Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Nifas


1. Definisi
Nifas adalah masa dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat kandungan kembali seperti semula sebelum hamil, yang
berlangsung selama 6 minggu atau  40 hari.
Masa nifas (puerperium) adalah setelah kala IV sampai dengan
enam minggu berikutnya (pulihnya alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil) (IBI, 2016).

2. Klasifikasi Nifas
Nifas dapat dibagi kedalam 3 periode :
a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan – jalan.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat – alat
genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu.
c. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih kembali
dan sehat sempurnah baik selama hamil atau sempurna berminggu –
minggu, berbulan – bulan atau tahunan (Walnyani, 2015).

3. Tujuan Asuhan Nifas


Asuhan nifas bertujuan untuk :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun
psikologiknya.
b. Melaksanakan skrining yang komprehensip, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,
nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada
bayinya dan perawatan bayi yang sehat.
d. Memberikan pelayanan KB.
e. Mempercepat involusi alat kandung.
f. Melancarkan pengeluaran lochea, mengurangi infeksi puerperium.
g. Melancarkan fungsi alat gastro intestinal atau perkamihan.
h. Meningkatkan kelancaran peredarahan darah sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolism (Wahyuningsih, 2018).

4. Perubahan–Perubahan Yang Terjadi Pada Masa Nifas


Pada masa nifas, alat genetalia external dan internal akan
berangsur– angsur pulih seperti keadaan sebelum hamil (Walyani, 2015).
a. Corpus uterus
Setelah plasenta lahir, uterus berangsur – angsur menjadi kecil
sampai akhirnya kembali seperti sebelum hamil.
Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi
INVOLUSI TINGGI FUNDUS UTERI BERAT UTERUS
Bayi lahir Setinggi pusat 1.000gr
Uri lahir 2 jari di bawah pusat 750 gr
I minggu Pertengahan pusat sympisis 500 gr

2 minggu Tak teraba diatas sympisis 350 gr

6 minggu Bertambah kecil 50 gr


8 minggu Sebesar normal 30 gr

b. Endometrium
Perubahan–perubahan endometrium ialah timbulnya trombosis
degenerasi dan nekrosis di tempat inplantasi plasenta.
Hari I : Endometrium setebal 2 – 5 mm dengan permukaan yang
kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin.
Hari II : Permukaan mulai rata akibat lepasnya sel – sel dibagian
yang mengalami degenerasi.
c. Involusi tempat plasenta.
Uterus pada bekas inplantasi plasenta merupakan luka yang kasar
dan menonjol ke dalam cavum uteri. Segera setelah plasenta lahir,
penonjolan tersebut dengan diameter  7,5 cm, sesudah 2 minggu
diameternya menjadi 3,5 cm dan 6 minggu telah mencapai 24 mm.
d. Perubahan pada pembuluh darah uterus.
Pada saat hamil arteri dan vena yang mengantar darah dari dan ke
uterus khususnya ditempat implantasi plasenta menjadi besar setelah
post partum otot – otot berkontraksi, pembuluh – pembuluh darah
pada uterus akan terjepit, proses ini akan menghentikan darah setelah
plasenta lahir.
e. Perubahan servix
Segera setelah post partum, servix agak menganga seperti corong,
karena corpus uteri yang mengadakan kontraksi. Sedangkan servix
tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara corpus dan servix uteri
berbentuk seperti cincin. Warna servix merah kehitam – hitaman
karena pembuluh darah.
Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat
dimasukan 2 – 3 jari saja dan setelah 1 minggu hanya dapat
dimasukan 1 jari ke dalam cavum uteri.
f. Vagina dan pintu keluar panggul
Vagina dan pintu keluar panggul membentuk lorong berdinding
lunak dan luas yang ukurannya secara perlahan mengecil. Pada
minggu ke – 3 post partum, hymen muncul beberapa jaringan kecil
dan menjadi corunculac mirtiformis.
g. Perubahan di peritoneum dan dinding abdomen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir berangsur-angsur
ciut kembali. Ligamentum latum dan rotundum lebih kendor dari pada
kondisi sebelum hamil. (Walyani, 2015).
5. Adaptasi Psikologi Masa Nifas
a. Masa Taking In
1). Dimulai sejak dilahirkan sampai 2 – 3 hari.
2). Ibu bersifat pasif dan berorientasi pada diri sendiri.
3). Tingkat ketergantungan tinggi.
4). Kebutuhan nutrisi dan istirahat tinggi.
b. Masa Taking Hold
1) Berlangsung sampai 2 minggu.
2) Klien mulai tertarik pada bayi.
3) Ibu berupaya melakukan perawatan mandiri.
c. Masa taking Go
1) Berlangsung pada minggu ke III – IV.
2) Perhatian pada bayi sebagai individu terpisah (Wahyuningsih,
2018)

6. Aspek – Aspek Klinik Masa Nifas


a. Suhu badan dapat mengalami peningkatan setelah persalinan, tetapi
tidak lebih dari 380C. Bila terjadi peningkatan melebihi 380C selama 2
hari berturut-turut, maka kemungkinan terjadi infeksi. kontraksi uterus
yang diikuti HIS pengiring menimbulkan rasa nyeri-nyeri ikutan (after
pain) terutama pada multipara, masa puerperium diikuti pengeluaran
cairan sisa lapisan endomentrium serta sisa dari implantasi plasenta
yang disebut lochea.
b. Pengeluaran lochea terdiri dari :
1). Lochea rubra : hari ke 1 – 2.
Terdiri dari darah segar bercampur sisa-sisa ketuban, sel-sel
desidua, sisa-sisa vernix kaseosa, lanugo, dan mekonium.
2). Lochea sanguinolenta : hari ke 3 – 7
Terdiri dari : darah bercampur lendir, warna kecoklatan.
3). Lochea serosa : hari ke 7 – 14.
Berwarna kekuningan.
4). Lochea alba : hari ke 14 – selesai nifas
Hanya merupakan cairan putih lochea yang berbau busuk dan
terinfeksi disebut lochea purulent.
c. Payudara
Pada payudara terjadi perubahan atropik yang terjadi pada organ
pelvix, payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas
kecuali jika laktasi supresi payudara akan lebih menjadi besar, kencang
dan lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status
hormonal serta dimulainya laktasi.
Hari kedua post partum sejumlah colostrums cairan yang disekresi
oleh payudara selama lima hari pertama setelah kelahiran bayi dapat
diperas dari puting susu. Colostrums banyak mengandung protein, yang
sebagian besar globulin dan lebih banyak mineral tapi gula dan lemak
sedikit.
d. Traktus Urinarius
Buang air sering sulit selama 24 jam pertama, karena mengalami
kompresi antara kepala dan tulang pubis selama persalinan.
Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36
jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone
esktrogen yang bersifat menahan air akan mengalani penurunan yang
mencolok, keadaan ini menyebabkan diuresis.
e. System Kardiovarkuler
Normalnya selama beberapa hari pertama setelah kelahiran, Hb,
Hematokrit dan hitungan eritrosit berfruktuasi sedang. Akan tetapi
umumnya, jika kadar ini turun jauh di bawah tingkat yang ada tepat
sebelum atau selama persalinan awal wanita tersebut kehilangan darah
yang cukup banyak. Pada minggu pertama setelah kelahiran , volume
darah kembali mendekati seperti jumlah darah waktu tidak hamil yang
biasa. Setelah 2 minggu perubahan ini kembali normal seperti keadaan
tidak hamil (Wahyuningsih, 2018).
7. Perawatan Masa Nifas
Perawatan puerperium dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai
berikut :
a. Rawat gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan bersama-sama,
sehingga ibu lebih banyak memperhatikan bayinya, memberikan ASI
sehingga kelancaran pengeluaran ASI terjamin.
1). Pemeriksaan umum; kesadaran penderita, keluhan yang terjadi
setelah persalinan.
2). Pemeriksaan khusus; fisik, tekanan darah, nadi, suhu, respirasi,
tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
3). Payudara; puting susu atau stuwing ASI, pengeluaran ASI.
Perawatan payudara sudah dimulai sejak hamil sebagai persiapan
untuk menyusui bayinya. Bila bayi mulai disusui, isapan pada
puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris
mengakibatkan oxitosin dikeluarkan oleh hipofisis. Produksi akan
lebih banyak dan involusi uteri akan lebih sempurna.
4). Lochea; lochea rubra, lochea sanguinolenta.
5). Luka jahitan; apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-tanda
infeksi (kotor, dolor/fungsi laesa dan pus ).
6). Mobilisasi; karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur
terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring
ke kiri dan kekanan serta diperbolehkan untuk duduk, atau pada
hari ke – 4 dan ke- 5 diperbolehkan pulang.
7). Diet; makan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya
makan makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayuran
dan buah-buahan.
8). Miksi; hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri
secepatnya, paling tidak 4 jam setelah kelahiran. Bila sakit, kencing
dikaterisasi.
9). Defekasi; buang air besar dapat dilakukan 3-4 hari pasca
persalinan. Bila sulit bab dan terjadi obstipasi apabila bab keras
dapat diberikan laksans per oral atau perektal. Jika belum biasa
dilakukan klisma.
10). Kebersihan diri; anjurkan kebersihan seluruh tubuh, membersihkan
daerah kelamin dengan air dan sabun. Dari vulva terlebih dahulu
dari depan ke belakang kemudian anus. Mengganti pembalut
setidaknya dua kali sehari, mencuci tangan sebelum dan sesudah
membersihkan kelamin.
11). Menganjurkan pada ibu agar mengikuti KB sendini mungkin
setelah 40 hari (6 minggu post partum).
12). Nasehat untuk ibu post partum; sebaiknya bayi disusui. Psikoterapi
post natal sangat baik bila diberikan. Kerjakan gimnastik sehabis
bersalin. Sebaiknya ikut KB.
b. Imunisasi; bawalah bayi ke RS, PKM, posyandu atau dokter praktek
untuk memperoleh imunisasi
c. Cuti hamil dan Bersalin
Menurut undang–undang bayi, wanita, pekerja berhak mengambil cuti
hamil dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan sebelum bersalin dan
2 bulan sesudah bersalin.

8. Program dan Kebijakan Teknis


Paling sedikit ada 4 kali kunjungan masa nifas yang dilakukan untuk
menilai status ibu dan bayi baru lahir. Untuk mencegah, mendeteksi serta
menangani masalah – masalah yang terjadi.
a. Kunjungan masa nifas terdiri dari :
1). Kunjungan I : 6 – 8 jam setalah persalinan
Tujuannya :
a). Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
b). Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk
bila perdarahan berlanjut.
c). Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri.
d). Pemberian ASI awal.
e). Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.
f). Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
2). Kunjungan II : 6 hari setelah persalinan
Tujuannya :
a). Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau.
b). Menilai adanya tanda–tanda demam infeksi atau perdarahan
abnormal.
c). Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan
istirahat.
d). Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda –
tanda penyakit.
e). Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada
bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi
sehari– hari.
3). Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan.
Tujuannya : sama dengan di atas ( 6 hari setelah persalinan )
4). Kunjungan IV : 6 minggu setelah persalinan.
Tujuannya :
a). Menanyakan ibu tentang penyakit – penyakit yang dialami.
b). Memberikan konseling untuk KB secara dini (Walyani, 2015).

B. Sectio Caesarea
1. Pengertian
Sectio Saesarea adalah operasi untuk melahirkan/mengeluarkan bayi
darirahim ibu, dengan cara membuat sayatan pada perut dan rahim ibu.

2. Tipe-tipe sectio caesarea


a. Segmen bawah : insisi melintang
Insisi melintang dilakukan pada segmen bawah uterus.
Keuntungan :
1) Segmen bawah uterus tidak begitu banyak mengandung pembuluh
darah sehingga resiko pendarahan lebih kecil.
2) Kemungkinan infeksi pasca bedah juga tidak begitu besar.
3) Resiko ruptur uteri pada kehamilan dan peralinan berikutnya akan
lebih kecil.
Kerugian :
1) Jika insisi terlalu jauh ke lateral, seperti terjadi pada kasus yang
bayinya yang terlalu besar, maka pembuluh darah uterus dapat robek
sehingga menimbulkan perdarahan hebat.
2) Prosedur ini tidak dianjurkan jika terdapat apnormalitas pada segmen
bawah, seperti fibroid atau varces yang luas.
3) Pembedahan sebelumnya atau perlekatan yang padat yang
menghalangi pencapayan segmen bawah akan mempersulit operasi.
4) Kalau segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan
melintang sukar di kerjakan.
5) Terkadang vecika urinaria melekat pada jaringan cicatrix yang terjadi
sebelumnya sehingga vecika urinaria dapat terbuka.

b. Segmen bawah : insisi membujur


Insisi membujur mempunyai keuntungan, yaitu jika diperlukan luka
insisi bisa di perlebar ke atas. Pelebran ini diperllukan jika bayi besar,
pembentulkan segmen bawah jelek, ada malposisi janin anomali jani.
Salah satu kerugian utamanya adalah perdarahan dan tepi sayatan yang
lebih banyak karena terpotongnya otot, juga swring luka insisi tanpa
dikehendaki meluas ke segmen atas sehingga penutupan lengakap akan
hilang.

c. Sectio caesarea klasik


Insisi logitudinal digaris tengah dibuat dengan skalpel kedalam
dinding anterior uterus dan dilebarkan ke atas serta ke bawah dengn
gunting berujung tumpul.
Indikasi :
1) Kesulitan dalam menyingkapkansegmen bawah, karena :
a) Adanya pembuluh, pembuluh darah besar pada dinding anterior.
b) Vecika urinaria yang letaknya tinggi dan melekat.
c) Myoma pada segmen bawah.
2) Bayi yang tercenkam pada letak lintang.
3) Beberapakasus plasenta previa.
4) Malposisi uterus.
Kerugian :
1) Myometrium yang tebal harus dipotong, sinus-sinus yang lebar dibuka
dan perdarahannya banyak.
2) Bayi sering di ekstraksi bokong terlebih dahulu sehingga
kemungkinan aspirasi cairan ketuban lebih besar.
3) Apabila plasenta melekat pada dinding depan uterus, insisiakan
memetongnya dan dapat menimbulkan kehilangan darah dan sirkulasi
janin
4) Insiden perlekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus lebih tinggi.
5) Insiden ruptur uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi

d. Sectio Caesare Ekstraperitoneal


Pembedahan ekstraperitoneal dikerjakan untuk menghindari perlunya
histerektomi pada kasus-kasus yang mengalami infeksi luas denganmencegah
peritonitis generalisata yang sering berakibat fatal. Teknik ini relatif sulit,
sering tanpa sengaja masuk ke dalam cavum peritoneal, dan insiden cidera
vesika urinaria meningkat.

e. Histerektomi caesarea
Pembedahan ini merupakan sectio caesarea yang dilakun dengan
pengkatan uterus.
Indikasi :
1) Perdarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal.
2) Perdarahan yang tidak dapat dikendalikan pada kasus-kasus plasenta
previa dan aprutio plasenta tertentu.
3) Plasenta akreta.
4) Fibromyoma yang multiple dan luas
5) Pada kasus tertentu kanker servix atau ovarium.
6) Ruptur uteri yang tidak dapat diperbaaiki.
7) Sebagai metode sterilisasi.
8) Cicatrix yang menimbulkan cacat pada uterus.
Komplikasi :
1) Angka borbiditasnya 20%.
2) Darah lebih banyak hilang.
3) Kerusakan pada traktus urinarius dan usus termasuk pembentukan fistula.
4) Trauma fisikologis akibat hilangnya rahim.

3. Indikasi Sectio Caesarea


a. Sectio Caesarea elektif
Dilakukan jika sebelumnya sudah diperkirakan bahwa persalina
pervaginam tidak cocok atau tidak aman.
Sectio Caesarea dilakukan untuk :
1) Plasenta previa.
2) Letak janin yang tidak stabil dan tidak bisa di koreksi.
3) Riwayat obtetri yang jelek.
4) Disproporsi sefalopervik.
5) Infeksi herpes virus tipe II (genital).
6) Riwayat sectio caesarea klasik.
7) Diabetes.
8) Presentasi bokong.
9) Penyakit atau kelainan yang berat pada janin.

b. Sectio Caesarea Emergensi


Dilakukan untuk :
1) Induksi persalinan yang gagal.
2) Kegagalan dalam kemajuan persalinan..
3) Penyakit fetal atau maternal.
4) Diabetes atau pre-eklamsia yang berat.
5) Persalinan macet.
6) Prolapsus funikulli.
7) Perdarahan hebat dalam persalinan.
8) Malpresentaasi janin dalam persalianan.

