1. EPIDEMIOLOGI
Sejak tahun 2000 kematian akibat malaria secara global telah menurun sekitar 60%, dimana
65% terjadi pada anak usia Balita. Sekitar 3,2 Milyar penduduk (setengah dari populasi
dunia) tinggal di daerah berisiko tertular malaria. Pada tahun 2015, diperkirakan terdapat 214
juta kasus malaria di dunia, dimana 400 ribu kasus diantaranya menjadi penyebab kematian.
Sedangkan untuk malaria vivax, merupakan spesies malaria yang terpenting kedua setelah P.
falciparum dan terdapat 25–40% kasus di dunia , dimana tercatat 132–391 juta kasus per
tahun.
Di Indonesia sendiri terdapat 417.819 kasus positif malaria pada tahun 2012 dan menurun
hampir setengahnya pada tahun 2016 menjadi 218.450 kasus. Indonesia mengalami
kemajuan dalam pemberantasan malaria, terlihat bahwa dari total 258,9 juta penduduk
Indonesia pada tahun 2016 sejumlah 178,7 juta penduduk (69%) telah hidup di daerah bebas
penularan malaria, namun masih terdapat 16,5 juta penduduk tinggal di daerah risiko tinggi
dan sedang.
Jenis Plasmodium Malaria yang paling banyak ditemukan di kota Pangkalpinang adalah
adalah Plasmodium falcifarum (50%) dan plasmodium vivax (30%), sedangkan jenis nyamuk
anopheles yang tersebar adalah An. letifer (80,88%), An. barbirostris (16, 18%), An.
nigerrimus (1,47%), dan An. indefinitus ( 1,47%). An. letifer yang ditemukan cenderung
mengisap darah di luar rumah (eksofagik) dan istirahat cenderung di luar rumah (eksofilik).
Puncak aktivitas mengisap darah di dalam rumah terjadi pada pukul 19.00-20.00WIB,
sedangkan di luar rumah pada pukul 22.00-23.00 WIB.
2. ETIOLOGI
Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles betina. Dikenal 5 (lima) macam spesies yaitu: Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi.
Parasit yang terakhir disebutkan ini belum banyak dilaporkan di Indonesia. Selain
menginfeksi manusia, plasmodium juga menginfeksi binatang seperti golongan burung,
reptile, dan mamalia. Termasuk genus plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia
menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati
dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk anopheles betina.
3. FAKTOR RISIKO
Di daerah hiper/holoendemic
- Anak berumur > 6 bulan (angka kematian tinggi pada umur 1-3 tahun)
- Ibu hamil
Di daerah hipo/mesoendemic: anak-anak dan orang dewasa
Lain-lain: - Pendatang (antara lain transmigran) - Pelancong (traveler)
4. PATOGENESIS
Siklus pada tubuh manusia
Infeksi Parasit Malaria pada manusia mulai bila nyamuk anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit yang berada di kelenjar liur
ke dalam pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju hati
dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah.
Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual (intrahepatic
schizogony atau pre-erythrocyte schizogony).
Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk P.falciparum dan 15 hari untuk
P.malariae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, sporozoit menjadi tropozoit hati,
kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati
(tergantung speciesnya), Skizon hati ini apabila pecah mengeluarkan banyak merozoit ke
sirkulasi darah. Pada P.vivax dan ovale, sebagian parasite di dalam sel hati membentuk
hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan
menyebabkan terjadinya relaps pada malaria.
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah
dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang
dari stadium sporozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung speciesnya).
Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk
melalui reseptor permukaan eritrosit. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasite berubah
menjadi bentuk ring, pada P. falciparum menjadi bentuk stereo-headphones, yang
mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah
memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya membntuk pigment yang disebut
hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih
elastik dan dinding berubah lonjong, pada P.falciparum dinding eritrosit membentuk
tonjolan yang disebut knob yang nantinya penting dalam proses sitoadherens dan
rosetting.
Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasite berubah menjadi skizon, Siklus
aseksual ini disebut skizogoni, pada P.falciparum, P.vivax dan P.ovale adalah 48 jam
sedangkan P.malariae adalah 72 jam.
Skizon yang pecah mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang
lain. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah sampai 2-3 siklus skizogoni darah,
sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan membentuk stadium seksual
(genosit jantan dan betina).
Masa inkubasi
Masa inkubasi yaitu rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis
yang ditandai denagan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung species plasmodium.
6. MANIFESTASI KLINIS
Trias Malaria:
Stadium frigoris (mengigil)
Stadium ini mulai dengan menggil dan perasaan sangat dingin. Nadi penderita sangat
cepat, tetapi lemah. Bibir dan jarijari pucat kebiruan (sianotik). Kulitnya kering dan
pucat, penderita mungkin dan pada penderita anak sering terjadi kejang. Stadium ini
berlangsung selama 15 menit - 1 jam.
Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada penderita non imun (berasal dari daerah non
endemis). Selain gejala klasik di atas, dapat ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual,
muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot . Gejala tersebut biasanya terdapat pada orang-
orang yang tinggal di daerah endemis (imun).
Gangguan fungsi ginjal ditunjukkan dengan oliguria, dan anuria dapat terjadi. Sindrom
nefrotik, berkaitan dengan plasmodium malariae apada anak yang tinggal di daerah endemik
malaria, prognosisnya jelek. Black water fever sekarang jarang ditemukan, dihubungkan
dengan plasmodium falciparum; hemoglobinuria akibat hemolisis intravascular berat dan
mendadak, dapat menyebabkan anuria dan kematian karena anemia. Hipoglikemi dapat
dihubungkan dengan malaria falciparum. Pada infeksi berat, dapat terjadi asidosis laktat,
dengan gambaran konvulsi dan gangguan kesadaran.
Inkubasi penyakit malaria 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12-20 hari.
Pada hari-hari pertama panas irregular, kadang-kadang remiten atau intermiten. Pada akhir
minggu, tipe panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias
malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasite mencapai
maksimal dalam waktu 7-14 hari.
Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14
hari, limpa masih membesar dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu kelima panas
mulai turun secara krisis. Pada malaria vivaks manifestasi klinis dapat berlangsung secara
berat tapi kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran
Kackett). Malaria serebral jarang terjadi. Mortalitas malaria vivax rendah tatapi morbiditas
tinggi karena sering terjadi relapse. Pada penderita yang semiimmune perlangsungan malaria
vivax tidak spesifik dan ringan saja; parasitemia hanya rendah;serangan demam hanya
pendek dan penyembuhan lebih cepat. Resistensi kloroquin pada malaria vivaks juga
dilaporkan di irian jaya dan daerah lainnya. Relaps sering terjadi karena kelurnya bentuk
hipnozoit yang tertiinggal di hati saat status imun tubuh menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Subdit Malaria, Dit Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Ditjen
P2P Kemenkes RI dan GF ATM PR Kemenkes RI Komponen Malaria. 2017. Profil
Malaria.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Interna Publishing.