darah tepi ditemukan eritroist stippled dan banyak sel eritrosit bernukleus. MCV
terentang antara 50-60 fL. Sel darah merah khas berukuran besar dan sangat tipis,
biasanya wrinkled dan folded mengandung hemoglobin clump. Hitung retikulosit
berkisar antara 1 – 8%, dimana nilai ini kurang berkaitan dengan hyperplasia eritroid
dan hemolysis yang terjadi. Rantai globin – α yang berlebihan dan merusak membran sel
merupakan penyebab kematian prekursor sel darah merah intramedula, sehingga
menimbulkan eritropoeisis inefektif. Elektroforesis Hb menunjukkan terutama HbF,
dengan sedikit peningkatan HbA2. HbA dapat tidak ada sama sekali atau menurun.
Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia eritroid dengan rasio eritroid dan myeloid
kurang lebih 20:1. Besi serum sangat meningkat, tetapi total iron binding capacity
(TIBC) normal atau sedikit meningkat. Saturasi transferrin 80% atau lebih. Ferittin
serum biasanya meningkat. 7
12
6.3. Thalassemia β intermedia
Gambaran klinis bervariasi dari bentuk ringan- berat yang tidak dapat
mentoleransi aktivitas berat dan dapat ditemukan fraktur patologis. Dari hasil
pemeriksaan laboraturium dapat ditemukan muatan besi berlebih, walaupun tidak
mendapat transfusi darah. Eritropoesis nyata meningkat, namun tidak efektif, sehingga
menyebabkan peningkatan turnover besi dalam plasma, kemudian merangsang
penyerapan bisa via saluran cerna. Komplikasi jantung dan endokrin muncul 10 – 20
tahun kemudian pada penderita thalassemia intermedia.7
6.4. Thalassemia – β hemoglobin – E
Thalassemia – β / Hemoglobin E (HbE) sering dijumpai di Asia Tenggara.
Gambaran klinisnya bervariasi diantara thalassemia intermedia sampai dengan
thalassemia yang bergantung tranfusi darah dan tidak dapat dibedakan dengan
thalassemia β homozigot.
13
dan terdapat kelainan skeletal. Pemeriksaan laboraturium dapat ditemukan kadar Hb
antara 7 – 10 g%, dan dapat ditemukan retikulosit 5 – 10%. Eritrosit menunjukkan
mikrositik hipokromik dengan poikilositosis yang nyata, termasuk sel target dan
gambaran beraneka ragam. HbH mudah teroksidasi dan in vivo secara perlahan ke bentuk
Heinz-lika bodies dari hemoglobin yang terdenaturasi. Inclusion bodies mengubah bentuk
dan sifat viskoelastika dari eritrosit, menyebabkan umur eritrosit menjadi lebih pendek.
Dalam keadaan ini splenektomi sering memberikan perbaikan.7,8
Retradasi mental juga dapat terjadi bila lokus dekat cluster gen – α pada
kromosom 16 bermutasi atau ko-delesi dengan cluster gen – α.7,8
Suatu keadaan serius berupa krisis hemolitik dapat terjadi pada penderita yang
mengalami infeksi, hamil atau terpapar obat-obat oksidatif. Krisis hemolitik dapat
menjadi penyebab terdeteksinya kelainan HbH disease karna pada umumnya HbH
disease sering bersifat asimptomatik.
7.3. Hydrops Fetalis
Thalassemia – α homozigot ( - -/ - -) tidak dapat bertahan hidup karena sintesis
rantai globin – α tidak terjadi. Bayi lahir dengan hydrops fetalis, yakni bayi mengalami
edema disebabkan penumpukan cairan serosa dalam jaringan fetus akibat anemia berat.
Hemoglobin didominasi oleh Hb Bart’s (γ4), bersama dengan Hb Portland 5 – 2-
%, dan sedikit HbH. Hb Bart’s mempunyai afinitas oksigen yang tinggi, sehingga tidak
dapat membawa oksigen ke jaringan. Fetus dapat bertahan hidup karena adanya Hb
Portland, tetapi Hb henis ini tidak dapat mendukung tahap berikutnya pertumbuhan fetus,
dan akhirnya fetus meninggal karena anoksia berat.
Bayi dilahirkan prematur, bayi dapat hidup lalu meninggal beberapa saat
kemudian. Fetus menunjukkan anemia, edema, asites, hepatosplenomegali berat dan
kardiomegali. Rongga sumsum tulang bayi melebar dengan hyperplasia sel-sel eritoid.
Hal ini menunjukkan eritropoeisis ekstrameduler.
Kehamilan dengan hydrops fetalis berbahaya bagi si ibu, karena dapat
menyebabkan toksemia dan pendarahan berat pasca partus. Adanya hydrops fetalis ini
dapat diketahui pada pertengahan umur kehamilan dengan ultrasonografi. Terminasi awal
perlu dilakukan untuk menghindarkan kejadian berbahaya ini pada si ibu.
14
8. Pendekatan Diagnosis Thalassemia
8.1. Anamnesis
Penderita thalassemia sering sekali bergejala sebagai anemia, beberapa
pertanyaan yang penting kita tanyakan dalam keadaan pasien anemia adalah usia pasien,
pada kasus anak terutama penting untuk mengetahui bagaimana riwayat kehamilan, riwayat
proses partus dan postpartus apakah ada komplikasi atau ada masalah dalam proses tersebut.
Nutrisi baik sesudah dilahirkan juga penting untuk ditanyakan apakah mendapatkan nutria
yang cukup. 7
Riwayat penderita dan keluraga sangat penting untuk ditanyakan juga dalam
kasus anemia, hal ini lebih penting lagi dalam kasus thalassemia, karena pada populasi
dengan ras dan etnik tertentu terdapat frekuensi yang tinggi untuk jenis abnormalitas gen
thalassemia yang spesifik.7
Riwayat pendarahan abnormal juga penting untuk ditanyakan seperti melenan,
hematemesis, hemoptysis, dan hematuria.
Riwayat transfusi darah, splenektomi, kolelithiasis, kolesittektomi dan tindakan
operasi yang pernah dilakukan juga penting untuk ditanyakan. Untuk orang dewasa atau anak
yang lebih besar juga penting untuk ditanyakan apakah menggunakan obat-obatan tertentu.
15
Pemeriksaan penunjang yang perlu di periksa dalam kasus anemia yaitu:
Pemeriksaan Hematologi: pemeriksaan kadar Hb, hitung leukosit, hitung trombosit,
hitung eritrosit, LED, hitung retikulosit, sediaan hapus darah tepi untuk menilai
morfologi sel darah, nilai eritrosit rata-rata (MCV, MCH, MCHC), dan pemeriksaan
sumsum tulang.
Pemeriksaan urin: meliputi pemeriksaan marksokopik, mikroskopik dan kimia
Pemeriksaan tinja: meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan darah
samar
Pemeriksaan kimia: meliputi pemeriksaan kadar bilirubin indirek serum, cadangan
besi tubuh dengan serum iron / SI, daya ikat besi total (DIBT) / total iron binding
capacity (TIBC), saturasi tranferin, dan kadar ferritin serum
Pemeriksaan lain: pemeriksaan faal ginjalm faal hati dan kelenjar tiroid
Dari hasil pemeriksaan tersebut kita dapa mengarahkan diagnosis ke arah thalassemia bila
ditemukan beberapa keadaan:2,7
Hb rendah (3-10 mg/dL)
Klasifikasi anemia menurut WHO sendiri adalah:
Normal : > 11 g/dL
Anemia ringan: 8 – 11 g/dL
Anemia berat: < 8 g/dL
Anemia mikrositik hipokrom,
Hitung retikulosit meningkat
Aniso-polikilositosis
Banyak sel eritroid muda pada darah tepi
Elektroforesa Hb
Pemeriksaan elektroforesis Hb dengan buffer alkalis namun pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan setelah usia diatas 2 tahun, atau setidaknya setelah 6 bulan karena tingginya
kadar HbF dapat mengganggu hasil elektroforesa.2
16
Pemeriksaan besi serum
Pemeriksaan besi serum dapat meningkat pada thalassemia hal ini terjadi karena sel darah
merah pada thalassemia akan lebih mudah untuk mengalami hemolysis dan
mengakibatkan besi serum menjadi meningkat. 2
Rontgen tulang
Pada keadaan thalassemia tertentu dapat ditemukan kelainan skeletal dengan rontgen
tulang dapat kita temukan adanya peluasan sumsum tulang diikuti dengan penipisan
korteks tulang.
17
Eritrosit thalassemia yang mikrositik hipokrom memiliki fragilitas osmotic yang
menurun. hal ini digunakan sebagai dasar variasi one-tube tes fragilitas osmotic sebagai
uji tapis pembawa sifat thalassemia pada populasi di mana thalassemia sering dijumpai.
Namun, tes ini tidak dapat membedakan dengan anemia defisiensi besi, karena pada
anemia defisiensi besi ditemukan fragilitas osmotic yang juga menurunn.
18
Prosedur khusus lainhya seperti tes rantai globin dan analisis DNA dikerjakan
untuk mengidentifikasikan genotip spesifik. Uji ini dapat dilakukan untuk tujuan
penelitian αβ carrier, untuk mengidentifikasikan gen pembawa sifat gen yang banyak.
Harus ditemukan apakah keuntungan uji lengkap ini melebihi biayanya.
Anemia
DPL, Rt
19
A. mikrositik
hipokrom
Normal /
Menurun SI meningkat
Ferritin
TIBC menurun / Normal
ferritin TIBC meningkat
meningkat / / ferritin n /
normal menurun
Elektroforesis Ring
sideroblastik
Hb
A. def besi SST
ACD
HbA2
meningkat /
HbF menurun
besi SST ( - ) / besi SST (+) a. sideroblastik
turun
Thalassemiia β
20
Anemia
Makrositik
MDS
B12 serum A. Defisiensi
folat
A. Defisiensi
B12
21
9. Diagnosis Banding
Thalassemia – α tipe HbH
Penderita thalassemia – α tipe HbH disease mengalami anemia hemolitik kronik
ringan sampai dengan sedang, dengan kadar Hb terentang antara 7 – 10% darn
retikulosit antara 5 – 10%. Limpa biasanya membesar, sumsum tulang menunjukkan
hyperplasia. Eritrosit juga menunjukkan mikrositik hipokromik dengan
poikiliositosis yang nyata, termasuk sel target dan gambaran beraneka ragam.
Thalassemia – α tipe HbH dimasukkan sebagai diagnosis banding karena
memberikan gambaran anemia mikrositik hipokrom yang sering kali gejalanya tidak
seberat dalam skenario dimana Hb mencapai 5 g%, dan penderita anemia
Thalassemia – α HbH disease baru memberikan gejala karena adanya suatu faktor
pencetus seperti infeksi, penggunanaan obat-obat yang bersifat oksidatif.
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi dan thalassemia memiliki gambaran morfologis berupa
anemia mikrositik hipokrom. Dalam skenario hasil MCV, MCH dan MCHC
menggambarkan bahwa anemia yang terjadi adalah anemia mikrositik hipokrom.
Hanya dari riwayat pasien diketahui bahwa dalam masa kehamilan tidak terjadi
komplikasi yang menunjukkan bahwa anemia defisiensi besi sangat tidak mungkin
terjadi.
Hb S
Hb S sama seperti thalassemia merupakan kelainan dalam pembentukan hemoglobin
/ hemaglobinopathy yang merupakan suatu keadaan gangguan dalam sintesis globin
yang mengakibatkan terjadi gangguan dalam bentuk eritrosit, berbeda dengan
thalassemia yang terjadi adalah penurunan atau hilangnya sintesis globin. Hb variant
dapat berupa HbS (anemia sickle cell) yang umumnya tidak mengalami penurunan
Hb yang berat.
Diagnosis kerja yang diambil dalam skenario 2 PBL blok 23 Hematologi dan Onkologi
adalah thalassemia – β mayor. Thalassemia – β mayor seperti yang sudah dijelaskan di
22
atas memiliki gejala klinis berupa anemia yang sangat berat dengan kadar Hb yang sangat
rendag 3-4 gr%. Ditemukan juga eritrosit hipokrom yang sangat poikilositosis, termasuk
sel target, sel tear drop dan eliptosit.
Untuk menegakkan diagnosis pasti dari thalassemia – β mayor perlu dilakukan
elektroforesa Hb yang akan menunjukkan terutama HbF, dengn sedikit peningkatan
HbA2, HbA dapat tidak ada atau menurun drastic.
Diagnosis kerja thalassemia – β mayor diambil karenadalam skenario ditemukan bahwa
anak yang berusia 7 hari memiliki gejala yang sangat berat, dengan hasil pemeriksaan Hb
yang turun drastis dan nilan MCV, MCH, dan MCHC menunjukkan adanya anemia
mikrositik hipokromik, dan ditemukan adanya hepatosplenomegali yang menunjukkan
adanya suatu hematopoiesis ekstrameduler yang terjadi karena adanya kerusakan
precursor eritroid di sumsum tulang akibat proses pengendapan dari rantai globin – α.
11. Penanganan
Penanganan dari thalassemia sampai saat ini beluma ada yang dapat menyembuhkan
karena thalassemia terjadi karena adanya kelainan genetic, oleh sebab itu diperlukan
terapi gen untuk mengobati thalassemia yang sampai saat ini belum dapat dilakukan
karena tingginya variasi mutasi gen dalam thalassemia.9
11.1. Penanganan Thalassemia – α
Penderita thalassemia – α tidak membutuhkan penanganan. Kecuali pada keadaan
hemoglobin H disease memerlukan penambahan asam folat dan harus menghindariobat-
obat yang bersifat oksidatif karena penggunaan obat yang bersifat oksidatif akan
mengakibatkan munculnya anemia. Hiperslepenisme dapat diatasi dengan spelenktomi.
Genetic konseling perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hydrops fetalis.9
23
Tindakan splenektomi juga kadang-kadang diperlukan untuk mengurangni jumlah
transfuse, dan mencegah terjadi tumpukan besi / hemosiderin di limpa. Untuk penderita
yang sudah mengalami splenektomi perlu diberi vaksinasi untuk pneumokokus dan
profilaksis menggunakan penisilin.7,9
Transplantasi darah dari sumsum tulang dan dari umbilical cord merupakan terapi
yang penting untuk anak-anak yang menderita thalassemia – β mayor, sebelum
transplantasi harus melihat kecocokkan HLA. Transplantasi sumsum tulang memberikan
hasil yang baik dalam thalassemia – β.7,9
13. Komplikasi
24
14. Prognosis
Individu dengan thalassemia – β mayor memiliki prognosis tidak terlalu baik
karena pasien harus menjalani transfuse seumur hidup dan penggunaan obat kelator besi
seumur hidup yang tentu saja akan memberatkan baik di segi sosial atau segi ekonomi.
Angka kesakitan dan angka kematian pada thalassemia – β mayor terjadi karena adanya
iron over loading dan anemia yang berat yang dapat mengakibatkan hipoksia jaringan
yang berat bila pasien tidak mengalami transfusi darah dang penggunaan obat kelator
besi. Penumpukan besi dijaringan hemokromatosis dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan fungsi endocrine, gangguan fungsi hati, ginjal dan gangguan fungsi jantung.9
Daftar Pustaka
25
8. Atmakusuma,Djumhana. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II edisi V : manifestasi
klinis, pendekatan diagnosis dan thalassemia intermedia. Internapublishing: Jakarta;
2009. h. 1387-93
9. Laosombat,Vichai., Viprakasit,Vip., Chotsampancharoen,Thirachit,etc. Clinical
features and molecular analysis in Thai patients with HbH disease. Ann Hematol
2009; 88(may). p. 1185–92
26