Anda di halaman 1dari 12

Acta Dermatovenerol Acta Dermatovenerologica 2015; 24: 5-7

APA
Alpina, Pannonica et Adriatica doi: 10,15570 / actaapa.2015.2

Pengobatan kandidiasis vulvovaginal: sebuah tinjauan literatur

Andraz Dovnik1 ✉, Andrej Golle2, Dušan Novak2, Darja Arko1, Iztok Takač1, 3
Abstrak

Kandidiasi vulvovaginal mengenai sekitar tiga-perempat wanita seluruh dunia selama usia reproduktif,
meskipun insidensi secara pasto sulit untuk ditentukan dikarenakan banyaknya pasien yang
mengobatinya sendiri. Infeksi tersebut dibagi menjadi komplikata dan nonkomplikata. Kandidiasis
vulvovaginal komplikata paling efektif diobati dengan golongan azole topikal. Pengobatan oral
fluconazole dosis tunggal juga efektif untuk pengobatan kandidiasis vulvovaginal nonkomplikata.
Pengobatan kandidiasis vulvovaginal komplikata memerlukan waktu yang lama dan paling umum
adalah meliputi dosis multipel fluconazole oral atau sedikitnya 1 minggu azole topikal. Peran probiotik
dalam pengobatan kandidiasis vulvovaginal masih diperdebatkan. Artikel ini menyajikan tinjauan
literatur terkait berbagai pilihan pengobatan untuk kandidiasis vulvovaginal. Pengobatan untuk
patogen-patogen umum yang menyebabkan kandidiasis vulvovaginal komplikata juga dibahas.

Kata kunci: infeksi jamur, vulva, vagina, azole topikal, pengobatan sistemik, probiotik
Pendahuluan

Infeksi jamur pada vulva dan vagina diperkirakan menjadi penyebab kedua
(1)
yang paling umum inflamasi setelah bakterial vaginosis . Sekitar tiga-perempat
dari perempuan selama usia repro-duktif memiliki setidaknya satu episode
kandidiasis vulvovaginal dan sekitar setengahnya memiliki dua atau lebih episode (2).
Patogen yang paling umum adalah Candida albicans, yang teridentifikasi pada 85
sampai 90% dari semua kasus (3). Kolonisasi asimtomatik dengan Candida spp. juga
umum terjadi. Hal ini dapat ditemukan pada sekitar sepertiga dari wanita tanpa
gejala apapun dan diidentifikasi pada 70% wanita selama periode observasi 1 tahun
(4)
. Dari sebuah penelitian terhadap 612 wanita, Bauters et al. menemukan 20%
(5)
kolonisasi Candida spp. secara keseluruhan dan tingkat infeksi klinis 6,3% .
Kolonisasi Candida spp. juga ditemukan pada 10 sampai 20% wanita yang
menjalani konisasi untuk neoplasia serviks intraepitel (6).

Kandidiasis vulvovaginal dibagi menjadi kasus komplikata dan nonkomplikata.


Kasus nonkomplikata adalah episode sporadis dari infeksi ringan yang disebabkan
(7)
oleh C. albicans . Kasus komplikata merupakan kasus-kasus kandidiasis
vulvovaginal yang disebabkan oleh spesies Candida yang lainnya, kasus infeksi yang
berat, kandidiasis vulvovaginal selama kehamilan, atau kandidiasis vulvovaginal
berhubungan dengan kondisi medis lain seperti imunosupresi atau diabetes.
Kandidiasis vulvovaginal rekuren juga merupakan bentuk infeksi komplikata dan
didefinisikan sebagai empat atau lebih episode dari kandidiasis vulvovaginal per
(4, 8, 9)
tahun . Sekitar 5 sampai 8% dari kasus kandidiasis vulvovaginal rekuren, C.
glabrata dan spesies selain C albicans teridentifikasi pada 10 sampai 20% dari
(2, 9)
kasus-kasus tersebut . Namun, sulit untuk mengevaluasi insiden yang pasti dari
kandidiasis vulvovaginal karena tingginya tingkat pengobatan mandiri dengan obat
yang dijual bebas. Selain itu, diagnosis sering ditegakkan sepenuhnya berdasar
tanda-tanda dan gejala tanpa tes untuk memastikan diagnosis (4).

