Anda di halaman 1dari 17

I.

MAKSUD DAN TUJUAN

1.1 Maksud
Mewarnarnai kain kapas dengan zat warna belerang secara merata dan permanen.

1.2 Tujuan
Mengetahui pengaruh variasi Na2S dalam ketuaan dan kerataan warna pada pencelupan
kapas dengan zat warna belerang.

II. DASAR TEORI

2.1 Serat Kapas


Serat kapas merupakan salah satu bahan tekstil yang berasal dari serat alam, yaitu serat biji
tanaman Gossypium yang tumbuh di daerah lembab dan banyak disinari matahari. Tanaman
Gossypium termasuk keluarga Malvaceae. Pertumbuhan tanaman kapas sangat bergantung pada
tempat tumbuhnya.Tanaman ini tumbuh di daerah yang beriklim subtropis seperti Asia, Afrika,
Amerika Selatan dan Amerika Utara. Komposisi serat kapas tergantung pada jenis tanaman dan
derajat kesadahannya.Sekitar 90% komposisi serat kapas terdiri dari selulosa, sedangkan
sisanya adalah protein, pektin, malam, lemak, pigmen alam, mineral, dan air. Serat kapas
memegang peranan penting dalam bidang tekstil. Dengan berkembangnya serat sintetik tidak
menyebabkan serat kapas mulai ditinggalkan, namun dengan adanya perkembangan serat
buatan,meningkatkan penggunaan serat campuran yang memiliki sifat saling melengkapi kedua
sifat tersebut. Hal ini disebabkan karena serat kapas masih memiliki beberapa keunggulan yang
tidak dapat ditiru oleh serat buatan. Keunggualan serat kapas diantaranya mempunyai daya
serap yang baik terhadap air, sehingga nyaman apabila dipakai. Serat kapas juga mempunyai
beberapa kekurangan seperti mudah kusut dan mengkeret dalam pencucian.

2.1.1 Morfologi Serat Kapas


Bentuk morfologi penampang melintang serat kapas sangat bervariasi dari bentukpipih sampai
bentuk bulat, tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal yang terdiri daribagian kutikula,
dinding primer, dinding sekunder, dan lumen. Sedangkan bentuk penampang membujur serat
kapas adalah pipih seperti bentuk pita yang terpilin atau terpuntir membentuk puntiran dengan
interval tertentu. Kearah memanjang, serat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian besar,
bagian badan, dan bagyian ujung. Bentuk penampang melintang dan bentuk penampang
membujur serat kapas disajikan pada gambar berikut ini :
Gambar 1 Penampang Melintang dan Membujur Serat Kapas
Sumber : Soeprijono, dkk, Serat-serat Tekstil, ITT , Bandung, 1973, hlm 41.

Dimensi serat kapas (perbandungan panjang dan diameter) pada umumnya bervariasi dari 1000
: 1 sampai 5000 : 1.

2.1.2 Komposisi Serat Kapas


Serat kapas mentah mengandung selulosa. Selain selulosa, pada kapas mentah mengandung
pektin, lemak/malam, pigmen alam, mineral dan air. Komposisi serat kapas berbeda-beda
tergantung dari berbagai hal, antara lain jenis tanaman kapasnya, kondisitanah, cuaca, kualitas
air untuk irigasi, dan zat kimia yang digunakan untuk pupuk dan pestisidanya. Komposisi serat
kapas dapat dilihat pada Tabel 2.1.1 berikut :

Tabel 1 Persen Komposisi Serat Kapas


Komposisi % pada Serat % pada
Dinding
Serat
Selulosa 88 – 96 52
Pektin 0,7 – 1,2 12
Lilin 04 – 1 7,0
Protein 1,1 – 1,9 12
Abu 0,7 – 1,6 3
Senyawa
0,5 – 1,0 14
Organik

Sumber : Rahayu Hariyanti, Bahan Ajar Praktikum Evaluasi Kimia 1,

STTT Bandung 2005, hlm 15

a. Selulosa
Kandungan selulosa dalam kapas mentah berkisar antara 80% sampai 85 % sedangkan dalam
serat kapas yang telah dimasak dan dikelantang antara 99,5% sampai 99,5%.
b. Pektat
Jumlah pektin diperkirakan sekitar 0,6-1,2 %, Pektin adalah karbohidrat dengan berat molekul
tinggi dan struktur rantai seperti selulosa. Pektin dapat dihilangkan dalam pemasakan kapas
dengan larutan natrium hidroksida. Proses penghilngan pektin tidak banyak mempengaruhi
kekuatan maupun perusakan. c. Zat-zat yang mengandung protein

Diperkirakan bahwa zat protein dalam kapas adalah sisa-sisa protoplasma yang tertinggal
didalam lumen setelah selnya mati ketika buahnya membuka. Kadar nitrogen didalam serat
kapas kira-kira 3% dan apabila dirubah menjadi protein dengan faktor 6,25 akan memberikan
kadar protein 1,875%. Pemasakan kapas mengurangi kadar nitrogen menjadi kira-kira 1/10
kadar aslinya.

d. Abu

Kadar abu kapas sekitar 2%-3%, yang terdiri dari magnesium, kalium karbonat atau kalsium,
fosfat,sulfat atau chlorida dan garam garam karbonat. Pemasakan dan pemutihan akan
mengurangi kadar abu kapas menjadi kurang dari 0,1%.

2.1.3 Struktur Molekul Serat Kapas


Struktur Kimia Serat Kapas
Serat kapas tersusun atas selulosa yang komposisi murninya telah lama diketahui sebagai zat
yang terdiri dari unit-unit anhidro-beta-glukosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n dengan n
adalah derajat polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul. Selulosa dengan rumus
empiris (C6H10O5)n merupakan suatu rantai polimer linier yang tersusun dari kondensat
molekul-molekul glukosa yang dihubungkan oleh jembatan oksigen pada posisi atom karbon
nomor satu dan empat. Stuktur rantai-rantai molekul selulosa disusun dan diikat satu dengan
yang lainnya melalui ikatan Van der Waals. Struktur kimia dari selulosa dapat dilihat pada

Gambar 2.1.1

Gambar 2 Struktur Molekul Selulosa


Sumber: Soeprijono, P.Serat-Serat Tekstil, Institut Teknologi Tekstil, Bandung, 1973 halaman
45

Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH). Gugus hidroksil pada atom
karbon nomor lima merupakan alkohol primer (-CH2OH), sedangkan pada posisi 2 dan 3
merupakan alkohol sekunder (HCOH). Kedua jenis alkohol tersebut mempunyai tingkat
kereaktifan yang berbeda. Gugus hidroksil alkohol primer lebih reaktif daripada gugus hidroksil
alkohol sekunder. Gugus hidroksil merupakan gugus fungsional yang sangat menentukan sifat
kimia serat kapas, sehingga serat selulosa dinotasikan sebagai sel-OH dalam penulisan
mekanisme reaksi.

Struktur Fisika Serat Kapas


Serat kapas tersusun dari suatu rantai panjang anhidrida glukosa yang diorientasikan dan diikat
satu dengan lainnya melalui ikatan atau gaya hidrogen danvan der Waals. Orientasi rantai
molekul seluosa tersebut tidak semuanya sempurna, karena dipisahkan oleh bagian-bagian
disorientasi secara berselangseling. Sesunan rantai molekul selulosa yang teririentasi teratur
disebut kristalin, sedangkan yang tidak teratur (disorientasi) disebut amorf. Dari difraksi sinar
X diketahui bahwa selulosa terdiri dari 75 % bagian kristalin dan sisanya bagian amorf. Bagian
amorf mempunyai daya serap yang lebih besar dan kekuatan yang lebih rendah dibandingkan
dengan kristalin.

Pada bagian kristalin letak dan jarak antara molekul-molekul selulosa tersusun sangat teratur
dan sejajr satu sama lain. Pada bagian amorf letak dan jarak antara molekul-molekul selulosa
tidak teratur (ada jarak antara masing-masing molekul selulosa yang besar dan kecil ). Pada
jarak yang besar inilah molekul-molekul air dapat masuk sehingga volume seat akan
bertambah. Bentuk kristalin dan amorf serat kapas dapat dilihat pada Gambar 2.1.2

Gambar 3 Struktur Selulosa dengan Rantai Panjang Membentuk Bagian Kristalin dan Amorf
Sumber: Maya Komalasari, Serat Tekstil 1, Sekolah tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.

2.1.4 Sifat – Sifat Serat Kapas


Sifat Fisika
1. Warna
Warna kapas tidak betul-betul putih biasanya sedikit krem. Adanya warna inidisebabkan oleh
pigmen alam yang terkandung di dalam serat kapas. Pigmen yang menimbulkan warna pada
kapas belum diketahui dengan pasti. Warna kapas akan semakin tua setelah penyimpanan
selama 2 sampai 5 tahun. Karena pengaruh cuaca yang lama, debu, dan kotoran akan
menyebabkan warna keabu-abuan.
2. Kekuatan
Kekuatan serat perbundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci persegi. Kekuatan serat
terutama dipengaruhi oleh kadar selulosa dalam serat, panjang rantai dan orientasinya. Dalam
suasana basah, serat kapas akan memiliki kekuatan yang lebih besar dibanding dalam keadaan
kering. Hal ini disebabkan karena pada keadaan basah bentuk serat akan mengelembung
sehingga puntiran hilang. Dengan demikian gaya tarik yang diderita akan tersebar sepanjang
serat.

3. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat selulosa yang lainnya yaitu
berkisar 4-13 % dengan rata – rata 7% bergantung pada jenis serat kapasnya dan rata – rata
mulur sebesar 7%
4. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan kekuatan saat putus
dengan mulur saat putus.

5. Keliatan (toughness)
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk menerima kerja.
Serat kapas memiliki keliatan yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan serat-
serat selulosa yang diregenerasi.

6. Mouisture regain
Serat kapas mempunyai affinitas yang besar terhadap air. Serat kapas yang kering bersifat
kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat kapas bervariasi sesuai
dengan perubahan kelembaban relatif, pada kondisi standar kandungan air serat
kapas berkisar antara 7-8,5%.

7. Berat jenis
Berat jenis serat kapas adalah 1,5-1,56.

8. Indeks bias
Indeks bias serat kapas sejajar dengan sumbu serat adalah 1,58. Sedangkan indeks bias
melintang sumbu serat adalah 1,53.

Sifat Kimia
1. Pengaruh asam
Serat kapas tahan terhadap asam lemah, sedangkan asam kuat akan mengurangi kekuatan serat
kapas karena dapat memutuskan rantai molekul selulosa (hidroselulosa). Asam kuat dalam
larutan menyebabkan degradasi yng cepat sedangkan larutan yang encer apabila dibiarkan
mengering pada serat akan menyebabkan penurunan kekuatan.
2. Pengaruh alkali
Alkali kuat pada suhu didih air dan pengaruh adanya oksigen dalam udara akan menyebabkan
terbentuknya oksiselulosa. Alkali pada kondisi tertentu akan mengelembungkan serat kapas.

3. Pengaruh oksidator
Oksidator dapat menyebabkan terjadinya oksiselulosa yang mengakibatkan penurunan kekuatan
serat. Derajat kerusakan serat bergantung pada konsentrasi, pH dan suhu pengerjaan. 4.
Pengaruh mikroorganisme
Dalam keadaan lembab dan hangat, serat kapas mudah terserang jamur dan bakteri. Tetapi pada
kondisi kering, serat kapas mempunyai ketahanan yang cukup baik terhadap jamur dan
mikroorganisme.

2.2 Pencelupan
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam air
atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil ke dalam larutan tersebut sehingga
terjadi penyerapan zat warna ke dalam serat. Penyerapan zat warna ke dalam serat merupakan
suatu reaksi eksotermik dan reaksi keseimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam,
asam, alkali atau lainnya ditambahkan ke dalam larutan celup dan kemudian pencelupan
diteruskan hingga diperoleh warna yang dikehendaki.

Vickerstaf menyimpulkan bahwa dalam pencelupan terjadi tiga tahap :

a. Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak,
pada suhu tinggi gerakan molekul lebih cepat kemudian bahan tekstil dimasukkan ke dalam
larutan celup.

Serat tekstil dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga dalam tahap ini
terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan tertarik oleh serat atau tertolak
menjauhi serat. Oleh karena itu perlu penambahan zat-zat pembantu untuk mendorong zat
warna lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut
zat warna dalam larutan.

b. Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang cukup besar
dapat mengatasi gaya-gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat warna tersebut
dapat terserap menempel pada permukaan serat. Peristiwa ini disebut adsorpsi.

c. Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah
penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat. Tahap ketiga merupakan proses
yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan kecepatan celup.
2.3 Pencelupan dengan Zat Warna Belerang
Zat warna belerang merupakan suatu zat warna yang mengandung unsur belerang di dalam
molekulnya baik sebagai chromofornya maupun gugusan lain yang berguna dalam
pencelupannya. Zat warna ini tidak larut dalam air dan dapat dipakai untuk mencelup serat-
serat selulosa. Selain itu juga dipakai untuk mencelup serat wol. Beberapa di antaranya dapat
laur dalam air dan ada juga dalam pemakaiannya seperti cara pencelupan dengan zat warna
bejana. Golongan terakhir ini sering disebut dengan zat warna bejana belerang.

Nama dagang zat warna belerang adalah :

Sulphur (RRC)
Hydrosol (Hoechst –
Casella)
Thional (I.C.I)
Immedial (Hoechst –
Casella)
Solanen (Francolor)
Hydron (Casella)

2.3.1 Sifat – Sifat


Zat warna belerang termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam air. Beberapa di
antaranya ada yang larut dalam air dan menyerupai zat warna bejana. Zat warna ini tidak
langsung dipakai untuk mencelup serat selulosa tanpa direduksi terlebih dahulu. Sebagai
reduktor dapat digunakan natrium sulfida, natrium hidrosulfit atau campuran dari keduanya.
Sifat tahan cuci dan tahan sinarnya adalah baik dan harganya pun sangat murah. Hasil celupan
dengan zat warna belerang dapat menimbulkan kemunduran kekuatan bahan yang dicelupnya.

2.3.2 Mekanisme Pencelupan


Mekanisme pencelupan dengan zat warna belerang terdiri dari 3 pokok, yaitu :

1. Melarutkan (mereduksi) zat warna


Zat utama yang dapat digunakan untuk melarutkan adalah larutan natrium sulfida, dengan atau
tanpa tambahan natrium karbonat.

Reaksinya adalah sebagai berikut :

2. Mencelup
Bentuk zat warna yang telah tereduksi tersebut mempunyai afinitas terhadap serat selulosa,
sehingga dapat mencelupnya.
3. Membangkitkan warna (oksidasi)
Zat warna dalam bentuk tereduksi yang telah berada di dalam serat tersebut harus dirubah
kembali menjadi bentuk semula yang mempunyai ukuran molekul yang besar, sehingga tidak
dapat keluar kembali.

Reaksinya adalah sebagai berikut :

2.3.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh


Faktor utama yang berpengaruh pada pencelupan dengan zat warna belerang adalah suhu,
elektrolit dan perbandingan larutan. Penyerapan zat warna belerang kurang baik, terutama
untuk warna tua. Oleh karena itu penggunaan perbandingan larutan celup yang kecil pada
pencelupan warna tua sangat dianjurkan. Jalan lain adalah dengan menggunakan kembali sisa
larutan celup dengan penambahan ½ - ¾ jumlah zat warna mula-mula.

Pegaruh suhu dan penambahan elektrolit tidak berbeda, seperti pada pencelupan dengan zat
warna direk. Zat warna tersebut akan mempunyai daya serap yang tinggi dengan penambahan
elektrolit dan suhu yang tinggi.

Kadang-kadang di dalam larutan celup timbul endapan belerang yang dapat menyebabkan
pegangan bahan menjadi kasar bhakan dapat menurunkan kekuatan bahan. Untuk mengatasi
perlu penambahan natrium sulfit, menurut reaksi sebagai berikut :

Celupan dengan zat warna belerang sering menyebabkan “bronzing”. Hal tersebut disebabkan
beberapa kemungkinan antara lain karena penggunaan zat warna yang berlebihan, terkena sinar
matahari langsung pada waktu dicelup, kurang bersih dan tidak segera dilakukan pencucian
atau kekurangan natrium sulfida dalam larutan celup. Untuk mengatasi bahan dapat dicuci
dengan larutan natrium sulfida.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat: Bahan:
- Gelas piala 500 ml - Kain kapas
- Batang pengaduk - Zat warna belerang
- Gelas ukur 100 ml - Pembasah
- Termometer - Na2S
- Pipet ukur 1 ml dan 10 ml - Na2CO3
- Filler - NaCl
- Neraca digital - H2O2
- Kawat kassa - Sabun
- Kompor/kaki tiga+bunsen - Air
- Pipet tetes

IV. RESEP
4.1.Resep Pencelupan
- Zat warna belerang : 1%owf
- Pembasah (teepol) : 1 ml/L
- Reduktor (Na2S) : 1, 2, 3, 4 g/L (variasi)
- Na2CO3 : 4 g/L
- NaCl : 40g/L
- Vlot : 1:20
- Suhu : 70-80°C
- Waktu : 30 menit
4.2.Resep Pembangkitan Warna (Oksidasi)
- H2O2 35% : 3 ml/L
- Vlot : 1:20
- Suhu : 80°C
- Waktu : 15 menit
4.3.Resep Pencucian
- Sabun : 1 ml/L
- Na2CO3 : 1 ml/L
- Vlot : 1:20
- Suhu : 80°C
- Waktu : 15 menit

V. FUNGSI ZAT
- Pembasah : untuk menurunkan tegangan permukaan bahan dan mempercepat
proses pembasahan bahan
- NaCl : untuk mendorong penyerapan zat warna ke dalam bahan
- Na2CO3 : untuk merubah asam leuco yang tidak larut menjadi garam leuco
yang
larut
- Na2S : untuk mereduksi zat warna belerang menjadi asam leuco
- H2O2 : untuk mengoksidasi garam leuco zat warna belerang agar kembali ke
bentuk semula yang tidak larut (untuk pembangkitan warna)
- Sabun : untuk proses pencucian setelah proses pencelupan guna
menghilangkan zat warna belerang yang menempel dipermukaan
serat
hasil pencelupan
VI. DIAGRAM ALIR

Persiapan alat
dan bahan

Pencelupan

Oksidasi

Pencucian

Bilas dan
keringkan
Kerataan

Evaluasi hasil
pencelupan
Ketuaan

VII. SKEMA PROSES

VIII. CARA KERJA


8.1.Pencelupan
- Ditimbang 1 gram zat warna
- Dilarutkan dalam 100 ml air panas
- Dipipet zat warna sesuai kebutuhan kemudian dimasukkan ke dalam gelas
piala 500 ml
- Ditimbang Na2S dan Na2CO3 sesuai resep kemudian dimasukkan ke dalam
gelas piala 500 ml yang telah berisi larutan zat warna
- Dimasukkan 50 ml air dan aduk sampai Na2S dan Na2CO3 larut
- Dipipet pembasah dan dimasukkan ke dalam gelas piala
- Kemudian ditambahkan air sesuai vlot, aduk hingga homogen
- Dimasukkan kain ke dalam larutan celup dan diamkan selama 10 menit
- Dimasukkan NaCl pada suhu 70°C dengan cara mengangkat kain, kemudian
NaCl dimasukkan dan diaduk sampai homogen, lalu kain dimasukkan kembali
ke dalam larutan celup
- Dilakukan pencelupan dengan suhu 70-80°C selama 30 menit
8.2.Oksidasi
- Dimasukkan air sesuai vlot ke dalam gelas piala 500 ml
- Dipipet H2O2 sesuai resep kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala yang
telah berisi air
- Diaduk hingga homogen
- Dilakukan proses oksidasi dengan suhu 80°C selama 15 menit
8.3.Pencucian
- Ditimbang sabun netral dan Na2CO3 sesuai resep
- Dimasukkan ke dalam gelas piala berisi air panas dengan vlot 1:20
- Diaduk kemudian dimasukkan kain
- Lakukan pencucian dengan menjaga suhu tetap 80°C dalam waktu
15 menit.

IX. PERHITUNGAN DAN DATA PENGAMATAN

Perhitungan

a. Perhitungan Resep Pencelupan


Resep Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
Berat bahan 4,15 g 4,28 g 4,13 g 4,14 g
Vlot 1 : 20 83 ml 85,6 ml 82,6 ml 82,8 ml
Zat warna 1% owf 4,15 ml 4,28 ml 4,13 ml 4,14 ml
Na2CO3 4 g/l 0,332 g 0,342 g 0,3304 g 0,331 g
Na2S 1-2-3-4 g/l 0,083 g 0,171 g 0,245 g 0,331 g
Pembasah 1 ml/l 0,83 ml 0,856 ml 0,826 ml 0,828 ml
1. Kain 1
Berat bahan : 4,15 g
Vlot : 1:20
V = 20 x 4,15 = 83 ml
1𝑔
Zat warna : Larutan induk 100 𝑚𝑙
1𝑔 100
= 100 𝑚𝑙 x 4,15 g = 0,415 x = 4,15 ml
1

Na2CO3 : 4 g/l
4𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 83 ml = 0,332 g

Na2S : 1 g/l
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 83 ml = 0,83 g

Pembasah : 1 ml/l
1𝑚𝑙
= 1000𝑚𝑙 x 83 ml = 0,83 ml

NaCl : 40 g/l
40 𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 83 ml = 3,32 g

2. Kain 2
Berat bahan : 4,28 g
Vlot : 1:20
V = 20 x 4,28 = 85,6 ml
1𝑔
Zat warna : Larutan induk 100 𝑚𝑙
1𝑔 100
= 100 𝑚𝑙 x 4,28 g = 0,428 x = 4,28 ml
1

Na2CO3 : 4 g/l
4𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 85,6 ml = 0,342 g

Na2S : 2 g/l
2𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 85,6 ml = 0,1712 g

Pembasah : 1 ml/l
1𝑚𝑙
= 1000𝑚𝑙 x 85,6 ml = 0,856 ml

NaCl : 40 g/l
40 𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 85,6 ml = 3,42 g
3. Kain 3
Berat bahan : 4,13 g
Vlot : 1:20
V = 20 x 4,13= 82,6 ml
1𝑔
Zat warna : Larutan induk 100 𝑚𝑙
1𝑔 100
= 100 𝑚𝑙 x 4,13g = 0,413 x = 4,13 ml
1

Na2CO3 : 4 g/l
4𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,6 ml = 0,3304 g

Na2S : 1 g/l
3𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,6 ml = 0,2452 g

Pembasah : 1 ml/l
1𝑚𝑙
= 1000𝑚𝑙 x 82,6 ml = 0,826 ml

NaCl : 40 g/l
40 𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,6 ml = 3,304 g

4. Kain 4
Berat bahan : 4,14 g
Vlot : 1:20
V = 20 x 4,14= 82,8 ml
1𝑔
Zat warna : Larutan induk 100 𝑚𝑙
1𝑔 100
= 100 𝑚𝑙 x 4,14 g = 0,414 x = 4,14 ml
1

Na2CO3 : 4 g/l
4𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,8 ml = 0,3312 g

Pembasah : 1 ml/l
1𝑚𝑙
= 1000𝑚𝑙 x 82,8 ml = 0,828 ml

NaCl : 40 g/l
40 𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,8 ml = 3,312 g
b. Perhitungan Resep Oksidasi (Pembangkitan warna)
Resep Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
Vlot 1 : 20 83 ml 85,6 ml 82,6 ml 82,8 ml
H2O2 3 ml/l 0,249 ml 0,2512 ml 0,2452 ml 0,2484 ml

1. Kain 1
Vlot : 83 ml
H2O2 : 3 ml/l
3 𝑚𝑙
= 1000 𝑚𝑙 x 142,5 ml = 0,249 ml

2. Kain 2
Vlot : 85,6 ml
H2O2 : 3 ml/l
3 𝑚𝑙
= 1000 𝑚𝑙 x 142,5 ml = 0,2512 ml

3. Kain 3
Vlot : 82,6 ml
H2O2 : 3 ml/l
3 𝑚𝑙
= 1000 𝑚𝑙 x 142,5 ml = 0,2452 ml

4. Kain 4
Vlot : 82,8 ml
H2O2 : 3 ml/l
3 𝑚𝑙
= 1000 𝑚𝑙 x 142,5 ml = 0,2484 ml

c. Perhitungan Resep Pencucian

Resep Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4


Vlot 1 : 20 83 ml 85,6 ml 82,6 ml 82,8 ml
Na2CO3 1 g/l 0,83 g 0,856 g 0,826 g 0,828 g
Sabun 1 ml/l 0,83 g 0,856 g 0,826 g 0,828 g
1. Kain 1
Vlot : 83 ml
Sabun : 1 g/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 83 ml = 0,83 g

Na2CO3 : 1 ml/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 83 ml = 0,83 g

2. Kain 2
Vlot : 85,6 ml
Sabun : 1 g/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 85,6 ml = 0,856g

Na2CO3 : 1 ml/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 85,6 ml = 0,856 g

3. Kain 3
Vlot : 82,6 ml
Sabun : 1 g/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,6 ml = 0,826 g

Na2CO3 : 1 ml/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,6 ml = 0,826 g

4. Kain 1
Vlot : 82,8 ml
Sabun : 1 g/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,8 ml = 0,828 g

Na2CO3 : 1 ml/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,8 ml = 0,828 g
Peniaian (Ketuaan) Peniaian (Kerataan)
4.1 NKain Rata-rata Rata-rata
1 2 3 4 1 2 3 4

1. 5 5 5 5 5 3.5 3 3 3 3.125

2. 6.5 6.5 6 7 6.5 5 4.5 4 4 4.375

3. 6 5.5 5 6 5.625 6 5 5 5 5.25

4. 8 8 8 8 8 7 6.5 6 6 6.375
Grafik antara Hasil Pencelupan Variasi Na2S terhadap Ketuaan Warna

Grafik Hubungan antara Variasi Na2S dengan


Ketuaan Warna Hasil Celup
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5

Grafik antara Hasil Pencelupan Variasi Na2S terhadap Keratan Warna

Grafik Hubungan antara Variasi Na2S dengan


Kerataan Warna Hasil Celup
7

0
0 1 2 3 4 5

X. PEMBAHASAN

XI. KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai