Anda di halaman 1dari 11

Nama : Rizaldi Ahmad Fauzi

Nim : 1830202284
Kelas : PAI 8

Sejarah Evolusi Filsafat Pengetahuan dan Pendidikan Islam

A. Sejarah Evolusi Filsafat Ilmu Pengetahuaan


Secara historis, berdasarkan atas ciri-ciri pemikiran yang menonjol, filsafat dan
ilmu pengetahuan dapat dibagi atas beberapa periode, yaitu: Periode atau Zaman
Purba, Periode atau Zaman Yunani, Periode atau Zaman Abad Pertengahan, Periode
Keemasan Islam, Periode atau Zaman Ranaisans, Periode atau Zaman Modern,
Periode Post-modern atau Periode Kontemporer.
1. Periode atau Zaman Purba (15 SM – 7 SM)
Di zaman purba manusia hanya sekedar menerima peristiwa yang terjadi sebagai
fakta. Fakta-fakta berupa peristiwa tersebut diolah hanya untuk menemukan persoalan
yang sama, itupun barangkali tanpa sengaja, tanpa tujuan tertentu. Kalaupun ada
keterangan, maka hal itu senantiasa dikaitkan dengan dewa-dewa dan mistik.
Perkembangan pengetahuan dan kebudayaan manusia pada zaman purba dan masa
sebelumnya yaitu zaman batu, diarahkan pada pengetahuan yang bermanfaat langsung
kepada masyarakat.
Secara umum, pengetahuan pada zaman purba ditandai dengan adanya lima
kemampuan, yaitu:
a. Pengetahuan didasarkan pada pengalaman,
b. Pengetahuan semacam itu diterima sebaagai fakta dengan sikap receptive mind,
dan kalaupun ada keterangan tentang fakta tersebut, maka keterangan itu
bersifat mistis, magis dan religius,
c. Kemanapun menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan
perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi,
d. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas
sintesis terhadap hasil abstraksi yang dilakukan,
e. Kemampuan meramalkan peristiwa-peristiwa fisis atas dasar peristiwa
sebelumnya yang belum pernah terjadi, misalnya gerhana bulan dan matahaari.
2. Periode Yunani (600 SM – 400 SM)
Masa pra Socrates ini, filsafat berorientasi pada persoalan asal-usul alam. Oleh
karena itu, masa ini dikenal dengan sebutan kosmosentris atau filsafat alam, terlepas
dari perbedaan pendapat para filosof tentang asal dari alam ini, mereka sepakat bahwa
alam adalah satu susunan yang teratur dan harmonis. Para filosof pra-Socrates atau
filosof alam, antara lain, adalah Thales, Anaximandros, Anaximenes, Pythagoras,
Heraclitos dan Parmenides.

3. Masa Yunani Klasik


a. Socrates (470 SM)
Socrates lahir di Athena (470 SM) dan meninggal (399 SM). Socrates adalah
seorang filosof yang paling bijaksana dan paling berpengetahuan luas pada masanya,
sekalipun ia menganggap dirinya belum mengetahui apa-apa. Ia sangat kritis, selalu
menanyakan segala sesuatu. Namun, pertanyaannya bukanlah untuk menyerang atau
meruntuhkan, melainnkan untuk mempertanyakan dasar argumentasi dalam
konsistensi berfikir para pemikir di zamannya. Ia senantiasa bertanya tentang sesuatu,
ketika ia ingin mengetahuinya.

b. Plato
Plato adalah murid Socrates yang dalam berfilsafat melanjutkan tradisi dialog
gurunya tersebut. Sebagaimana Socrates, ia mengarang dialog-dialog tanpa mengenal
lelah, termasuk mengadakan dialog dengan lawan bicaranya. Plato berkeyakinan
bahwa filsafat pada intinya tidak lain adalah dialog. Baginya, berfilsafat adalah
mencari dan mencintai kebijaksanaan dan kebenaran, yang karenanya untuk dapat
dimengerti dengan baik, kebenaran dan keebijaksanaan terssebut hendaklah dilakukan
secara bersama-sama melalui dialog.

c. Aristoteles
Aristoteles, murid Plato, adalah lambang puncak prmikiran filsafaat Yunani. Ia
berpendapat bahwa tugas utama ilmu pengetahuan adalah mencari penyebab-penyebab
objek yang diselidiki. Kekurangan mendasar para filosof sebelumnya yang sudah
menyelidiki adalah bahwa mereka tidak menyelidiki penyebab-penyebabnya. Tiap-
tiap kejadian mempunyai empat sebab yaitu, penyebab material, penyebab formal,
penyeebaab efisien, dan penyebab final.
4. Periode Abad Pertengahan
Periode ini, secara garis besar, dapat dibagi dua, yaitu:
a. Masa Patristik
b. Masa Skolastik.

5. Periode Keemasan Islam


Pada zaman pertengahan eropa sedang terpuruk, karena terbelenggu persoalan
dogma-dogma keagamaan, maka peradabaan dunia islam justru mengalami masa
keemasan ilmu pengetahuann dan teknologi. Peradaban dunia islam, terutamaa pada
zaman Bani Umayyah telah menemukan suatu cara pengaamatan astronomi pada abad
ke-7 M, delapan abad sebelum Galileo Galili dan Copenicos melakukannya. Selain itu,
telah didirikan sekolah kedokteran dan astronomi di Jundishapur. Selanjutnya,
indikator kemajuan kebudyaan islam adalah didirikannya Baitul Hikmah (House of
Wisdom) pada masa khalifah al-Makmun, pada abad 9 Masehi.
Banyak sekali sarjana muslim yang memberi sumbangan besar dalaam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia islam. Diantaranya, Al-
Khawarizmi, Jabir ibn Hayyan, al-Razi, Ibn Sina, Abu al- Qasim, al-Idrisi, Ibn
Rusyd dan lain-lain termasuk Ibn Khaldun.

6. Periode Renaisans
Renaisans berarti kebangkitan adalah suatu era antara abad pertengahaan dan
zaman modern. Era ini sangat perhatian terhadap bidang seni lukis, patung, arsitektur,
musik, sastra, filsafat, ilmu pengeetahuan dan teknologi. Pada masa reanisans ini
muncul seorang filosof terkenal, melalui filsafat politiknya yang sangat berpengaruh,
seperti tertuang dalam bukunya The Prince (Sang Pangeran). Filosof itu adalah
Niccolo Machiaveli.
Sekaitan dengan llmu pengetahuan, di era renaisans ini ada pemiikir yang muncul
di antaranya: Nicolas Copernicus (1473-1543) dan Francis Bacon (1561-1626).

7. Periode Modern
Sebagai kelannjutaan logis dari era renaisans dan gerakan Auflaerung di abad ke-
18 itu, zaman modern telah semakin memperlihatkan kemandirian pemiikiran
manusia. Dalam pandangan para filosof modern, bahwa pengetaahuan tidak berasal
dari kitab suci atau dogma-dogma gereja, juga tidak berasal dari kekuasaan feodal,
melainkan dari diri manusia itu sendiri. Sebagai kelanjutan logis dari zaman
reanaisans, filsafat zaman modern itu bercorak “antroposentris”, artinya manusia
menjadi pusat perhatian penyelidikan filsafati.
Para pemikir zaman renains dan pencerahan yang berjasa besar dalam memajukan
metode ilmiah pada abad 16 dan 17, serta mengawaali periode modern, antara lain,
Roger Bacon (1214-1294), Machiavelli (1469-1527), Compernicus (1473-1543),
Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), Rene Descartes (1596-
1650), John Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753), dan David Hume
(1711-1776).
Francis Bacon menjadi tokoh paling berjasa mempopulerkan metode induktif
modern dan mengembangkan sistematisasi logis prosedur ilmiah.1
Dalam era filsafat modern, yang kemudian dilanjutkan dengan era filsafat abad ke-
20, muncullah berbagai aliran pemikiran: Rasionalisme, Empirisme, Kritisme,
Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme,
Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.

a. Rasionalisme
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descrates (1596-1650) yang disebut sebagai
bapak filsafat modern. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia
menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun
oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang
umum.yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan
berbeda-beda (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah
ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalaah keinginan untuk membebaskan
diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima, tetapi ternyata
tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi.
Descrates menginginkan cara yang baru dalam berfikir, maka diperlukan titik tolak
pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, Cogito ergo sun (saya
berfikir maka saya ada). Jelasnya, bertolak dari keraguan untuk mendapatkan
kepastian.

