Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asuhan keperawatan jiwa merupakan asuhan keperawatan yang bersifat spesialistik,
tetapi asuhan keperawatan kepada klien harus teta dilakukan secara holistic.
Pendekatan asuhan keperawatan selain harus difokuskan pada perilaku klien,
difokuskan juga pada kondisi fisik, sosial, budaya, dan spiritual klien. berbagai terapi
keperawatan yang dikembangkan difokuskan pada klien secaaraa individu, kelompok
keluarga ataupun komunitas.

Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mengalami masalah keperawatan yang sama.
Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai target asuhan. Di
dalam kelompok terjadi dinamika interaksi saling bergantung, saling membutuhkan
dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru vang adaptif untuk
memperbaiki perilaku lama yang maladaptive.

Tindakan keperawatan yang ditujukan pada sistern klien, baik secara individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat merupakan upaya yang menyeluruh dalarm
menyelesaikan masalah klien Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi
modalitas keperawatan yan ditujukan pada kelompok klien dengan masalah yang
sama. Terapi aktivitas kelompok yang dikembangkan adalah sosialisasi, stimulasi
persepsi, stimulasi sensoris dan orientasi realitas TAK-sosialisasi pernah ditelit dan
memberi dampak pada kemampuan klien dalam bersosialisasi. TAK yang lain telah
digunakan di beberapa rumah sakit jiwa. Evaluasi dan penelitian tentang manfaat
TAK akan berkontribusi terhadap perkembangan terapi kelompok dalan keperawatan
jiwa. Peningkatan kemampuan perawat dalam melaksa- nakan TAK dapat diperoleh
melalui pendidikan formal atau pendidikan keperawatan berkelanjutan. Diharap kan
perawat yang melaksanakan TAK telah mengikuti pendidikan khusus TAK
merupakan tindakan keperawatan. Oleh sebab itu perlu dimasukkan dalam rencana
tindakan keperawatan pada masalah keperawatan tertentu. Jadi rencana keperawatan
terdiri dari tindakan keperawatan ung ditujukan pada individu, kelompok, dan
keluarga klien. Semua kemampuan yang dipelajari klien dalam TAK hendaknya
digunakan sampai klien pulang ke rumah. Peran keluarga diperlukan untuk memantau
pelaksanaan kemampuan di rumah Selain itu, TAK juga dapat diselenggarakan di
komunitas dengan perawat puskesmas terlatih sebagai penggeraknya sehingga
program terapi akan berkelanjutan dari rumah sakit jiwa sampai dengan komunitas.

B. Rumusan Makalah
Apa yang dimaksud dengan Terapi Aktivitas Kelompok ?
C. Tujuan
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana cara melakukan terapi
aktivitas kelompok .

Bab II
Tinjauan Teoritis

A. Pengertian Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantungan, serta mempunyai norma yang sama (Stuart dan
Sundeen, 1991). Manusia adalah makhluk sosial, hidup berkelompok, dan saling
berhubungan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial dimaksud antara
lain rasa menjadi milik orang lain atau keluarga, kebutuhan pengakuan orang lain,
kebutuhan penghargaan orang lain, dan kebutuhan pernyataan diri.
Penggunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa memberikan dampak
positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta pemulihan kesehatan
jiwa. Selain itu, dinamika kelompok tersebut membantu pasien meningkatkan
perilaku adaptif dan mengurangi perilaku maladaptif.
Secara umum fungsi kelompok adalah sebagai berikut.
1. Setiap anggota kelompok dapat bertukar pengalaman.
2. Berupaya memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota lain.
3. Merupakan proses menerima umpan balik.

Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Aktivitas digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan
(Kelliat, 2005). Terapi aktivitas kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk
identitas hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang maladaptive
(Stuart & Sundeen, 1998).

Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan terapi yang bertujuan mengubah


perilaku pasien dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Cara ini cukup efektif
karena di dalam kelompok akan terjadi interaksi satu dengan yang lain, saling
memengaruhi, saling bergantung, dan terjalin satu persetujuan norma yang diakui
bersama, sehingga terbentuk suatu sistem sosial yang khas yang di dalamnya terdapat
interaksi, interelasi, dan interdependensi.
Terapi aktivitas kelompok (TAK) bertujuan memberikan fungsi terapi bagi
anggotanya, yang setiap anggota berkesempatan untuk menerima dan memberikan
umpan balik terhadap anggota yang lain, mencoba cara baru untuk meningkatkan
respons sosial, serta harga diri. Keuntungan lain yang diperoleh anggota kelompok
yaitu adanya dukungan pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
dan meningkatkan hubungan interpersonal.
B. Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1. Terapeutik
Meningkatkan kemampuan pasien, memfasilitasi proses interaksi, membangkitkan
motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif, serta mempelajari cara baru
dalam mengatasi masalah dan melakukan sosialisasi.
Efek terapeutik kelompok

a. Universalitas, klien mulai menyadari bahwa bukan ia sendiri yang mempunyai


masalah dan bahwa perjuangannya adalah dengan membagi atau setidaknya
dapat dimengerti oleh orang lain.

b. Menanamkan harapan, sebagian diperantarai dengan menemukan yang lain


yang telah dapat maju dengan masalahnya, dan dengan dukungan emosional
yang diberikan oleh kelompok lainnya.

c. Menanamkan harapan, dapat dialami karena anggota memberikan dukungan


satu sama lain dan menyumbangkan ide mereka, bukan hanya menerima ide
dari yang lainnya.

d. Mungkin terdapat rekapitulasi korektif dari keluarga primer yang untuk


kebanyakan klien merupakan problematic. Baik terapis maupun anggota
lainnya dapat jadi resepien reaksi tranferensi yang kemudian dapat dilakukan.
e. Pengembangan keterampilan sosial lebih jauh dan kemampuan untuk
menghubungkan dengan yang lainnya merupakan kemungkinan. Klien dapat
memperoleh umpan balik dan mempunyai kesempatan untuk belajar dan
melatih cara baru berinteraksi.

f. Pemasukan informasi, dapat dapat berkisar dari memberikan informasi tentang


ganguan seseorang terhadap umpan balik langsung tentang perilaku orang dan
pengaruhnya terhadap anggota kelompok lainnya.

g. Identifikasi, prilaku imitative dan modeling dapat dihasilkan dari terapis atau
anggota lainnya memberikan model peran yang baik.

h. Kekohesifan kelompok dan pemilikan dapat menjadi kekuatan dalam


kehidupan seseorang. Bila terapi kelompok menimbulkan berkembangnya rasa
kesatuan dan persatuan memberi pengaruh kuat dan memberi perasaan
memiliki dan menerima yang dapat menjadi kekuatan dalam kehidupan
seseorang.

i. Pengalaman antar pribadi mencakup pentingnya belajar berhubungan antar


pribadi, bagaimana memperoleh hubungan yang lebih baik, dan mempunyai
pengalaman memperbaiki hubungan menjadi lebih baik.

j. Atarsis dan pembagian emosi yang kuat tidak hanya membantu mengurangi
ketegangan emosi tetapi juga menguatkan perasaan kedekatan dalam
kelompok.

Pembagian eksisitensial memberikan masukan untuk mengakui keterbatasan


seseorang, keterbatasan lainnya, tanggung jawab terhadap diri seseorang.
2. Rehabilitatif
Meningkatkan kemampuan mengekspresikan diri, kemampuan berempati,
meningkatkan kemampuan sosial, serta tanggung jawabnya dalam hubungan
interpersonal.
Depkes RI (1997) mengemukakan tujuan terapi aktivitas kelompok secara rinci
sebagai berikut:
2. Tujuan Umum
a. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan yaitu memperoleh pemahaman
dan cara membedakan sesuatu yang nyata dan khayalan.
b. Meningkatkan sosialisasi dengan memberikan kesempatan untuk berkumpul,
berkomunikasi dengan orang lain, saling memperhatikan memberikan
tanggapan terhadap pandapat maupun perasaan ortang lain.
c. Meningkatkan kesadaran hubungan antar reaksi emosional diri sendiri dengan
prilaku defensif yaitu suatu cara untuk menghindarkan diri dari rasa tidak enak
karena merasa diri tidak berharga atau ditolak
d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
fungsi kognitif dan afektif.
3. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan identifikasi diri, dimana setiap orang mempunyai identifikasi
diri tentang mengenal dirinya di dalam lingkungannya.
b. Penyaluran emosi, merupakan suatu kesempatan yang sangat dibutuhkan oleh
seseorang untuk menjaga kesehatan mentalnya. Di dalam kelompok akan ada
waktu bagi anggotanya untuk menyalurkan emosinya untuk didengar dan
dimengerti oleh anggota kelompok lainnya.
c. Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk kehidupan sehari-hari,
terdapat kesempatan bagi anggota kelompok untuk saling berkomunikasi yang
memungkinkan peningkatan hubungan sosial dalam kesehariannya.