C. Perawatan Ibu Nifas Post Sc


1. Perawatan pasca tindakan
a) Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotik kombinasi sampai
pasien bebas demam selama 48 jam.
b) Berika analgesik jika perlu.
c) Periksa tanda vital ( tekanan darah, nadi, pernafasan dan keadaan
umuum), tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih, dan
perdarahan tiap 15 menit pada satu jam pertama, 30 menit dalam 1
jam berikutnya.
d) Jika dalam 6 jam pemantauan:
1) Kondisi ibu stabil : pindahkan ibu keruangan rawatan.
2) Kondisi ibu tidak stabil : lakukan evaluasi ulang untuk tindakan
yang sesuai.
e) Catat seluruh tindakan dalam rekam medik
2. Perawatan selama rawat inap
a) Lakukan rawat gabung ibu dan bayi
b) Periksa tanda vital (tekanan darah, frekuemsi nadi, frekuensi nafas,
suhu tubuh), produksi urine, dan perdarahan pervaginam selama 6
jam selama 24 jam dan setiap 8 jam selama 48 jam berikutnya jika
kondisi ibu stabil.
c) Periksa kadar Hb setelah 24 jam dan melakukan transfusi bila Hb< 8
gr/dL.
d) Pasien dipulangkan bila hasil pemantauan selama 2
e) 3 x 24 jam dalam batas normal dan kadar Hb ≥8 gr/dL.
f) Buat resume dalam rekam medis dan berikan pasien surat kontrol

Pengawasan pascaoperasi caesar dilakukan oleh perawat dan bidaan


dalam ruangan pulih sadar sementara sebelum ibu pindah ke ruangan rawatan
nifas. Disini tenaga kesehatan akan meamntau tekanan darah, nadi, suhu tubu,
jumlah urine, kondisi rahim, jumlah darah yang keluar pasca operasi, dan
pemeriksaan labor bila diperlukan. Setelah ibu dipindahkan ke ruangan nifas
untuk perawatan selanjutnya yang perlu diperhatikan :
a) Efek pembiusan
Pada pembiusan dengan teknik regional hampir tidak ada keluhan.
Perasaan tidak jaman antara lain karena kaki belum bisa digerakan sementara
waktu, secara bertahap selama 6 jam pertama kaki mulai bisa aktif digerakan
kembali. Bila pembiusan umum, pasca operasi caesar, ibu akan merasakan
mengantuk, mulut dan bibir kering, ini juga tidaka berlangsung lama dan
akan pulih sendiri.
b) Pemenuhan minum dan makan
Akibat pembiusan fungsi normal seluruh alat pencernaan akan pulih
dalam waktu 12 jam. Namun dalam waktu tersebut ada tahapan dimana
pasien diberi jadwal untuk mencoba minum air putih hangat sedikit demi
sedikit, minum susu cair, makan lunak dan akhirnya dien makan nasi biasa.
c) Pemenuhan cairan dan eliminasi
Infus diberikan selain untuk mengganti cairan tubuh yang hilang,
memasukan zat makan dalam bentuk cairan glukosa dan elektrolit, dan juga
berguna untuk memasukan obat.
Pemasangan kateter dan penampungan urin bertujuan untuk memantau
warna urine dan jumlah urine, pelepasan kateter dilakukkan ketika pasien
tidak menggunakan inful lagi.
d) Mobilisasi dini
Sedapat mungkin ibu pasca operasi caesar aktif bergerak jika dirasakan
efek bius sudah beransur hilang. Mulai dari menggerakan kedua kaki,
memutar pergelangan kaki, melakukan gerakan pada sendi bahu dan lengan
tangan saat tiduran.
Sekitar 8 jam pasca operasi ibu sudah boleh mulai belajar duduk, dan
setelah 24 jam latihan jalan dimulai. Semangkin aktif bergerak akan
mempercepat pemulihan fisik ibu nifas pascaoperasi caesar.

D. Panggul Sempit (Chepalopelvik Disproporsi/Cpd)


1. Definisi
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara
anatomis melainkan panggul sempit secara fungsional artinya
perbandingan antara kepala dan panggul.
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
a. Kesempitan pintu atas panggul
b. Kesempitan bidang bawah panggul
c. Kesempitan pintu bawah panggul
d. Kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu
bawah panggul.

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari
10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9½ cm dan
kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera
yang kurang dari 10 cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran
bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antara posterior
maupun diameter transversa sempit.

