Lap Belerang
Lap Belerang
1.1 Maksud
Mewarnarnai kain kapas dengan zat warna belerang secara merata dan permanen.
1.2 Tujuan
Mengetahui pengaruh variasi Na2S dalam ketuaan dan kerataan warna pada pencelupan
kapas dengan zat warna belerang.
Dimensi serat kapas (perbandungan panjang dan diameter) pada umumnya bervariasi dari 1000
: 1 sampai 5000 : 1.
a. Selulosa
Kandungan selulosa dalam kapas mentah berkisar antara 80% sampai 85 % sedangkan dalam
serat kapas yang telah dimasak dan dikelantang antara 99,5% sampai 99,5%.
b. Pektat
Jumlah pektin diperkirakan sekitar 0,6-1,2 %, Pektin adalah karbohidrat dengan berat molekul
tinggi dan struktur rantai seperti selulosa. Pektin dapat dihilangkan dalam pemasakan kapas
dengan larutan natrium hidroksida. Proses penghilngan pektin tidak banyak mempengaruhi
kekuatan maupun perusakan. c. Zat-zat yang mengandung protein
Diperkirakan bahwa zat protein dalam kapas adalah sisa-sisa protoplasma yang tertinggal
didalam lumen setelah selnya mati ketika buahnya membuka. Kadar nitrogen didalam serat
kapas kira-kira 3% dan apabila dirubah menjadi protein dengan faktor 6,25 akan memberikan
kadar protein 1,875%. Pemasakan kapas mengurangi kadar nitrogen menjadi kira-kira 1/10
kadar aslinya.
d. Abu
Kadar abu kapas sekitar 2%-3%, yang terdiri dari magnesium, kalium karbonat atau kalsium,
fosfat,sulfat atau chlorida dan garam garam karbonat. Pemasakan dan pemutihan akan
mengurangi kadar abu kapas menjadi kurang dari 0,1%.
Gambar 2.1.1
Setiap satuan glukosa mengandung tiga gugus hidroksil (-OH). Gugus hidroksil pada atom
karbon nomor lima merupakan alkohol primer (-CH2OH), sedangkan pada posisi 2 dan 3
merupakan alkohol sekunder (HCOH). Kedua jenis alkohol tersebut mempunyai tingkat
kereaktifan yang berbeda. Gugus hidroksil alkohol primer lebih reaktif daripada gugus hidroksil
alkohol sekunder. Gugus hidroksil merupakan gugus fungsional yang sangat menentukan sifat
kimia serat kapas, sehingga serat selulosa dinotasikan sebagai sel-OH dalam penulisan
mekanisme reaksi.
Pada bagian kristalin letak dan jarak antara molekul-molekul selulosa tersusun sangat teratur
dan sejajr satu sama lain. Pada bagian amorf letak dan jarak antara molekul-molekul selulosa
tidak teratur (ada jarak antara masing-masing molekul selulosa yang besar dan kecil ). Pada
jarak yang besar inilah molekul-molekul air dapat masuk sehingga volume seat akan
bertambah. Bentuk kristalin dan amorf serat kapas dapat dilihat pada Gambar 2.1.2
Gambar 3 Struktur Selulosa dengan Rantai Panjang Membentuk Bagian Kristalin dan Amorf
Sumber: Maya Komalasari, Serat Tekstil 1, Sekolah tinggi Teknologi Tekstil, Bandung.
3. Mulur
Mulur saat putus serat kapas termasuk tinggi diantara serat-serat selulosa yang lainnya yaitu
berkisar 4-13 % dengan rata – rata 7% bergantung pada jenis serat kapasnya dan rata – rata
mulur sebesar 7%
4. Kekakuan (stiffness)
Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau perbandingan kekuatan saat putus
dengan mulur saat putus.
5. Keliatan (toughness)
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda untuk menerima kerja.
Serat kapas memiliki keliatan yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan serat-
serat selulosa yang diregenerasi.
6. Mouisture regain
Serat kapas mempunyai affinitas yang besar terhadap air. Serat kapas yang kering bersifat
kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture regain serat kapas bervariasi sesuai
dengan perubahan kelembaban relatif, pada kondisi standar kandungan air serat
kapas berkisar antara 7-8,5%.
7. Berat jenis
Berat jenis serat kapas adalah 1,5-1,56.
8. Indeks bias
Indeks bias serat kapas sejajar dengan sumbu serat adalah 1,58. Sedangkan indeks bias
melintang sumbu serat adalah 1,53.
Sifat Kimia
1. Pengaruh asam
Serat kapas tahan terhadap asam lemah, sedangkan asam kuat akan mengurangi kekuatan serat
kapas karena dapat memutuskan rantai molekul selulosa (hidroselulosa). Asam kuat dalam
larutan menyebabkan degradasi yng cepat sedangkan larutan yang encer apabila dibiarkan
mengering pada serat akan menyebabkan penurunan kekuatan.
2. Pengaruh alkali
Alkali kuat pada suhu didih air dan pengaruh adanya oksigen dalam udara akan menyebabkan
terbentuknya oksiselulosa. Alkali pada kondisi tertentu akan mengelembungkan serat kapas.
3. Pengaruh oksidator
Oksidator dapat menyebabkan terjadinya oksiselulosa yang mengakibatkan penurunan kekuatan
serat. Derajat kerusakan serat bergantung pada konsentrasi, pH dan suhu pengerjaan. 4.
Pengaruh mikroorganisme
Dalam keadaan lembab dan hangat, serat kapas mudah terserang jamur dan bakteri. Tetapi pada
kondisi kering, serat kapas mempunyai ketahanan yang cukup baik terhadap jamur dan
mikroorganisme.
2.2 Pencelupan
Pencelupan pada umumnya terdiri dari melarutkan atau mendispersikan zat warna dalam air
atau medium lain, kemudian memasukkan bahan tekstil ke dalam larutan tersebut sehingga
terjadi penyerapan zat warna ke dalam serat. Penyerapan zat warna ke dalam serat merupakan
suatu reaksi eksotermik dan reaksi keseimbangan. Beberapa zat pembantu misalnya garam,
asam, alkali atau lainnya ditambahkan ke dalam larutan celup dan kemudian pencelupan
diteruskan hingga diperoleh warna yang dikehendaki.
a. Tahap pertama merupakan molekul zat warna dalam larutan yang selalu bergerak,
pada suhu tinggi gerakan molekul lebih cepat kemudian bahan tekstil dimasukkan ke dalam
larutan celup.
Serat tekstil dalam larutan bersifat negatif pada permukaannya sehingga dalam tahap ini
terdapat dua kemungkinan yakni molekul zat warna akan tertarik oleh serat atau tertolak
menjauhi serat. Oleh karena itu perlu penambahan zat-zat pembantu untuk mendorong zat
warna lebih mudah mendekati permukaan serat. Peristiwa tahap pertama tersebut sering disebut
zat warna dalam larutan.
b. Dalam tahap kedua molekul zat warna yang mempunyai tenaga yang cukup besar
dapat mengatasi gaya-gaya tolak dari permukaan serat, sehingga molekul zat warna tersebut
dapat terserap menempel pada permukaan serat. Peristiwa ini disebut adsorpsi.
c. Tahap ketiga yang merupakan bagian yang terpenting dalam pencelupan adalah
penetrasi atau difusi zat warna dari permukaan serat ke pusat. Tahap ketiga merupakan proses
yang paling lambat sehingga dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan kecepatan celup.
2.3 Pencelupan dengan Zat Warna Belerang
Zat warna belerang merupakan suatu zat warna yang mengandung unsur belerang di dalam
molekulnya baik sebagai chromofornya maupun gugusan lain yang berguna dalam
pencelupannya. Zat warna ini tidak larut dalam air dan dapat dipakai untuk mencelup serat-
serat selulosa. Selain itu juga dipakai untuk mencelup serat wol. Beberapa di antaranya dapat
laur dalam air dan ada juga dalam pemakaiannya seperti cara pencelupan dengan zat warna
bejana. Golongan terakhir ini sering disebut dengan zat warna bejana belerang.
Sulphur (RRC)
Hydrosol (Hoechst –
Casella)
Thional (I.C.I)
Immedial (Hoechst –
Casella)
Solanen (Francolor)
Hydron (Casella)
2. Mencelup
Bentuk zat warna yang telah tereduksi tersebut mempunyai afinitas terhadap serat selulosa,
sehingga dapat mencelupnya.
3. Membangkitkan warna (oksidasi)
Zat warna dalam bentuk tereduksi yang telah berada di dalam serat tersebut harus dirubah
kembali menjadi bentuk semula yang mempunyai ukuran molekul yang besar, sehingga tidak
dapat keluar kembali.
Pegaruh suhu dan penambahan elektrolit tidak berbeda, seperti pada pencelupan dengan zat
warna direk. Zat warna tersebut akan mempunyai daya serap yang tinggi dengan penambahan
elektrolit dan suhu yang tinggi.
Kadang-kadang di dalam larutan celup timbul endapan belerang yang dapat menyebabkan
pegangan bahan menjadi kasar bhakan dapat menurunkan kekuatan bahan. Untuk mengatasi
perlu penambahan natrium sulfit, menurut reaksi sebagai berikut :
Celupan dengan zat warna belerang sering menyebabkan “bronzing”. Hal tersebut disebabkan
beberapa kemungkinan antara lain karena penggunaan zat warna yang berlebihan, terkena sinar
matahari langsung pada waktu dicelup, kurang bersih dan tidak segera dilakukan pencucian
atau kekurangan natrium sulfida dalam larutan celup. Untuk mengatasi bahan dapat dicuci
dengan larutan natrium sulfida.
IV. RESEP
4.1.Resep Pencelupan
- Zat warna belerang : 1%owf
- Pembasah (teepol) : 1 ml/L
- Reduktor (Na2S) : 1, 2, 3, 4 g/L (variasi)
- Na2CO3 : 4 g/L
- NaCl : 40g/L
- Vlot : 1:20
- Suhu : 70-80°C
- Waktu : 30 menit
4.2.Resep Pembangkitan Warna (Oksidasi)
- H2O2 35% : 3 ml/L
- Vlot : 1:20
- Suhu : 80°C
- Waktu : 15 menit
4.3.Resep Pencucian
- Sabun : 1 ml/L
- Na2CO3 : 1 ml/L
- Vlot : 1:20
- Suhu : 80°C
- Waktu : 15 menit
V. FUNGSI ZAT
- Pembasah : untuk menurunkan tegangan permukaan bahan dan mempercepat
proses pembasahan bahan
- NaCl : untuk mendorong penyerapan zat warna ke dalam bahan
- Na2CO3 : untuk merubah asam leuco yang tidak larut menjadi garam leuco
yang
larut
- Na2S : untuk mereduksi zat warna belerang menjadi asam leuco
- H2O2 : untuk mengoksidasi garam leuco zat warna belerang agar kembali ke
bentuk semula yang tidak larut (untuk pembangkitan warna)
- Sabun : untuk proses pencucian setelah proses pencelupan guna
menghilangkan zat warna belerang yang menempel dipermukaan
serat
hasil pencelupan
VI. DIAGRAM ALIR
Persiapan alat
dan bahan
Pencelupan
Oksidasi
Pencucian
Bilas dan
keringkan
Kerataan
Evaluasi hasil
pencelupan
Ketuaan
Perhitungan
Na2CO3 : 4 g/l
4𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 83 ml = 0,332 g
Na2S : 1 g/l
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 83 ml = 0,83 g
Pembasah : 1 ml/l
1𝑚𝑙
= 1000𝑚𝑙 x 83 ml = 0,83 ml
NaCl : 40 g/l
40 𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 83 ml = 3,32 g
2. Kain 2
Berat bahan : 4,28 g
Vlot : 1:20
V = 20 x 4,28 = 85,6 ml
1𝑔
Zat warna : Larutan induk 100 𝑚𝑙
1𝑔 100
= 100 𝑚𝑙 x 4,28 g = 0,428 x = 4,28 ml
1
Na2CO3 : 4 g/l
4𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 85,6 ml = 0,342 g
Na2S : 2 g/l
2𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 85,6 ml = 0,1712 g
Pembasah : 1 ml/l
1𝑚𝑙
= 1000𝑚𝑙 x 85,6 ml = 0,856 ml
NaCl : 40 g/l
40 𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 85,6 ml = 3,42 g
3. Kain 3
Berat bahan : 4,13 g
Vlot : 1:20
V = 20 x 4,13= 82,6 ml
1𝑔
Zat warna : Larutan induk 100 𝑚𝑙
1𝑔 100
= 100 𝑚𝑙 x 4,13g = 0,413 x = 4,13 ml
1
Na2CO3 : 4 g/l
4𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,6 ml = 0,3304 g
Na2S : 1 g/l
3𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,6 ml = 0,2452 g
Pembasah : 1 ml/l
1𝑚𝑙
= 1000𝑚𝑙 x 82,6 ml = 0,826 ml
NaCl : 40 g/l
40 𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,6 ml = 3,304 g
4. Kain 4
Berat bahan : 4,14 g
Vlot : 1:20
V = 20 x 4,14= 82,8 ml
1𝑔
Zat warna : Larutan induk 100 𝑚𝑙
1𝑔 100
= 100 𝑚𝑙 x 4,14 g = 0,414 x = 4,14 ml
1
Na2CO3 : 4 g/l
4𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,8 ml = 0,3312 g
Pembasah : 1 ml/l
1𝑚𝑙
= 1000𝑚𝑙 x 82,8 ml = 0,828 ml
NaCl : 40 g/l
40 𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,8 ml = 3,312 g
b. Perhitungan Resep Oksidasi (Pembangkitan warna)
Resep Kain 1 Kain 2 Kain 3 Kain 4
Vlot 1 : 20 83 ml 85,6 ml 82,6 ml 82,8 ml
H2O2 3 ml/l 0,249 ml 0,2512 ml 0,2452 ml 0,2484 ml
1. Kain 1
Vlot : 83 ml
H2O2 : 3 ml/l
3 𝑚𝑙
= 1000 𝑚𝑙 x 142,5 ml = 0,249 ml
2. Kain 2
Vlot : 85,6 ml
H2O2 : 3 ml/l
3 𝑚𝑙
= 1000 𝑚𝑙 x 142,5 ml = 0,2512 ml
3. Kain 3
Vlot : 82,6 ml
H2O2 : 3 ml/l
3 𝑚𝑙
= 1000 𝑚𝑙 x 142,5 ml = 0,2452 ml
4. Kain 4
Vlot : 82,8 ml
H2O2 : 3 ml/l
3 𝑚𝑙
= 1000 𝑚𝑙 x 142,5 ml = 0,2484 ml
Na2CO3 : 1 ml/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 83 ml = 0,83 g
2. Kain 2
Vlot : 85,6 ml
Sabun : 1 g/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 85,6 ml = 0,856g
Na2CO3 : 1 ml/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 85,6 ml = 0,856 g
3. Kain 3
Vlot : 82,6 ml
Sabun : 1 g/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,6 ml = 0,826 g
Na2CO3 : 1 ml/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,6 ml = 0,826 g
4. Kain 1
Vlot : 82,8 ml
Sabun : 1 g/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,8 ml = 0,828 g
Na2CO3 : 1 ml/L
1𝑔
= 1000 𝑚𝑙 x 82,8 ml = 0,828 g
Peniaian (Ketuaan) Peniaian (Kerataan)
4.1 NKain Rata-rata Rata-rata
1 2 3 4 1 2 3 4
1. 5 5 5 5 5 3.5 3 3 3 3.125
4. 8 8 8 8 8 7 6.5 6 6 6.375
Grafik antara Hasil Pencelupan Variasi Na2S terhadap Ketuaan Warna
0
0 1 2 3 4 5
X. PEMBAHASAN
XI. KESIMPULAN