Anda di halaman 1dari 6

1.

Patofisologi dan pathogenesis


Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD)
disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda
yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi
yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu
disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada
demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat
reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran
darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari
sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag
akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag
menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan
mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak
virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang
sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3
jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang


terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang
menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan
munopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS
yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection
theory).

Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga
virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu
virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi
untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi
sebagai akibat serotipe virus yang paling virulen

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa


jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut
dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh
merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan
penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai
virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi
yang akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses
yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.
Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori


secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 2.3. Sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG
antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang
selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan


permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma
dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam.
Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding
pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites).
Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan
anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting
guna mencegah kematia

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua
faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.
Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID; koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product )
sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,


sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik.
Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga
terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas
kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD
diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan
fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi








• Hepatomegali
Hepar merupakan salah satu organ target dari infeksi virus dengue.
Pembesaran hati atau hepatomegali umumnya muncul pada fase demam hari
ketiga sampai keempat. Virus dengue bereplikasi dalam sel hepar
menyebabkan jejas hepatoseluler.
Dampak virus terhadap hepatosit dan sel kupffer melalui beberapa
mekanisme yaitu efek langsung, efek sitokin proinflamasi dan efek radikal
bebas (ROS) terhadap hepatosit dan sel kupfer. Virus dengue dapat
menginduksi disfungsi mitokondria dan kematian sel dikarenakan protein virus
atau produknya berinteraksi dengan membran mitokondria sehingga terjadi
peningkatan permeabilitas membran mitokondria, perubahan fisiologi
membran mitokondria dan produksi reactive oxygen species ( ROS ) yang
berlebihan Akibatnya sel mengalami gangguan fungsi dan terbentuk
councilman bodies sehingga terjadi fragmentasi DNA dan apoptosis hepatosit
menyebabkan kadar SGOT serum meningkat. Nekrosis hepar terjadi akibat
insufisiensi sirkulasi mikro yang menyebabkan hepatoseluler mengalami
iskemia, inflamasi akut karena pengaruh sitokin proinflamasi dan mediator
yang tidak terlepas dari keterlibatan sistem retikuloendotelial, kompleks imun,
aktivitas komplemen, antigen-antibodi, agregasi trombosit dan perubahan
endotel selama infeksi berlangsung.

• Nyeri perut, Patogenesis nyeri perut di demam berdarah dengue ( DBD ) tidak
secara jelas dipahami. Namun, hiperplasia folikel limfoid tampaknya
memainkan peran penting dan kebocoran plasma melalui endotelium kapiler
yang rusak juga telah diajukan. Hal ini menjadi penjelasan untuk
pengumpulan cairan subserosa dan menebal kandung empedu yang
berhubungan dengan demam berdarah dengue.

Kaki dan tangan teraba dingin, dan sejak 6 jam yang lalu tidak buang air

o Plasma leakage à volume plasma turun à osmolaritas ekstraseluler


naik à osmolaritas ekstrasel naik à sekresi ADH naik (menghambat
pembentukan urin) à permeabilitas tubulus distal naik à reabsorbsi
air naik à sekresi air menurun
o Plasma leakage à volume plasma turun à aliran darah lebih
diutamakan di organ vital à kaki dan tangan (perifer) dingin

Mekanisme mimisan

o Peningkatan permeabilitas kapiler à plasma leakage à perdaraha


pada hidung (epiktasis)

4 hari yang lalu budi demam tinggi mendadak, terus menerus, tidak ada
menggigil, disertai sakit kepala, pegal pegal dan sakit perut

o Kebutuhan oksigen kurang, sehingga metabolism aerob berubah jadi


anaerob yang menimbulkan pegal- pegal
o Sakit perut menandakan bahwa bisa jadi terjadi perforasi di usus
• rumple leede (+)
o menandakan bahwa positif dari perdarah tidak spontan
• Hb 13, Ht 45, leukosit 2800, dan trombosit 45.000
o Ht meningkat disebabkan plasma leakage, sehingga volume darah
menurun dan Ht meningkat
o Trombosit menurun disebabkan oleh virus DEN yang menyerang
trombosit sehingga inaktivasi, lalu juga degradasi trombosit yang lebih
besar di hepar

Anda mungkin juga menyukai