Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tetanus terjadi bila bakteri ini masuk kedalam tubuh melalui tali pusar bayi baru lahir,

atau luka, lecet, dan tukak pada anak yang lebih besar. Jarak antara infeksi dan permulaan

sakit (masa inkubasi) bervariasi antara 5 dan 14 hari, atau lebih lama dari itu pada kasus

yang ringan. Makin pendek masa inkubasi makin serius penyakit itu. Terdapat hubungan

antara jarak tempat invasi C.tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka

dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang.

Sebagian besar kasus tetanus ditemukan oleh sarana pelayanan kesehatan seperti

puskesmas, praktik bidan, dan terutama oleh rumah sakit, padahal angka kasus

sesungguhnya dimasyarakat jauh lebih banyak. Angka kasus pada sarana pelayanan

diduga hanya 4% dari semua kasus. Ini disebabkan karena diagnosis kasus yang tidak

mudah dilakukan oleh kader kesehatan dan masyarakat. Oleh sebab itu, penemuan kasus

yang melibatkan masyarakat seperti aparat desa, pengurus RT/RW, tokoh masyarakat dan

tokoh agama, serta kader kesehatan akan sangat bermanfaat. Peningkatan kasus tetanus

tidak selalu mencerminkan buruknya pelayanan kesehatan, tetapi ini menunjukkan

semakin baiknya sistem surveilans penyakit.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian penyakit tetanus ?

2. Bagaimana bpidemiologi penyakit tetanus di negara berkembang ?

3. Apa saja jenis-jenis penyakit tetanus ?

4. Apa penyebab penyakit tetanus ?

5. Bagaimana upaya pencegahan penyakit tetanus ?

6. Bagaimana upaya penanggulangan penyakit tetanus ?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan pengertian penyakit tertanus

2. Menjelaskan bagaimana epidemiologi penyakit tetanus di negara berkembang

3. Menjelaskan apa saja jenis-jenis tetanus

4. Menjelaskan penyebab penyakit tetanus

5. Menjelaskan upaya pencegahan penyakit tetanus

6. Menjelaskan upaya penanggulangan penyakit tetanus

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tetanus

Tetanus adalah penyakit kekakuan otot (spasme) yang disebabkan oleh eksotoksin

(tetanospasmin) dari organisme penyebab penyakit tetanus dan bukan oleh organismenya

sendiri. Tetanus dapat difenisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot

yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot

menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan

sebelumnya.

Ini adalah keadaan yang serius akibat kerja toksin yang dihasilkan oleh bakteri tetanus

(Clostridium tetani) pada susunan saraf. Bakteri ini hidup pada usus binatang pemakan

rumput (sapi, domba, kambing) dan ditanah tempat tinja yang sangat infektif dibuang

sembarangan dan dibiarkan demikian dalam waktu yang lama.

Ada 10 macam sterotype bakteri tetanus yang semuanya mempunyai H dan O antigen,

kecuali tipe IV yang tidak mempunyai H antigen. Toksin yang dibentuk ada dua macam,

yaitu :

1. Hemolysin : tetanolysin, menghemolyse eritrosit, tidak berperanan sebagai

penyebab tetanus.

2. Neurotoksin: tetanospasmin, menyebabkan spasmus otot-otot, bereranan sebagai

penyebab tetanus.

3
2.2 Epidemiologi penyakit tetanus di negara berkembang

Pada negara berkembang penyakit tetanus masih merupakan masalah kesehatan publik

yang sangat besar. Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun diseluruh dunia, dengan

angka kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka kematian 300.000 – 500.000

per tahun.

Mortalitas dari penyakit tetanus melebihi 50% di negara berkembang dengan penyebab

kematian terbanyak karena mengalami kegagalan pernapasan akut. Angka mortalitas

menurun karena perbaikan sarana intensif (ICU dan ventilator), membuktikan bahwa

penelitian-penelitan yang dilakukan oleh ahli sangat berguna dalam efektivitas

penanganan penyakit tetanus.

Penelitian oleh Thwaites et al pada tahun 2006 mengemukakan bahwa case fatality rate

(CFR) dari pasien tetanus berkisar antara 12-53%.

Penyebab kematian pasien tetanus terbanyak adalah masalah semakin buruknya sistem

kardivaskuler pasca tetanus (40%), neumonia (15%), dan kegagalan pernapasan akut

(45%). Health Care Associated Pneumonia (HCAP) dalam beberapa penelitian

dihubungkan dengan posisi saat berbaring. Tetapi penelitian terbaru oleh HUYNA et al

(2011), posisi semi terlentang atau terlentang tidak memberi perbedaan yang bermakna

terhadap terjadinya pneumonia pada pasien tetanus.

Di Indonesia, angka insidensi tetanus di daerah perkotaan sekitar 6-7/1000 kelahiran

hidup, sedangkan di daerah pedesaan angkanya lebih tinggi sekitar 2-3 kalinya yaitu 11-

23/1000 kelahiran hidup dengan jumlah kematian kira-kira 60.000 bayi setiap tahunnya.

Alasan yang paling mungkin adalah karena adanya perbedaan kemudahan menjangkau

4
pelayanan kesehatan, tingkat pengetahuan, dan kesadaran masyarakat untuk cepat

merujuk anak ke puskesmas, serta kesulitan geografis antara perkotaan dan pedesaan.

Menurut SKRT 1995, angka kematian bayi (AKG) di Indonesia masih cukup tinggi yaitu

58/1000 kelahiran hidup. Tetanus menyumbang 50% kematian bayi baru lahir dan sekitar

20% kematian bayi, serta merupakan urutan ke-5 penyakit penyebab kematian bayi di

Indonesia. Karena kontribusinya yang besar pada AKB, maka penyakit ini masih

merupakan masalah besar bagi dunia kesehatan.

Menurut Ismoedijanto, pada survei di lima rumah sakit pusat/provinsi di kota Jakarta,

Bandung, Semarang, Makasar , dan Palembang selama tahun 1991-1996, terdapat rata-

rata 10-25 kasus per tahun per rumah sakit dengan angka kematian 7-23%. Golongan usia

yang paling sering menderita penyakit ini adalah bayi (26%), disusul anak 5-9 tahun

(19%), anak balita 1-4 tahun (15%) dan usia >10 tahun (12%).

Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2007, terdeteksi 141 kasus tetanus neonatorum

yang tersebar di 25 provinsi. Kasus terbesar ditemukan di Jawa Barat (24,8%), diikuti

Kalimantan Barat (12,8%), Lampung (8,5%), dan Sulawesi Selatan (6,4%). Dari 141

kasus, 74 bayi meninggal (CFR = 52,5%). Menurut hasil penelusuran, berdasarkan

perawatan kehamilannya (Ante Natal Care, ANC), ternyata ada 30,5% ibu hamil yang

datang ke bidan, 20,5% datang ke dukun, dan 28,4% yang tidak melakukan ANC.

Berdasarkan penolong persalinannya, terdapat 66% ibu melahirkan yang ditolong oleh

dukun, 12,8% yang ditolong oleh bidan, dan hanya 0,7% yang ditolong oleh dokter.

Imunisasi ternyata memberikan perlindungan yang cukup baik. Dari semua kasus, 54,6%

belum di imunisasi TT, 10,6% sudah mendapatkan TT satu kali, dan 17% sudah

mendapatkan TT2 atau lebih. Dalam hal perawatan tali pusat, sebagian besar masih

5
dilakukan dengan cara tradisional (30,5%), dengan cara lain (26,6%), dan yang

menggunakan alkohol atau iodium hanya sebagian kecil (19,1%). Meskipun demikian,

alat yang digunakan untuk memotong tali pusat cukup menggembirakan, sekitar 51,1%

menggunakan gunting, 19,9% masih menggunakan bambu atau sembilu, dan 12,8%

menggunakan alat lainnya.

Eliminasi tetanus tercapai apabila kasus tetanus neonatorum per kabupaten/kota adalah <

1 per 1000 bayi lahir hidup. WHO dan UNICEF telah mengajak seluruh negara

anggotanya untuk mengeliminasi tetanus neonatorum pada tahun 2000, tetapi masih

banyak negara yang gagal. Oleh sebab itu, ajakan tersebut diulangi lagi untuk tahun 2005.

Indonesia mencanangkan eliminasi tetanus neonatorum pada akhir tahun 2003.

2.3 Jenis-jenis penyakit tetanus

Secara klinis, tetanus ada 4 macam yaitu; tetanus umum, tetanus lokal, cephalic tetanus,

dan tetanus neonatal.

a) Tetanus Umum

Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang sering dijumpai. Terjadinya bentuk

ini berhubungan dengan jalan masuk kuman. Biasanya dimulai dengan trismus

dan risus sardonikus, lalu berproses ke spasme umum dan opistotonus.

Dalam 24-48 jam dari kekuatan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstrenitas.

Kekakuan otot rahang terutama masseter menyebabkan mulut sukar dibuka,

sehingga penyakit ini juga disebut leock jaw. Selain kekakuan otot masseter, pada

muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis

kesakitan yang disebu risus sardonikus (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik

6
keluar, dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot-otot

leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan

tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus.

Selain kekuatan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara

spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi).

Kejang menyebabkan lengan fleksi dan aduksi serta tangan mengepal kuat dan

kaki dalam posisi ekstensi.

Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang

menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme

otot-otot laring dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan

askfisiksia dan sianosis. Retensi urin sering terjadi karena spasme sfincter

kandung kemih. Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat

disertai panas yang tinggi sehingga harus hati-hati terhadap komplikasi atau

toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Pada kasus

yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipetensi yang

labil, berkeringan yang banyak, panas yang tinggi, dan aritmia jantung.

b) Tetanus lokal

Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang di pertimbangkan karena

gambaran klinis tidak khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekuatan otot-otot

pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan

dengan angka kematian 1%, kadang-kadang bentuk ini dapat berkembang menjadi

tetanus umum. Tetanus dikatakan terlokalisir bila mengenai bagian tubuh tertentu

yang akan mengalami kejang lokal. Ini terjadi ketika tubuh hanya memiliki

7
kekebalan parsial terhadap racun tetanus dan bisa menjadi tetanus umum

menyebar ke bagian tubuh lain.

c) Cephalic tetanus

Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadi bentuk ini bila luka mengenai

daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, otitis media kronis dan jarang akibat

tonsilektomi. Gejala berupa disfungsi saraf loanial antara lain n. III, IV, VII, IX,

X, XI, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap

dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan. Cephalic tetanus dapat berkembang

menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosis bentuk cephalic tetanus jelek.

d) Tetanus neonatal

Tetanus neonatal didefinisikan sebagai suatu penyakit yang terjadi pada anak

yang memiliki kemampuan normal untuk menyusu dan menangis pada dua hari

pertama kehidupannya, tetapi kehilangan kemampuan ini antara hari ke 3 sampai

hari ke 28 serta menjadi kaku dan spasme. Tetanus neonatal, bisa terjadi karena

proses melahirkan yang tidak bersih. Gejala klinisnya biasa terjadi pada minggu

ke 2 kehidupan, ditandai dengan kelemahan dan ketidakmampuan menyusu,

kadang disertai opistotonus.

2.4 Penyebab penyakit tetanus

Tetanus merupakan infeksi yang tergolong serius dan disebabkan oleh bakteri

Clostridium tetani. Bakteri ini dapat hidup lebih dari 40 tahun diluar tubuh manusia

dalam bentuk spora. Spora tersebut umumnya terdapat dalam debu, tanah, kotoran hewan

dan manusia, besi berkarat, kawat duri, serta ujung jarum yang tidak steril.

8
Apabila spora itu berada dalam luka kotor yang bersifat anaerob (tidak ada oksigen), ia

akan menjadi bakteri yang aktif, berkembang biak, dan melepaskan neurotoksin bernama

tetanospasmin.

Selain itu akibat penyakit ini, WHO memperkirakan terjadi 500.000 kematian setiap

tahunnnya di negara berkembang. Sebagian kasus bayi dengan kasus tetanus neonatorum

terjadi karena persalinan diluar rumah sakit atau dukun bayi tradisional.

2.5 Upaya pencegahan penyakit tetanus

Dalam upaya pencegahan yang baik maka angka kesakitan dan angka kematian yang

diseabkan oleh tetanus dapat diturunkan. Upaya-upaya tersebut adalah :

a. Imunisasi aktif dengan taksoid

Diharapkan semua wanita usia subur (WUS) sudah mendapatkan suntikan taksoid

sebanyak lima kali sebelum ia hamil. Status imunisasi yang demikian disebut

Tetanus Taksoid (TT) 5 dosis yang akan memberi perlindungan terhadap tetanus

selama 25 tahun.

Di Indonesia, vaksin tetanus termasuk dalam imunisasi wajib untuk anak.

Imunisasi ini diberikan sebagai bagian dari vaksin DTP ( Difteri, Tetanus,

Pertusis). Prokses vaksinasi ini harus dijalani dalam lima tahap, yaitu pada usia

2,4,6,18 bulan, dan 5 tahun. Vaksin ini kemudian akan diulangi pada saat anak

berusia 12 tahun yang berupa imunisasi Td. Namun, DTP termasuk imunisasi

yang tidak dilisensikan bagi anak berusia 7 tahun keatas, remaja, serta dewasa.

9
b. Perawatan luka

Dilakukan dengan pemberian hidrogen peroksida (H2O2) untuk oksigenasi luka

di jaringan tubuh. Infeksi tetanus yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan

komplikasi dan berakibat fatal. Beberapa komplikasi tetanus dapat terjadi meliputi

jantung yang tiba-tiba berhenti, emboli paru, serta pneumonia.

c. Persalinan yang bersih

Persalinan dengan 3 bersih (yaitu bersih tempat, alat, dan tangan penolong

persalinan) dengan perhatian pada saat pemotongan tali pusat.

2.6 Upaya penanggulangan penyakit tetanus

Diaganosis tetanus tidak ditentukan oleh tes laboratorium, tapi berdasarkan manifestasi

klinis. Pada tahap awal, dokter biasanya akan melakukan pemeriksaan fisik, sambil

menanyakan riwayat penyakit dan vaksinasi penderita. Jenis vaksinasi yang pernah

diterima serta gejala-gejala yang dialami juga akan ditanya secara mendetail.

Penderita yang ke dokter dalam keadaan kejang akan diberi pertolongan pertama dan

langsung dirujuk kerumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif. Metode

penanganan intensif tersebut umumnya meliputi :

 Meredakan kejang dan menenangkan pasien dengan memberi obat pelemas otot

dan obat penenang.

 Membersihkan luka, misalnya menyingkirkan kotoran atau jaringan mati serta

mengangkat benda tajam yang tersisa pada luka. Proses ini dilakukan untuk

memusnahkan spora dan bakteri tetanus.

10
 Menetralisasi neurotoksin yang masih bebas. Cara ini dilakukan melalui

pemberian tetanus immunoglobulin.

 Memberikan obat-obatan untuk menghentikan produksi neurotoksin dengan

memberikan anti mikroba dan antibiotic guna mematikan bakteri Clostridium

tetani.

 Penggunaan alat bantu pernapasan atau ventilator. Jika tetanus berdampak pada

otot-otot pernapasan.

 Memberikan nutrisi melalui selang atau infus agar pengidap tidak dehidrasi dan

mengalami kekurangan nutrisi.

 Melakukan tirah baring (bedrest) dalam ruang gelap dan tenang. Stimulus fisik

sekecil apapun berpotensi menyebabkan kambuhnya siklus kejang.

 Memberikan vaksinasi tetanus. Perlu diingat bahwa pernah mengidap tetanus

bukan berarti sudah kebal sesudahnya. Karena itu, pasien yang belum menerima

vaksinasi, memiliki riwayat vaksinasi yang tidak lengkap, atau tidak yakin pernah

di vaksinasi, sebaiknya menjalani vaksinasi tetanus.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tetanus adalah keadaan yang serius akibat kerja toksin yang dihasilkan oleh bakteri

tetanus (Clostridium tetani) pada susunan saraf. Pada negara berkembang penyakit

tetanus masih merupakan masalah kesehatan publik yang sangat besar. Dilaporkan

terdapat 1 juta kasus per tahun diseluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000

penduduk per tahun serta angka kematian 300.000 – 500.000 per tahun.

Secara klinis, tetanus ada 4 macam yaitu; tetanus umum, tetanus lokal, cephalic tetanus,

dan tetanus neonatal. Tetanus merupakan infeksi yang tergolong serius dan disebabkan

oleh bakteri Clostridium tetani. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu imunisasi

aktif dengan taksoid, perawatan luka dan persalinan yang bersih. Upaya

penanggulangannya yaitu, meredakan kejang dan menenangkan pasien dengan member

obat penenang, membersihkan luka, menetralisir neurotoksin, penggunaan alat bantu

pernapasan, dan memberikan vaksinasi tetanus.

3.2 Saran

Semoga dari materi yang sudah dibahas, pembaca dapat mengetahui apa itu

penyakit tetanus, jenis-jenis dari penyakit tetanus, penyebab penyakit

tetanus, epidemiologi penyakit tetanus di Negara berkembang, upaya

pencegahan serta upaya penanggulangannya. Dan semoga makalah ini

dapat bermanfaat bagi pembaca.


12

Anda mungkin juga menyukai