2. Etiologi
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat
dibagi sebagai berikut :
a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
1). Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
2). Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran
melintang biasa
3). Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran
muka belakang
4). Panggul corong : pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul
sempit.
5). Panggul belah : symphyse terbuka
b. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
1). Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha
panggul sempit picak dan lain-lain
2). Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
3). Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
c. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
1). Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul
corong
2). Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul
sempit miring.
d. Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah
Coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul
sempit miring.
e. fraktura dari tulang panggul yang menjadi penyebab kelainan
panggul.

3. Klasifikasi
a. Kesempitan bidang tengah panggul
Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah
symphysis dan spinae ossis ischii dan memotong sacrum kira-kira
pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5.
1). Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :
a). Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 ½ cm
b). Diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke
pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5 11 ½ cm
c). Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina
ke pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm
2). Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
a). Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior
13,5 atau kurang ( normal 10,5 cm + 5 cm = 15,5 cm)
b). Diameter antara spina < 9 cm
Ukuran – ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh
secara klinis, harus diukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat
menduga kesempitan bidang tengah panggul kalau :
a) Spinae ischiadicae sangat menonjol
b) Kalau diameter antar tuber ischii 8 ½ cm atau kurang
Prognosa kesempitan bidang tengah panggul dapat
menimbulkan gangguan putaran paksi.kalau diameter antar spinae
9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan SC.
Terapi, kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang
tengah panggul, maka baiknya dipergunakan ekstraktor vacum,
karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan jalan lahir.
b. Kesempitan pintu bawah panggul:
Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar
tuberum sebagai dasar bersamaan
Ukuran – ukuran yang penting ialah :
1). Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
2). Diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung
os sacrum 11 ½ cm
3). Diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar
tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm
Pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis
ischii 8 atau kurang kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus
pubis meruncing maka besarnya arcus pubis dapat dipergunakan untuk
menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran
antar tuberum dan diameter sagitalis posterior < 15 cm ( normal 11 cm
+ 7,5 cm = 18,5 cm). Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya
bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan pintu bawah panggul
dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu bawah
panggul jarang memaksa kita melakukan SC, tetapi dapat diselesaikan
dengan forcep dan dengan episiotomy yang cukup luas.

4. Pengaruh Panggul Sempit Pada Kehamilan dan Persalinan


Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan
maupun persalinan.
a. Pengaruh pada kehamilan
1). Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
2). Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi
gravida fundus atau gangguan peredaran darah
3). Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut
menggantung
4). Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan
tanda panggul sempit
5). Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
6). Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
7). Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari
pada ukuran bayi pukul rata.
b. Pengaruh pada persalinan
1). Persalinan lebih lama dari biasa.
a). Karena gangguan pembukaan
b). Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala
anak
c). Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah
sebelum waktunya, karena bagian depan kurang menutup
pintu atas panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala
tidak dapat menekan cervix karena tertahan pada pintu atas
panggul
2). Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi
misalnya :
a). Pada panggul puncak sering terjadi letak defleksi supaya
diameter bitemporalis yang lebih kecil dari diameter
biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
b). Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan
“knopfloch mechanismus” (mekanisme lobang kancing)
c). Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya
ukuran-ukuran kepala belakang yang melalui jalan lahir
sekecil-kecilnya
d). Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan
muka belang (positio occypitalis directa) pada pintu atas
panggul.
e). Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat
dalam usaha mengatasi rintangan yang ditimbulkan oleh
panggul sempit
f). Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan
oleh panggul sempit dapat terjadi infeksi intra partum. Infeksi
ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat
menyebabkan kematian anak didalam rahim.
g). Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri
atau physometra.
h). Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat
menimbulkan ischaemia yang menyebabkan nekrosa.
i). Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula
recto vaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi
karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan
symphyse sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat
karena adanya rongga sacrum.
j). Ruptur symphyse dapat terjadi, malahan kadang – kadang
ruptur dari articulatio scroilliaca.
k). Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang
nyeri didaerah symphyse dan tidak dapat mengangkat
tungkainya.
l). Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada
urat-urat saraf didalam rongga panggul , yang paling sering
adalah kelumpuhan N. Peroneus.
3). Pengaruh pada anak
a). Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang
lebih dari 3 jam sangat menambah kematian perinatal apalagi
kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
b). Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
c). Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak.
Terutama kalau diameter biparietalis berkurang lebih dari ½
cm. selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-tanda
tekanan. Terutama pada bagian yang melalui promontorium
(os parietal) malahan dapat terjadi fraktur impresi.

