Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM DASAR-DASAR EKOLOGI


ACARA I
SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

Disusun oleh :
Nama : Rahmi Sarita

NIM : 17/412891/PN/15213

Gol/Kel : A4/5

Asisten : 1. Blodot Adi Luhung


2. Bagus Kresna U.D.K
3. Ulya Nur Rozanah

LABORATORIUM MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN


SUB LABORATORIUM EKOLOGI TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2018
ACARA I
SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK

I. TUJUAN
1. Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman
2. Mengetahui tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang
berbeda

II. TINJAUAN PUSTAKA


Ekologi adalh ilmu yang mempelajari tentang organisme dalam lingkungan
hidupnya atau hubungan timbal balik antara organisme dengan lingkungan hidupnya.
Ekologi memuat tiga unsur penting yaitu materi, energi dan informasi. Lingkungan
suatu organisme dapat bersifat biotik dan abiotik. Salah satu prinsip utama ekosistem
adalah adanya salinitas (James, 2001).
Salinitas atau kadar garam telah diketahui sebagai faktor ekologi dalam
kehidupan hewan dan tumbuhan. Tidak hanya secara langsung karena keberadaannya di
air tempat mereka hidup atau akar mereka berada, tetapi juga secara tidak langsung
melalui keberadaannya di tanah atau air tanah. Hal ini akan mempengaruhi distribusi
dan komposisi dari flora dan fauna. Variasi dari kadar garam di air mungkin akan
mengurangi produktivitas atau bahkan membunuh hewan dan tumbuhan yang hidup
disitu atau yang terserap melalui akar atau yang meminumnya. Oleh karena itu terdapat
kadar optimum garam, baik secara kualitas (komposisi kimia) dan kuantitas (konsentrasi
total) yang berada bagi setiap spesies. Jangkauan dari kondisi optimum kadar garam
sangat berbeda antara spesies dan sensitifitas dari setiap spesies mungkin berbeda
ditingkatan berbeda pada siklus hidup mereka. Perubahan kadar garam (baik kualita
maupun kuantitas) akan mencapai maksimal dengan konsentrasi yang lebih besar
karena evaporasi dan mencapai minimum dengan konsentrasi yang lebih rendah karena
pelemahan ooleh air hujan. Dengan batasan-batasan kadar garam maksimum dan
minimum, organisme telah beradaptasi secra baik menghadapi variasi-variasi kadar
garam pada lingkungan mereka (Woodbury, 1953).
Kadar garam akan mempengaruhi proses fisiologis dan morfologis dalam
hubungan dengan keseimbangan air dalam tubuh tanaman. Pengaruh tersebut dapat
berupa pengurangan ukuran dan jumlah daun dan penurunan jumlah stomata per unit
daun, yang akhirnya akan menurunkan produksi tanaman.secara umum tingkat salinitas
tanah yang tinggi memiliki efek ganda pada tumbuhan, yaitu mengurangi potensi air
pada jaringan karena meningkatnya potensi osmotic pada pekaran, dan member efek
racun secara langsung karena ion Na dan Cl yang tinggi terakumulasi pada jaringan
tanaman (Lane, 2011).
Salah satu pembatas abiotik adalah salinitas, yaitu akumulasi garam terlarut
dalam sistem pengairan pada zona perakaran sehingga tanaman tidak mampu menyerap
air dari laurtan tanah dalam jumlah cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Bila penyerapan air menurun, maka tanaman akan memperlihatkan gejala kekeringan
dan bila tidak segera diatasi, maka dapat menimbulkan kerugian bahkan gagal panen (
Sutanto, 2005).
Berdasarkan ketahanan terhadap salinitas, tumbuhan dibedakan menjadi dua
yaitu halofita dan glikofita. Tumbuhan halofita merupakan jenis tumbuhan yang mampu
hidup dan bertahan pada kondisi salinitas tinggi, sedangkan glikofita merupakan
tumbuhan yang tidak dapat hidup dalam kondisi demikian (Garg et al., 2013). Tanaman
mangrove merupakan salah satu contoh tanaman halofita. Adaptasi tanaman mangrove
secara anatomi terhadap keadaan tanah dan kekurangan oksigen adalah melalui lentisel
pada akar napas, batang, dan organ lainnya (Onrizal, 2005). Dengan memiliki anatomi
