Anda di halaman 1dari 20

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TBC (Tuberculosis)

2.1.1 Definisi

TBC (tuberculosis) merupakan penyakit menular yang

disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit

ini menular langsung melalui droplet orang yang telah terinfeksi

kuman atau basil tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis) (Najmah,

2016).

TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai

organ tubuh mulai dari yang paling sering paru-paru dan organ di luar

paru-paru seperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta

ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,

2012).

Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian

besar disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman

tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara

pernafasan ke dalam paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari

paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem

saluran limfa, melalui saluran pernafasan (bronchus) atau penyebaran

langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Notoatmodjo, 2007).


8

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir

seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran

pernafasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit.

Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang

yang terinfeksi bakteri tersebut (Sylvia A.price, 2015)

2.1.2 Etiologi dan Perjalanan Penyakit TBC

Etiologi penyebab tuberkulosis paru adalah kuman tahan asam

Mycobacterium tuberculosis. Adapun perjalanan penyakit atau

patogenesis penyakit ini adalah implatasi kuman terjadi pada

“respiratory bronchial” atau alveoli yang selanjutnya akan

berkembang sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007) :

a. Fokus primer – kompleks primer – sembuh pada sebagian besar

atau meluas – tuberkulosis primer.


b. Dari kompleks primer yang sembuh terjadi reaktivitas kuman

yang tadinya dormant pada fokus primer, reinfeksi endogen –

tuberkulosis paska primer penyebaran kuman dalam tubuh

penderita meliputi 4 cara, yaitu:


1) Lesi yang meluas.
2) Aliran limfa (limfogen).
3) Melalui aliran darah (hematogen) yang dapat menimbulkan

lesi tuberkulosis ekstra paru, antara lain pleura, selaput otak,

ginjal dan tulang.


4) Penyebaran milier.

Etiologi penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium

tuberculosis. Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan

pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua macam


9

mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe Human dan tipe Bovin. Basil

Tipe Bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis

tuberkulosis usus. Basil Tipe Human bisa berada dibercak ludah

(droplet) dan di udara yang berasal dari penderita TBC, dan orang

yang terkena rentan terinfeksi bila menghirupnya (Wim de jong,

2015).

Dalam perjalanan penyakitnya terdakpat 4 fase (Wim de jong, 2015) :


a. Fase 1 (fase tuberkulosis primer)
Masuk ke dalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan

reaksi pertahanan tubuh.


b. Fase 2
c. Fase 3 (fase laten): fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun

atau seumur hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan

keseimbangan daya tahan tubuh, dan bisa terdapat ditulang

panjang, vetebra, tuba fallopi, otak, kelenjar limf hilus, leher dan

ginjal.
d. Fase 4: dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat

menyebar ke organ yang lain dan yang ke dua ginjal setelah paru.

2.1.3 Manifestasi Klinis dan Cara Penularan

a. Demam 40-41°C, serta ada batuk atau batuk darah.

b. Sesak nafas dan nyeri dada.

c. Malaise, keringat malam.

d. Suara khas pada perkusi dada.

e. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit.

f. Pada anak, berkurangnya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab

yang jelas atau gagal tumbuh.


10

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang umumnya

menimbulkan tanda-tanda dan gejala yang sangat bervariasi pada

masing-masing penderita, mulai dari tanpa gejala hingga gejala yang

sangat akut dan hanya beberapa bulan setelah diketahui sehat hingga

beberapa tahun sering tidak ada hubungan antara lama sakit maupun

luasnya penyakit. Secara klinis manifestasi TBC dapat terjadi dalam

beberapa fase, yaitu (Notoatmodjo, 2007):

a. Dimulai dengan fase asimtomatik dengan lesi yang hanya dapat di

deteksi secara radiologi.


b. Berkembang menjadi plisis yang jelas kemudian mengalami

stragnasi atau regresi.


c. Eksaserbasi memburuk.
d. Dapat berulang kemudian menjadi menahun.
Tanda-tanda dan gejala penderita TBC adalah (Notoatmodjo, 2007) :
a. Sistemik: malaise, anoreksia, berat badan menurun, keringat

malam. Akut: demam tinggi, seperti flu, menggigil. Millier:

demam akut, sesak nafas, dan sianosis.


b. Respiratorik: batuk-batuk lama lebih dari 2 minggu, riak yang

mukoid, nyeri dada, batuk darah, dan gejala-gejala lain, yaitu bila

ada tanda-tanda penyebaran ke organ-organ lain seperti pleura:

nyeri pleuritik, sesak nafas, ataupun gejala miningeal, yaitu nyeri

kepala, kaku kuduk, dan lain-lain.

Cara penularan (Najmah, 2016) : daya penularan dari seseorang

penderita TBC ditentukan oleh:

a. Banyaknya kuman yang terdapat dalam paru penderita.


b. Penyebaran kuman diudara.
c. Penyebaran kuman bersama dahak berupa droplet dan berada di

sekitar penderita TBC.


11

Kuman Mycobacterium tuberculosis pada penderita TB paru

dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada sediaan dahaknya

(BTA positif) dan sangat infeksius. Sedangkan penderita yang

kumannya tidak dapat dilihat langsung dengan mikroskop pada

sediaan dahaknya (BTA negatif) dan sangat kurang menular. Penderita

TB ekstra paru tidak menular, kecuali penderita TB paru. Penderita

TB BTA positif mengeluarkan kuman-kuman di udara dalam bentuk

droplet yang sangat kecil pada waktu bersin atau batuk. Droplet yang

sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang

mengandung kuman tuberkulosis dan dapat bertahan di udara selama

beberapa jam (Notoatmodjo, 2007).

Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhisap orang lain.

Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru yang menghirupnya,

Kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadi infeksi.

Orang yang serumah dengan penderita TB BTA positif adalah orang

yang besar kemungkinannya terpapar kuman tuberkulosis

(Notoatmodjo, 2007).

2.1.4 Triad Epidemiologi

a. Host (pejamu)

Semua umur dapat tertular TB paru, tetapi kelompok risiko

tertinggi adalah kelompok usia produktif. Risiko TB paru juga

lebih besar terjadi pada penderita penyakit yang merusak sistem

kekebalan tubuh. Penggunaan tembakau juga sangat

meningkatkan risiko penyakit TB dan kematian.


12

b. Agent

Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis,

sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-2

µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan digolongkan dalam batil asam

(BTA). Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk

batang tipis, agak bengkok, bergranular, berpasangan yang hanya

dapat dilihat dibawah mikroskop. Pangjang kuman ini 1-4 mikron

dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron. Basil itu berkulosis akan

tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37°C dengan tingkat pH

optimal 6,4-7,0. Untuk membelah dari 1-2 kuman

membututuhkan waktu 14-20 jam.

Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat

dinding kuman, asam strearat, asam mikolik, mycosides,

sulfolipid serta Cord factor dan protein terdiri dari tuberkulin. TB

paru pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh reaktivitasi

infeksi sebelumnya sedangkan pada anak-anak menunjukkan

penularan Mycobacterium tuberculosis.

c. Environment (Lingkungan)

Lingkungan sosial ekonomi, kualitas rumah, kedekatan

kontak dengan pejamu BTA positif sangat mempengaruhi

penyebaran bakteri ini pada manusia. Kondisi lingkungan rumah

seperti ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik,

kelembaban, suhu rumah, dan kepadatan penghuni rumah menjadi

salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman


13

tuberkulosis karena kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2

jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu.

Penularan TB paru dapat terjadi pada kontak dengan penderita

melalui droplet (udara).

2.1.5 Klasifikasi

Tuberkulosis dibagi berdasarkan organ tubuh yang terkena yaitu:

a. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang

jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput pleura). Berdasarkan

hasil pemeriksaan dahak, TB dibagi dalam:

1) Tuberkulosis paru BTA (+)

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 dahak SPS hasilnya BTA

positif.

b. Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto

rontgen dada menunjukan gambaran tuberkulosis aktif.

2) Tuberkulosis BTA (-)

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

negatif dan foto rontgen dada menunjukan gambaran

tuberkulosis aktif. TB paru BTA negatif rontgen positif dibagi

berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk

berat dan ringan. Bentuk.

2.1.6 Patofisiologi

Microbacterium Droplet Masuk lewat jalan


tuberkulosa infection nafas
Menempel pada
paru
Keluar dari Dibersihkan Menetap di
tracheobionchial oleh magrofag jaringan paru
bersama sekret
14

Terjadi proses
Sembuh tanpa peradangan
pengobatan
Pengeluaran zat Menurunnya
pirogen
Mempengaruhi permukaan efek
Pembentukan
hipotalamus paru
Mempengaruhi sputum
Ketidakefektifan Tumbuh dan
sel point berlebihan
bersihan jalan berkembang
Alveolus di
nafas sitoplasma
Bagian tengah Alveolus
nekrosis
Membentuk mengalami
jaringan keju konsolidasi &
eksudasi
Sekret keluar saat Gangguan
batuk pertukaran gas

Batuk produktif
(batuk terus
menerus)

Droplet infection Batuk berat

Terhirup orang Distensi


2.1.7 Tipesehat
penderita abdomen
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
Risiko infeksi Mual muntah
sebelumya. Ada tipe penderita yaitu:

a. Kasus baru Intake nutrisi


kurang
Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati

Ketidakseimban
dengan OAT (obat anti tuberkulosis) atau sudah pernah menelan
gan nutrisi
OAT kurang dari satu bulan. kurang dari
kebutuhan tubuh
b. Kambuh (relaps)

Kambuh (relaps) adalalah penderita TB paru yang

sebelumnya pernah mendapatkan terapi TB paru dan telah


15

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali

lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

c. Pindahan

Pindahan adalah penderita TB paru yang sedang

mendapatkan pengobatan dari tempat lain, kemudian pindah

berobat ke tempat tertentu. Penderita tersebut harus membawa

surat rujukan atau pindahan (Form TB 09).

d. Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out)

Adalah penderita TB paru yang kembali berobat dengan

hasil pemeriksaan dahak BTA (+) setelah putus berobat 2 bulan

atau lebih.

e. Gagal

1) Adalah penderita BTA (+) yang masih tetap positif atau

kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih

2) Adalah penderita BTA (-) setelah menyelesaikan pengobatan

ulang kategori 2.

2.1.8 Riwayat Penyakit

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar

dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dilepaskan pada saat

penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya

berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan

terkumpul dalam paru-paru akan berkembang menjadi banyak

(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan

dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.


16

Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh

organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan,

tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ

tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Saat Mycobacterium tuberculosis berhasil menginfeksi paru-

paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk

globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologi

bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan

dinding disekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme

pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi

jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat).

Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai bekel

pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini

akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang

dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan

mengalami perkembangbiakan sehingga bakteri tuberkulosis

bertambah banyak. Tuberkulosis yang banyak akan membentuk

sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi

sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi

sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan

tuberkulosis berlebih dan positif terinfeksi TBC. Meningkatnya

penularan infeksi yang telah di laporkan saat ini, banyak di hubungkan

dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial


17

ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,

meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal

dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh

yang lemah atau menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan

faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Individu yang rentan menghirup basil tuberkulosis dan

terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli untuk

memperbanyak diri, basil juga dipindahkan melalui sitem limfe dan

pembuluh darah ke area paru lain dan bagian tubuh lainnya. Sistem

imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit

menelan banyak bakteri, limfosif spesifik tuberkulosis melisis basil

dan jaringan normal, sehingga mengakibatkan penumpukan eksudat

dalam alveoli dan menyebabkan bronkopnemonia.

Masa jaringan paru atau granuloma (gumpalan basil yang masih

hidup dan yang sudah mati) dikelilingi makrofag membentuk dinding

protektif. Granuloma diubah menjadi masa jaringan fibrosa, yang

sebagian sentralnya disebut komplek Ghon. Bahan (bakteri dan

makrofag) menjadi nikrotik, membentuk masa seperti keju. Masa ini

dapat mengalami kalsifikasi membentuk sekar kolagenosa. Bakteri

menjadi dormant, tanpa perkembangan penyakit aktif. Individu dapat

mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon in adekuat

sistem imun, maupun karena infeksi ulang dan aktivitas bakteri

dorman. Dalam kasus ini tuberkulosis ghon memecah, melepaskan

bahan seperti keju ke bronki. Bakteri kemudian menyebar lebih lanjut.


18

Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak mengakibatkan

bronkopneumonia lebih lanjut (Najmah, 2016).

2.1.9 Penularan

Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh

banyaknya kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita,

penyebaran kuman tersebut diudara melalui dahak berupa droplet.

Penderita TB paru yang mengandung banyak kuman dapat terlihat

langsung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya (penderita

BTA positif) adalah sangat menular. Penderita TB paru BTA positif

mengeluarkan kuman-kuman ke udara dalam bentuk droplet yang

sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil

ini mengering dengan cepat dan mengandung kuman tuberkulosis.

Kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Droplet yang

mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman

tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya,

maka kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah

infeksi dari satu orang ke orang lain (Najmah, 2016).

Penularan TBC terjadi karena daya tahan tubuh rendah yang

disebabkan karena gizi buruk, terlalu lelah, kedinginan dan cara hidup

yang tidak teratur. Karena itulah penyakit TBC lebih banyak terdapat

pada golongan masyarakat dimana keadaan sosio-ekonominya rendah

maka makin jelek nilai gizi dan hygine lingkungan yang akan

menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh sehingga dapat mudah

menjadi sakit (Entjang, 2012).


19

2.1.10 Pencegahan

Berikut ini merupakan pencegahan primer, sekunder dan tersier

Tuberkulosis (Najmah, 2016)

a. Pencegahan Primer

1) Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita,

kontak atau suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan

2) dan pengobatan dini bagi penderita, kontak, suspect,

perawatan.

3) Petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang

penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan

akibat yang ditimbulkan.

4) Pencegahan pada penderita dapat dilakukan dengan menutup

mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak di

sembarangan tempat.

5) Pencegahan infeksi: cuci tangan dan praktek menjaga

kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin.

Tidak ada tindakan pencegahan khusus untuk barang-barang

(piring, sprei, pakaian dan lainnya). Dekotaminasi udara

dengan cara ventilasi yang baik dan bisa di tambahkan

dengan sinar UV.

6) Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi

orang-orang yang sangat dekat (keluarga, perawat, dokter,

petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi dengan

vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.


20

7) Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang

mempertinggi risiko terjadinya infeksi misalnya kepadatan

hunian.

8) Lakukan eliminasi terhadap ternak sapi yang menderita TB

brovinum dengan cara menyembelih sapi-sapi yang tes

tuberkulinya positif. Susu di pasteurisasi sebelum di

konsumsi.

9) Lakukan upaya pencegahan terjadinya silikosis pada pekerja

pabrik dan tambang.

b. Pencegahan Sekunder
1) Pengobatan prteventif, di artikan sebagai tindakan

keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan pemberian

pengobatan INH sebagai pencegahan.


2) Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi,

pengobatan khusus TBC. Pengobatan mondok di rumah sakit

hanya bagi penderita yang katageri berat yang memerlukan

pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-

alasan sosial ekonomi dan medis untuk dikehendaki

pengobatan jalan.
3) Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala

TBC paru
4) Pemeriksaan screening dengan tubercullin tes pada kelompok

berisiko tinggi, seperti para emigrant, orang-orang kontak

dengan penderita, petugas, di rumah sakit, petugas atau guru

di sekolah, petugas foto rontgen.


5) Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari

hasil pemeriksaan Tubercullin test.


21

6) Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu

pengobatan yang tepat. Obat-obat kombinasi yang telah

ditetapkan oleh dokter di minum dengan tekun dan teratur,

waktu yang lama (6 atau 12 bulan). Di waspadai adanya

kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan

oleh dokter.
c. Pencegahan Tersier
1) Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena

menghirup udara yang tercemar debu para pekerja tambang,

pekerja semen dan sebagainya.


2) Rehabilitasi

Pencegahan dan kontol (Chandra, 2012)

a. Usaha-usaha pencegahan

1) Perbaikan kondisi sosial yang dapat meningkatkan risiko

penularan seperti perumahan yang sehat.

2) Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan, laboratorium

dan X-ray.

3) Penyuluhan kesehatan pada masyarakat tentang bahaya dan

cara penularan TBC.

4) Terapi preventif dengan obat Isoniazid (INH) pada TBC laten

dan orang yang mempunyai risiko tinggi tertular TBC.

5) Pemberian vaksin BCG pada bayi yang baru lahir.

6) Pemeriksaan X-ray dan sputum pada kasus yang mempunyai

kelainan kronis pada pernafasan atau orang yang di curigai

menderita penyakit TBC.

b. Pengobatan atau terapi


22

1) Medikamentosa
Pemberian obat antimikrobal seperti INH, Ethambutol,

Rifampicin dan Streptomycin atau Kanamycin injeksi

(kombinasi dua atau tiga obat tersebut di atas).

2.1.11 Program Penanggulangan TBC

Sampai saat ini program penanggulangan TBC paru belum dapat

menjangkau seluruh Puskesmas yang ada. Hal itu dikarenakan belum

adanya keseragaman pengobatan dan sistem pencatatan pelaporan

disemua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta

sehingga perlu adanya kerja sama semua pihak yang terkait dalam

pemberantasan TBC. Sub di rektorat TBC, Direktorat PPML, Ditjen

PPMPLP dalam kegiatan penanggulangan TBC mempunyai 2 tujuan,

yaitu:

a. Tujuan jangka panjang


Memutuskan rantai penularan sehingga penyakit TB paru tidak

lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

b. Tujuan jangka pendek


1) Tercapainya kesembuhan minimal 85% penderita baru BTA

positif yang di temukan.


2) Tercapainya cakupan penemuan semua penderita secara

bertahap.
3) Tercegahnya resistensi obat TBC di masyarakat.
4) Mengurangi penderitaan manusia akibat penyakit TBC.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut kegiatan yang

dilaksanakan dalam menanggulangi penyakit TBC meliputi:

a. Kegiatan pokok
1) Komponen diagnosis
a) Deteksi penderita di Poliklinik.
b) Penegakan diagnosis secara Laboratorium.
23

2) Komponen pengobatan
a) Pengobatan yang cukup dan tepat.
3) Melacak penderita lalai berobat 2 hari (kategori 1) atau

seminggu (kategori 2).


4) Penyuluhan kepada penderita TBC dan masyarakat.
5) Pengadaan kebutuhan program dan pendukungnya.
6) Menjamin keperluan dana operasional
2.1.12 Faktor risiko terjadinya TB
a. Faktor intrinsik
1) Umur
2) Jenis kelamin
3) Ras, suku (etnik)
4) Genetik (hubungan keluarga)
5) Status kesehatan umum
6) Bentuk anatomis tubuh
7) Fungsi fisiologis atau faal tubuh
8) Keadaan imunitas dan respon imunitas
9) Kemampuan interaksi antara host dengan agent
10) Penyakit yang diderita sebelumnya
11) Kebiasaan hidup dan kebiasaan dari host sendiri
b. Faktor ekstrinsik
1) Lingkungan biologis
2) Lingkungan fisik
3) Lingkungan sosial ekonomi

2.2 Kondisi fisik Rumah Sehat


Rumah adalah tempat hunian atau tempat berlindung dari keadaan alam

sekitarnya, serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah melakukan

aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Notoadmojo, 2007).


Rumah merupakan satu kebutuhan pokok manusia, disamping

kebutuhan sandang dan papan. Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal serta

digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk lainnya. Selain

itu rumah juga merupakan pengembangan kehidupan dan tempat

berkumpulnya anggota di rumah. Rumah yang sehat dan nyaman merupakan

sumber inspirasi penghuninya untuk berkarya, sehingga dapat meningkatkan

produktifitas (Depkes RI, 2005).


24

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar atau pokok manusia

yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau tempat hunian yang digunakan

untuk tempat berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya.
Kondisi rumah yang baik penting untuk mewujudkan masyarakat yang

sehat. Rumah dikatakan sehat apabila memenuhi persyaratan empat hal

pokok, yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan, penghawaan, ruang

gerak yang cukup dan terhindar dari bisingan yang mengganggu.


b. Memenuhi kebutuhan psikologis seperti “privace” yang cukup dan

komunikasi yang baik antar penghuni rumah.


c. Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit menular yang meliputi

penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan air limbah rumah tangga,

bebas dari vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak

berlebihan, sinar matahari yang cukup, makanan dan minuman yang

terlindung dan pencemaran serta pencahayaan dan penghawaan yang

cukup.
d. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang

berasal dari dalam rumah maupun luar rumah.


2.2.1 Parameter Kondisi Fisik Rumah
Terdapat beberapa parameter fisik rumah yang kaitannya dengan

kejadian penularan penyakit TB paru, antara lain:

a. Pencahayaan
Pencahayaan dalam rumah sangat berkaitan erat dengan

tingkat kelembaban dalam rumah. Pencahayaan yang kurang akan

menyebabkan kelembaban yang tinggi didalam rumah dan sangat

berpotensi sebagai tempat berkembang biaknya kuman TBC.

Pencahayaan langsung dan tidak langsung atau buatan harus


25

menerangi seluruh ruangan dan mempunyai itensitas minimal 60

lux dan tidak menyilaukan.


b. Ventilasi atau penghawaan
Ventilasi adalah suatu usaha untuk memelihara kondisi

atmosphere yang menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia.

Untuk mendapatkan ventilasi atau penghawaan yang baik bagi

suatu rumah atau ruangan, maka ada beberapa syarat yang harus

di penuhi yaitu:
1) Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai

ruangan. Sedangkan luas lubang ventilasi isidental (dapat di

buka dan di tutup) minimum 5% dari luas lantai. Hingga

jumlah keduanya 10% dari luas lantai ruangan.


2) Udara yang masuk harus udra yang bersih, tidak dicemari

oleh asap dari sampah atau pabrik, knalpot kendaraan, debu

dan lain-lain.
3) Aliran udara tidak menyebabkan penghuninya masuk angin.

Untuk itu tidak menempatkan tempat tidur persis pada aliran

udara, misalnya di depan jendela atau pintu.


c. Jenis lantai
Jenis lantai yang baik adalah kedap air dan mudah di

bersihkan. Jenis lantai yang ada di Indonesia bermacam-macam

tergantung kondisi daerah dan tingkat ekonomi masyarakat, mulai

jenis lantai tanah, papan, plesetan semen sampai dengan pasangan

lantai keramik. Dari beberapa jenis lantai di atas, maka jenis

lantai tanah jelas tidak baik dari segi kesehatan, mengingat lantai

tanah ini lembab dan menjadi tempat yang tidak baik untuk

berkembang biaknya kuman TBC (Putra, 2011).


26

2.3 Kerangka Teori

Faktor risiko TB Paru


Agent Host environtmen
Pejanan agent
Mycobacterium
tuberculosis
Usia produktif Status merokok Pengetahuan Pekerjaan
Kontak dengan Aktif , pasif Status ekonomi
banyak orang rendah
Lebih penting
Kemungkinan Pemenuhan gizi
pemenuhan
tertular TB kurang
Kekebalan tubuh makanan dan
lebih besar Lingkungan
kurang pakaian
rumah tidak
sehat
Luas ventilasi Pencahayaan Kondisi lantai
Kuman TB tidak Kuman TB Lembab mudah
hilang berkembang tertular
Kejadian TBC meningkat

Gambar 2.3 kerangka teori (Dep Kes RI, 2011) hubungan kondisi fisik rumah
dengan kejadian TBC di Wilayah Puskesmas Ngasem
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.

Anda mungkin juga menyukai