1
Duski Ibrahim, Filsafat Ilmu,(Palembang: Noer Fikri, 2017) hlm. 33-97.
b. Empirisme
Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya,
pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi karena filsafat
dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar
sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian beranggapan bahwa pengetahuan yang
bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra (empiri), dan empirilah satu-
satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama empirisme,
tokohnya yaitu, Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1932-1704), dan David
Hume (1711-1776).

c. Kritisme
Di Jerman pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme semakin berlanjut.
Masing-masing berebut otonomi. Kemudian timbul masalah, siapa yang sebenarnya
dikatakan sebaagain sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan yang benar itu lewat
rasio atau empiri.
Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan
persoalan di atas. Kant mengakui peranan akal (rasiomalisme) dan keharusan empiri,
kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber
pada akal, tetapi adanya pengertian timbul dari benda. Ibarat burung terbang harus
mempunyai sayap (rasio) dan udara (empiri).
Jadi metode berfikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada
nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan
yang melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspek
irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kennyatannya.

d. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari
kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Tokoh idealisme yaitu, J.G. Fichte (1762-1814), F.W.J. Scheling (1775-1854),
G.W.F. Hegel (1770-1831), Schopenhauer (1788-1860).
e. Positivisme
Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang
telaah diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya.
Maksud positif adalah segalaa gejala dan gejala yang tampak seperti apa adanya,
sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi, setelah fakta diperolehnya, fakta-fakta
tesebut kita atur dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.
Adapun tokoh positivisme yaitu, August Comte (1798-1857), John S. Milln (1806-
1873), Herbet Spencer (1820-1903).

f. Evolusionisme
Aliran ini dipelopori oleh seorang Zoologi yang mempunyai pengaruh sampai saat
ini yaitu, Charles Robert Darwin (1809-1882). Ia mendominasi pemikiran filsafat abad
ke-19.

g. Materialisme
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi,bukan rohani,
bukan spiritual, atau supranatural.
Materialisme memandang bahwa materi lebih dahulu ada sedangkan ide atau
fikiran timbul setelah melihat materi. Materialisme adalah aliran filsafat yang
menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali materi, pikiran dan kesadaran
hanyalah penjelmaan dari materi dan dapat dikembalikan pada unsur fisik.
Tokoh materialisme yaitu, Julien de Lamettrie (1709-1751), Ludwig Feueurbach
(1804-1872), Karl Marx (1818-1883).

8. Periode Post-modern atau Periode Kontemporer


Dalam era postmodern ilmu pengetahuan tidak memiliki tujuan untuk dirinya
sendiri, misalnya untuk menemukan kebenaran teori. Sekarang, ilmu pengetahuan
lebih bersifat pragmatis, dalam arti ilmu pengetahuan diprodukksi untuk dijual atau
lebih mempertimbangkan nilai guna atau manfaatnya. Perkembangan ilmu
pengetahuan ini ditandai dengan majunya teknologi informasi dengan sasaran
cyberspace global.
B. Sejarah Evolusi Filsafat Pendidikan islam
1. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Istilah filsafat pendidikan islam, mengandung tiga unsur kata yang saling berkaitan
yaitu filsafat, pendidikan dan islam. Filsafat pendidikan islam adalah pemikiran
mendalam, universal dan sistematis yang berkaitan dengan masalah-masalah
pendidikan islam.
Pendidikan islam sebagai sebuah usaha manusia dewasa menempati posisi yang
mulia sebagai tugas kemanusiaan dan kehambaan, karena terjalin dalam kerangka
hubungan antar manusia sekaligus bernilai ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Umat islam sendiri mengakui bahwa sesungguhnya kegiatan pendidikan merupakan
sebuah sarana untuk melaksanakan kewajiban menuntut ilmu pengetahuan (thullab
al-ilm).

2. Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah SAW


Nabi Muhammad SAW telah diberi tugas supaya bangun melemparkan kain
selimut dan menyingsingkan lengan baju untuk memberi peringatan dan pengajaran
kepada seluruh umat manusia, sebagai tugas suci, tugas mendidik dan mengajarkan
islam.
Masa pembinaan Pendidikan Agama Islam di Makkah, Nabi mengajarkan al qur’an
karena al-qur’an merupakan inti sari dan sumber pokok ajaran islam, Nabi
Muhammad SAW, mengajarkan tauhid kepada umatmya.
Mahmud Yunus dalam bukunya Sejarah Pendiidikan Islam, menyatakan bahwa
pembinaan pendidikan islam pada masa Makkah meliputi, pendidikan keagamaan,
pendidikan akliyah dan ilmiah, pendidikan akhlak dan budi pekerti, dan pendidikan
jasmani dan kesehatan.
Sedangkan cara nabi melakukan pembinaan dan pengajaran pendidikan agama
islam di madinah adalah sebagai berikut:
a. Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru,
b. Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan,
c. Pendidikan anak dalam islam,
3. Pendidikan Islam Pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
a. Masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari
segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi materi pendidikan islam
terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain
sebagainya.
Lembaga pendidikan islam masjid, masjid dijadikan sebagai benteng pertahanan
rohani, tempat pertemuan, dan lembaga pendidikan islam, sebagai tempat sholat
berjama’ah, membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya.

b. Masa Khalifah Umar bin Khattab


Khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan
penyuluhan pendidikan di kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di
masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk
tiap-tiap daerah yang ditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-qur’an dan
ajaran islam lainnya. Adapun metode yang mereka pakai adalah guru duduk di
halaman masjid sedangkan murid melingkarinya.

c. Masa Usman bin Affan


Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman bin Affan lebih ringan
dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan
belajar islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini
para sahabat memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan
kepaada masyarakat.

d. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib


Dengan kericuhan politik pada masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan islam
mendapat hambatan dan gangguan. Pada saat itu Ali tidak sempat lagi memikirkan
masalah pendidikan sebab keseluruhan perhatiannya itu ditumpahkan pada masalah
keamanan dan kedamaian bagi seluruh masyarakat islam.
Pusat pendidikan pada masa Khulafa Ar-Rasyidin antara lain:
1) Makkah
2) Madinah
3) Basrah
4) Kuffah
5) Damsyik (Syam)
6) Mesir

4. Pendidikan Islan Di Zaman Bani Umayyah dan Bani Abasiyyah


a. Perkembangan Pendidikan Islam di Zaman Bani Umayyah
Daulat Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah bin Abu sufyan, dan berkuasa
dari tahun 661 M dan berakhir tahun 750 M.
Pada Zaman ini juga dapat disaksikan adanya gerakan penerjemahan ilmu-ilmu
dari bahasa lain ke dalam bahasa arab, tetapi penerjemahan itu terbatas pada ilmu-
ilmu yang mempunyai kepentingan praktis, seperti ilmu kimia,kedokteran, falak, dan
kesenian bangunan.
Pada masa dinasti Umayyah politik telah mengalami kemajuan dan perubahan,
sehingga lebih teratur dibandingkan dengan masa sebelumnya, terutama dalam hal
Khilafah (kepemimpinan), dibentuknya kitabah (Sekretariat Negara), Al-Hijabah
(Ajudan), Organisasi Keuangan, Organisasi Kehakiman dan Organisasi Tata Usaha
Negara.
Pendidikan pada masa Dinasti Umayyah tampaknya masih didominasi oleh
metode bayani, terutama selama abad 1 H dimana pendidikan bertumpu dan
bersumber pada nash-nash agama yang saat itu terdiri atas Al-Qur’an, sunnah, ijmak,
dan fatwa sahabat.
b. Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Dan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Bani
Umayyah
Dalam sepak terjang yang dilakukan Bani Umayyah di bidang pendidikan
Islam, banyak melahirkan para ulama yang ahli di bidangnya, mereka bertanggung
jawab terhadap kelancaran jalannya pendidikan.
 Seni Bahasa dan Sastra: Imam Syibawaihi, Ibnu Malik, Ibnu Sayyidih, Ibn
Khuruf, Ibn Al-Haj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-basan Ibn Usfur, dan Abu
Hayyan Al-Garnatbi, al-Farisi, al-Zujaj.
 Ilmu Tafsir: Mujahid, Athak bin Abu Rabah, Ikrimah, Qatadah, Said bin
Jubair, Masruq bin al-Ajda’, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam.
 Ilmu Hadis : Muhammad bin Syihab al-Zuhri, Hadist ada al-Zuhry, Abu
Zubair Muhammad bin Muslim bin Idris.
 Fiqih: Abu bakar ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Said Al-Baluthi dan Ibn
Hazm, kemudian abu bakar al quthiyah, munzir bin sa’if al-baluthi dan ibnu
hazim
 Ilmu Kimia
 Ilmu Kedokteran
 Ilmu Filsafat: Abu bakr Muhammad bin al-Syaigh dan Abu Bakr bin
Thufail.
 Musik dan Kesenian.2

5. Pendidikan Islam Di Zaman Bani Abasiyyah


a. Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Bani Abasiyyah
Pada masa Dinasti Abasiyyah metode pendidikan/pengajaran yang digunakan
dapat dikelompokkan menjadi 3 macam: lisan, hafalan, dan tulisan.
Adapun tokoh-tokoh pendidikan islam yang berpengaruh pada masa bani
abasiyyah adalah:
 Al-Razi (guru Ibnu Sina)
 Al-Battani
 Al-Ya’qubi
 Al Buzjani
 Ibnu Sina
 Imam al-Ghazali
 Ibnu Rusyd
 Al-Farabi
 Ibnu Khaldun

6. Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran Pendidikan Islam


a. Berlebihannya filsafat Islam yang bersifat sufistik
Hal ini yang dimasukkan oleh Al-Ghazali dalam alam islami di timur, dan
berkelebihan pula ibn Rusyd dalam memasukkan filsafatnya yang bercorak
rasionalistis ke dunia Islam barat. Al-Ghazali dengan alam filsafatnya menuju ke
arah bidang rohaniah hingga menghilang ia kedalam megaa alam tasawuf.

2
Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm. 138-140.
Sedangkan ibn Rusyd dengan filsafatnya menuju ke arah yang bertentangan dengan
Al-Ghazali, maka ibn Rusyd dengan filsafatnya menuju ke jurang materialisme.
b. Umat Islam melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Umat islam, terutama para pemerintahnya, melalaikan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Para ahli ilmu
pengetahuan umumnya terlibat dalam urusan-urusan pemerintah, sehingga
melupakan perkembangan ilmu pengetahuan.
c. Terjadinya pemberontakan-pemberontakan
Terjadinya pemberontakan pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari
luar, sehingga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan
berhentinya kegiatan-kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
islam.
d. Sedikitnya kurikulum Islam
Dengan penyempitan kurikulum yang ada juga sudah mulai meninggalkan ilmu-
ilmu keagamaan yang murni, sedangkan ilmu-ilmu keagamaan yang ada adalah yang
tujuannya untuk mendekatkan diri dan ditambah dengan pendidikan sufi.
e. Tertutupnya pintu ijtihad
Ini disebabkan dengan runtuhnya kota-kota pendidikan islam, sehingga
pelaksanaan pendidikan islam banyak dilaksanakan di rumah-rumah para ulama
yang pada akhirnya madrasah-madrasah kurang berfungsi.

7. Usaha-Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam


Usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam ini merupakan kesadaran akan
kelemahan dan ketertinggalan kaum muslimin dan bangsa-bangsa eropa dalam
berbagai bidang. Sehingga mereka mulai memperhatikan kemajuan yang dicapai
oleh Eropa sehingga timbul usaha pembaharuan dalam segala aspek kehidupan.
Langkah pertama dengan mengirim duta-duta untuk mempelajari kemajuan Eropa.
Terutama di bidang militer dan kemajuan ilmu pengetahuan. Kemudian didatangkan
pelatih-pelatih militer dari eropa dan didirikan sekolah tekhnik militer, dibuka suatu
percetakan di Istambul dan juga diadakan percetakan Al-Qur’an, dan ilmu
pengetahuan agama lainnya.3

3
Nurlaila, Ilmu Pendidikan Islam, (Palembang: Noer Fikri, 2018), hlm. 167

Anda mungkin juga menyukai