seperti itu, tanaman mangrove dapat menyelesaikan siklus hidupnya di lingkungan
dengan kadar garam yang tinggi. Sedangkan, tanaman glikofita tidak memiliki organ
seperti tanaman halofita sehingga tidak akan mampu bertahan hidup di lingkungan
dengan kadar garam tinggi (Sugandawati, 2012).
Keberadaan kadar garam di dalam tanah sangat mempengaruhi tanaman karena
tanaman merupakan organisme yang bersifat holofatik atau menggunakan cairan untuk
melarutkan unsur hara agar dapat diserap dan digunakan untuk melangsungkan
kehidupannya. Apabila kadar garam yang terkandung dalam larutan tinggi, maka makin
tinggi pula tekanan osmotiknya sehingga menyebabkan tanaman sukar menyerap unsur
hara tersebut. Berdasarkan tingkat respon tanaman terhadap kadar garam, tanaman di
golongkan dalam tiga macam, yaitu:
1. Halofit
Halofil merupakan kelompok tanaman yang cukup toleran terhadap keberadaan sanitas
yang tinggi. Contohnya adalah semua tanaman pangan kecuali padi
2. Glikofit
Glikofit merupakan kelompok tanaman yang rentan akan keberadaan salinitas yang
tinggi maupun rendah. Contohnya adalah timun
3. Euhalofit
Euhalofit merupakan kelompok tanaman yang tidak dipengaruhi akan keberadaan
salinitas yang tinggi. Contohnya adalah kelapa
( Flowers et al., 2014 )
Cekaman salinitas mempengaruhi perkecambahan dengan mencegah penyeapan
air dan juga memasukkan ion beracun ke dalam embrio dan bibit. Tingkat toleransi
tanaman terhadap cekaman garam jauh lebih besar selama perkecambahan biji daripada
selama fase berikutnya, seperti pertumbuhan bibit dan perkembangan tanaman. Kadar
garam yang tinggi menjadikan tekanan osmotik larutan diluar sel meningkat
sehinggalarutan yang ada didalam tanaman teserap keluar, dengan kata lain penyerapan
air dan unsur hara lain oleh akar menjadi terganggu (Suwarno, 1985).
III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Dasar-Dasar Ekologi yang berjudul “Salinitas sebagai Faktor
Pembatas Abiotik” dilakukan oleh golongan A4 pada hari Kamis, 22 Februari 2018 di
rumah kaca dan Laboratorium Ekologi Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat-alat yang digunakan adalah timbangan
analitik, gelas ukur, erlenmeyer, alat pengaduk, peralatan tanam, dan penggaris.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah polibag, larutan NaCl 4000 ppm dan
8000 ppm, pupuk kandang, kertas label, serta tiga macam benih tanaman, yaitu padi
(Oryza sativa), kacang tanah (Arachis hypogaea), dan timun (Cucumis sativus).
Cara kerja yang dilakukan yaitu, pertama disiapkan 12 polybag yang diisi tanah
kurang lebih ¾ bagian. Tanah yang digunakan dibersihkan dari kerikil, sisa-sisa akar
tnaman lain, dan kotoran agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Kemudian pada
tiap-tiap polybag ditanam 5 benih yang sehatdari jenis tanaman yang diperlukan.
Selama satu minggu dilakukan penyiraman dengan air biasa, setelah itu bibit dalam
polybag dijarangkan hingga hanya terdapat 2 bibit yang sehat dan paling bagus
pertumbuhannya. Larutan NaCl yang telah dibuat dengan konsentrasi 4000 dan 8000
ppm digunakan sebagai perlakuan, dimana sebagai pembanding digunakan air aquades.
Kemudian bibit disiram dengan larutan NaCl sesuai dengan perlakuan (0 ppm, 4000
ppm, dan 8000 ppm). Untuk perlakuan 0 ppm, penyiraman digunakan air biasa.
Penyiraman dilakukan sebanyak 7 kali dengan selang waktu dua hari sekali, hingga
umur tanaman mencapai 21 hari. Penagamatan dilakukan setiap pemberian/aplikasi
penyiraman larutan garam meliputi Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun. Setelah 21 hari,
tanaman dipanen dan diamati Panjang Akar, Bobot Segar, Bobot Kering Tanaman, dan
Luas Daun. Setelah itu dibuat grafik tinggi tanaman vs hari pengamatan dan grafik
jumlah daun vs hari pengamatan, serta histogram panjang akar, histogram berat segar
dan histogram berat kering, serta histogram luas daun pada masing-masing konsentrasi
tiap komoditas.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN

Tabel 1.1 Tinggi Tanaman dalam Berbagai Perlakuan


Tinggi tanaman padi pada pengamatan ke- (cm)
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 3.74 4.38 5.40 6.04 6.94 7.51 7.89 8.58
4000 ppm 3.43 3.83 4.21 4.84 5.48 6.00 6.28 6.96
8000 ppm 3.60 3.93 4.41 4.99 5.77 6.36 6.65 7.26
Tinggi tanaman kacang tanah pada pengamatan ke- (cm)
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 2.47 5.38 7.31 9.55 11.90 13.23 14.58 16.33
4000 ppm 2.50 5.16 7.68 9.93 11.23 12.63 13.73 15.12
8000 ppm 3.78 6.62 9.01 12.39 14.03 14.70 15.89 16.54
Tinggi tanaman mentimun pada pengamatan ke- (cm)
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 7.28 8.66 9.83 10.47 10.99 12.95 14.68 16.35
4000 ppm 8.18 9.54 10.32 10.97 11.55 12.92 14.03 14.95
8000 ppm 7.77 8.94 9.97 10.48 10.81 12.61 13.73 14.29

Tabel 1.2 Jumlah Daun Tanama dalam Berbagai Perlakukan


Jumlah daun padi pada pengamatan ke-
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 1 2 3 3 3 3 4 4
4000 ppm 1 2 2 3 3 3 3 4
8000 ppm 1 2 2 3 3 3 3 3
Jumlah daun kacang tanah pada pengamatan ke-
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 11 15 17 22 27 32 36 40
4000 ppm 11 13 18 22 26 30 34 34
8000 ppm 11 15 21 23 26 28 29 31
Jumlah daun mentimun pada pengamatan ke-
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8
0 ppm 3 3 3 4 4 4 3 6
4000 ppm 3 3 4 4 4 4 5 6
8000 ppm 3 3 4 4 4 5 5 5

Tabel 1.3 Bobot Segar (BS), Bobot Kering (BK), Luas Daun (LD), dan Panjang Akar
(PA) dalam berbagai perlakuan

BS BK PA LD
Komoditas Perlakuan
(gram) (gram) (cm) (cm2)

Padi 0 ppm 0.24 0.17 9.7 30.63


4000 ppm 0.19 0.06 7.93 28.30
8000 ppm 0.20 0.05 7.69 19.57
Kacang 0 ppm 6.07 0.79 23.56 144.15
Tanah 4000 ppm 6.55 0.86 20.87 129.78
8000 ppm 5.71 0.68 23.23 94.15
Mentimun 0 ppm 4.70 0.38 16.49 101.23
4000 ppm 4.37 0.42 17.60 85.64
8000 ppm 4.08 0.28 14.20 97.72

B. PEMBAHASAN
Salinitas dapat diartikan sebagai kadar garam yang terkandung dalam tanah.
Menurut hukum toleransi Shelford, organisme mempunyai batasan minimum dan
maksimum terhadap setiap faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Kutub-kutub
tersebut dikenal sebagai batas toleransi, yang berbeda untuk setiap organisme.
Garam-garam yang terlarut dalam tanah merupakan unsur yang esensial bagi
pertumbuhan tanaman, tapi kehadiran larutan garam yang berlebih didalam tanah akan
meracuni tanaman. Kadar garam yang tinggi akan menghambat perkecambahan benih,
kualitas hasil, produksi dan merusak jaringan tanaman. Kadar garam (salinitas) akan
mempengaruhi proses fisiologi dan morfologi dalam hubungannya dengan
keseimbangan air dalam tubuh tanaman. Dalam kaitannya dengan lingkungan salin,
tanaman tingkat tinggi ada yang toleran terhadap batas-batas tertentu (kelompok
halofit), rentan terhadap kadar garam tinggi (kelompok glikolifit), dan tahan menhadapi
salinitas tinggi (kelompok euhalofit), contohnya adalah mangrove dan kelapa. Dampak
salinitas dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu primer (secara langsung mempengaruhi
tanaman) dan sekunder (tidak secara langsung mempengaruhi tanaman, melalui
beberapa tahap salah satu contohnya adalah melalui proses osmosis).
Adapaun faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas tanah antara lain adalah
perputaran air, keberadaan unsur kimia dalam tanah, penguapan, dan curah hujan. Pada
penguapan, makin besar tingkat penguapan, maka salinitasnya akan makin tinggi dan
sebaliknya pada tingkat penguapanyang rendah, maka akan rendah kadar garamnya.
Lalu ada pula faktor dari curah hujan, makin besar atau banyak curah hujan maka
salinitas tanah itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit atau kecil curah hujan
yang turun salinitas akan tinggi.
Pemberian konsentrasi garam yang tidak sesuai mengakibatkan terganggunya
pembesaran sel, pembelahan sel serta metabolisme sel pada tanaman. Unsur-unsur yang
terdapat dalam garam bersifat irreversible dalam artian pada konsentrasi yang rendah
ion Na dan Cl dimanfaatkan tanaman untuk memacu pertumbuhan daun. Tetapi jika
garam pada konsentrasi tinggi justru akan bersifat racun pada tanaman.
Garam-garam yang larut dalam tanah merupakan unsur-unsur yang esensial bagi
pertumbuhan tanaman, tapi kehadiran larutan garam yang berlebih di dalam tanah akan
meracuni tanaman. Kadar garam yang tinggi akan menghambat perkecambahan benih,
kualitas hasil, produksi dan merusak jaringan tanaman. Kadar garam (salinitas) akan
mempengaruhi proses fisiologi dan marfologi dalam hubunganya dengan keseimbangan
air dalam tubuh tanaman. Dalam kaitannya dalam lingkungan salin, tanaman tingkat
tinggi ada yang toleran (kelompok halofit) dan rentan (kelompok glikofit) terhadap
kadar garam tinggi.
Berdasarkan adaptasi tanaman terhadap tingkat salinitas berbeda, maka tanaman
dapat dibagi menjadi:
1. Halofit, yaitu tanaman yang toleran terhadap kadar salinitas yang tinggi.

2. Euhalofit, yaitu tanaman yang tahan terhadap kadar salin tinggi.

3. Glikofit, yaitu tanaman yang rentan pada kadar salin tinggi.


Dalam praktikum ini dilakukan percobaan mengecambahan tiga macam biji
dengan tingkat salinitas berbeda. Tiga jenis tanaman tersebut yakni padi (Oryza sativa),
kacang tanah (Arachis hypogaea), dan timun (Cucumis sativus).Setiap tanaman akan
mendapatkan 3 perlakuan salinitas 0 ppm (kontrol), 3000 ppm, dan 6000 ppm.Tanaman
yang toleran dapat berhasil mengatasi cekaman salinitas antara lain dengan cara
meningkatkan kadar zat yang bersifat melindungi tanaman seperti dekstrosa atau gula
total dan menekan kadar zat-zat yang bersifat meracuni. Akan tetapi, pada laporan ini
yang akan di bahas hanya komoditas timun (Cucumis sativus).

Tinggi Tanaman Mentimun


18
Tinggi Tanaman (cm)

16
14
12 0 ppm
10 4000 ppm
8 8000 ppm
6
1 2 3 4 5 6 7 8
Pengamatan Hari ke-n

Grafik 1.1 Tinggi Tanaman Timun


Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa dari awal pertumbuhan hingga akhir
pengamatan, tinggi tanaman timun dengan perlakuan 0 ppm lebih tinggi dibanding 4000
ppm dan 8000 ppm. Tanaman timun dengan perlakuan 8000 ppm merupakan tanaman
dengan tinggi tanaman yang paling rendah, hal ini terjadi karena kadar garam yang
diberikan pada perlakuan dengan kadar air salin 8000 ppm sudah melebihi batas
toleransi tanaman timun. Pemberian air salin akan menambah ketersediaan unsur hara,
tetapi apabila jumlahnya berlebihan justru dapat menghambat pertumbuhan karena
mengikat unsur-unsur hara sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini
membuktikan bahwa tanaman timun merupakan kelompok tanaman yang rentan
terhadap salinitas atau yang disebut dengan glikolifit.
Pada hari pengamatan pertama sampai hari pengamatan keenam dengan
perlakuan penyiraman larutan garam konsentrasi 4000 ppm, tinggi tanaman relatif
selalu menjadi yang tertinggi. Hal ini merupakan sebuah penyimpangan, dimana
seharusnya tanaman yang pertumbuhannya paling signifikan adalah tanaman dengan
perlakuan penyiraman dengan konsentrasi 0 ppm (bukan larutan salin), karena
pertumbuhan optimum tanaman kedelai seharusnya terjadi pada kondisi dengan tingkat
salinitas 0 ppm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penyiraman yang tidak teratur,
kesalahan pada pengukuran, dan kesalahan pada proses penyiraman tanaman. Penyebab
lainnya kemungkinan karena kedelai toleran terhadap tingkat salinitas tertentu, sehingga
pertumbuhan tanaman relatif normal pada keadaan salin. Hal ini ditunjukkan dengan
trend pertambahan tinggi pada grafik yang stabil pada tiap perlakuan per hari
pengamatan

Jumlah Daun Tanaman Mentimun


7
6
Jumlah Daun

5
4 0 ppm
3 4000 ppm
2 8000 ppm
1
1 2 3 4 5 6 7 8
Hari

Grafik 1.2 Jumlah Daun Timun


Gambar diatas adalah grafik jumlah daun tanaman timunyang meningkat dari
hari ke harinya, namun pada jumlah daun pada konsentrasi 0 ppm pada hari 7 menurun,
hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu diantaranya daunnya gugur karena
layu, kekurangan air karena tidak disiram maupun kekeliruan pada saat menghitung
jumlah daun. Namun pada hari 8 yaitu dimana hari dipanennya tanaman jumlah daun
pada konsentrasi 0 ppm merupan tanaman dengan jumlah daun terbanyak yang diikuti
oleh tanaman dengan konsentrasi 4000 ppm dan 8000 ppm, jumlah daun pada
konsentrasi 8000 ppm memiliki jumlah daun paling sedikit.
Timun merupakan jenis tanaman yang rentan terhadap tingkat salinitas yang
tinggi. Terbukti dari percobaan yang telah dilakukan yaitu jumlah daun palin sedikit
dimiliki oleh tanaman timun yang yang diberi perlakuan kadar garam dengan
konsentrasi 8000 ppm karena adar garam yang terlalu tinggi dapat menghambat proses
fisiologi tanaman.
Bobot Segar dan Bobot Kering Tanaman
Timun
5.00

Bobot (gram)
4.00
3.00
2.00 Bobot Segar
1.00 Bobot Kering
0.00
0 ppm 4000 ppm 8000 ppm
Perlakuan

Histogram 1.1 Bobot Segar dan Bobot Kering Timun


Histogram diatas menunjukkan perbandingan bobot tanamn dalam gram
sebelum dan sesudah dioven setelah dipanen pada perlakuan dengan konsentrasi 0 ppm,
4000 ppm, dan 8000 ppm. Dari histogram diatas dapat dilihat bahwa bobot segar dan
bobot kering dari timun pada konsentrasi 0 ppm lebih besar dibandingkan dengan bobot
segar dan bobot kering timun pada konsentrasi salin 4000 ppm dan 8000 ppm. Bobot
segar dan bobot kering pada konsentrasi salin 8000 ppm merupakan yang paling rendah,
hal tersebut terjadi karena timun merupakan tanaman yang mengandung banyak air dan
merupakan tanaman glikolifit yang rentan terhadap salinitas.
Dari histogram diatas juga dapat diketahui bahwa setiap perlakuan terjadi
pengurangan bobot segar dan kering. Karena pada dasarnya tanaman timun merupakan
tanaman yang rentan terhadap salinitas, sehingga semakin ditambah konsentrasi
garamnya akan semakin mengurangi bobot segar dan bobot kering tanaman timun
tersebut.

Panjang Akar Mentimun


20
Panjang Akar (cm )

15

10

0
0 ppm 4000 ppm 8000 ppm
Perlakuan

Histogram 1.2 Panjang Akar Timun


Histogram di atas menggambarkan panjang akar masing-masing tanaman
timun pada tingkat kesalinan 0 ppm, 4000 ppm, dan 8000 ppm. Dari histogram diatas
dapat dilihat bahwa panjang akar timun yang terpanjang ada pada tanaman timun
dengan konsentrasi 4000 ppm, disusul dengan konsentrasi salin 0 ppm, dan kemudian
konsentasi salin 8000 ppm. Hal tersebut dapat terjadi karena pada tingkat kesalinan
4000 ppm, tanaman timun butuh penyesuaian untuk tumbuh sehingga akar mencari
unsur hara dengan kemampuan maksimum, sedangkan pada tingkat kesalinan 8000
ppm, tanaman timun sudah tidak sanggup untuk menahan lingkungannya yang begitu
salindan membuat akar tidak bekerja secara maksimal. Pada tingkat kesalinan 0 ppm,
tanaman timun dapat tumbuh dengan baik sehingga akar bekerja mencari hara dengan
kemampuan yang cukup.

Luas Daun Tanaman Mentimun


105
100
Luas Daun (cm^2)

95
90
85
80
75
0 ppm 4000 ppm 8000 ppm
Perlakuan

Histogram 1.3 Luas Daun Timun


Histogram di atas menggambarkan luas daun masing-masing tanaman timun
pada tingkat kesalinan 0 ppm, 4000 ppm, dan 8000 ppm. Dari histogram diatas dapat
dilihat bahwa luas daun timun yang terbesar ada pada tanaman timun dengan
konsentrasi 0 ppm, disusul dengan konsentrasi salin 8000 ppm, dan kemudian
konsentasi salin 4000 ppm. Pada perlakuan 0 ppm luas daun timun merupakan luas
daun yang terbesar, karena kegiatan fotosintesis yang dilakukan oleh tanaman timun
yang tepatnya pada daun berjalan normal tanpa ada nya ketidakstabilan unsur hara,
sedangkan pada tanaman timun dengan konsentrasi 4000 ppm dan 8000 ppm, unsur
hara yang dimiliki sudah berkurang begitu juga dengan jumlah air yang menjadi nutrisi
pada tanaman timun juga berkurang. Sehingga kondisi yang baik bagi tanaman timun
agar luas daun timun menjadi lebar adalah pada saat konsentrasi kesalinan 0 ppm.
V. KESIMPULAN

1. Tingkat salinitas tertentu pada tanah tanah akan berdampak pada pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Pada tanaman timun yang ditanam pada tanah salin,
terjadi pemendekan akar, melambatnya laju pertambahan daun dan tinggi
tanaman. Selain itu, bobot segar dan kering tanaman yang hidup pada keadaan
salin akan lebih rendah daripada tanaman yang hidup normal. Akan tetapi, terjadi
penyimpangan hasil, dimana tinggi tanaman pada hari pertama pengamatan
sampai keenam dengan penyiraman 4000 ppm lebih tinggi disbanding perlakuan 0
ppm. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kesalahan perngukuran ataupun
perlakuan pada saat penyiraman.
2. Pada perlakuan penyiraman dengan konsentrasi 0 ppm, tanaman timun tumbuh
dengan optimal, sedangkan pada perlakuan penyiraman dengan konsentrasi 4000
dan 8000 ppm, tanaman kedelai mengalami pelambatan pertumbuhan. Akan
tetapi, tanaman kedelai relative toleran terhadap kondisi salin dengan tingkat
tertentu.

SARAN
Jalannya praktikum harus lebih teratur lagi, agar data yang didapatkan lebih
valid dan sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA

Flowers, J., D. Colmer. 2014. Plant salt tolerance: adaptations in halophytes. Annals of
Botany 115: 327 – 331.
Garg, R., Mohit, V., Shashank A., Rama S., Manoj M., and Mukesh, Jain.2013. Deep
transcriptome sequencing of wild halophyterice, Portesia coarctata, provides
novel insights into the salinity and submergence tolerance factors. Journal of
DNA Research 21:69-84.
James, E. 2001. General Ecology. Wm C Brown, United States of Amerika.
Lane, R., Sumin, Kim, A., Thomas, V. A., Parrish D. K. 2012. Salinity Effects on
Germination and Plant Growth of Prairie Cordgrass and Switchgrass.
Department of Crop Sciences, University of Illinois. USA.
Onrizal. 2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove Pada Lingkungan Salin dan Jenuh Air.
Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
<http://library.usu.ac.id/donwload/fb/hutan-onrizal9>. Diakses 24 Maret 2018.
Rahmawati. 2012. Status perkembangan dan perbaikan genetik padi menggunakan
teknik transformasi Agrobacterium. Jurnal Agrobiogen 2 : 11-29.
Sutanto, R. 2005. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Kanisius, Yogyakarta.
Suwarno. 1985. Pewarisan dan Fisiologi Sifat Toleran terhadap Salinitas pada Tanaman
Padi.
Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor , Bogor.
Woodbury dan A. Michael. 1953Principle of General Ecology. Mc Graw-Hill Book
Company, New York.
LAMPIRAN

Gambar 1. Tanaman Timun Gambar 2. Tanaman Timun


Pengamatan ke-3 Pengamatan ke-6

Gambar 3. Tanaman Padi Gambar 4. Tanaman Padi


Pengamatan ke-3 Pengamatan ke-6
Gambar 5. Tanaman Kacang Gambar 6. Tanaman Kacang
Tanah Pengamatan ke-3 Tanah Pengamatan ke-6

Anda mungkin juga menyukai