Nim : 1830202284
Kelas : PAI 8
b. Plato
Plato adalah murid Socrates yang dalam berfilsafat melanjutkan tradisi dialog
gurunya tersebut. Sebagaimana Socrates, ia mengarang dialog-dialog tanpa mengenal
lelah, termasuk mengadakan dialog dengan lawan bicaranya. Plato berkeyakinan
bahwa filsafat pada intinya tidak lain adalah dialog. Baginya, berfilsafat adalah
mencari dan mencintai kebijaksanaan dan kebenaran, yang karenanya untuk dapat
dimengerti dengan baik, kebenaran dan keebijaksanaan terssebut hendaklah dilakukan
secara bersama-sama melalui dialog.
c. Aristoteles
Aristoteles, murid Plato, adalah lambang puncak prmikiran filsafaat Yunani. Ia
berpendapat bahwa tugas utama ilmu pengetahuan adalah mencari penyebab-penyebab
objek yang diselidiki. Kekurangan mendasar para filosof sebelumnya yang sudah
menyelidiki adalah bahwa mereka tidak menyelidiki penyebab-penyebabnya. Tiap-
tiap kejadian mempunyai empat sebab yaitu, penyebab material, penyebab formal,
penyeebaab efisien, dan penyebab final.
4. Periode Abad Pertengahan
Periode ini, secara garis besar, dapat dibagi dua, yaitu:
a. Masa Patristik
b. Masa Skolastik.
6. Periode Renaisans
Renaisans berarti kebangkitan adalah suatu era antara abad pertengahaan dan
zaman modern. Era ini sangat perhatian terhadap bidang seni lukis, patung, arsitektur,
musik, sastra, filsafat, ilmu pengeetahuan dan teknologi. Pada masa reanisans ini
muncul seorang filosof terkenal, melalui filsafat politiknya yang sangat berpengaruh,
seperti tertuang dalam bukunya The Prince (Sang Pangeran). Filosof itu adalah
Niccolo Machiaveli.
Sekaitan dengan llmu pengetahuan, di era renaisans ini ada pemiikir yang muncul
di antaranya: Nicolas Copernicus (1473-1543) dan Francis Bacon (1561-1626).
7. Periode Modern
Sebagai kelannjutaan logis dari era renaisans dan gerakan Auflaerung di abad ke-
18 itu, zaman modern telah semakin memperlihatkan kemandirian pemiikiran
manusia. Dalam pandangan para filosof modern, bahwa pengetaahuan tidak berasal
dari kitab suci atau dogma-dogma gereja, juga tidak berasal dari kekuasaan feodal,
melainkan dari diri manusia itu sendiri. Sebagai kelanjutan logis dari zaman
reanaisans, filsafat zaman modern itu bercorak “antroposentris”, artinya manusia
menjadi pusat perhatian penyelidikan filsafati.
Para pemikir zaman renains dan pencerahan yang berjasa besar dalam memajukan
metode ilmiah pada abad 16 dan 17, serta mengawaali periode modern, antara lain,
Roger Bacon (1214-1294), Machiavelli (1469-1527), Compernicus (1473-1543),
Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), Rene Descartes (1596-
1650), John Locke (1632-1704), George Berkeley (1685-1753), dan David Hume
(1711-1776).
Francis Bacon menjadi tokoh paling berjasa mempopulerkan metode induktif
modern dan mengembangkan sistematisasi logis prosedur ilmiah.1
Dalam era filsafat modern, yang kemudian dilanjutkan dengan era filsafat abad ke-
20, muncullah berbagai aliran pemikiran: Rasionalisme, Empirisme, Kritisme,
Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme,
Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
a. Rasionalisme
Rasionalisme dipelopori oleh Rene Descrates (1596-1650) yang disebut sebagai
bapak filsafat modern. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia
menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun
oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang
umum.yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan
berbeda-beda (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah
ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalaah keinginan untuk membebaskan
diri dari segala pemikiran tradisional (skolastik), yang pernah diterima, tetapi ternyata
tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi.
Descrates menginginkan cara yang baru dalam berfikir, maka diperlukan titik tolak
pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, Cogito ergo sun (saya
berfikir maka saya ada). Jelasnya, bertolak dari keraguan untuk mendapatkan
kepastian.
1
Duski Ibrahim, Filsafat Ilmu,(Palembang: Noer Fikri, 2017) hlm. 33-97.
b. Empirisme
Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya,
pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi karena filsafat
dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar
sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian beranggapan bahwa pengetahuan yang
bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra (empiri), dan empirilah satu-
satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama empirisme,
tokohnya yaitu, Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1932-1704), dan David
Hume (1711-1776).
c. Kritisme
Di Jerman pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme semakin berlanjut.
Masing-masing berebut otonomi. Kemudian timbul masalah, siapa yang sebenarnya
dikatakan sebaagain sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan yang benar itu lewat
rasio atau empiri.
Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan
persoalan di atas. Kant mengakui peranan akal (rasiomalisme) dan keharusan empiri,
kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber
pada akal, tetapi adanya pengertian timbul dari benda. Ibarat burung terbang harus
mempunyai sayap (rasio) dan udara (empiri).
Jadi metode berfikirnya disebut metode kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada
nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan
yang melampaui akal. Sehingga akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspek
irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kennyatannya.
d. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari
kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa.
Tokoh idealisme yaitu, J.G. Fichte (1762-1814), F.W.J. Scheling (1775-1854),
G.W.F. Hegel (1770-1831), Schopenhauer (1788-1860).
e. Positivisme
Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang
telaah diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya.
Maksud positif adalah segalaa gejala dan gejala yang tampak seperti apa adanya,
sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi, setelah fakta diperolehnya, fakta-fakta
tesebut kita atur dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.
Adapun tokoh positivisme yaitu, August Comte (1798-1857), John S. Milln (1806-
1873), Herbet Spencer (1820-1903).
f. Evolusionisme
Aliran ini dipelopori oleh seorang Zoologi yang mempunyai pengaruh sampai saat
ini yaitu, Charles Robert Darwin (1809-1882). Ia mendominasi pemikiran filsafat abad
ke-19.
g. Materialisme
Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi,bukan rohani,
bukan spiritual, atau supranatural.
Materialisme memandang bahwa materi lebih dahulu ada sedangkan ide atau
fikiran timbul setelah melihat materi. Materialisme adalah aliran filsafat yang
menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata kecuali materi, pikiran dan kesadaran
hanyalah penjelmaan dari materi dan dapat dikembalikan pada unsur fisik.
Tokoh materialisme yaitu, Julien de Lamettrie (1709-1751), Ludwig Feueurbach
(1804-1872), Karl Marx (1818-1883).
2
Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hlm. 138-140.
Sedangkan ibn Rusyd dengan filsafatnya menuju ke arah yang bertentangan dengan
Al-Ghazali, maka ibn Rusyd dengan filsafatnya menuju ke jurang materialisme.
b. Umat Islam melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Umat islam, terutama para pemerintahnya, melalaikan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan, dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Para ahli ilmu
pengetahuan umumnya terlibat dalam urusan-urusan pemerintah, sehingga
melupakan perkembangan ilmu pengetahuan.
c. Terjadinya pemberontakan-pemberontakan
Terjadinya pemberontakan pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari
luar, sehingga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan
berhentinya kegiatan-kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
islam.
d. Sedikitnya kurikulum Islam
Dengan penyempitan kurikulum yang ada juga sudah mulai meninggalkan ilmu-
ilmu keagamaan yang murni, sedangkan ilmu-ilmu keagamaan yang ada adalah yang
tujuannya untuk mendekatkan diri dan ditambah dengan pendidikan sufi.
e. Tertutupnya pintu ijtihad
Ini disebabkan dengan runtuhnya kota-kota pendidikan islam, sehingga
pelaksanaan pendidikan islam banyak dilaksanakan di rumah-rumah para ulama
yang pada akhirnya madrasah-madrasah kurang berfungsi.
3
Nurlaila, Ilmu Pendidikan Islam, (Palembang: Noer Fikri, 2018), hlm. 167