5. Persangkaan Panggul sempit


Seorang ibu harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
a. Primipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
b. Pada primipara ada perut menggantung
c. pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
d. Kelainan letak pada hamil tua
e. Kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose, pincang dan lain-lain)
f. Osborn positip.
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai
faktor, yakni :
a. Bentuk panggul
b. Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
c. Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
d. Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
e. Presentasi dan posisi kepala
f. His
Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti
dan sebelum persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul :
karena itu ukuran – ukuran tersebut sering menjadi dasar untuk
meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat
lahir dengan selamat per vaginam kalau CV kurang dari 8 ½ cm.
Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau lebih persalinan pervaginam dapat
diharapkan berlangsung selamat. Karena itu kalau CV < 8 ½ cm
dilakukan SC primer ( panggul demikuan disebut panggul sempit
absolut) Sebaliknya pada CV antara 8,5-10 cm hasil persalinan
tergantung pada banyak faktor :
a. Riwayat persalinan yang lampau
b. Besarnya presentasi dan posisi anak
c. Pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa
d. His
e. Lancarnya pembukaan
f. Infeksi intra partum
g. Bentuk panggul dan derajat kesempitan
Karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan
pada panggul dengan CV antara 8 ½ - 10cm (sering disebut panggul
sempit relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan persalinan
percobaan.

E. Manajemen Asuhan Kebidanan


Proses manajemen asuhan kebidanan pada ibu nifas dapat dijelaskan
dalam 7 langkah menurut Helen Varney (2002).
Langkah I : Pengkajian ( pengumpulan data dasar )
Melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan ibu :
1. Biodata.
2. Riwayat kesehatan sekarang.
Pemeriksaan fisik :
1. Tekanan darah, suhu badan, denyut nadi, pernapasan.
2. Keadaan muka, konjungtiva, tenggorokan jika perlu.
3. Buah dada dan puting susu.
4. Auskultasi paru – paru jika perlu.
5. Abdomen; kandung kemih, uterus, diastasis.
6. Lochea ; warna, jumlah, bau.
7. Perineum; odema. Inflamasi, hematoma, pus, bekas luka episiotomi,
jahitan, memar, hemoreoid.
8. Extremitas; varices, betis apakah lemah, dan panas, odema, tanda–tanda
human, refleks.
9. Data Penunjang

Langkah II : Interprestasi Data Dasar


Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap maslah atau
diagnosa dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-
data yang telah dikumpulkan.
Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosa yang spesifik. Beberapa masalah tidak dapat
diselesaikan seperti diagnosis tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang
dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan terhadap klien.
Masalah ini sering menyertai diagnosa.
1. lbu nifas dengan infeksi luka sectio caesarea hari kedua.
2. Keadaan luka : basah, nanah atau PUS, nyeri ada.

Langkah III : Mengidentifikasi Masalah Potensial Post SC


Melakukan identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosa
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa, masalah dan kebutuhan ibu post partum dan nifas tergantung dari
hasil pengkajian terhadap ibu. Antisipasi Diagnosa Potensial : Menjaga
kemungkinan yang akan timbul dan upaya pencegahannya. Komplikasi yang
timbul dapat bersifat ringan atau berat.

Langkah IV : Identifikasi Dan Menetapkan Tindakan Segera


Mengidentifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan
atau dokter untuk dikonsultasi atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi pasien.
1. Kolaborasi dengan dokter : Terapi.
2. Kolaborasi dengan laboratorium
Cek : Darah DDR dan LED

Langkah V : Membuat Rencana Asuhan


Merencanakan asuhan menyeluruh yang rasional sesuai dengan temuan
dari langkah sebelumnya. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya
meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap
masalah.

Langkah VI : Implementasi Asuhan


Mengarahkan atau melaksanakan asuhan secara efisien dan aman terhadap
ibu. Bila dilakukan sendiri oleh bidan atau sebagian oleh tenaga kesehatan
lainnya atau secara Tim maka bidan bertanggung jawab untuk mengarahkan
pelaksanaannya.

Langkah VII : Evaluasi


Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, ulangi
kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang
sudah dilaksanakan tetapi belum efektif atau merencanakan kembali yang
belum terlaksana dan menyusun rencana tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai