Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH STRATEGI PEMBELAJARAN BIOLOGI

Model Pembelajaran Discovery Learning

Dosen Pengampu : Dr. Baskoro adi Prayitno, M.Pd

Disusun oleh :

1. Chandra Irawan (K4316016)


2. Cindy Nofita P (K4316018)
3. Isna Nuri Kurnia Widhi (K4316036)
4. Myanda Azkya A (K4316044)
5. Nisa Setyawati (K4316046)
6. Suci Nur Cahyani (K4316062)

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2017
Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah subhanahu wa a’ala karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Model Pembelajaran
Discovery guna memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Biologi. Penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Ucapan terima kasih itu penulis sampaikan antara lain kepada:

1. Bapak Dr. Baskoro Adi Prayitno, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis,
2. orang tua yang selalu mendukung dan memotivasi penulis,
3. teman-teman yang memberikan informasi dan saran kepada penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemajuan penulisan makalah
penulis di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta, 5 November 2017

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................................ i


BAB I ....................................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ................................................................................................................... iii
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... iii
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... iii
1.3 Tujuan......................................................................................................................... iv
1.4 Manfaat............................................................................................................................ iv
BAB II........................................................................................................................................ 1
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 1
BAB III ...................................................................................................................................... 9
PENUTUP.................................................................................................................................. 9
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 9
3.2 Saran ............................................................................................................................ 9
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses
kehidupan. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri
karena pendidikan yang tinggi dapat mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat nonformal melainkan bersifat formal,
meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Peningkatan kualitas
pendidikan dicerminkan oleh prestasi belajar siswa. Sedangkan keberhasilan atau prestasi
belajar siswa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang bagus. Karena kualitas pendidikan
yang bagus akan membawa siswa untuk meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik.

Pada saat proses belajar–mengajar berlangsung di kelas, akan terjadi hubungan


timbal balik antara guru dan siswa yang beraneka ragam, dan itu akan mengakibatkan
terbatasnya waktu guru untuk mengontrol bagaimana pengaruh tingkah lakunya terhadap
motivasi belajar siswa. Selama pelajaran berlangsung guru sulit menentukan tingkah laku
mana yang berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa, misalnya gaya mengajar
mana yang memberi kesan positif pada diri siswa selama ini, strategi mana yang dapat
membantu kejelasan konsep selama ini, metode dan model pembelajaran mana yang tepat
untuk dipakai dalam menyajikan suatu pembelajaran sehingga dapat membantu mengaktifkan
siswa dalam belajar.

Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk lebih kreatif dalam
proses belajar – mengajar, sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan pada diri
siswa yang pada akhirnya meningkatkan motivasi belajar siswa.

Salah satu alternatif untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dipaparkan di


atas adalah model pembelajaran yang tepat bagi siswa serta dapat memecahkan masalah
yang dihadapi. Hudojo (Purmiasa, 2002: 104) mengatakan bahwa model pembelajaran akan
menentukan terjadinya proses belajar mengajar yang selanjutnya menentukan hasil belajar.
Berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada pendekatan, metode, serta teknik
mengajar yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, guru diharapkan selektif dalam menentukan
dan menggunakan model pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar guru harus
menguasai prinsip–prinsip belajar mengajar serta mampu menerapkan dalam proses belajar
mengajar. Prinsip – prinsip belajar mengajar dalam hal ini adalah model pembelajaran yang
tepat untuk suatu materi pelajaran tertentu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian model pembelajaran Discovery learning?
2. Bagaimana tahap enaktif, ionik, dan simbolik pada discovery learning environtment?
3. Apakah tujuan dari penggunaan mdel pembelajaran discovery learning?
4. Apa saja karakteristik dari model pembelajaran discovery learning ?

iii
5. Apa saja ciri-ciri dari model pembelajaran discovery learning?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran discovery learning?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian model pembelajaran Discovery learning
2. Mengetahui tahap enaktif, ionik, dan simbolik pada discovery learning environtment
3. Mengetahui tujuan dari penggunaan mdel pembelajaran discovery learning
4. Megetahui karakteristik dari model pembelajaran discovery learning
5. Mengetahui ciri-ciri dari model pembelajaran discovery learning
6. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran discovery learning

1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan mengenai model pembelajaran Discovery learning
2. Dapat mengaplikasikan model pembelajaran ini dalam melakukan kegiatan
pembelajaran
3. Dapat menentukan bagaimana model pembelajaran yang tepat digunakan untuk
melakukan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa
4. Dapat membandingkan kekurangan dan kelebihan model pembelajaran ini dengan
model pembelajaran yang lain

iv
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian model pembelajaran Discovery learning


Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran
mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya
tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends dalam Trianto, 2010: 51).
Sedangkan menurut Joyce & Weil (1971) dalam Mulyani Sumantri, dkk (1999:
42) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu, dan memiliki fungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar
mengajar.
Menurut Kardi dan Nur dalam Trianto (2011: 142) istilah model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Model
pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau
prosedur. Selanjutnya pengertian model pembelajaran didapat juga dari Models of
Teaching oleh Wilson yang menyebutkan bahwa:
Models of teaching deal with the ways in which learning environments and instructional
experiences can be constructed, sequenced, or delivered. They may provide theoretical or
instructional frameworks, patterns, or examples for any number of educational
components – curricula, teaching techniques, instructional groupings, classroom
management plans, content development, sequencing, delivery, the development of
support materials, presentation methods, etc. Teaching models may even be discipline or
student-population specific.
Pada Akhirnya setiap model pembelajaran memerlukan sistem pengelolaan
dan lingkungan belajar yang berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran yang
berbeda kepada siswa, pada ruang fisik, dan pada sistem sosial kelas. Sifat materi dari
sistem syaraf banyak konsep dan informasi-informasi dari teks buku bacaan, materi ajar
siswa, di samping itu banyak kegiatan pengamatan gambar-gambar. Tujuan yang akan
dicapai meliputi aspek kognitif (produk dan proses) dari kegiatan pemahaman bacaan dan
lembar kegiatan siswa (Trianto, 2010: 55).
Metode penemuan (discovery) diartikan sebagai prosedur mengajar yang
mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan,
sebelum sampai kepada generalisasi. Sehingga metode penemuan (discovery)
merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang
memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari
sendiri, dan reflektif (Suryosubroto 2009:178). Menurut Hanafiah metode penemuan

1
(discovery) merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh
kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,
kritis, dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku (2009: 77).
Richard dan asistennya mencoba self-learning pada siswa (belajar sendiri),
sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominate learning
menjadi situasi student dominated learning. Dengan menggunakan discovery learning,
ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui
tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar
anak dapat belajar sendiri (dalam Suryosubroto 2009:179).
Model discovery learning bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai
subjek dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang
secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Proses perkembangan harus
dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan
belajar.
Model discovery-inquiry atau discovery learning menurut Suryosubroto (2002)
diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan,
manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Discovery adalah
proses mental yang membuat siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu
prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Model discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005: 43). Discovery terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam
penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery
dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan. Proses tersebut
disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of
assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik 2001:219).

2.2 Tahap enaktif, ionik, dan simbolik pada discovery learning environtment
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap
enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami
lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan
pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar
dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic,
seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia

2
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan
sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang
seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara
sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak
menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan
mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive.
Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan
dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini
fase symbolic (Syah, 1996).

2.3 Tujuan dari penggunaan model pembelajaran discovery learning


Menurut Trianto (2010: 53) fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman
bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk
memilih model ini sangat dipengaruhi oleh sifat dari materi yang akan diajarkan, dan juga
dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta tingkat
kemampuan peserta didik. Di samping itu pula, setiap model pembelajaran juga
mempunyai tahap-tahap (sintaks) yang dapat dilakukan siswa dengan bimbingan guru.
Antara sintaks yang satu dengan sintaks yang lain juga mempunyai perbedaan.
Perbedaan-perbedaan ini, di antaranya pembukaan dan penutupan pembelajaran yang
berbeda antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat
menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran
yang beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini.

Metode pembelajaran penemuan (discovery) dalam proses belajar mengajar


mempunyai beberapa tujuan antara lain :

a. Meningkatkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam memperoleh dan memproses
perolehan belajar.

b. Mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup.

c. Mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya sumber informasi yang


diperlukan oleh para siswa.

d. Melatih peserta didik untuk mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungan sebagai


informasi yang tidak akan pernah tuntas digali (Moedjiono, 1993:83).

Adapun tujuan lain dari metode penemuan (discovery) dalam proses belajar
mengajar adalah sebagai berikut :

a. Mengembangkan sikap, keterampilan, kepercayaan peserta didik dalam memutuskan


sesuatu secara tepat dan objektif.
3
b. Mengembangkan kemampuan berfikir peserta didik agar lebih tanggap, cermat dan melatih
daya nalar (kritis, analis dan logis).

c. Membina dan mengembangkan sikap rasa ingin tahu.

d. Menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam belajar (Azhar, 1993:99).

2.4 Karakteristik dari model pembelajaran discovery learning


Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya model Discovery Learning merupakan
pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan
terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak
dalam Discovery, bahwa Discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih
sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori dan sistem-sistem
coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang
terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-kejadian (events).
Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima unsur,
dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua unsur dari
konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2) Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif;
3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4) Rentangan karakteristik; 5) Kaidah
(Budiningsih, 2005). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua
kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula.
Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-
contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan
dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa,
dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses
belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi.
Lingkungan ini dinamakan Discovery Learning Environment, yaitu lingkungan dimana
siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau
pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan
agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus berdasarkan pada
manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk memfasilitasi kemampuan siswa dalam
berpikir (merepresentasikan apa yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.

4
Dalam mengaplikasikan model Discovery Learning guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar
siswa sesuai dengan tujuan teacher oriented menjadi student oriented. (Sardiman, 2008)
Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya guru
harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang
scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam model Discovery Learning bahan ajar
tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan
menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka
sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa
yang dimengerti mereka. Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi model Discovery
Learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar
yang lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam model Discovery Learning menurut
Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi
seorang problem solver, seorang scientist, historian, atau ahli matematika. Melalui
kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang
bermanfaat bagi dirinya.
Karakteristik yang paling jelas mengenai Discovery sebagai model mengajar ialah
bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah
lebih berkurang dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa
guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan
kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya
melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning
atau Penemuan adalah pembelajaran untuk menemukan konsep, makna, dan hubungan
kausal melalui pengorganisasian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.

Karakteristik dari Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan yaitu :

5
1. Peran guru sebagai pembimbing;
2. Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan;
3. Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan kegiatan
menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta membuat
kesimpulan.

2.5 Ciri-ciri dari model pembelajaran discovery learning


Tiga ciri utama belajar dengan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
yaitu:
(1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan
menggeneralisasi pengetahuan;
(2) berpusat pada peserta didik;
(3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah
ada.Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan Menjadi Salah Satu Pilihan
dalam Implementasi Kurikulum 2013

2.6 Kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran discovery learning


Setiap model pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Oleh karena itu, guru harus kreatif dalam memilih model pembelajaran yang akan
digunakan. Model discovery learning memudahkan siswa untuk menemukan sendiri konsep-
konsep pembelajaran yang tidak diperoleh siswa dengan cara mendengarkan penjelasan dari
guru. Menurut Kemendikbud (dalam buku pelatihan guru Implementasi Kuriulum 2013:31),
mengatakan mengenai kelebihan dari discovery learning adalah sebagai berikut.

a. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan


dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang
tergantung bagaimana cara belajarnya.

b. Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh karena
menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

d. Strategi ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.

e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya


dan motivasi sendiri.

6
f. Strategi ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.
Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

h. Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada


kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang
baru.

k. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.

l. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik.

n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.

o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia
seutuhnya.

p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.

q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Model pembelajaran discovery learning lebih cocok untuk mengembangkan


pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang
fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan para siswa. Model pembelajaran
discovery learning tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. Ahli lain mengatakan
bahwa metode penemuan (discovery) ini mempunyai keuntungan yaitu sebagai berikut.

a. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan,


serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.

b. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat
kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

c. Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.

d. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju
sesuai dengankemampuannya masing-masing.

7
e. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk
belajar lebih giat.

f. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan
proses penemuan sendiri (Djamarah, 2002: 82).

Model pembelajaran discovery learning ini tidak efisien untuk mengajar jumlah
siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka
menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. Harapan-harapan yang terkandung dalam
metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-
cara belajar yang lama. Beberapa kelebihan yang lain pada metode penemuan (discovery) ini
antara lain:

a. Membantu siswa dalam mengembangkan atau memperbanyak penguasaan ketrampilan dan


proses kognitif siswa

b. Membangkitkan gairah belajar bagi siswa

c. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak lebih maju sesuai dengan kemampuannya
sendiri

d. Siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan
termotivasi sendiri untuk belajar

e. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepecayaan pada diri sendiri
melalui proses-proses penemuan (Suryosubroto, 2009: 185).

f. Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental

g. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik

h. Metode ini kurang berhasil digunakan di kelas besar

i. Bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional
mungkin akan sangat kecewa bila di ganti dengan metode penemuan (discovery)

j. Dengan menggunakan metode penemuan (discovery) ini proses mental terlalu


mementingkan proses pengertian saja atau pembentukan sikap dan keterampilan siswa
(Djamarah, 2002: 83).

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan asumsi
bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan
mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara
konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi. Pada intinya tidak ada model pembelajaran yang
sempurna. setiap model pembelajaran memiliki ke;ebihan dan kekurangannya.
Tinggal kemampuan para guru untuk dapat memilah dan memilih model
pembelajaran yang mana yang paling cocok dengan materi pembelajaran.

3.2 Saran
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan
kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis,
historis, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir,
tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

9
Daftar Pustaka

Alma, Buchari, dkk. 2010. Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar.
Bandung: Penerbit Alfabeta.

Arends, Richard. 2008. Learning to Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azhar, Lalu. 1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA. Surabaya: Usaha Nasional.

Brown, Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching, Fourth Edition. New
York: Addison Wesley Longman, Inc.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hanafiah Nanang dan Cucu Suhada. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika
Aditama.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum


2013 SMP Bahasa Inggris. Jakarta: Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan
dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia nomor 58 tahun 2014 tentang Kurkulum 2013 Sekolah
Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.

Moedjiono, Dimyati. 1993. Stategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depatemen Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional.

Sund, R.B. & Trowbridge, L.W. 1973. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School,
3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suryosubroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sutrisno, Joko. 2008. Pengaruh Metode Pembelajaran Inquiry dalam Belajar Sains terhadap
Motivasi Belajar Siswa. http://www.erlangga.co.id. (Diunduh pada Tanggal 4 September
2014).

Syah, Muhibin. 2004. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

10

Anda mungkin juga menyukai