(10)
Pengobatan tergantung pada apakah infeksi komplikata atau nonkomplikata .
Artikel ini menyajikan tinjauan literatur pada pengobatan kandidiasis vulvovaginal.
Etiologi

C. albicans merupakan penyebab kandidiasis vulvovaginal paling sering,


(9)
serta merupakan bagian dari mikroflora normal vagina . Patogen yang paling
banyak kedua teridentifikasi pada wanita dengan kandidiasis vulvovaginal
(4)
adalah C. glabrata, yang terisolasi pada 7 sampai 16% kasus . Peradangan
klinis terjadi dalam kasus-kasus keseimbangan terganggu antara host dan mikro-
organisme penginvasi (4). Lactobacilli merupakan elemen penting dari mikroflora
vagina karena memproduksi asam laktat yang mempertahankan pH vagina tetap
(4, 11)
rendah dan mencegah pertumbuhan berlebih dari patogen lainnya . Faktor
risiko untuk kandidiasis vulvovaginal adalah kehamilan, diabetes, dan faktor
risiko lain seperti penggunaan kontrasepsi oral dengan dosis estrogen yang
tinggi, penggunaan kondom, spermisida, sering hubungan seksual secara oral,
dan penggunaan pakaian sintetis yang ketat (12-14 ).

Penggunaan antibiotik menyebabkan perubahan mikroflora vagina, yang


meningkatkan kolonisasi Candida spp. Kolonisasi C. albicans meningkat dari
sekitar 10% menjadi 30%, dan kandidiasis vulvovaginal didiagnosis pada 28-
(15)
33% kasus . Meskipun peran lactobacilli membantu menjaga pH vagina tetap
rendah dan mencegah spesies patogen lainnya tumbuh secara disproporsional,
namun belum terbukti bahwa perubahan mikroflora vagina tanpa penggunaan
antibiotik akan menyebabkan kandidiasis vulvovaginal (16).

Faktor risiko kandidiasis vulvovaginal komplikata adalah sama seperti


kandidiasis vulvovaginal nonkomplikata. Kandidiasis vulvovaginal rekuren
dapat dikaitkan dengan penyakit-penyakit kulit yang diderita, seperti lichen
sklerosus, dan pada imunosupresi, seperti pada infeksi HIV (2).

Manifestasi klinis dan diagnosis

Gejala yang paling umum adalah nyeri seperti rasa terbakar dan pruritus
(17)
vulva, serta disuria dan dispareunia pada kasus yang lebih berat . Tanda-tanda
klinis kandidiasis vulvovaginal adalah edema dan eritema vulva dan vagina
disertai dengan keputihan abnormal yang cair, seperti keju, atau keputihan
minimal (17). Keputihan biasanya menyerupai keju cottage (8).
(8)
Diagnosis paling sering ditegakkan secara klinis . Pemeriksaan
mikroskopik juga dapat membantu. Hifa dapat diidentifikasi dengan mikroskop
pada 50 sampai 80% kasus. Whiff test, dengan 10% KOH yang ditambahkan ke
duh vagina, digunakan untuk membedakan antara kandidiasis vulvovaginal dan
bakterial vaginosis. Pada bakterial vaginosis, bau seperti amina akan dilepaskan
pada reaksi ini. Hasil tes ini akan negatif dalam kasus kandidiasis vulvovaginal
(8)
.

pH pada wanita dengan kandidiasis vulvovaginal biasanya kurang dari 4,5,


dan dalam kasus-kasus infeksi Trichomonas vaginalis pH akan lebih dari 4,5 (4).
Kultur jamur dianjurkan untuk memastikan diagnosis tersebut. Bila tidak ada
elemen jamur yang teridentifikasi di bawah mikroskop dan tidak ada tanda-tanda
klinis khas, maka seorang wanita tidak mungkin menderita kandidiasis
vulvovaginal. Terapi empiris tidak harus dimulai dalam kasus ini kecuali pada
kasus dengan kultur positif (8).

