Disusun oleh :
PENDIDIKAN BIOLOGI
SURAKARTA
2017
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah subhanahu wa a’ala karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Model Pembelajaran
Discovery guna memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran Biologi. Penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Ucapan terima kasih itu penulis sampaikan antara lain kepada:
1. Bapak Dr. Baskoro Adi Prayitno, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis,
2. orang tua yang selalu mendukung dan memotivasi penulis,
3. teman-teman yang memberikan informasi dan saran kepada penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kemajuan penulisan makalah
penulis di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
Daftar Isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses
kehidupan. Majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri
karena pendidikan yang tinggi dapat mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Pendidikan yang dimaksud disini bukan bersifat nonformal melainkan bersifat formal,
meliputi proses belajar mengajar yang melibatkan guru dan siswa. Peningkatan kualitas
pendidikan dicerminkan oleh prestasi belajar siswa. Sedangkan keberhasilan atau prestasi
belajar siswa dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang bagus. Karena kualitas pendidikan
yang bagus akan membawa siswa untuk meningkatkan prestasi belajar yang lebih baik.
Hal tersebut memperkuat anggapan bahwa guru dituntut untuk lebih kreatif dalam
proses belajar – mengajar, sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan pada diri
siswa yang pada akhirnya meningkatkan motivasi belajar siswa.
iii
5. Apa saja ciri-ciri dari model pembelajaran discovery learning?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran discovery learning?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian model pembelajaran Discovery learning
2. Mengetahui tahap enaktif, ionik, dan simbolik pada discovery learning environtment
3. Mengetahui tujuan dari penggunaan mdel pembelajaran discovery learning
4. Megetahui karakteristik dari model pembelajaran discovery learning
5. Mengetahui ciri-ciri dari model pembelajaran discovery learning
6. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran discovery learning
1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan mengenai model pembelajaran Discovery learning
2. Dapat mengaplikasikan model pembelajaran ini dalam melakukan kegiatan
pembelajaran
3. Dapat menentukan bagaimana model pembelajaran yang tepat digunakan untuk
melakukan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa
4. Dapat membandingkan kekurangan dan kelebihan model pembelajaran ini dengan
model pembelajaran yang lain
iv
BAB II
PEMBAHASAN
1
(discovery) merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh
kemampuan siswa secara maksimal untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,
kritis, dan logis sehingga siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sebagai wujud adanya perubahan tingkah laku (2009: 77).
Richard dan asistennya mencoba self-learning pada siswa (belajar sendiri),
sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominate learning
menjadi situasi student dominated learning. Dengan menggunakan discovery learning,
ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui
tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar
anak dapat belajar sendiri (dalam Suryosubroto 2009:179).
Model discovery learning bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai
subjek dan objek dalam belajar, mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang
secara optimal sesuai kemampuan yang dimilikinya. Proses perkembangan harus
dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan
belajar.
Model discovery-inquiry atau discovery learning menurut Suryosubroto (2002)
diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan,
manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Discovery adalah
proses mental yang membuat siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu
prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Model discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan,
melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005: 43). Discovery terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam
penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery
dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan. Proses tersebut
disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of
assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik 2001:219).
2.2 Tahap enaktif, ionik, dan simbolik pada discovery learning environtment
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic. Tahap
enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami
lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan
pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar
dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic,
seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
2
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan
sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang
seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara
sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak
menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di papan
mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase enactive.
Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau bagan
dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini
fase symbolic (Syah, 1996).
a. Meningkatkan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam memperoleh dan memproses
perolehan belajar.
Adapun tujuan lain dari metode penemuan (discovery) dalam proses belajar
mengajar adalah sebagai berikut :
d. Menggunakan aspek kognitif, afektif dan psikomotor dalam belajar (Azhar, 1993:99).
4
Dalam mengaplikasikan model Discovery Learning guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar
siswa sesuai dengan tujuan teacher oriented menjadi student oriented. (Sardiman, 2008)
Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya guru
harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang
scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam model Discovery Learning bahan ajar
tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan
menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis,
mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka
sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa
yang dimengerti mereka. Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi model Discovery
Learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar
yang lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam model Discovery Learning menurut
Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi
seorang problem solver, seorang scientist, historian, atau ahli matematika. Melalui
kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang
bermanfaat bagi dirinya.
Karakteristik yang paling jelas mengenai Discovery sebagai model mengajar ialah
bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru hendaklah
lebih berkurang dari pada metode-metode mengajar lainnya. Hal ini tak berarti bahwa
guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah problema disajikan
kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya dikurangi direktifnya
melainkan pelajar diberi responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning
atau Penemuan adalah pembelajaran untuk menemukan konsep, makna, dan hubungan
kausal melalui pengorganisasian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.
5
1. Peran guru sebagai pembimbing;
2. Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan;
3. Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan kegiatan
menghimpun, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta membuat
kesimpulan.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat pribadi dan ampuh karena
menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
d. Strategi ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
6
f. Strategi ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.
Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang
baru.
o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia
seutuhnya.
b. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat
kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
d. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju
sesuai dengankemampuannya masing-masing.
7
e. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk
belajar lebih giat.
f. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan
proses penemuan sendiri (Djamarah, 2002: 82).
Model pembelajaran discovery learning ini tidak efisien untuk mengajar jumlah
siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka
menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. Harapan-harapan yang terkandung dalam
metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-
cara belajar yang lama. Beberapa kelebihan yang lain pada metode penemuan (discovery) ini
antara lain:
c. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak lebih maju sesuai dengan kemampuannya
sendiri
d. Siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan
termotivasi sendiri untuk belajar
e. Membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepecayaan pada diri sendiri
melalui proses-proses penemuan (Suryosubroto, 2009: 185).
g. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik
i. Bagi guru dan siswa yang sudah terbiasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional
mungkin akan sangat kecewa bila di ganti dengan metode penemuan (discovery)
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan asumsi
bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan
mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara
konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi. Pada intinya tidak ada model pembelajaran yang
sempurna. setiap model pembelajaran memiliki ke;ebihan dan kekurangannya.
Tinggal kemampuan para guru untuk dapat memilah dan memilih model
pembelajaran yang mana yang paling cocok dengan materi pembelajaran.
3.2 Saran
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan
kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis,
historis, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir,
tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
9
Daftar Pustaka
Alma, Buchari, dkk. 2010. Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Azhar, Lalu. 1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA. Surabaya: Usaha Nasional.
Brown, Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching, Fourth Edition. New
York: Addison Wesley Longman, Inc.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
Hanafiah Nanang dan Cucu Suhada. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika
Aditama.
Moedjiono, Dimyati. 1993. Stategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depatemen Pendidikan dan
Kebudayaan Nasional.
Sund, R.B. & Trowbridge, L.W. 1973. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School,
3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company
Sutrisno, Joko. 2008. Pengaruh Metode Pembelajaran Inquiry dalam Belajar Sains terhadap
Motivasi Belajar Siswa. http://www.erlangga.co.id. (Diunduh pada Tanggal 4 September
2014).
Syah, Muhibin. 2004. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
10