Anda di halaman 1dari 14

EKOSISTEM SUNGAI

Imron Thoha
18/430483/PN/15800
Manajemen Sumberdaya Akuatik
INTISARI
Sungai merupakan aliran air yang besar dan memanjang dari daerah hulu (sumber)
menuju ke hilir yang biasanya bermuara di laut maupun danau. Setiap sungai memiliki
karakteristik berbeda berdasarkan bentuk sungai, panjang sungai, luas sungai,
kecepatan arus sungai yang bisa berbeda di beberapa titik, tinggi dan rendah,
kedalaman sungai, dan tekstur dasar sungai. Tujuan praktikum ini adalah untuk
mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya,
mempelajari cara-cara pengambilan data tolak ukur (parameter) fisik, kimia, dan
biologi suatu perairan, mempelajari korelasi antara beberapa tolak ukur lingkungan
dengan komunitas biota perairan (plankton), dan mempelajari kualitas sungai
berdasarkan indeks diversitas biota perairan (plankton). Praktikum ekosistem sungai
golongan A4 ini dilaksanakan pada hari kamis, 14 Maret 2019 pukul 14:00 WIB
sampai selesai di sungai Tambak Bayan Sleman Yogyakarta. Parameter yang
digunakan dalam praktikum ini yaitu biologi (densitas dan diversitas plankton), fisika
(kecepatan arus, suhu air, suhu udara, debit air), dan kimia (kandungan oksigen
terlarut, kandungan CO2 bebas, alkalinitas, dan pH air). Metode pengukuran
kandungan oksigen terlarut atau Dissolve Oxygen (DO) menggunakan metode winkler,
pengukuran CO2 bebas menggunakan metode alkalimetri, pengukuran alkalinitas
dengan metode alkalimetri. pengukuran suhu menggunakan termometer, kecepatan
arus menggunakan bola yang hanyut terbawa arus dengan mengambil data jarak yang
ditentukan dan waktu yang tercatat, Metode untuk pengukuran debit adalah embody’s
float method, yaitu metode yang mengandalkan kecepatan bola pingpong mengikuti
arus air. Dalam praktikum ini dibagi menjadi 3 stasiun dan berdasarkan data yang
didapat diperoleh data diversitas plankton pada stasiun 1 sebesar 5,73; stasiun 2
sebesar 2,83; dan stasiun 3 sebesar 3,20. Dari data tersebut dapat disimpulkan perairan
terbaik adalah stasiun 1.
Kata kunci: diversitas, ekosistem, komunitas, parameter, plankton, sungai
PENDAHULUAN
Ekosistem adalah kumpulan dari organisme yang saling berinteraksi satu sama
lain, dengan lingkungan abiotik dan energi dalam area dan volume yang ditentukan
(Miller dan Spoolman, 2009). Menurut Kartawinata (2013), tumbuhan, hewan,
organisme lain dan lingkungan fisiknya berinteraksi satu terhadap yang lain disebut
sebagai ekosistem. Oleh karena itu, ekosistem dapat dikatakan sebagai tempat dari
bermacam-macam organisme saling berinteraksi satu sama lain, dengan lingkungan
abiotiknya, dan energi yang mengalir di dalamnya.
Menurut Odum (1993), ekosistem adalah unit fungsional dasar dalam ekologi
yang di dalamnya tercakup organisme dan lingkungannya (lingkungan biotik dan
abiotik) dan di antara keduanya saling memengaruhi. Ekosistem dikatakan sebagai
suatu unit fungsional dasar dalam ekologi karena merupakan satuan terkecil yang
memiliki komponen secara lengkap, memiliki relung ekologi secara lengkap, dan
terdapat proses ekologi secara lengkap, sehingga dalam unit ini siklus materi dan arus
energi terjadi sesuai dengan kondisi ekosistemnya. Dalam ekosistem pasti terjadi
interaksi. Menurut Siahaan (2004), interaksi yang terjadi dibagi menjadi dua, yaitu
interaksi simbiosis (simbiosis mutualisme dan simbiosis komensalisme) dan interaksi
antagonisme (antibiosis, eksploitasi, kompetisi). Pada praktikum ini akan membahas
tentang ekosistem air, khususnya ekosistem sungai.
Sungai merupakan ekosistem lotik yang memiliki peran secara biologis,
ekologis, maupun ekonomis sangat penting bagi manusia (Djumanto dkk., 2011).
Putra (2014) berpendapat bahwa sungai adalah aliran terbuka dengan ukuran
geometrik yaitu penampang melintang, profil memanjang dan kemiringan lembah
yang berubah seiring waktu, tergantung pada debit, material dasar dan tebing. Setiap
sungai memiliki karakteristik dan bentuk yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya, hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantarannya topografi, iklim, maupun
segala gejala alam dalam proses pembentukannya. Sungai yang menjadi salah satu
sumber air, tidak hanya menampung air tetapi juga mengalirkannya dari bagian hulu
ke bagian hilir. Ekosistem air, khususnya ekosistem sungai memiliki ciri airnya
berarus. Ini disebabkan karena sungai memiliki hulu di tempat yang tinggi dan hilir di
tempat yang lebih rendah, sehingga memiliki perbedaan ketinggian membuat air
mengalir dan memiliki arus. Karena berarus, organisme yang menghuni ekosistem
sungai memiliki kemampuan beradaptasi dalam kondisi tersebut, contohnya adalah
ikan lopis (Chitala lopis), serangga air, dan diatom yang memiliki kemampuan untuk
menempel pada substrat atau dasar sungai (Campbell, 2004). Produsen utama dalam
ekosistem sungai adalah ganggang, meskipun pada umumnya organisme di ekosistem
sungai memakan dedritus dari organisme darat di sekitarnya.
Sungai di Indonesia memiliki banyak fungsi, mulai dari transportasi, keperluan
rumah tangga, hewan, dan lain sebagainya.Sekarang, banyak anak sungai dan sungai
telah dipengaruhi polusi dari aktivitas manusia (Campbell, 2004).
Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari karakterisitik ekosistem sungai dan
faktor-faktor pembatasnya, mempelajari cara-cara pengambilan data tolak ukur
(parameter) fisik, kimia, dan bilogik suatu perairan, mempelajari korelasi antara
beberapa tolak ukur lingkungan dengan komunitas biota perairan (plankton), dan
mempelajari kualitas sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan (plankton).
METODE
Praktikum ekosistem sungai ini dilaksanakan pada hari Kamis, 14 Maret 2019
pukul 13:30 sampai selesai di sungai Tambak Bayan, Sleman. Praktikum dilaksanakan
di stasiun 3 yang terletak paling bawah diantara stasiun lainnya. Kondisi bagian sungai
yaitu vegetasi yang ada berupa beberapa ganggang dan terdapat banyak rumput liar.
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah plankton net, ember, roll
meter, stop-watch yang terdapat di smartphone, penggaris, termometer, botol oksigen,
erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur, pipet tetes, mikroburet, petersen grab, surber, plot
kayu, sikat halus, saringan, mikroskop, kertas label, dan pensil. Bahan yang digunakan
pada praktikum ini adalah, kertas pH atau pH meter, larutan MnSO4, larutan reagen
oksigen, larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H2SO4, larutan 1/50 N HCl, larutan 1/80
N Na2S2O3, larutan H2SO4 pekat, larutan indikator amilum, larutan indikator
Fenolftalein (pp), larutan indikator Methyl Orange (MO), dan larutan 4% formalin.
Pada setiap stasiun, dilakukan pengambilan data parameter lingkungan berupa
parameter fisik, kimia, maupun biologi. Pengukuran parameter biologi dihitung
indeks densitas dan indeks keanekaragaman (diversitas) plankton. Untuk menghitung
𝑛𝑖 𝑛𝑖
indeks Diversitas plankton digunakan rumus H= - ∑ 2
log H adalah indeks
𝑁 𝑁
diversitas, (ni) adalah cacah individu suatu genus dan (N) adalah cacah individu Suatu
𝑐𝑎𝑐𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑠𝑚𝑒 𝑉 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙
genera, untuk rumus Densitas plankton adalah N= 𝑥 indv/L.
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑎𝑖𝑟 𝑉 𝑆𝑅
Pengukuran parameter fisika meliputi suhu udara, suhu air, kecepatan arus, dan debit
sungai. Suhu udara dan air diukur menggunakan termometer, kecepatan arus sungai
dengan metode menghitung waktu yang dibutuhkan untuk bola pingpong mengalir
𝑆
dalam jarak 10 meter kemudian dihitung menggunakan rumus 𝑣 = 𝑡 dengan (v) yaitu
kecepatan, (S) berupa jarak, dan (t) berupa waktu yang ditempuh sebanyak (S). Metode
untuk pengukuran debit yaitu dengan menghitung jarak tempuh,waktu tempuh,
kedalaman, lebar, dan subtrat dasar perairan, metode ini dinamakan dengan embody’s
float method. Stasiun 3 ditetapkan konstantanya adalah 0,8 karena dasarnya terdiri dari
bebatuan, jika dasar perairan tersebut berlumpur maka konstantanya adalah 0,9.
𝑊𝑥𝐷𝑥𝐴𝑥𝐿
Rumus yang digunakan adalah Debit = dengan (W) yaitu lebar, (D) yaitu
𝑡
kedalaman, (A) yaitu konstanta untuk dasar perairan, (L) yaitu panjang, dan (t) sebagai
waktu. Pada parameter kimia Pada parameter kimia, dilakukan pengukuran DO ,
kadar CO₂, dan alkalinitas. Pada parameter kimia, metode yang digunakan untuk
mengukur kandungan O2 terlarut yaitu dengan menggunakan metode Winkler.
Langkah pertama diawali dengan mengambil cuplikan air lalu dimasukkan kebotol
oksigen dan ditambahkan larutan MnSO4 1 ml dan 1ml reagen oksigen, digojok dan
didiamkan beberapa saat, lalu ditambahkan H2SO4 pekat 1 ml, ditutup dan digojok
samapi larut.diamkan selama beberapa menit. Setelah itu larutan diambil sebanyak 50
ml dan kemudian ditempatkan pada Erlenmeyer 250 ml. lakukan titrasi dengan
menambahkan larutan 1/80 N Na2S2O3 berwarna kuning jerami. Tambah 3 tetes
indikator amilum, larutan digoyang-goyang dan akan berwarna biru. Setelah itu, titrasi
lagi dengan 1/80 N Na2S2O3 sampai warna biru hilang. Dihitung kandungan O2 terlarut
dengan menghitung berapa banyak larutan 1/80 N Na2S2O3 dari awal hingga akhir.
Metode Winkler digunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut (DO) dengan
1000
rumus perhitungan kandungan O2 terlarut = 50 . A . 0,1 mg/l , dimana (A) adalah
volume titrasi dari awal hingga akhir. Pada penentuan kadar CO₂, digunakan metode
1000
alkalimetri dengan rumus perhitungan Kandungan CO₂ = 50 . Y . 1 mg/l , dimana (Y)
adalah volume titrasi 1/44 N NaOH yang digunakan. Langkah pertama yang dilakukan
yaitu air cuplikan dimasukkan ke botol oksigen, dimasukkan ke erlenmeyer 50 ml.
Setelah itu, ditambahkan 3 tetes indicator pp, jika warnanya berubah menjadi rose,
berarti tidak ada kandungan CO2 bebas. Jika air cuplikan tidak berwarna, titrasi dengan
menggunakan larutan 1/44 N NaOH sambil digoyangkan hingga larutan berwarna
merah muda. Banyaknya larutan 1/44 N NaOH yang digunakan dicatat. Pada
alkalinitas dilakukan dengan metode alkalimetri dan rumus perhitungan Kandungan
1000
CO₃⁻ = 5 . C . 1
mg/l untuk (X), Kandungan HCO₃⁻ = 1000/5. D. 1 mg/l sebagai (Y) dan
Alkalinitas total = X+Y (mg/L). Dimana C dan D adalah banyaknya 1/50 N
H₂SO₄ yang diperlukan pada proses titrasi. Langkah pertama yang dilakukan yaitu
memasukkan air cuplikan ke botol oksigen. 50 ml cuplikan air tersebut diambil dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer secara perlahan. Tambahkan 3 tetes indikator pp.
Jika berwarna merah muda, titrasi dengan larutan 1/50 N H2SO4 hingga warna merah
muda tepat hilang. Banyaknya tirtan yang digunakan dicatat. Kemudian ditambahkan
3 tetes indicator Methyl Orange (MO). Kemudian titrasi lagi dengan 1/50 N H2SO4,
catat banyak titran yang dipakai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Parameter Kualitas Air Sungai
Stasiun
Parameter
1 2 3
Suhu Udara (°C) 28,5 28.00 32.00
Suhu Air (°C) 28.00 26.00 28.50
Kecepatan Air (m/s) 0.72 0.65 0.80
Debit Air (m3/s) 1,51 2,59 3.49
DO (ppm) 8,10 6,80 6,90
CO2(ppm) 19,95 12.00 14.00
Alkalinitas (ppm) 109.00 59.00 90.00
pH 7.10 7.20 7.20
Diversitas plankton 5,73 2,83 3.20
Densitas plankton (indv/L) 28426,20 6504,30 5299,80
- Bermain air -
- Penlitian Memanciing
- Mencuci - Kolam
motor dan Pemancingan
Mobil - Berenang - Ambil
Kegiatan
- Dekat -Memancing pasir
dengan -Bermain air - Usaha
warung kopi - Penlitian Kuliner
- Lumut
- Pohon
- Pohon Bambu
- Pohon Bambu - Ganggang
Bambu - Pohon air
- Lumut Pisang - Rumput
- Ganggang - Ganggang Liar
Vegetasi
air air - Tempat
- Pohon - Rumput sampah
Pisang Liar warga
Berdasarkan Tabel 1. Parameter Kualitas Air Sungai, adanya perbedaan hasil
pengukuran dan pengamatan yang diperoleh. Kondisi lingkungan sungai sangat
dipengaruhi oleh parameter fisika, kimia, maupun parameter biologi. Parameter
tersebut memiliki keterkaitan dan pengaruh yang kuat terhadap keanekaragaman
biota perairan.
Pada praktikum Ekosistem Sungai, parameter fisika yang diamati adalah suhu
udara, suhu air, kecepatan arus, dan debit air sungai. Parameter kimia meliputi DO,
kandungan CO2 bebas, dan alkalinitas. Parameter biologi yaitu menentukan
diversitas dan densitas plankton. Dari masing-masing stasiun didapatkan hasil yang
berbeda-beda, seperti yang akan diperjelas menggunakan grafik. Berikut adalah
sajian grafik untuk perbedaan setiap parameter dan antar stasiunnya:
1. Parameter Fisika
35.00 32.00