C. Indikasi Dan Kontra Indikasi Terapi Aktifitas Kelompok (TAK)


Adapun indikasi dan kontra indikasi terapi aktivitas kelompok (Depkes RI (1997)
adalah:

1. Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas


kelompok kecuali mereka yang : psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic,
delusi tak terkontrol, mudah bosan.

2. Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas
kelompok antara lain : sudah ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah tidak
terlalu gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya tidak terlalu berat, sehingga
bisa kooperatif dan tidak mengganggu terapi aktifitas kelompok.

3. Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan


pertimbangan tertentu seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik terapi, diagnosis
klien dapat bersifat heterogen, tingkat kemampuan berpikir dan pemahaman
relatif setara, sebisa mungkin pengelompokan berdasarkan problem yang sama.

D. Kerangka Teoritis Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


1. Model Focal Conflict
Menurut Whitakers dan Liebermen, terapi kelompok lebih berfokus pada
kelompok daripada individu. Prinsipnya adalah terapi kelompok ini
dikembangkan berdasarkan konflik yang tidak disadari. Pengalaman kelompok
secara berkesinambungan muncul, yang kemudian konflik dikonfrontir untuk
pemecahan masalah. Tugas terapis membantu anggota kelompok memahami
konflik dan mencapai penyelesaian konflik.
Menurut model ini pimpinan kelompok (leader) harus memfasilitasi dan
memberikan kesempatan pada anggota untuk mengekspresikan perasaan dan
mendiskusikannya untuk penyelesaian masalah. Contohnya, adanya perbedaan
pendapat antaranggota, cara masalah (perbedaan) ditanggapi anggota, dan
pemimpin mengarahkan alternatif penyelesaian masalah.
2. Model Komunikasi
Model komunikasi menggunakan prinsip komunikasi dan komunikasi
terapeutik. Diasumsikan bahwa disfungsi atau komunikasi tidak efektif dalam
kelompok akan menyebabkan ketidakpuasan anggota kelompok, umpan balik
tidak adekuat, dan kohesi atau keterpaduan kelompok menurun.
Dengan menggunakan model ini, pemimpin berperan memfasilitasi
komunikasi efektif, masalah individu atau kelompok dapat diidentifikasi dan
diselesaikan. Pemimpin mengajarkan pada kelompok bahwa:
a. perlu komunikasi di dalam kelompok;
b. anggota harus bertanggung jawab terhadap apa yang diucapkan;
c. komunikasi berada dalam semua level, misalnya komunikasi verbal,
nonverbal, terbuka, dan tertutup;
d. pesan yang disampaikan dapat dipahami orang lain;
e. anggota dapat menggunakan teori komunikasi dalam membantu satu dan yang
lain untuk melakukan komunikasi efektif.
Model ini bertujuan membantu meningkatkan keterampilan interpersonal dan
sosial anggota kelompok. Selain itu, teori komunikasi membantu anggota
merealisasikan bagaimana mereka berkomunikasi secara nonverbal dan
mengajarkan cara berkomunikasi lebih efektif. Selanjutnya, pemimpin juga perlu
menjelaskan secara singkat prinsip-prinsip komunikasi dan cara menggunakan di
dalam kelompok, serta menganalisis proses komunikasi tersebut.
3. Model Interpersonal
Sullivan mengemukakan bahwa semua tingkah laku (pikiran, perasaan, dan
tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonal. Contohnya, interaksi
dalam kelompok dapat dipandang sebagai proses sebab akibat, yang perasaan dan
tingkah laku satu anggota merupakan akibat dari tingkah laku anggota lain.
Pada teori ini terapis bekerja dengan individu dan kelompok. Anggota
kelompok belajar dari interaksi antaranggota dan terapis. Melalui proses ini,
kesalahan persepsi dapat dikoreksi dan perilaku sosial yang efektif dipelajari.
Perasaan cemas dan kesepian merupakan sasaran untuk mengidentifikasi dan
mengubah perilaku. Contohnya, tujuan salah satu terapi aktivitas kelompok untuk
meningkatkan hubungan interpersonal. Pada saat konflik interpersonal muncul,
pemimpin menggunakan situasi tersebut untuk mendorong anggota untuk
mendiskusikan perasaan mereka dan mempelajari konflik yang membuat anggota