Pengobatan kandidiasis vulvovaginal


Pengobatan kandidiasis vulvovaginal tergantung pada pasien tersebut
apakah menderita kandidiasis vulvovaginal komplikata dan komplikata (10).

Pengobatan kandidiasis vulvovaginal nonkomplikata


Terapi topikal jangka pendek atau terapi oral dosis tunggal efektif untuk
mengobati 90% dari kasus komplikata. Hal ini tidak jelas apakah obat oral atau
topikal lebih tepat untuk mengobati kandidiasis vulvovaginal nonkomplikata,
dan tidak ada satu obat tunggal apapun yang tampaknya lebih superior dibanding
(4, 10)
obat yang lain pada kasus ini . Yang paling banyak tersedia adalah azole
topikal. Terapi jangka pendek memutuhkan waktu hingga 3 hari dengan azole
topikal sesuai yang direkomendasikan dan gejala biasanya hilang setelah 2
(8)
sampai 3 hari. Pengobatan ini efektif pada 80 sampai 90% kasus . Berbagai
agen topikal dengan efek yang sama yang juga banyak tersedia adalah termasuk
(1)
clotrimazole, butoconazole, dan miconazole . Agen yang digunakan dalam
rejimen pengobatan jangka pendek meliputi obat antifungal dosis tinggi,
memungkinkan konsentrasi yang cukup untuk efek penghambatan terhadap
(8)
pertumbuhan jamur lebih lama . Azole topikal lebih efisien daripada nistatin
(18)
lokal dalam mengobati kandidiasis vulvovaginal komplikata . Baru-baru ini,
Mendling et al. melakukan studi pada 160 pasien kandidiasis vulvovaginal
dimana dilakukan perbandingan pengobatan dengan clotrimazole supositoria
vagina tunggal dan kombinasi dari krim clotrimazole 2% untuk penggunaan
eksternal dan clotrimazole supositoria vaginal. Studi tersebut menyimpulkan
bahwa kombinasi kedua rejimen lebih baik dibandingkan supositoria tunggal (19).

Sebuah alternatif selain terapi topikal kandidiasis vulvovaginal


nonkomplikata adalah pengobatan oral dengan fluconazole 150 mg dosis
tunggal. Efisiensi fluconazole dosis tunggal untuk pengobatan kandidiasis
vulvovaginal akut dievaluasi pada studi prospektif oleh Sekhavat et al. (20). Studi
tersebut membandingkan rejimen clotrimazole supositoria vaginal dan
fluconazole 150 mg dosis tunggal per oral selama 1 minggu. Hasil klinis dan
mikologis pada kedua kelompok adalah sebanding dan fluconazole oral terbukti
(20)
efektif dalam mengobati kandidiasis vulvovaginal akut . Infectious Diseases
Society of America tidak menentukan kecenderungan terhadap rejimen tertentu
dan merekomendasikan secara berimbang baik rejimen azole topikal dan
fluconazole oral (10). Namun, pasien harus diedukasi bahwa gejala dapat bertahan
(8)
hingga 3 hari setelah pengobatan dosis tersebut peroral .

Pengobatan kandidiasis vulvovaginal komplikata dan kandidiasis vulvovaginal


rekuren

Kasus kandidiasis vulvovaginal komplikata memerlukan pengobatan


jangka panjang. Fluconazole peroral dapat diberikan tiga kali dengan jeda 72
(4)
jam atau azole topikal diaplikasikan setiap hari selama minimal 1 minggu .
Sobel et al. membandingkan dosis tunggal dan dua dosis rejimen pada wanita
dengan kandidiasis vulvovaginal komplikata. Dua dosis rejimen fluconazole
tersebut menunjukkan respon secara mikologis dan respon klinis lebih baik (21).

Studi di Amerika lainnya menilai efektivitas terapi fluconazole rumatan


(22)
untuk pengobatan kandidiasis vulvovaginal rekuren . Dengan total 387 pasien
yang menjadi subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok secara acak.
Setelah pengobatan awal dengan tiga kali pemberian fluconazole 150 mg setiap
72 jam, kelompok pertama diberikan dosis mingguan fluconazole 150 mg
selama 6 bulan dan kelompok kedua diberikan plasebo mingguan selama 6
bulan. Setelah 6 bulan pengobatan rumatan, 90,8% dari seluruh wanita tetap
bebas dari kandidiasis vulvovaginal, dibandingkan dengan 35,9% pada
kelompok plasebo. Waktu rekurensi secara statistik memberikan hasil lebih
pendek pada kelompok plasebo dibandingkan dengan kelompok dengan rejimen
fluconazole (beruturut-turut 4 bulan pada kelompok plasebo dibandingkan 10,2
bulan untuk kelompok rejimen fluconazole dengan nilai p <0,001). Tidak ada
bukti terjadinya keadaan superinfeksi oleh C. glabrata dan spesies selain C.
albicans dari semua spesimen yang diidentifikasi serta tidak ada bukti
peningkatan resistensi spesies C. albicans terhadap fluconazole (22).

Perbandingan nistatin vaginal dan fluconazole oral untuk mengobati


kandidiasis vulvovaginal rekuren dilakukan dalam sebuah studi dengan jumlah
(23)
293 pasien oleh kelompok peneliti Cina . Standar rejimen fluconazole oral
untuk mengobati kandidiasis vulvovaginal rekuren dilakukan perbandingan
dengan nistatin vagina 2 mingguan setiap bulannya. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa baik fluconazole oral dan nistatin vaginal tetap terbukti
efektif dalam pengobatan kandidiasis vulvovaginal rekuren dan dalam kasus C.
albicans atau C. glabrata yang resisten terhadap fluconazole, hasilnya
menunjukkan rejimen nistatin vaginal juga terbukti efisien (23).

Lokasi ditemukannya C. albicans pada pasien kandidiasis vulvovaginal


(24)
rekuren juga dievaluasi oleh Beikert et al. . Swab dari 139 pasien kandidiasis
vulvovaginal rekuren yang telah dikonfirmasi secara mikrobiologi diambil dari
sulkus interlabial vulva dan vagina. Hal ini diikuti oleh pemberian pengobatan
kombinasi krim topikal Ciclopirox Olamin dan fluconazole oral dengan dosis
100 mg selama 20 hari. Sekitar tiga-perempat dari pasien tersebut memiliki
setidaknya satu kultur teridentifikasi positif adanya C. albicans pada salah satu
dari empat kunjungan lanjutan. Studi tersebut menyimpulkan bahwa penyebab
infeksi rekuren pada pasien kandidiasis vulvovaginal tampaknya berasal dari
vulva eksternal (24).

Witt et al. membandingkan pengobatan alternatif standar dan pengobatan


dengan itraconazole secara bulanan untuk mengobati kandidiasis vulvovaginal
rekuren pada sebuah studi prospektif dari 150 pasien yang menjadi subjek
(25)
penelitian . Pasien yang diobati dengan pengobatan alternatif standar
mengalami rekurensi lebih awal. Hampir 90% dari pasien yang diobati dengan
itraconazole tidak terdeteksi adanya Candida pada kultur yang diperiksa pada
kunjungan follow-up pertama dibandingkan dengan 47% pada kelompok
(25)
pengobatan alternatif standar . Terapi rumatan dengan ketokonazol 100 mg
juga terbukti efektif, tetapi tidak disarankan untuk mengobati kandidiasis
vulvovaginal rekuren karena hepatotoksisitas yang tinggi (26, 27).
Terapi dengan golongan azole kurang efektif dalam mengobati kandidiasis
vulvovaginal akibat patogen selain C. albicans. Semua sediaan pengobatan yang
digunakan untuk mengobati kandidiasis vulvovaginal akibat selain patogen C.
(4)
albicans harus diresepkan atau disesuaikan di apotek . Phillips meneliti
efektivitas amfoterisin B vaginal pada wanita dengan kandidiasis vulvovaginal
akibat patogen selain C. albicans yang tidak berespon terhadap antimicotik
biasa. Rejimen amfoterisin B dengan dosis 50 mg intravaginal menunjukkan
(28)
hasil efektif pada 70% kasus . Pada studi retrospektif, Sobel et al.
mengevaluasi efisiensi pengobatan untuk kandidiasis vulvovaginal secara topikal
(29)
akibat C. glabrata dengan flusitosin dan asam borat . Asam borat topikal
digunakan dengan dosis 600 mg dan diberikan secara intravaginal selama 14
sampai 21 hari. Dalam dua kelompok pasien dengan kandidiasis vulvovaginal
akibat C. glabrata, asam borat terbukti efektif pada 64-71% pasien. Ketika
pasien tidak berespon terhadap asam borat, flusitosin digunakan dan efektif pada
90% kasus (29).

Peran probiotik dalam pengobatan kandidiasis vulvovaginal rekuren

Probiotik mikroorganisme yang dalam jumlah yang tepat, bermanfaat bagi


(30)
kesehatan . Studi evaluasi terhadap efektivitas probiotik dilakukan dalam
mencegah kandidiasis vulvovaginal rekuren menunjukkan hasil bertentangan.
Dalam tinjauan oleh Falagas et al., Beberapa penelitian menunjukkan bukti
efektivitas lactobacilli oral maupun topikal, spesifiknya adalah Lactobacillus
rhamnosus galur GR-1, Lactobacillus fermentum galur RC-14, dan
Lactobacillus acidophilus, sedangkan penelitian lain tidak membuktikan adanya
efektivitas lactobacilli. Para peneliti menekankan bahwa juga terdapat kesulitan
metodologis studi tinjauan tersebut. Studi mayoritas dari evaluasi sampel yang
diambil dari subjek tanpa ada kelompok plasebo. Selain itu, galur probiotik yang
berbeda memiliki efek yang juga bervariasi pada Candida yang diuji termasuk
(30)
dalam studi dengan durasi dan dosis yang bervariasi . Sebuah studi baru-baru
ini di Kroasia mengevaluasi efektivitas probiotik pada perubahan mikroflora
normal vagina setelah terjadinya infeksi vagina (31). Subjek penelitian merupakan
pasien yang telah didiagnosis kandidiasis vulvovaginal. Subjek secara acak
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberikan plasebo dalam
bentuk kapsul selama 6 minggu dan kelompok kedua menerima kapsul yang
mengandung probiotik Lactobacillus reuteri galur RC-14 dan Lactobacillus
rhamnosus galur GR-1 selama 6 minggu. Kunjungan follow-up pertama
dilakukan 6 minggu setelah akhir pengobatan. Dibandingkan dengan 61,5% pada
kelompok yang diberikan probiotik, 26,9% dari peserta pada kelompok plasebo
menunjukkan hasil normal pada mikroflora vagina pada kunjungan follow-up
pertama (31).
Witt et al. juga mempelajari efek probiotik yang ditambahkan pada
itraconazol dalam mengobati kandidiasis vulvovaginal rekuren. Lactobacilli
lokal ditambahkan selama 6 hari pada terapi rumatan itraconazole 200 mg secara
bulanan setelah pengobatan dari episode kandidiasis vulvovaginal akut.
Lactobacilli tidak memberikan keuntungan apapun dalam mengobati kandidiasis
vulvovaginal rekuren (25). Martinez et al. mengevaluasi tambahan terapi selama 4
minggu dengan probiotik yang ditambahkan ke fluconazole 150 mg dosis
tunggal dalam mengobati kandidiasis vulvovaginal dengan kultur positif. Setelah
4 minggu pengobatan, 38,5% dari peserta pada kelompok probiotik
menunjukkan hasil kultur menjadi negatif dibandingkan dengan 10,3% dari
(32)
pasien yang hanya menerima fluconazole . Sebuah laporan terbaru oleh De
Seta et al. mengevaluasi efektivitas Lactobacillus galur P17630. Satu kelompok
pasien diberikan rejimen standar clotrimazole topikal selama 3 hari dan
kelompok lain diberikan kapsul probiotik tambahan yang diaplikasikan secara
intravaginal selama 6 hari dan kemudian setiap seminggu sekali selama 4
minggu. Studi tersebut menyimpulkan bahwa lokal Lactobacillus plantarum
galur P17630 menawarkan potensi manfaat terhadap ketidaknyamanan vagina
pada subjek penelitian(33).
Kesimpulan

Kandidiasis vulvovaginal bukanlah penyakit yang secara baik dilaporkan


karena tingginya tingkat pengobatan mandiri oleh pasien dan karena tersedianya
obat yang dijual secara bebas, yang kemudian tidak mungkin untuk dapat
mengevaluasi insidensi secara pasti dari infeksi kandidiasis vulvovaginal.
Pencegahan kandidiasis vulvovaginal sama pentingnya dengan pengobatan
kandidiasis vulvovaginal. Pengobatan harus bersifat individual dan tergantung
apakah pasien menderita kandidiasis vulvovaginal komplikata atau
nonkomplikata.
DAFTAR PUSTAKA

1. Spence D. Candidiasis (vulvovaginal). Clin Evid [Internet]. c2010. [cited 2014 Dec 27]. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2907618/.
2. Mitchell H. Vaginal discharge–causes, diagnosis, and treatment. BMJ. 2004; 328:1306-8.
3. Sobel JD. Vaginitis. N Engl J Med. 1997;337:1896-903.
4. Achkar JM, Fries BC. Candida infections of the genitourinary tract. Clin Microbiol Rev.
2010;23:253-73.
5. Bauters TG, Dhont MA, Temmerman MI, Nelis HJ. Prevalence of vulvovaginal candidiasis and
susceptibility to fluconazole in women. Am J Obstet Gynecol. 2002;187:569-74.
6. Takač I. The frequency of bacterial and yeast infection in women with different grades of cervical
intraepithelial neoplasia (CIN). Eur J Obstet Gyn Reprod Biol. 1998;80:231-4.
7. Sobel JD, Faro S, Force RW, Foxman B, Ledger WJ, Nyirjesy PR, et al. Vulvovaginal candidiasis:
epidemiologic, diagnostic, and therapeutic considerations. Am J Obstet Gynecol. 1998;178:203-11.
8. Berek JS. Berek & Novak’s gynecology. 15th ed. Philadelphia: Lipincott, Williams & Wilkins;
c2012. Chapter 18, Genitourinary infections and sexually transmitted diseases; p. 557-74.
9. Peters BM, Yano J, Noverr MC, Fidel PR Jr. Candida vaginitis: when opportunism knocks, the host
responds. PLoS Pathog. 2014;10:e1003965.
10. Pappas PG, Kauffman CA, Andes D, Benjamin DK Jr, Calandra TF, Edwards JE Jr, et al. Clinical
practice guidelines for the management of candidiasis: 2009 update by the Infectious Diseases
Society of America. Clin Infect Dis. 2009;48:503-35.
11. Ronnqvist PD, Forsgren-Brusk UB, Grahn-Hakansson EE. Lactobacilli in the fe-male genital tract
in relation to other genital microbes and vaginal pH. Acta Ob-stet. 2006;85:726-35.
12. Foxman B. 1990. The epidemiology of vulvovaginal candidiasis: risk factors. Am J Public Health.
1990;80:329-31.
13. Cetin M, Ocak S, Gungoren A, Hakverdi AU. Distribution of Candida species in women with
vulvovaginal symptoms and their association with different ages and contraceptive methods. Scand
J Infect Dis. 2007;39:584-8.
14. Geiger AM, Foxman B. Risk factors for vulvovaginal candidiasis: a case-control study among
university students. Epidemiology. 1996;7:182-7.
15. Sobel JD. Vulvovaginal candidosis. Lancet. 2007;369:1961-71.
16. Sobel JD, Chaim W. Vaginal microbiology of women with acute recurrent vulvo-vaginal
candidiasis. J Clin Microbiol. 1996;34:2497-9.
17. Anderson MR, Klink K, Cohrssen A. Evaluation of vaginal complaints. JAMA. 2004;291:1368-79.
18. Workowski KA, Berman SM. Sexually transmitted diseases treatment guide-lines, 2006. MMWR
Recommend Rep. 2006;55:1-94.
19. Mendling W, Schlegelmilch R. Three-day combination treatment for vulvovagi-nal vandidosis with
200 mg clotrimazol vaginal suppositories and clotrimazol cream for the vulva is significantly better
than treatment with vaginal supposi-tories alone–an earlier, multi-centre, placebo-controlled double
blind study. Geburtshilfe Frauenheilkd. 2014;74:355-60.
20. Sekhavat L, Tabatabaii A, Tezerjani FZ. Oral fluconazole 150 mg single dose versus intra-vaginal
clotrimazole treatment of acute vulvovaginal candidiasis. J Infect Public Health. 2011;4:195-9.
21. Sobel JD, Kapernick PS, Zervos M, Reed BD, Hooton T, Soper D, et al. Treatment of complicated
Candida vaginitis: comparison of single and sequential doses of fluconazole. Am J Obstet Gynecol.
2001;185:363-9.
22. Sobel JD, Wiesenfeld HC, Martens M, Danna P, Hooton TM, Rompalo A, et al. Maintenance
fluconazole therapy for recurrent vulvovaginal candidiasis. N Engl J Med. 2004;351:876-83.
23. Fan S, Liu X, Wu C, Xu L, Li J. Vaginal nystatin versus oral fluconazole for the treatment for
recurrent vulvovaginal candidiasis. Mycopathologia. 2014 Nov 22. [Epub ahead of print].
24. Beikert FC, Le MT, Koeninger A, Technau K, Clad A. Recurrent vulvovaginal candi-dosis: focus on
the vulva. Mycoses. 2011;54:e807-10.
25. Witt A, Kaufmann U, Bitschnau M, Tempfer C, Ozbal A, Haytouglu E, et al. Month-ly itraconazole
versus classic homeopathy for the treatment of recurrent vulvo-vaginal candidiasis: a randomised
trial. BJOG. 2009;116:1499-505.
26. Sobel JD. Management of recurrent vulvovaginal candidiasis with intermittent ketoconazole
prophylaxis. Obstet Gynecol. 1985;65:435-40.
27. Lewis JH, Zimmerman HJ, Benson GD, Ishak KG. Hepatic injury associated with ketoconazole
therapy. Analysis of 33 cases. Gastroenterology. 1984;86:503-13.
28. Phillips AJ. Treatment of non-albicans Candida vaginitis with amphotericin B vaginal suppositories.
Am J Obstet Gynecol. 2005;192:2009-13.
29. Sobel JD, Chaim W, Nagappan V, Leaman D. Treatment of vaginitis caused by Candida glabrata:
use of topical boric acid and flucytosine. Am J Obstet Gynecol. 2003;189:1297-300.
30. Falagas ME, Betsi GI, Athanasiou S. Probiotics for prevention of recurrent vulvo-vaginal
candidiasis: a review. J Antimicrob Chemother. 2006;58:266-72.
31. Vujic G, Jajac Knez A, Despot Stefanovic V, Kuzmic Vrbanovic V. Efficacy of orally applied
probiotic capsules for bacterial vaginosis and other vaginal infections: a double-blind, randomized,
placebo-controlled study. Eur J Obstet Gynecol Re-prod Biol. 2013;168:75-9.
32. Martinez RC, Franceschini SA, Patta MC, Quintana SM, Candido RC, Ferreira JC, et al. Improved
treatment of vulvovaginal candidiasis with fluconazole plus pro-biotic Lactobacillus rhamnosus
GR-1 and Lactobacillus reuteri RC-14. Lett Appl Microbiol. 2009;48:269-74.
33. De Seta F, Parazzini F, De Leo R, Banco R, Maso GP, De Santo D, et al. Lactobacil-lus plantarum
P17630 for preventing Candida vaginitis recurrence: a retrospec-tive comparative study. Eur J
Obstet Gynecol Reprod Biol. 2014;182:136-9.

Anda mungkin juga menyukai