Anda di halaman 1dari 39

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS

GUIDED DISCOVERY LEARNING (PENEMUAN TERBIMBING)


MATERI GARIS DAN SUDUT UNTUK SISWA KELAS VII

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH
DENIK RIKASARI
NIM 160311604672

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
April 2019
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya kepada kita semua,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal dengan judul Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Berbasis Guided Discovery Learning (Penemuan
Terbimbing) Materi Garis dan Sudut untuk Siswa Kelas VII.

Proposal ini telah kami susun atas bantuan dari berbagai pihak sehingga
proposal ini bisa selesai dengan tepat waktu. Kami menyadari, proposal yang kami
buat jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, guna menghasilkan
proposal yang lebih baik

Kami berharap proposal yang kami susun bisa memberikan manfaat dan
inspirasi bagi pembaca.

Malang, April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Tujuan Pengembangan ............................................................................................ 4
C. Spesifikasi Produk yang Diharapkan ...................................................................... 4
D. Pentingnya Penelitian dan Pengembangan.............................................................. 4
E. Keterbatasan Pengembangan .................................................................................. 5
F. Definisi Operasional ............................................................................................... 5

BAB II KAJIAN TEORI......................................................................................... 7

A. Perangkat Pembelajaran .......................................................................................... 7


B. Metode Discovery Learning.................................................................................. 11
C. Guided Discovery Learning (Penemuan Terbimbing) .......................................... 12
D. Kelebihan dan Kekurangan Metode Guided Discovery Learning ........................ 15
E. Langkah-langkah Guided Discovery Learning ..................................................... 15
F. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Guided Discovery Learning .. 19
G. Tinjauan Materi Garis dan Sudut ...................................................................... 19

BAB III METODE PENGEMBANGAN ............................................................. 24

A. Model Pengembangan ........................................................................................... 24


B. Prosedur Pengembangan ....................................................................................... 24
1. Tahap Investigasi Awal..................................................................................... 24
2. Tahap Desain .................................................................................................... 25
3. Tahap Realisasi/Konstruksi............................................................................... 26
4. Tahap Tes, Evaluasi, dan Revisi ....................................................................... 27
C. Jenis Data .............................................................................................................. 30
D. Instrumen Pengumpulan Data ............................................................................... 31
E. Teknik Analisis Data............................................................................................. 31
1. Teknik Analisis Data Hasil Uji Kevalidan ........................................................ 31
2. Teknik Analisis Data Hasil Uji Kepraktisan ..................................................... 33
3. Teknik Analisis Data Uji Kefektifan ................................................................ 34
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 36
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan,


wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu untuk mengembangkan bakat
mereka. Dengan adanya pendidikan, manusia mampu menghadapi setiap perubahan
yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena
itu, pendidikan menjadi perhatian besar dari semua pihak, baik pemerintah maupun
masyarakat.

Pendidikan terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi. Matematika merupakan salah satu ilmu yang berperan
penting dalam menunjang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini
membuat pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan di Indonesia selalu
berupaya untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan khususnya dalam
pembelajaran matematika.

Kurikulum merupakan salah satu hal yang berpengaruh dalam dunia


pendidikan. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan
pendidikan tertentu. Saat ini, salah satu kurikulum yang berlaku di Indonesia adalah
kurikulum 2013.

Pembelajaran pada kurikulum 2013 menggunakan pendekatan saintifik atau


pendekatan berbasis keilmuan (Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014). Pada
pendekatan saintifik, siswa dituntut untuk berperan aktif dalam proses
pembelajaran di kelas yang meliputi kegiatan mengamati, menanya,
mengumpulkan informasi, menalar dan mengkomunikasikan. Proses pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan saintifik sejalan dengan teori pembelajaran
Piaget, yang menyatakan bahwa guru harus menciptakan keadaan siswa yang
1
mempu belajar sendiri. Artinya guru tidak sepenuhnya mengajarkan bahan ajar
kepada siswa, tetapi guru dapat membangun keadaan siswa yang mampu belajar
dan terlihat aktif dalam belajar (Trianto, 2007: 26).

Siswono (2006: 1) menyebutkan bahwa kegiatan yang banyak dilakukan


siswa dalam pembelajaran matematika adalah mendengarkan penjelasan guru
kemudian menyelesaikan soal seperti yang dicontohkan guru. Kegiatan
pembelajaran yang seperti ini menitikberatkan pada kemampuan siswa untuk
menyelesaikan soal secara prosedural. Akibat dari kegiatan pembelajaran seperti ini
berarti pembelajaran belum bermakna. Belajar bermakna bertentangan dengan
belajar yang menghafal. Russeffendi (dalam Heruman, 2007: 5) membedakan
antara belajar menghafal dengan belajar bermakna berdasarkan pemahaman siswa.
Pada belajar menghafal siswa dapat belajar dengan menghafalkan apa yang sudah
diperolehnya. Sedangkan belajar bermakna adalah belajar memahami apa yang
sudah diperolehnya dan dikaitkan dengan keadaan lain sehingga akan lebih
mengerti. Dalam belajar penemuan, materi disajikan kepada siswa bukan dalam
bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesaiannya, tetapi siswa harus
menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya (Bruner dalam
Heruman, 2007: 4)

Tujuan dari pembelajaran dengan penemuan adalah untuk memperoleh


pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual
siswa, merangsang keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka (Heruman,
2007: 4). Dalam pembelajaran ini, siswa harus terlibat aktif tidak sekedar pasif saja
menerima apa yang diberikan guru. Namun demikian, apa yang dipelajari siswa
merupakan pengetahuan baru. Siswa tersebut masih memerlukan bimbingan dan
bantuan guru untuk mengembangkan kemampuannya dalam memahami
pengetahuan baru. Beberapa petunjuk instruksi perlu diberikan guru kepada siswa
apabila siswa tersebut tidak menunjukkan kemampuan (Hudojo, 2005: 95).
Diharapkan dengan pembelajaran ini siswa secara aktif terlibat dalam menemukan
sendiri suatu prinsip dasar, sehingga ia memahami konsep lebih baik, ingat lebih

2
lama dan akan mampu menggunakan konsep terseut ke dalam konteks yang lain
(Hudojo, 2005:72).

Namun, keberhasilan dan keefektifan suatu pembelajaran tidak semata-mata


ditentukan oleh metode pembelajaran yang akan digunakan. Seorang guru
hendaknya perlu menyusun suatu perangkat pembelajaran sehingga proses
pembelajaran nantinya dapat berlangsung dengan baik. Menurut Ibrahim (dalam
Trianto, 2007: 68) perangkat pembelajaran adalah perangkat yang digunakan untuk
mengelola proses pembelajaran dan terdiri dari buku siswa, silabus, RPP, LKS,
instrument, serta media pembelajaran.

Permasalahan yang terjadi sekarang adalah penyusunan perangkat


pembelajaran yang dilakukan oleh guru belumlah efektif. Salah satu bahan ajar
yang sering digunakan adalah modul, bukan LKS. Pada modul yang diberikan,
siswa cenderung diberikan rumus secara langsung. Berdasarkan hal tersebut terlihat
bahwa siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengonstruk konsep yang
dipelajari. Setelah pemberian rumus, kemudian terdapat contoh soal, dan langsung
diberikan latihan soal. Hal itu memungkinkn siswa belajar dengan menghafal,
akibatnya konsep dari materi itu sendiri kurang dipahami dengan baik. LKS disini
memiliki fungsi untuk mempermudah peserta didik untuk memahami materi
(Prastowo, 2012: 205). Namun LKS tidak selalu ada di setiap pertemuan ditambah
dengan model pembelajaran yang masih terpusat pada guru.

Salah satu materi yang perlu menggunakan pembelajaran bermakna adalah


materi garis dan sudut. Hal ini dikarenakan siswa cenderung menghafal jenis-jenis
kedudukan dua garis dan jenis-jenis hubungan antar sudut tanpa mendalami
konsepnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu inovasi dalam perangkat
pembelajaran materi garis dan sudut agar siswa tidak hanya mampu melakukan
perhitungan untuk menyelesaikan soal, melainkan mengerti dan mampu
menerapkan konsep pengetahuan yang diperoleh kedala konteks ilmu pengetahuan
yang lain

3
Berdasarkan paparan diatas, pengembang berusaha mengembangkan
perangkat pembelajaran berbasis Guided Discovery berupa RPP dan LKS.
Perangkat pembelajaran ini difokuskan pada materi garis dan sudut untuk siswa
kelas VII dan disesuaikan dalam kurikulum 2013. Oleh karena itu, judul yang
diangkat adalah “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Guided
Discovery Learning (Penemuan Terbimbing) Materi Garis dan Sudut untuk Siswa
Kelas VII”.

B. Tujuan Pengembangan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengembangkan
perangkat pembelajaran berbasis guided discovery learning (penemuan terbimbing)
materi garis dan sudut untuk siswa kelas VII yang valid, praktis, dan efektif.

C. Spesifikasi Produk yang Diharapkan


Adapun spesifikasi produk yang dikembangkan dan dihasilkan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Materi yang disajikan dalam perangkat pembelajaran adalah garis dan sudut
untuk kelas VII semester ganjil sesuai dengan kurikulum 2013.
2. Produk yang dihasilkan yaitu perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS.
3. Pendekatan dan pembelajaran yang digunakan dalam perangkat pembelajaran
yang dihasilkan adalah pendekatan Scientific dengan Guided Discovery
Learning.
4. Komponen RPP yang dikembangkan berpedoman pada Permendikbud .
5. Struktur LKS yang dikembangkan berpedoman pada struktur LKS dari
Depdiknas yang terdiri dari 6 bagian yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi
yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah kerja serta
evaluasi.

D. Pentingnya Penelitian dan Pengembangan


Pentingnya dilakukan penelitian dan penegmbangan perangkat
pembelajaran ini ialah sebagai berikut.
1. Bagi siswa

4
Sebagai media pembelajaran agar dapat memahami konsep dengan lebih baik.
2. Bagi guru
Sebagai salah satu rujukan pembuatan perangkat pembelajaran yang akan
digunakan dalam pembelajaran khususnya materi kubus dan balok.
3. Bagi dunia pendidikan
Perangkat pembelajaran ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi
bahan pengembangan lebih lanjut dalam pembuatan perangkat pembelajaran
di masa mendatang dan hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi
perkembangan pendidikan matematika.

E. Keterbatasan Pengembangan
Adapun keterbatasan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah
materi pembelajaran yang tebatas pada materi garis dan sudut kelas VII dengan
kompetensi dasar yaitu menganalisis hubungan antar sudut sebagai akibat dari dua
garis sejajar yang dipotong oleh garis transversal.

F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penafsiran penulisan
pengembangan perangkat pembelajaran bercirikan penemuan terbimbing ini,
pengembang mendefinisikan bebrapa istilah yang digunakan sebagai berikut.
1. Pembelajaran penemuan terbimbing adalah pembelajaran yang pelaksanaan
pembelajarannya memberikan siswa utnuk terlibatb aktif dalam menemukan
sendiri suatu konsep berdasarkan bimbingan guru berupa pertanyaan-
pertanyaan atau langkah-langkah yang mengarahkan.
2. Perangkat pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan oleh guru
untuk menunjang penyelenggaraan dan pengelolaan suatu kegiatan
pembelajaran untuk siswa. Dalam penelitian ini, perangkat yang
dikembangkan berupa RPP dan LKS.
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana guru untuk
melakukan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran
mencapai suatu tujuan pemeblajaran dengan mengacu pada kompetensi dasar

5
dans ilabus serta penyusunannya berpedoman pada Permendikbud 81A tahun
2013 dan tahapan penemuan terbimbing.
4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah salah satu bahan ajar cetak yang harus
dikerjakan siswa dengan mengikuti langkah-langkah atau petunjuk yang telah
dirancang. LKS disusun berdasarkan pada LKS dari Depdiknas dan memuat
tahapan penemuan terbimbing.
5. Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis guided discovery learning
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat perangkat
pembelajaran berupa RPP dan LKS yang valid, praktis, dan efektif.
6. Hasil evaluasi belajar merupakan nilai yang ditentukan berdasarkan hasil
aktivitas siswa dalam pembelajaran, yaitu aktivitas penemuan terbimbing
yang terdapat pada LKS dan hasil tes pada materi volume prisma dan limas.
7. Hasil pengembangan perangkat pembelajaran dikatakan valid apabila
perangkat pembelajaran yang dikembangkan didasarkan pada teori yang kuat
dan semua komponen secara konsisten dapat dihubungkan satu dengan yang
lainnya. Validitas perangkat pembelajaran ditunjukkan dengan rata-rata
keseluruhan berada pada kategori minimal valid.
8. Hasil pengembangan perangkat pembelajaran dikatakan praktis apabila
perangkat pembelajaran yang dikembangkan secara nyata di lapangan dapat
digunakan oleh guru dan siswa dengan mudah dapat mengikuti kegiatan
pembelajaran. Kepraktisan perangkat pembelajaran ditunjukkan dengan hasil
uji kepraktisan berada pada kategori minimal praktis yaitu keaktifan guru
minimal tinggi, keaktifan siswa minimal tinggi, dan respon siswa positif..
9. Hasil pengembangan perangkat pembelajaran dikatakan efektif apabila
minimal 80% siswa di kelas uji coba hasil evaluasi belajarnya memenuhi
SKM (Standar Ketuntasan Minimal) yaitu lebih dari atau sama dengan 75.

6
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Perangkat Pembelajaran
Menurut KBBI (2016) perangkat adalah suatu alat perlengkapan sedangkan
pembelajaran merupakan proses menjadikan makhluk hidup belajar. Menurut Trianto
(2007:68) bahwa perangkat pembelajaran adalah sekumpulan perangkat yang digunakan
dalam mengelola proses belajar mengajar. Perangkat pembelajaran yang dimaksud dalam
pengembangan ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar
Kegiatan Siswa (LKS). Penjelasan-penjelasan, informasi dan uraian yang harus
dikerjakan guru dapat dituangkan di perangkat pembelajaran ini. Sehingga guru dapat
mengurangi kegiatannya menjelaskan pelajaran dan lebih banyak waktu untuk
membimbing siswa (Zulkarnain, 2009: 1).

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran adalah rencana kegiatan pembelajaran yang digunakan dalam satu kali
pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus yang telah disusun agar dapat
mencapai tujuan Kompetensi Dasar (KD) yang telah ditentukan. Menurut Trianto
(2010: 214), rencana pelaksanaan pembelajaran adalah panduan langkah-langkah
yang akan dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran yang disusun dalam skenario
kegiatan. Namun, menurut McKay (2010), rencana pembelajaran merupakan
rancangan kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dalam pembelajaran, namun
pelaksanaannya di kelas biasanya berbeda dengan apa yang sudah dirancang dalam
scenario kegiatan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa rencana
pelaksanaan pembelajaran adalah langkah-langkah kegiatan yang telah dirancang
untuk satu kali pertemuan atau lebih dan disusun secara terperinci sesuai dengan
silabus sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran.

7
Berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, komponen RPP
meliputi :

a. Identitas Sekolah yaitu nama satuan pendidikan


b. Identitas mata pelajaran atau tema/subtema
c. Kelas/semester
d. Materi pokok
e. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk
pencapaian KD dan beban belajar dengan mempertimbangkan
jumlah jam pelajaran yang tersedia dalam silabus dan KD yang
harus dicapai
f. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD, dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan
diukur, yang mencakup sikap, pengetahuan dan ketrampilan
g. Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi
h. Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur
yang relevan, dan ditulis dalam bentuk-butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator ketercapaian kompetensi.
i. Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
mencapai KD yang disesuaikan dengan kareakteristik peserta didik
dan KD yang akan dicapai
j. Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran
k. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik,
alam sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan
l. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan
pendahuluan, inti, penutup
m. Penilaian hasil pembelajaran

8
Berdasarkan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, bahwa guru
wajib menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar mewujudkan
pembelajaran yang mampu memotivasi siswa untuk aktif. Selain itu,
pernyataan dari Shen (2007) menyatakan bahwa rencana pembelajaran
memberi guru kesempatan untuk lebih mendalami aspek pengetahuan
tentang materi pelajaran dan mengembangkan metode yang
memungkinkan siswa untuk memahami materi pelajaran. Dari uraian
tersebut, maka pengembangan RPP memiliki tujuan dan manfaat yang
baik untuk guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga mampu
mewujudkan pembelajaran yang aktif dan interaktif.

Kurikulum 2013 ini menggunakan saintifik yang harus


menjalankan kegiatan mengamati, menyanya, mengumpulkan data,
menalar dan mengkomunikasikan. Dengan adanya aktivitas tersebut,
maka pembelajaran bisa berfokus pada siswa, siswa dapat
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan panduan siswa yang


digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah
sebagai latihan pengembangan asepk kognitif atau semua aspek pembelajaran
dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi (Trianto, 2007: 73).
Sebagai salah satu bahan ajar tertulis, LKS sebaiknya disajikan menggunakan
bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sehingga dapat membantu siswa
dalam belajar (Lee, 2014). Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa LKS
merupakan lembaran yang berisi panduan untuk penyelidikan atau pemecahan
masalah bertujuan untuk membantu proses belajar siswa. Panduan yang
dimaksud berisi kegiatan terarah dan aktif.

Menurut Prastowo (2011: 208) terdapat 5 komponen utama penyusun


LKS yaitu judul, materi pokok, KD, tugas atau langkah-langkah kerja, dan

9
penilaian. Selain itu, menurut Depdiknas (2008) bahwa LKS paling tidak
memuat judul, KD, waktu penyelesaian, peralatan/bahan, informasi singkat,
langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan.
Dalam pengembangan LKS, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan.
Menurut Prastowo (2011:216-224) langkah-langkah pengembangan tersebut
adalah:
1. Menentukan desain pengembangan LKS
Dalam mendesain LKS, ada beberapa batasan umum yang digunakan
dalam pengembangannya yaitu:
a. Ukuran
Ukuran perlu diperhatikan untuk mengetahui bagaimana ukuran yang
tepat agar dapat mengakomodasi kebutuhan pembelajaran yang telah
ditentukan.
b. Kepadatan halaman
Jika satu halaman LKS dipadati oleh banyak tulisan maka dapat
membuat siswa sulit memfokuskan perhatian. Sehingga dalam
penulisan LKS, kita perlu menurunkan tingkat kepadatan tulisan
tersebut.
c. Kejelasan
Kejelasan yang dimaksud adalah kejelasan materi dan langkah-
langkah pengerjaan supaya siswa dapat memahami dengan baik
langkah-langkah, sehingga diperoleh hasil kerja yang maksimal.
2. Langkah-langkah pengembangan LKS
Ada 4 langkah yang bisa dilakukan dalam mengembangkan LKS, yaitu
a. Menentukan tujuan pembelajaran LKS
Langkah ini ditandai dengan penentuan desain sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
b. Pengumpulan materi
Langkah ini dapat ditentukan dengan menentukan materi dan tugas
yang akan dimuat dalam LKS sesuai dengan tujuan pembelajaran dari
berbagai sumber belajar.
c. Penyusunan elemen atau unsur-unsur

10
Langkah ini merupakan gabungan dari 2 langkah sebelumnya yaitu
desain LKS dan pengumpulan materi.
d. Pemeriksaan atau penyempurnaan
Sebelum diberikan kepada siswa, maka LKS yang dikembangkan
harus memenuhi 4 variabel yaitu kesesuaian desain dengan KD,
kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran, kesesuaian elemen
dengan tujuan pembelajaran, dan kejelasan penyampaian.
Dari pengembangan LKS tersebut, maka LKS dapat memberikan manfaat
bagi pembelajaran.

B. Metode Discovery Learning

Salah satu model pembelajaran kognitif yang paling berpengaruh adalah


discovery learning. Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2010: 129) bahwa siswa
didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Melalui metode ini, siswa
belajar aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa
untuk mempunyai pengalaman-pengalaman dan menghubungkan pengalaman-
pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip yang ingin dicapai.

Jerome Bruner (Markaban, 2008:9) berpendapat bahwa discovery


(penemuan) merupakan suatu proses di mana menghasilkan kemampuan umum
melalui tahap latihan pemecahan masalah, praktek membentuk dan menguji
hipotesis. Nantinya siswa akan belajar menemukan yaitu siswa dihadapkan dengan
suatu masalah atau situasi yang berkaitan dengan konsep atau ide yang tampak
ganjil sehingga siswa mencari pemecahan masalah. Metode penemuan dalam
matematika, memungkinkan siswa untuk menemukan konsep-konsep, ide atau
struktur matematika secara aktif dari serangkaian penemuan pembelajaran. Sejalan
dengan Hudojo (2005: 95) bahwa metode penemuan (discovery) merupakan suatu
cara penyampaian topik-topik matematika sedemikian hingga siswa dapat
menemukan sendiri pola-pola matematika melalui serangkaian pengalaman belajar
yang dilakukan.

11
Menurut UT tahun 1997 (Dzarki, 2009) pembelajaran penemuan dibedakan
menjadi dua yakni penemuan murni (free discovery learning) dan penemuan
terbimbing (guided discovery learning). Pada metode penemuan murni
permasalahan yang akan ditemukan dan proses penemuan nantinya ditentukan
semua oleh siswa. Metode ini kurang tepat untuk siswa sekolah lanjutan atau
menengah, karena jika setiap konsep atau prinsip dalam materi harus ditemukan
dan dipelajari sendiri oleh siswa maka alokasi waktu untuk meguasai seluruh materi
tidak cukup atau kekurangan waktu. Bahkan pembelajaran hanya memakan waktu
yang lama dalam pelaksanannya dan juga menyebabkan siswa tidak
melaksanakannya karena tidak tahu cara penyelesaiannya dan menyebabkan
beberapa materi selanjutnya tidak dipelajari oleh siswa.

Sebagian besar sebagian siswa SMP masih membutuhkan konsep dasar


berupa bimbingan atau instruksi dari guru untuk dapat menemukan sesuatu. Hudojo
(2005: 74) menyatakan bahwa beberapa petunjuk atau instruksi perlu diberikan
kepada siswa apabila siswa tidak menunjukkan kemampuan mereka. Dari
pernyataan tersebut, siswa dalam melakukan penemuannya membutuhkan suatu
petunjuk atau instruksi dimana petunjuk tersebut diberikan langsung oleh guru dan
sependapat dengan Hudojo (2005) bahwa instruksi yang jelas perlu dilakukan
supaya tidak mengalami kebingungan terkait apa yang akan ia lakukan. Mengingat
hal tersebut, muncul metode pembelajaran dengan penemuan yang dipandu oleh
guru atau yang dikenal dengan nama metode guided discovery learning.

C. Guided Discovery Learning (Penemuan Terbimbing)

Menurut (Eggen dan Kauchak, 2012: 177) metode guided discovery


learning (penemuan terbimbing) merupakan satu pendekatan mengajar dimana
guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk
memahami topik tersebut. Metode ini dipandang efektif karena dapat mendorong
keterlibatan dan motivasi siswa. Metode ini juga membantu siswa untuk
mendapatkan pemahaman lebih dalam mengenai topik-topik yang jelas karena dari

12
contoh-contoh topik spesifik yang diberi guru, siswa dibimbing untuk memahami
contoh tersebut dan dapat menyebutkan contoh lainnya.

Metode pembelajaran penemuan terbimbing merupakan metode


pembelajaran yang bersifat student oriented dengan teknik trial error, menerka,
menggunakan intuisi, menyelidiki, memarik kesimpulan serta memungkinkan guru
melakukan bimbingan dan petunjuk jalan dalam membantu siswa untuk
mempergunakan ide, konsep, dan ketrampilan yang mereka miliki untuk
menemukan pengetahuan yang baru (Purnomo, 2011). Para siswa diberi suatu
pertanyaan untuk menjawab suatu masalah untuk dipecahkan atau pengamatan-
pengamatan untuk dijelaskan, mengarahkan dirinya sendiri untuk melengkapi
tugas-tugas, menarik kesimpulan-kesimpulan yang sesuai dengan temuannya, dan
menemukan pengetahuan konseptual berdasarkan fakta yang diinginkan di dalam
proses.

Dzaki (2009) menyatakan bahwa dalam pelaksanannya, pembelajaran


penemuan terbimbing lebih banyak diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa
akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Bantuan ataupun petunjuk yang diberikan guru dikenal dengan istilah scaffolding,
yaitu sebuah dukungan untuk belajar dan memecahkan masalah (Baharuddin dan
Wahyuni, 2010: 132). Menurut pendapat Karim (2011) bahwa teknik scaffolding
merupakan suatu teknik memberi bantuan kepada siswa manakala siswa tersebut
mengalami kesulitan si atas kemampuannya dalam memecahkan masalah, antara
lain berupa pengajuan pertanyaan dan pemberian hints, pertanyaan yang diberikan
oleh guru berbentuk pertanyaan yang lebih sederhana dan lebih mengarahkan siswa
untuk dapat mengonstruksi konsep.

Dengan demikian, scaffolding yang diberikan guru berupa isyarat-isyarat,


peringatan-peringatan, doronagn, pertanyaan dan lain-lainnya. Sedangkan
manfaatnya scaffolding dalam belajar secara teknisknya adalah membantu siswa
pada awal belajar untuk mencapai pemahaman dan ketrampilan. Diskusi kelompok
menjadi faktor pendukung berjalannya metode ini karena menurut Sajaya

13
(2008:195) bahwa melalui diskusi heterogen, dapat memberikan kesempatan ke
siswa untuk saling mengajar dan membantu, memudahkan pengelolaan kelas,
saling tukar-menukar informasi atau pendapat, memdiskusikan permasalahan
secara bersama-sama.

Menurut Hamalik (2002: 134) metode penemuan terbimbing adalah suatu


prosedur mengajar yang menitikberatkan studi individual, manipulasi objek-objek
dan eksperimentasi oleh siswa sebelum membuat generalisasi sampai siswa
menyadari suatu konsep. Selama pelaksanaan pembelajaran, guru membimbing
siswa untuk melalui berbagai tahap penemuan dengan cara manipulasi data yang
dipelajari sampai menemukan konsep dengan melalui eksperimen dan mengolah
eksperimen dengan melakukan pengamatan dan pengumpulan data yang utama
menjadi suatu kesimpulan dari konsep yang diinginkan.

Supinah (2008: 15) mengatakan bahwa guru berkeliling ke setiap kelompok


dengan tujuan untuk mengamati, memotivasi, memfasilitasi dan membantu
kesulitan siswa. Sehingga guru harus aktif untuk mengecek diskusi dan penemuan
siswa dan memeberikan bimbingan ke siswa yang kesulitasn. Bimbingan dapat
diberikan melalui serangkaian pertanyaan, scaffolding, instruksi di LKS. Markaban
(2006: 16) mengatakan bahwa bimbingan guru sebaiknya mengarahkan siswa untuk
melangkah kearah yang hendak dituju, melalui pertanyaan atau LKS. Sehingga
metode penemuan terbimbing memunculkan system dua arah yang melibatkan
siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Pada saat pelaksanaan
pelaksanaan kegiatan penemuan, siswa diarahkan guru untuk mencari kesimpulan
yang diinginkan melalui suatu urutan petanyaan yang diatur oleh guru.

Melalui metode penemuan terbimbing siswa dapat berpartisipasi aktif dalam


pembelajaran, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa dan
menjadikan pengetahuan yang diperoleh lebih lama membekas dalam ingatan siswa
(Yusnawan, 2013). Metode penemuan berupaya menanamkan dasar-dasar berpikir
ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak
belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa

14
ditempatkan sebagai subjek yang belajar menempatkan guru sebagai fasilitator
yakni membimbing siswa saat siswa membutuhkan.

D. Kelebihan dan Kekurangan Metode Guided Discovery Learning


Menurut Hudojo (2005: 96-97) metode guided discovery learning
mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan metode ini meliputi:
1. Siswa ikut berpartisipasi secara aktif di dalam kegiatan belajarnya.
2. Siswa dapat memahami suatu konsep atau rumus
3. Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa
4. Siswa merasa puas karena bisa menemukan sendiri suatu konsep
5. Siswa mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks
6. Membatasi guru untuk menambah materi baru jika siswa belum paham

Sementara itu, kelemahan metode ini adalah sebagai berikut


1. Metode penemuan terbimbing menghabiskan banyak waktu
2. Metode penemuan terbimbing dirasa terlalu memberatkan, sedangkan tidak
setiap guru mempunyai kemampuan mengajar yang baik
3. Tidak setiap siswa dapat menemukan suatu konsep
4. Bila bimbingan yang diberikan terlalu banyak dapat mematikan inisiatif siswa
5. Tidak dapat digunakan untuk setiap materi

E. Langkah-langkah Guided Discovery Learning


Tahap-tahap metode guided discovery learning terdiri dari delapan tahap
yang disesuaikan dengan tahap menurut Markaban (2008) dan Fatayati (2012).
Berikut tahap-tahap metode guided discovery learning yang digunakan.
1. Observasi untuk menentukan langkah awal
Pada langkah awal dalam penemuan, siswa akan diminta oleh guru
untuk observasi atau mengamati dan memahami suatu permasalahan yang telah
diberikan oleh guru. Menurut Jafarudin (Fitriana, 2008:14) pada tahap
observasi masalah, siswa diminta memahami masalah yang diberikan dan

15
diupayakan memotivasi siswa untuk memiliki rasa ingin tahu agar siswa
mengetahuipermasalahan yang ada untuk melakukan penemuan konsep.
Permasalahan tersebut termuat dalam LKS yang telah disusun guru.
Pada tahap ini, siswa akan berdiskusi dengan teman sekelompok. Namun setiap
siswa di dalam kelompok tetap aktif mengembangkan ketrampilan berfikirnya
untuk memahami dan menemukan apa saja yang diketahui dari permasalahan
tersebut melalui observasi yang jelas hingga siswa dapat membuat kesimpulan
informasi dari permasalahan yang muncul.

2. Merumuskan masalah
Setelah siswa melakukan observasi dan menuliskan informasi yang
didapatkan dari permasalahan, siswa diminta untuk merumuskan masalah
tersebut. Rumusan masalah nantinya akan membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki. Menurut Sanjaya (2008: 192) bahwa
merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa pada suatu
persoalan yang mengandung teka-teki dimana rumusan masalah tersebut tentu
ada jawabannya dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat.

Rumusan masalah akan berupa berupa pertanyaan dimana


pertanyaannya tidak menimbulkan salah tafsir agar arah yang ditempuh siswa
tidak salah. Pada tahap ini tugas guru adalah mulai membimbing siswa yang
merumuskan masalah yaitu dengan memancing siswa untuk bertanya dan
mengarahkan siswa ke pertanyaan sesuai yang diinginkan namun guru tidak
memberitahu pertanyaannya secara langsung.

3. Mengajukan Hipotesis
Setelah membuat rumusan masalah, guru akan membimbing siswa untuk
mengajukan hipotesis terhadap masalah yang telah dirumuskannya. Menurut
Sanjaya (2008: 192) bahwa potensi berpikir itu dimulai dari kemampuan setiap
individu untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu
permasalahan. Hipotesis yang dibuat siswa adalh berupa dugaan jawaban yang
sementara dimana jawaban tersebut harus diuji kebenaranya.

16
Menurut Jafarudin (Fitriana, 2008: 14) siswa menuliskan prediksi
jawaban pada LKS berdasarkan hasil diskusi kelompok siswa. Hipotesis yang
dibuat merupakan dugaan jawaban yang bersifat sementara. Hipotesis
dijadikan sebagai jawaban sementara dan perlu diuji kebenarannya. Guru tetap
menekankan ke siswa bahwa pada tahap ini, jawaban yang dibuat bukanlah
jawaban yang sudah diketahui kebenarannya sehingga guru mengajak siswa
untuk membuktikan hipotesis yang dibuat.

Hipotesis yang dibuat siswa akan disesuaikan dengan pertanyaan yang


telah dibuat sebelumnya dan guru akan memberikan scaffolding dan bimbingan
yang membantu siswa untuk membuat hipotesis sesuai dengan yang
diharapkan. Pada tahap ini, guru harus aktif membantu siswa untuk
mengarahkan siswa mengolah pemikirannya dalam membuat dugaan jawaban.

4. Merencanakan pemecahan masalah


Pada tahap ini, siswa mencari informasi data, fakta yang diperlukan
untuk menguji kebenaran hipotesis. Dalam menguji kebenaran hipotesis, siswa
diperintahkan untuk membuktikannya namun terlebih dahulu siswa harus
mengetahui rencana dari pemecahan masalah atau hipotesis. Tugas guru adalah
membimbing siswa untuk merencanakan pemecahan masalah dan membantu
siswa untuk menyiapkan media atau bahan yang diperlukan dan menyusun
prosedur kerja yang tepat. Rencana pemecahan masalah diberikan oleh guru di
LKS sehingga siswa harus membaca setiap rencana karena di setiap
rencananya akan siswa lakukan melalui eksperimen.

5. Melaksanakan eksperimen
Setelah merencanakan pemecahan masalah, siswa akan menguji
kebenaran jawaban sementara tersebut melalui percobaan. Dugaan jawaban ini
tentu didasarkan dengan data yang diperoleh. Selama siswa bekerja, guru akan
membimbing dan memfasilitasi siswa yang mengalami kendala dalam
melaksanakan eksperimen. Siswa akan melakukan percobaan sesuai dengan

17
rencana pemecahan masalah yang termuat di dalam LKS. Melalui percobaan
ini, siswa akan menemukan data-data dari percobaannya namun data yang
didapatkan perlu ditinjau kembali di tahap selanjutnya.

6. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data


Sanjaya (2008: 193) mengungkapkan bahwa tugas dan peran guru dalam
tahap mengumpulkan data adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan.guru
membantu siswa melakukan pengamatan tentang hal-hal yang penting dalam
membantu mengumpulkan dan mengorganisasi data. Sedangkan siswa mencari
data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
tersebut. Data yang telah didapatkan pada saat melakukan eksperimen,
selanjutnya dibawa ke tahap ini dan dilakukan pengamatan untuk mendapatkan
data utama yang dibutuhkan untuk memperoleh konsep.

7. Analisis data
Setelah mengumpulkan data-data utama, siswa secara berkelompok
membawa data tersebut ke tahap menganalisis data. Data tersebut akan diolah
melalui analisis yang disesuaikan dengan instruksi pada LKS untuk
menemukan suatu konsep yang dituju. Menurut Dimyati dan Mudjiono
(2002:165) guru berperan sebagai pendamping, fasilitsator, pembimbing,
pendiagnosis kesukaran belajar dan rekan diskusi. Sehingga guru akan
membantu siswa dengan membimbing dan memberikan scaffolding ke siswa
yang mengalami kesulitan agar siswa dapat menemukan suatu konsep.

8. Penarikan kesimpulan
Sanjaya (2008: 193) mengungkapkan penarikan kesimpulan adalah
proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil analisis data.
Secara berkelompok siswa menarik kesimpulan, merumuskan masalah,
prinsip, ide generalisasi atau konsep berdasarkan data yang diperoleh serta guru
akan membimbing siswa mengambil kesimpulan berdasarkan data dan
menemukan sendiri konsep yang ingin ditanamkan.

18
F. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Guided Discovery
Learning

Pengembangan LKS berbasis guided discovery learning adalah suatu


kegiatan menciptakan atau memperbaiki suatu produk berupa LKS dengan
serangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk mencari,
menemukan, atau membuktikan suatu prinsip atau konsep pada materi volume
prisma dan limas yang dilakukan untuk menghasilkan LKS berbasis penemuan
terbimbing.

G. Tinjauan Materi Garis dan Sudut


1. Garis
Titik dan garis merupakan salah satu istilah yang tidak memiliki definisi
(undefined terms)

Secara geometri, terdapat 3 istilah pada garis yaitu

disebut ruas garis dinotasikan


dengan ̅𝐻𝐼
̅̅̅

disebut sinar
garis dinotasikan dengan ⃗⃗⃗⃗⃗
𝐹𝐺

disebut garis
dinotasikan dengan ⃡⃗⃗⃗⃗
𝐷𝐸

Pada geometri, terdapat 3 kedudukan garis yang perlu diketahui yaitu

19
a. Garis 𝑚 dikatakan memotong garis 𝑘, jika kedua garis bertemu pada satu
titik
b. Garis 𝑚 dikatakan sejaajr dengan garis 𝑘, jika kedua garis terletak pada satu
bidang datar dan kedua garis tidak berpotongan
c. Garis 𝑚 dan garis 𝑘 dikatakan berhimpit, jika garis 𝑚 terletak pada garis 𝑘
(atau sebaliknya)

2. Sudut

Satuan sudut dinyatakan dalam dua jenis, yaitu derajat dan radian. ∠𝐴𝑃𝐵 bisa
juga disebut sudut ∠𝑃. Besar sudut P dilambangkan dengan 𝑚∠𝑃.

Macam-macam sudut berdasarkan ukuran besar sudutnya

1. merupakan sudut lancip, besar sudutnya


yaitu antara 00 sampai 900

20
2. merupakan sudut siku-siku, besar
sudutnya 900

3. merupakan sudut tumpul, besar sudutnya


yaitu antara 900 sampai 1800

4. merupakan sudut lurus, besar


sudutnya yaitu 1800

5. merupakan sudut refleks, besar


sudutnya yaitu antara 1800 sampai 3600

21
Hubungan antar-sudut

1. merupakan sudut yang saling berpenyiku,


hubungan antar sudutnya yaitu 𝑚∠𝛼 + 𝑚∠𝛽 = 900

2. merupakan sudut yang saling


berpelurus, hubungan antar sudutnya yaitu 𝑚∠𝑡 + 𝑚∠𝑢 = 1800

3. merupakan sudut yang saling bertolak


belakang, dimana besar sudut yang saling bertolak belakang adalah sama.
𝑚∠1 = 𝑚∠3, 𝑚∠2 = 𝑚∠4
4. Sudut-sudut yang terbentuk dari dua garis sejajar yang dipotong oleh garis
transversal

22
Nama Sudut
Sudut sehadap ∠𝐴1 dan ∠𝐵5,
∠𝐴3 dan ∠𝐵6,
∠𝐴2 dan ∠𝐵7,
∠𝐴4 dan ∠𝐵8
Sudut dalam ∠𝐴2 dan ∠𝐵6,
berseberangan ∠𝐴4 dan ∠𝐵5
Sudut luar ∠𝐴1 dan ∠𝐵8,
berseberangan ∠𝐴3 dan ∠𝐵7
Sudut dalam ∠𝐴2 dan ∠𝐵5,
sepihak ∠𝐴4 dan ∠𝐵6
Sudut luar ∠𝐴1 dan ∠𝐵7,
sepihak ∠𝐴3 dan ∠𝐵8

23
BAB III

METODE PENGEMBANGAN

A. Model Pengembangan

Pengembangan perangkat pembelajaran dengan model guided discovery


learning ini dilakukan berdasarkan model pengembangan Plomp. Adapun langkah-
langkah pengembangan dalam model Plomp yaitu (1) tahap investigasi awal, (2) tahap
desain, (3) tahap realisasi/konstruksi, (4) tahap tes, evaluasi dan revisi, dan (5) tahap
implementasi (Hobri, 2010: 17-18).

B. Prosedur Pengembangan
Pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan pada langkah-langkah
berikut.
1. Tahap Investigasi Awal
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah 1) mengidentifikasi dan
menganalisis informasi, 2) mengkaji teori-teori, 3) membatasi masalah, dan 4)
merencanakan kegiatan lanjutan.

a. Mengidentifikasi dan menganalisis informasi


Informasi disini didapatkan dari hasil wawancara yang dilakukan dengan
guru mata pelajaran matematika. Menggali informasi tentang metode
pembelajaran apa yang selama ini dipakai serta bahan ajar apa yang sering
dipakai. Wawancara juga dilakukan dengan siswa, mencari tahu bagaimana
selama ini mereka belajar dan juga kesulitan-kesulitan seperti apa yang dialami
selama proses pembelajaran.

Mayoritas kesulitan siswa yang sering terjadi disebabkan oleh tiga faktor
utama, yaitu kebiasaan menghafal, kegiatan pembelajaran yang kurang
memberikan kesempatan untuk membangun pengetahuan mereka, dan modul
yang digunakan cenderung memberikan rumus secara langsung. Oleh karena
itu perlu dikembangkan suatu pembelajaran dan bahan ajar yang memberikan
24
kesempatan kepada siswa dalam menemukan konsep dan mempu mendukung
kreativitas siswa dalam menemukan konsep serta metode pembelajaran yang
dapat mengubah kebiasaan siswa menerima/membaca penjelasan menjadi aktif
mengonstruk.

b. Mengidentifikasi dan menganalisis informasi


Pada tahap ini, pengembang mengkaji berbagai teori dan literatur
untuk memperoleh solusi dari permasalahan di atas. Adapun solusi yang
diperoleh adalah dengan mengembangkan perangkatb pembelajaran
dengan penemuan terbimbing. Pembelajaran dengan penemuan
terbimbing adalah pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam
menemukan sendiri konsep dan pengetahuan baru melalui bimbingan
guru.

c. Membatasi masalah
Pada tahap ini, pengembang menentukan batasan masalah dalam
pengembangan perangkat pembelajaran. Batasannya yaitu pembelajaran
yang dikembangkan terbatas pada RPP dan LKS untuk materi volume
prisma dan limas berdasarkan kurikulum 2013.

d. Merencanakan kegiatan lanjutan


Pada tahap ini, kegiatan lanjutan yang akan dilakukan adalah
merancang perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan

2. Tahap Desain
Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut.
a. Menentukan materi dan kompetensi dasar yang dibahas pada perangkat
pembelajaran.
Materi yang dipilih adalah volume prisma dan limas. Adapun
kompetensi dasar yang menjadi acuan adalah KD 3.9 yaitu menentukan
luas permukaan dan volume kubus, balok, prisma, dan limas.

25
b. Mendesain format isi perangkat pembelajaran
Format isi RPP dan LKS dalam pengembangan ini disesuaikan
dengan format isi RPP dan LKS menurut Permendikbud dan Depdiknas
seperti yang sudah dipaparkan di bagian sebelumnya.

c. Menyusun instrument pengembangan


Pengembang menyusun instrumen yang akan digunakan sebagai
tolak ukur produk yang dihasilkan dalam pengembangan. Instrument
pengembangan yang disusun oleh pengembang berupa lembar validasi,
lembar uji kepraktisan perangkat pembelajaran (lembar observasi guru dan
siswa), dan angket respon siswa.

3. Tahap Realisasi/Konstruksi
Pada tahap ini dihasilkan prototype 1 sebagai hasil perancangan
perangkat pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
menyusun bagian-bagian perangkat pembelajaran yang dikembangkan,
kemudian mendesain tampilan perangkat pembelajaran agar lebih menarik
digunakan. Hasil dari pengembangan perangkat pembelajaran diteliti kembali
sebelum diuji kevalidannya oleh validator.

Pada tahap ini dihasilkan produk pengembangan berdasarkan desain


yang direncanakan pada tahap desain. Berikut kegiatan yang dilakukan.
a. Menyusun bagian-bagian RPP
Bagian-bagian RPP yang dikembangkan sesuai dengan komponen
RPP yang sudah dikaji pada bagian sebelumnya.

b. Menyusun bagian-bagian LKS


Bagian-bagian LKS yang dikembangkan berpedoman pada struktur
LKS menurut Depdiknas dengan memperhatikan tahapan penemuan
terbimbing menurut Markaban.

26
4. Tahap Tes, Evaluasi, dan Revisi
Pada tahap ini dilakukan dua kegiatan pokok, yaitu uji validitas produk
dan uji coba produk. Penjelasan dari masing-masing kegiatan yaitu sebagai
berikut
a. Uji validitas produk
Pada tahap ini, uji validitas dilakukan terhadap produk yang
dihasilkan yaitu perangkat pembelajaran. Validator dalam pengembangan
ini biasanya terdiri dari dosen jurusan matematika Universitas Negeri
Malang sebagai validator ahli dan guru matematika SMP sebagai validator
praktisi. Instrument yang digunakan untuk uji validitas produk adalah
lembar validasi
Adapun aspek-aspek validasi RPP berdasarkan dari Akbar (2013:
153), yaitu sebagai berikut.
1) Kelayakan isi
a) Kelengkapan komponen-komponen RPP (mencakup identitas
mata pelajaran, KI, KD, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi
waktu, metode, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar)
b) Pencantuman kegiatan apesepsi
c) Rumusan tujuan jelas dan sesuai dengan indikator pencapaian
kompetensi
d) Materi pembelajaran jelas, cakupannya sistematis, runtut sesuai
dengan kurikulum 13, sesuai dengan alokasi waktu, serta sesuai
dengan KD.
e) Kerincian dan kelengkapa scenario pembelajaran (awal, inti,
akhir) dan langkah-langkah pembelajaran mencerminkan metode,
media, dan sumber belajar yang digunakan.
f) Kesesuaian langkah-langkah pembelajaran dengan tujuan
pembelajaran dan alokasi waktu
g) Kesesuaian langkah-langkah pembelajaran yang memungkinkan
siswa terlibat aktif dan memberikan manfaat bagi siswa

27
h) Kesesuaian kegiatan pembelajaran dengan tingkat perkembangan
siswa.
i) Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa
j) Kesesuaian sumber belajar denagn materi pembelajaran
k) Kesesuian instrument penelitian yg digunakan dengan indikator
pencapaian kompetensi
2) Kesesuaian isi dengan penemuan terbimbing
a) Rancangan kegiatan pembelajaran memberikan sebuah
permasalahan yang akan dihadapkan siswa
b) Terdapat kegiatan memberikan kesempatan siswa untuk
mempelajari data dan menjawab pertanyaan LKS yang menuntun
untuk menemukan konsep
c) Memberikan kesempatan siswa untuk membuat dugaan
sementara
d) Memberi kesempatan siswa untuk mengkomuniaksikan proses
mencari dan hasil dugaan siswa, mendiskusikan kebenaran
dugaan dan meminta siswa untuk menyimpulkan konsep yang
benar.
3) Kebahasaan dan Kegrafisan
a) Kesesuaian Bahasa yang digunakan dengan kaidah Bahasa
Indonesia yang baik dan benar
b) Informasi di RPP diberikan secara jelas
c) Bahasa yang digunakan sangat efektif dan efisien.
d) Pengaturan letak komponen RPP tidak tumpeng tindih

Sedangkan aspek-aspek yang divalidasi dari LKS antara lain sebagai


berikut
1) Kelayakan isi
a) Kesesuaian isi LKS dengan KI, KD, indikator pencapaian
kompetensi dan tujuan pembelajaran
b) Kesesuaian LKS yang dikembangkan dengan kebutuhan siswa
c) Kesesuaian LKS yang disajikan dalam LKS dengan materi

28
d) LKS yang dikembangkan bermanfaat menambah pengetahuan
siswa
2) Kesesuaian LKS dengan penemuan terbimbing
a) Aktivitas siswa diawali dengan mengamati dan memahami
permasalahan dengan data secukupnya
b) Aktivitas pada LKS memberikan kesempatan siswa utnuk
mempelajari data dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
menuntun untuk menemukan konsep.
c) Aktivitas pada LKS memberikan kesempatan siswa utnuk
membuat dugaan sementara terkait konsep
d) Aktivitas pada LKS memberikan kesempatan siswa utnuk
mengkomunikasikan proses mencari dan hasil dugaan,
mendiskusikan kebenaran dugaan yang dibuat dan
menyimpulkan secara tertulis konsep yang benar
e) Aktivitas pada LKS memberikan kesempatan siswa utnuk
mengerjakan latihan soal terkait konsep yang telah ditemukan
3) Kebahasaan
a) Kejelasan informasi, perintah, dan penyataan pada LKS sehingga
mudah dipahami
b) Kesesuaian Bahasa yang digunakan denga kaidah Bahasa
Indonesia yang benar
c) Bahasa yang digunakan efektif dan efisien
4) Penyajian
a) Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai jelas
b) LKS disajikan secara runtut dan jelas
c) Kelengkapan informasi yang disajikan pada LKS
5) Kegrafisan
a) Kesesuaian tulisan dan simbol pada LKS disajikan dengan ukuran
dan font yang tepat.
b) Kesesuaian ilustrasi, gambar, dan foto dengan topic
c) Desain tampilan LKS menarik

29
Hasil dari uji validitas produk digunakan untuk melakukan revisi
terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
komentar/saran dari validator ahli dan praktisi diperlukan. Gunanya
untuk memperbaiki produk sebelum dilakukan uji coba produk.

b. Uji coba produk


Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan yaitu uji coba lapangan,
analisis terhadap data hasil uji coba. Kegiatan uji coba lapangan
dilakukan untuk mengetahui kepraktisan dan keefektifan produk yang
dihasilkan.
1) Uji kepraktisan
Untuk mengetahui tingkat kepraktisan produk yang
dihasilkan. Instrument yang digunakan untuk uji kepraktisan ini
adalah lembar uji kepraktisan yang terdiri dari lembar observasi
kegiatan guru dan siswa, dan angket respon. Perangkat
pembelajaran dikatakan praktis jika tingkat kepraktisannya yang
diperoleh minimal praktis yaitu (1) keaktifan guru minimal tinggi,
(2) keaktifan siswa minimal tinggi, (3) respon siswa positif.
2) Uji keefektifan
Uji ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perangkat
pembelajaran yang dihasilkan dapat berguna untuk memudahkan
siswa dalam memahami materi. Keefektifan perangkat
pembelajaran ditentukan berdasarkan persentase siswa yang
mendapat nilai hasil dari hasil evaluasi belajar di atas SKM yaitu
75. Jika minimal 80% siswa mendapatkan nilai di atasa SKM maka
perangkat dikatakan efektif.
Setelah uji coba dilakukan, pengembang melakukan analisis
terhadap uji coba dan melakukan revisi sesuai dengan komentar
atau saran.

C. Jenis Data

30
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu kualitatif dan
kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil penilaian lembar validasi perangkat,
lembar uji kepraktisan, angket respon siswa dan hasil evaluasi belajar siswa.
Sedangkan data kualitatif diperoleh dari komentar atau saran selama proses validasi
perangkat pembelajaran.

D. Instrumen Pengumpulan Data


Instrument pengumpulan data dalam pengembangan perangkat ini ada tiga
yaitu lembar validasi perangkat pembelajaran, lembar observasi kegiatan guru dan
siswa, dan angket respon siswa. Jenis penilaian dalam instrument yang digunakan
dalam perangkat ada dua, yaitu checklist dengan skor 1-4 (data kuantitatif) dan
kolom catatan/saran sebagai pertimbangan dalam melakukan revisi perangkat
pembelajaran yang dikembangkan (data kualitatif).

Untuk instrument pengumpulan data uji kepraktisan adalah lembar


observasi guru dan siswa serta angket respon siswa. Untuk instrument pengumpulan
data uji keefektifan menggunakan hasil belajar siswa. Angket yang digunakan
dalam penelitian berebntuk checklist dengan penilaian skor pada setiap aspek
menggunakan skala 1-4 yang merupakan hasil modifikasi dan adaptasi dari Hobri
(2010: 54). Kriteria ini masing-masing skala yang digunakan sebagai berikut.

Skor 4 berarti sangat setuju


Skor 3 berarti setuju
Skor 2 berarti kurang setuju
Skor 1 berarti tidak setuju

E. Teknik Analisi Data


1. Teknik Analisis Data Hasil Uji Kevalidan
Data yang digunakan dalam validasi perangkat pembelajaran berupa data
kuantitatif dengan kriteria penskoran sebagai berikut.
Skor 4 = sangat setuju

31
Skor 3 = berarti setuju
Skor 2 = berarti kurang setuju
Skor 1 = berarti tidak setuju

Untuk mengetahui nilai rata-rata hasil uji kevalidan perangkat


pembelajaran, pengembang mengadaptasi beberapa langkah dari Hobri
(2010: 52) seperti berikut.

a. Menentukan rata-rata nilai hasil uji kevalidan dari semua validator untuk
setiap indikator (𝐼𝑖 ) dengan rumus

∑𝑛𝑗=1 𝑉𝑖𝑗
𝐼𝑖 =
𝑛

Dengan ∑𝑛𝑗=1 𝑉𝑖𝑗 adalah jumlah nilai validator ke-𝑗 untuk indikator ke-𝑖 dan
𝑛 adalah banyaknya validator

b. Menentukan rata-rata nilai untuk setiap aspek (𝐴𝑖 ) dengan rumus


∑𝑚
𝑗=1 𝐼𝑖𝑗
𝐴𝑖 =
𝑚
Dengan ∑𝑚
𝑗=1 𝐼𝑖𝑗 adalah jumlah nilai validator ke-𝑖 untuk indikator ke-𝑗 dan
𝑚 adalah banyaknya indikator dalam aspek ke-𝑖
c. Skor kevalidan dari nilai rerata nilai untuk semua aspek dengan rumus
∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑖
𝑉𝑎 =
𝑛
Dengan ∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 adalah jumlah rata-rata nilai hasil validasi pada aspek ke-𝑖
dan 𝑛 adalah banyaknya aspek.
Dari hasil penilaian akan diperoleh kriteria kevalidan yang ditentukan
sebagai berikut
Nilai Kriteria Keterangan
1 ≤ 𝑉𝑎 < 2 Tidak Valid Perlu Revisi
2 ≤ 𝑉𝑎 < 3 Kurang Valid Perlu Revisi
3 ≤ 𝑉𝑎 < 4 Valid Tidak Perlu Revisi
𝑉𝑎 = 4 Sangat Valid Tidak Perlu Revisi
(Diadaptasi dari Hobri, 2010: 53)

32
Jika dari hasil penilaian validator diperoleh kriteria valid, maka perangkat
pembelajaran dikatakan valid.

2. Teknik Analisis Data Hasil Uji Kepraktisan


a. Data observasi terhadap kegiatan siswa dan guru
Data yang diperoleh dari observer dihitung dengan pedoman penghitungan
sebagai berikut.
(a) Nilai rata-rata hasil uji kepraktisan dari semua observer untuk setiap
indikator (𝐼𝑖 ) dengan rumus
∑𝑛𝑗=1 𝑆𝑗𝑖
𝐼𝑖 =
𝑛
Dengan ∑𝑛𝑗=1 𝑆𝑗𝑖 adalah jumlah nilai observer ke-𝑗 untuk indikator ke-𝑖
dan 𝑛 adalah banyaknya observer.
(b) Menentukan rata-rata nilai untuk setiap aspek (𝐴𝑖 ) dengan rumus
∑𝑚
𝑗=1 𝐼𝑖𝑗
𝐴𝑖 =
𝑚
Dengan ∑𝑚
𝑗=1 𝐼𝑖𝑗 adalah jumlah nilai validator ke-𝑖 untuk indikator ke-𝑗
dan 𝑚 adalah banyaknya indikator dalam aspek ke-𝑖
(c) Skor keaktifan dari nilai rerata nilai untuk semua aspek dengan rumus
∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑖
𝑃𝑎 =
𝑛
Dengan ∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑖 adalah jumlah rata-rata nilai hasil pengamatan pada
aspek ke-𝑖 dan 𝑛 adalah banyaknya aspek.
Dari hasil penilaian akan diperoleh kriteria kepraktisan RPP dan LKS
melalui tingkat keaktifan guru dan siswa ditentukan sebagai berikut
Nilai Kriteria Keterangan
1≤𝑃<2 Rendah Kurang Praktis
2 ≤ 𝑃𝑎 < 3 Sedang Praktis
3 ≤ 𝑃𝑎 < 4 Tinggi Cukup Praktis
𝑃𝑎 = 4 Sangat Tinggi Sangat Praktis
(Diadaptasi dari Hobri, 2010: 53)

33
b. Data angket respon siswa
Data yang diperoleh dari angket siswa dihitung dengan pedoman penghitungan
sebagai berikut.
(a) Nilai rata-rata hasil uji kepraktisan dari semua observer untuk setiap
indikator (𝐼𝑖 ) dengan rumus
∑𝑛𝑗=1 𝑆𝑗𝑖
𝐼𝑖 =
𝑛
Dengan ∑𝑛𝑗=1 𝑆𝑗𝑖 adalah nilai subjek uji coba ke-𝑗 untuk indikator ke-𝑖
dan 𝑛 adalah banyaknya siswa.
(b) Skor respon siswa (𝑃𝑎 ) seluruh indikator dihitung dengan rumus
∑𝑛𝑗=1 𝐼𝑖
𝑃𝑎 =
𝑚
Dengan ∑𝑛𝑗=1 𝐼𝑖 jumlah rata-rata pengisisan angket ke-𝑗 terhadap
indikator ke-𝑖 dan 𝑚 adalah banyaknya indikator.
Dari hasil penilaian akan diperoleh kriteria kepraktisan RPP dan LKS
melalui kriteria hasil pengisian angket yang ditentukan sebagai berikut.
Nilai Kriteria Respon
𝑃𝑎 ≥ 3 Positif
𝑃𝑎 < 3 Negatif
(Diadaptasi dari Hobri, 2010: 53)
Berdasarkan data diatas, perangkat pembelajaran dikatakan
memiliki kriteria kepraktisan minimal praktis yaitu kegiatan guru
minimal tinggi, kegiatan siswa minimal tinggi, dan respon siswa positif.

3. Teknik Analisis Data Uji Kefektifan


Teknik analisis data uji keefektifan dilakukan dengan cara menghitung
persentase siswa yang memperoleh nilai rata-rata di atas SKM pada uji
pemahaman dan tes evaluasi belajar.
a) Nilai rata-rata siswa ke-𝑖 𝑁𝑖 dapat dihitung dengan menggunakan rumus
30%𝑃1 + 70%𝑃2
𝑁𝑖 =
2
Dengan 𝑃1 adalah nilai rataan semua LKS dan 𝑃2 adalah nilai tes
evaluasi belajar siswa
34
b) Persentase siswa yang memperoleh nilai rata-rata di atas SKM (𝑆)
dihitung dengan menggunakan rumus
𝑎
𝑆 = × 100%
𝑠
Dengan 𝑎 adalah banyak siswa yang mendapat nilai rata-rata diatas
SKM dan 𝑠 adalah banyaknya siswa yang menjadi subjek uji coba.

Siswa dikatakan tuntas belajar jika memperoleh nilai lebih dari atau
sama dengan 75 yaitu SKM. Berdasarkan Kemp dalam Hobri (2010: 58),
salah satu indikator produk dikatakan efektif adalah minimal 80% siswa
yang mengikuti pelajaran dengan menggunakan LKS mampu mencapai
minimal SKM.

35
DAFTAR RUJUKAN

Amir, Z. dan Risnawati. 2015. Psikologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta:


Aswaja Pressindo.

Arikunto, S. 2013a. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi.


Jakarta : Rineka Cipta.

Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Diknas.

Hobri, H. 2010. Metodologi Penelitian Pengembangan (Aplikasi pada Penelitian


Pendidikan Matematika). Jember: Pena Salsabila.

Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.


Malang: UM Press.

KBBI. 2001. Hal. 24-25.

Markaban. 2008. Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika


SMK. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan
dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Oemar Hamalik. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.


Permendikbud Nomor 81A. 2013. Implementasi Kurikulum. Jakarta:
Depdiknas. Permendikbud Nomor 103. 2014. Pembelajaran pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sagala, S. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta

Thobroni. 2015. Belajar & Pembelajaran. Yogyakarta : Ar – Ruzz Media.

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktik. Jakarta:
Prestasi Pustaka.

36

Anda mungkin juga menyukai