merasa cemas, serta menentukan perilaku yang digunakan untuk menghindari atau
menurunkan cemas pada saat terjadi konflik.
4. Model Psikodrama
Model ini memotivasi anggota kelompok untuk berakting sesuai dengan peristiwa
yang baru terjadi atau peristiwa yang lalu. Anggota memainkan peran sesuai
dengan peristiwa yang pernah dialami. Contoh, pasien memerankan ayahnya yang
dominan atau keras. Psikodrama ini dilakukan secara spontan dan memberi
kesempatan pada anggota untuk berakting di luar situasi spesifik yang pernah
terjadi.
E. Tahap Perkembangan Kelompok
Kelompok mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Pemimpin
yang akan mengembangkan kelompok akan melalui empat fase atau tahap, yaitu fase
prakelompok, fase awal kelompok, fase kerja kelompok, dan fase terminasi
kelompok.
1. Fase Prakelompok
Hal penting yang harus diperhatikan saat mulai membangun kelompok adalah
merumuskan tujuan kelompok. Tercapai atau tidaknya suatu tujuan sangat
dipengaruhi oleh perilaku pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok harus
melakukan persiapan dengan penyusunan proposal.
2. Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuk kelompok yang baru dan peran
yang baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2005) membagi fase ini
menjadi tiga fase lagi, yaitu fase orientasi, konflik, dan kohesif.
a. Tahap orientasi
Pada tahap ini pimpinan kelompok lebih aktif dalam memberi pengarahan.
Pemimpin mengorientasikan anggota pada tugas utama dan melakukan
kontrak yang terdiri atas tujuan, kerahasiaan, waktu pertemuan, struktur, dan
aturan komuniksi (hanya satu orang bicara pada satu saat). Norma perilaku
dan rasa memiliki atau kohesif antara anggota kelompok diupayakan
terbentuk fase orientasi.
b. Tahap konflik
Peran dependen dan independen terjadi pada tahap ini. Sebagian
pemimpin ingin sebagai pengambil keputusan, serta ada pula yang hanya
mengarahkan dan anggota nantinya yang akan memutuskan. Selain itu, ada
pula anggota yang netral dan hanya membantu penyelesaian konflik peran
yang terjadi.
Perasaan bermusuhan yang ditampilkan baik antaranggota kelompok
maupun antara anggota dan pimpinan dapat terjadi pada tahap ini. Pimpinan
perlu memfasilitasi ungkapan perasaan baik positif maupun negatif dan
membantu kelompok mengenali penyebab konflik, serta mencegah perilaku
yang tidak produktif, misalnya saling mengambinghitamkan.
c. Tahap kohesif
Setelah melalui tahap konflik, anggota kelompok akan merasakan ikatan
yang kuat satu sama lain. Perasaan positif akan semakin saling diungkapkan.
Anggota merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim
dengan anggota yang lain. Pemimpin tetap berupaya memberdayakan
kemampuan anggota kelompok dalam penyelesaian masalah. Pada akhirnya,
anggota kelompok akan belajar bahwa perbedaan tidak perlu ditakutkan.
Semua persamaan dan perbedaan tetap dapat mewujudkan tujuan menjadi
suatu realitas.
3. Fase kerja kelompok
Fase ini kelompok sudah menjadi sebuah tim yang stabil dan realistis. Bekerja
keras tetapi tetap menyenangkan dan menjadi suatu tantangan bagi anggota dan
pemimpin kelompok. Tugas pimpinan kelompok pada fase ini membantu
kelompok mencapai tujuan dan mengurangi dampak dari hal-hal yang dapat
menurunkan produktivitas kelompok. Pemimpin akan bertindak sebagai
konsultan.
Beberapa anggota akan sangat akrab, berlomba mendapatkan perhatian
pemimpin kelompok, tidak ada lagi kerahasiaan, dan keinginan untuk berubah.
Hal inilah yang harus diperhatikan oleh pimpinan kelompok agar segera
melakukan strukturisasi. Di akhir fase, anggota akan menyadari produktivitas dan
kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian.
4. Fase terminasi kelompok.
Terminasi dapat sementara atau permanen. Terminasi dapat pula terjadi karena
anggota kelompok atau pimpinan keluar dari kelompok. Pada fase ini dilakukan
evaluasi yang difokuskan pada pencapaian kelompok dan individu. Terminasi
yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok dapat
digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.

F. Jenis Terapi Aktivitas Kelompok (Tak)


1. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Sensori
Aktivitas digunakan untuk memberikan stimulasi pada sensori pasien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori pasien berupa ekspresi emosi/perasaan melalui gerakan
tubuh, ekspresi muka, dan ucapan. Biasanya pasien yang tidak mau
berkomunikasi secara verbal akan terangsang sensoris emosi dan perasaannya
melalui aktivitas tertentu. Aktivitas tersebut berupa:
a. TAK stimulasi sensori suara, misalnya mendengar musik,
b. TAK stimulasi sensori menggambar,
c. TAK stimulasi sensori menonton TV/video.
2. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas
Pasien diorientasikan pada kenyataan yang ada di sekitar pasien yaitu diri sendiri,
orang lain yang ada di sekeliling pasien atau orang yang dekat dengan pasien,
serta lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan pasien pada saat ini
dan masa yang lalu. Aktivitasnya adalah sebagai berikut.
a. Sesi I : pengenalan orang
b. Sesi II : pengenalan tempat
c. Sesi III : pengenalan waktu
3. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi
Pasien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar
pasien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal,
kelompok, dan massa. Aktivitas yang diberikan antara lain sebagai berikut.
a. Sesi I : menyebutkan jati diri.
b. Sesi II : mengenali jati diri anggota kelompok.
c. Sesi III : bercakap-cakap dengan anggota kelompok.
d. Sesi IV : menyampaikan dan membicarakan topik percakapan.
e. Sesi V : menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan orang
lain.
f. Sesi VI : bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok.
g. Sesi VII : menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAK sosialisasi
yang telah dilakukan.
4. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi
Pasien dilatih untuk mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Kemampuan persepsi pasien dievaluasi dan ditingkatkan
pada tiap sesi. Dalam proses ini diharapkan respons pasien terhadap berbagai
stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Aktivitas yang diberikan antara lain
sebagai berikut.
a. Sesi I : menonton TV
b. Sesi II : membaca majalah/koran/artikel
c. Sesi III : gambar
d. Sesi IV :
4.1 Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2 Mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan fisik.
4.3 Mencegah perilaku kekerasan melalui interaksi asertif.
4.4 Mencegah perilaku kekerasan melalui kepatuhan minum obat.
4.5 Mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan ibadah.
5. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Peningkatan Harga Diri
Pasien dilatih untuk mengidentifikasi hal-hal positif pada diri sehingga mampu
menghargai diri sendiri. Kemampuan pasien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap
sesi. Dalam proses ini, pasien diharapkan mampu merumuskan suatu tujuan hidup
yang realistis. Aktivitas yang diberikan adalah sebagai berikut.
a. Sesi I : identifikasi hal positif diri.
b. Sesi II : menghargai hal positif orang lain.
c. Sesi III : menetapkan tujuan hidup yang realistis.
6. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Mengontrol Halusinasi
Pasien dilatih untuk dapat mengenal halusinasi yang dialaminya dan dilatih cara
mengontrol halusinasi. Kemampuan persepsi pasien dievaluasi dan ditingkatkan
pada tiap sesi. Dalam proses ini, respons pasien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan diharapkan menjadi adaptif. Aktivitas yang diberikan yaitu sebagai
berikut.
a. Sesi I : mengenal halusinasi
b. Sesi II : mengontrol halusinasi dengan menghardik
c. Sesi III : mengontrol halusinasi dengan menyusun jadwal kegiatan
d. Sesi IV : mengontrol halusinasi dengan minum obat yang benar
e. Sesi V : mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap

G. Pengorganisasian Terapi Aktivitas Kelompok


1. Pemimpin kelompok (leader)
Tugas pemimpin kelompok adalah sebagai berikut.

a. Menyusun rencana aktivitas kelompok (proposal).


b. Mengarahkan kelompok dalam mencapai tujuan.
c. Memfasilitasi setiap anggota untuk mengekspresikan perasaan, mengajukan
pendapat, dan memberikan umpan balik.
d. Sebagai “role model”.
e. Memotivasi setiap anggota untuk mengemukakan pendapat dan memberikan
umpan balik.
2. Pembantu pemimpin kelompok (co-leader)
Tugasnya adalah membantu pemimpin dalam mengorganisir anggota kelompok.
3. Fasilitator
Tugasnya adalah sebagai berikut.
a. Membantu pemimpin memfasilitasi anggota untuk berperan aktif dan
memotivasi anggota.
b. Memfokuskan kegiatan.
c. Membantu mengoordinasi anggota kelompok.
4. Observer
Tugas observer antara lain sebagai berikut.
a. Mengobservasi semua respons pasien.
b. Mencatat semua proses yang terjadi dan semua perubahan perilaku pasien.
c. Memberikan umpan balik pada kelompok.
Perawat dapat bertugas sebagai pimpinan, pembantu pimpinan, fasilitator, dan
observer. Namun untuk kelompok yang telah melakukan aktivitas secara teratur,
pasien yang sudah kooperatif dan stabil dapat berperan sebagai pembantu pimpinan,
fasilitator, observer bahkan sebagai pimpinan. Perawat sebagai terapis perlu
mengarahkan.
Jumlah anggota kelompok berkisar antara 7 sampai 10 orang sedangkan
lamanya aktivitas 45 sampai 60 menit. Sebelum memulai terapi, aktivitas kelompok
perlu menyusun proposal sebagai pedoman pelaksanaan terapi aktivitas kelompok.

H. Program Antisipasi Masalah Dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Masalah yang mungkin timbul dalam TAK antara lain sebagai berikut.

a. Adanya subkelompok.
b. Keterbukaan yang kurang.
c. Resistansi baik individu maupun kelompok.
d. Adanya anggota kelompok yang drop out.
e. Penambahan anggota baru.
Cara mengatasi masalah ini bergantung pada jenis kelompok terapis, kontrak,
dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut. Program antisipasi
masalah merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
keadaan yang bersifat gawat darurat dalam terapi yang dapat memengaruhi proses
pelaksanaan TAK. Misalnya, pasien meninggalkan permainan, maka intervensi yang
diberikan panggil nama pasien, serta tanyakan alasan meninggalkan tempat dan beri
penjelasan.
I. Komponen Kelompok
Komponen kelompok terdiri dari 8 aspek (Stuart & Laraia, 2001 dalam Keliat &
Akemat 2005), terdiri dari:
1. Sturktur Kelompok
Struktur kelompok menjelaskan batasan, komunikasi, proses pengambilan
keputusan dan hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga
stabilitas dan membantu pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam
kelompok diatur dengan adanya pemimpin dan anggota kelompok, arah
komunikasi dipandu oleh pemimpin sedangkan keputusan diambil secara
bersamaan.
2. Besar Kelompok
Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya
5-12 orang. Jika anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota
kelompok mendapatkan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan, pendapat
dan pengalaman. Jika terlalu kecil, tidak cukup variasi informasi dan interaksi.
3. Lamanya Sesi
Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20 - 40 menit bagi fungsi kelompok yang
rendah dan 60-120 menit bagi fungsi kelompok yang tinggi. Biasanya dimulai
dengan pemanasan berupa orientasi, kemudian tahap kerja dan terminasi. Benyak
sesi bergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali atau dua kali per minggu;
atau dapat direncanakan sesuai dengan kebutuhan.
4. Komunikasi
Salah satu tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan
menganalisis pola komuikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan
balik untuk memberi kesadaran pada anggota kelompok terhadap dinamika tang
terjadi. Pemimpin kelompok dapat mengkaji hambatan dalam kelompok, konflik
interpersonal, tingkat kompetisi dan seberapa jauh anggota kelompok mengerti
serta melaksanakan kegiatan yang dilaksanakan.
5. Peran Kelompok
Pemimpin perlu mengobservasii peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga
peran dan fungsi kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja
kelompok yaitu maintenance roles (peran serta aktif dalam proses kelompok dan
fungsi kelompok), task roles (fokus pada penyelesaian tugas), dan individual
roles (self-centered dan distraksi pada kelompok).
6. Kekuatan Kelompok
Kekuatan adalah kemampuan anggota kelompok dalam mememngaruhi
berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok
yang bervariasi diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar dan siapa
yang membuat keputusan dalam kelompok.
7. Norma Kelompok
Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan terhadap
perilaku kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman masa lalu
dan saat ini. Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap komunikasi dan interaksi dalam kelompok. Kesesuaian
perilaku anggota kelompok dengan norma kelompok, penting dalam menentukan
anggota kelompok dengan norma kelompok. Anggota kelompok yang tidak
mengikuti norma dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain.
8. Kekohensifan
Kekohensifan dalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai
tujuan. Hal ini mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam
kelompok. Apa yang membuat anggota kelompok tertarik dan puas terhadap
kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan kelompok dapat dipertahankan.

J. Proses Terapi Aktifitas Kelompok

Proses terapi aktifitas kelompok pada dasarnya lebih kompleks dari pada
terapi individual, oleh karena itu untuk memimpinnya memerlukan pengalaman dalam
psikoterapi individual. Dalam kelompok terapis akan kehilangan sebagian otoritasnya
dan menyerahkan kepada kelompok.

Terapis sebaiknya mengawali dengan mengusahakan terciptanya suasana yang


tingkat kecemasannya sesuai, sehingga klien terdorong untuik membuka diri dan tidak
menimbulkan atau mengembalikan mekanisme pertahanan diri. Setiap permulaan dari
suatu terapi aktifitas kelompok yang baru merupakan saat yang kritis karena
prosedurnya merupakan sesuatu yang belum pernah dialami oleh anggota kelompok
dan mereka dihadapkan dengan orang lain.

Setelah klien berkumpul, mereka duduk melingkar, terapis memulai dengan


memperkenalkan diri terlebih dahulu dan juga memperkenalkan co-terapis dan
kemudian mempersilakan anggota untuk memperkenalkan diri secara bergilir, bila ada
anggota yang tidak mampu maka terapis memperkenalkannya. Terapis kemudian
menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur terapi kelompok dan juga masalah
yang akan dibicarakan dalam kelompok. Topik atau masalah dapat ditentukan oleh
terapis atau usul klien. Ditetapkan bahwa anggota bebas membicarakan apa saja,
bebas mengkritik siapa saja termasuk terapis. Terapis sebaiknya bersifat moderat dan
menghindarkan kata-kata yang dapat diartikan sebagai perintah..

Dalam prosesnya kalau terjadi bloking, terapis dapat membiarkan sementara.


Bloking yang terlalu lama dapat menimbulkan kecemasan yang meningkatoleh
karenanya terapis perlu mencarikan jalan keluar. Dari keadaan ini mungkin ada
indikasi bahwa ada beberapa klien masih perlu mengikuti terapi individual. Bisa juga
terapis merangsang anggota yang banyak bicara agar mengajak temannya yang
kurang banyak bicara. Dapat juga co-terapis membantu mengatasi kemacetan.
Kalau terjadi kekacauan, anggota yang menimbulkan terjadinya kekacauan
dikeluarkan dan terapi aktifitas kelompok berjalan terus dengan memberikan
penjelasan kepada semua anggota kelompok. Setiap komentar atau permintaan yang
datang dari anggota diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan di tanggapi dengan
sungguh-sungguh. Terapis bukanlah guru, penasehat atau bukan pula wasit. Terapis
lebih banyak pasif atau katalisator. Terapis hendaknya menyadari bahwa tidak
menghadapi individu dalam suatu kelompok tetapi menghadapi kelompok yang terdiri
dari individu-individu.

Diakhir terapi aktifitas kelompok, terapis menyimpulkan secara singkat


pembicaraan yang telah berlangsung / permasalahan dan solusi yang mungkin
dilakukan. Dilanjutkan kemudian dengan membuat perjanjian pada anggota untuk
pertemuan berikutnya. (Kelliat, 2005).

K.

Anda mungkin juga menyukai