28.50 28.00
30.00
28.00 28.50
25.00 26.00
Suhu (⁰C)

20.00
Udara
15.00 Air

10.00

5.00

0.00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 1: Grafik Suhu Udara dan Air (⁰C) vs Stasiun


Suhu merupakan parameter vital bagi pola kehidupan organisme karena dapat
mempengaruhi distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas suatu organisme.
Badwi dkk. (2019) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi suhu di
permukaan bumi adalah:
a) Jumlah radiasi yang diterima per tahun – per hari – per musim
b) Pengaruh daratan dan lautan
c) Pengaruh ketinggian tempat, bahwa makin tinggi suatu tempat dari
permukaan laut, maka suhu akan semakin rendah
d) Pengaruh angin secara tidak langsung, misalnya angin yang membawa panas
dari sumbernya secara horizontal
e) Pengaruh panas laten, yaitu panas di dalam atmosfer
f) Penutup tanah, yakni tanah yang ditutupi vegetasi mempunyai temperatur
yang kurang daripada tanah tanpa vegetasi
g) Tipe tanah, tanah-tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi
h) Pengaruh sudut datang sinar matahari, sinar yang tegak lurus akan membuat
suhu lebih panas daripada yang datangnya miring.
Dari hasil ketiga stasiun, stasiun dua memiliki suhu yang lebih rendah
daripada stasiun satu maupun stasiun tiga. Meskipun stasiun satu terletak di tempat
yang lebih tinggi daripada stasiun dua, akan tetapi stasiun satu tidak memiliki
penutup tanah atau vegetasi yang lebih banyak daripada stasiun dua sehingga suhu
udara maupun suhu air pada stasiun satu lebih hangat daripada stasiun dua, yang
sesuai dengan pendapat Badwi dkk. (2019) tentang faktor yang mempengaruhi suhu
di permukaan bumi.

0.90 0.80
0.80 0.72
0.70 0.65
Kecepatan air (m/s)

0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 2: Grafik Kecepatan Air (m/s) vs Stasiun


Kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat air itu
sendiri, gravitasi bumi, dan gerakan rotasi bumi. Kecepatan arus juga ditentukan oleh
kecuraman dari sungai itu sendiri yang disebabkan oleh tinggi rendah dan halus kasar
dasar sungai, kedalaman serta luas badan air. Kecepatan arus air juga merupakan
salah satu parameter fisika yang dapat menentukan jenis organisme yang hidup pada
ekosistem sungai tersebut berdasarkan kecepatan arus air. Misalnya pada sungai
dengan kecepatan arus yang tinggi, organisme yang dapat hidup biasanya dapat
melekat pada substrat dengan kuat. Menurut Michael (1994), perbedaan kecepatan
aliran air tersebut dapat terlihat adaptasi organisme yang hidup di sungai. Dari grafik
di atas dapat diketahui kecepatan arus pada stasiun satu sebesar 0,72 m/s, stasiun
duan sebesar 0,65 m/s, dan stasiun tiga sebesar 0,80 m/s. Stasiun tiga memiliki
kecepatan arus yang lebih besar dibanding dengan stasiun satu dan dua, meskipun
letak stasiun tiga lebih rendah. Ini disebabkan karena stasiun tiga lebih curam
dibanding dengan stasiun satu, sehingga kecepatan arus di stasiun tiga lebih besar.
4.00
3.49
3.50

3.00
2.59
Debit (m3/s)

2.50

2.00
1.51
1.50

1.00

0.50

0.00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 3: Grafik Debit (L/s) vs Stasiun


Debit air merupakan ukuran banyaknya volume air yang dapat lewat dalam
suatu tempat atau yang dapat di tampung dalam suatu tempat tiap satu satuan waktu.
Menurut Sastrodinata (1980), besaran debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per
detik (m3/detik). Faktor yang mempengaruhi debit air sungai adalah kedalaman, lebar
sungai, substrat, panjang sungai dan bentuk sungai. Kecepatan aliran di tengah alur
tidak sama dengan aliran di tepi alur. Serta kecepatan aliran dekat permukaan air
tidak sama dengan kecepatan pada dasar alur. Intensitas hujan menjadi salah satu
faktor utama yang memiliki komponen musiman yang dapat cepat mempengaruhi
debit air, dan siklus hujan tahunan. Dari grafik di atas dapat diketahui besar debit
stasiun satu 1,51 m3/detik, stasiun dua 2,59 m3/detik, dan stasiun tiga 3,49 m3/detik.
Stasiun tiga memiliki debit air sungai yang lebih besar daripada stasiun lainnya, hal
ini disebabkan karena bentuk aliran yang lebih lurus di stasiun 3 dibandingkan
stasiun satu dan stasiun dua. Stasiun dua memiliki debit air yang lebih besar
dibandingkan dengan stasiun satu meskipun stasiun satu memiliki kecepatan arus
yang lebih besar. Ini disebabkan karena stasiun dua memiliki kedalaman lebih besar
dibandingkan dengan stasiun satu.
2. Parameter Kimia
8.50
8.10

8.00

DO (ppm) 7.50

6.90
7.00 6.80

6.50

6.00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 4: Grafik DO vs Stasiun


Oksigen terlarut merupakan parameter kimia terpenting dalam
kehidupan biota air sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota
air. Daya larut oksigen dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas. Semakin
naik suhu/temperatur dan salinitas, maka daya larut oksigen semakin kecil.
Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi oleh proses respirasi biota air dan
proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang
menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat
organik (buangan organik) (Connel & Miller, 1995). Banyaknya fotosintetis
yang terjadi di perairan membuat konsentrasi oksigen semakin besar. Perairan
yang baik harus mengandung oksigen terlarut sebanyak 5 ppm, jika kurang
dari 5 ppm maka ikan akan mati dan bakteri yang membutuhkan oksigen
kurang dari 5 ppm akan tumbuh. Ketika air banyak mengandung bahan
organik, maka bakteri aerob akan berkembang dan kadar oksigen terlarut
berkurang. Sementara bakteri anaerob (tak memerlukan oksigen bebas)
membantu penguraian sampah organik. Semakin banyak Oksigen yang
terlarut, semakin baik kualitas perairan. Kadar oksigen yang tinggi akan
mendukung kehidupan organisme di perairan tersebut sehingga densitas
plankton akan meningkat. Dari grafik di atas, dapat diketahui kadar DO di
stasiun satu sebesar 8,10 ppm, stasiun dua sebesar 6,80 ppm, stasiun tiga
sebesar 6,90 ppm. Stasiun satu memiliki kadar DO tertinggi yaitu sebesar
8,10 ppm sedangkan stasiun dua memiliki kadar DO terendah dengan 6,80
ppm.
25.00

19.95
20.00

14.00
CO2 Bebas 15.00
12.00

10.00

5.00

0.00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 5: Grafik CO2 Bebas vs Stasiun

Karbon dioksida, lazim disebut gas asam arang yang merupakan


senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan organisme di dunia ini
(Susana,1998). Karbon dioksida (CO2) bebas merupakan salah satu gas
respirasi yang penting dalam sistem perairan. Kandungan karbon dioksida
bebas dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis, kandungan organik yang terurai,
agilasi suhu, dan derajat keasaman (pH). Dari hasil grafik di atas, dapat
diketahui kandungan CO2 bebas di stasiun satu sebesar 19,95 ppm, stasiun
dua sebesar 12,00 ppm, dan stasiun tiga sebesar 14,00 ppm. Kandungan
karbon dioksida bebas terbanyak dijumpai di stasiun 1 sedangkan kandungan
karbon dioksida bebas terendah dijumpai di stasiun 2.
120.00 109.00

100.00 90.00
Alkalinitas (ppm)

80.00
59.00
60.00

40.00

20.00

0.00
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 6: Grafik Alkalinitas (ppm) vs Stasiun


Alkalinitas merupakan salah satu parameter kimia yang menujukkan besaran
konsentrasi basa dan bahan yang mampu menetralkan pH dalam perairan. Dalam
praktikum ekosistem sungai pengukuran alkalinitas juga diperlukan karena
alkalinitas sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH
perairan (Effendi, 2003). Semakin rendah alkalinitas, semakin rendah daya
penyangganya. Namun, perairan dengan alkalinitas terlalu tinggi tidak terlalu disukai
oleh organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi
atau kadar garam natrium yang tinggi (Hanum, 2002). Selain bergantung pada pH,
alkalinitas juga bergantung pada komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Perairan
mengandung alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil
terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Dari
grafik di atas, dapat diketahui nilai alkalinitas pada stasiun satu sebesar 109,00 ppm,
stasiun 2 sebesar 59,00 ppm, stasiun 3 sebesar 90,00 ppm. Stasiun satu memiliki nilai
alkalinitas terbesar di antara stasiun dua dan stasiun tiga disebabkan karena
kesadahan air di stasiun satu lebih tinggi disebabkan oleh kandungan karbonat hasil
dari aktivitas pencucian motor dan mobil sehingga kesadahan air di stasiun satu lebih
tinggi.

7.22
7.20 7.20
7.20

7.18
Derajat Keasaman (pH)

7.16

7.14

7.12
7.10
7.10

7.08

7.06

7.04
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 7: Grafik Derajat Keasaman (pH) vs Stasiun


Derajat keasaman atau pH (Power of Hydrogen), adalah nilai dari hasil
pengukuran ion hidrogen (H2) di dalam air, yang menandakan suatu larutan dan juga
perairan memiliki sifat asam, netral, ataupun basa (Chang,2010). Derajat keasaman
(pH) merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan.
Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan
hidup organisme yang hidup di dalamnya (Odum, 1993). Biota perairan suka hidup
dalam kondisi pH optimum yang berkisar antara 7 – 8,5 (Effendi,2003). Dari grafik
di atas menunjukkan besar pH pada stasiun satu sebesar 7,10, stasiun 2 sebesar 7,20,
dan stasiun 3 sebesar 7,20. Menurut literatur pH yang optimal berada di kisaran 7 –
8,5 sehingga hasil pengamatan sesuai, yang artinya stasiun 1, stasiun 2, stasiun 3
memiliki pH yang optimum untuk menunjang kehidupan biota laut.
3. Parameter Biologi
7.000

5.728
6.000

5.000

Diversitas Plankton
4.000
2.825
3.000 2.635

2.000

1.000

0.000
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 8: Grafik Diversitas Plankton vs Stasiun


Diversitas merupakan keanekaragaman suatu organisme yang menempati satu
ekosistem(Miller,2009). Jadi, diversitas plankton di sungai Tambak Bayan
merupakan banyaknya jenis plankton dalam satu ekosistem sungai Tambak Bayan.
Parameter diversitas plankton menjadi tolak ukur pencemaran perairan sungai.
Semakin sedikit diversitas plankton, maka kualitas perairan sungai menjadi rendah.
Berdasarkan grafik di atas, indeks diversitas plankton di stasiun satu sebesar 5,778,
stasiun dua sebesar 2,825, dan stasiun tiga sebesar 2,635. Meskipun alkalinitas di
stasiun 1 terbilang tinggi, namun masih dalam batas nyaman bagi plankton untuk
hidup dikarenakan nilai diversitas yang besar. Untuk menentukan kualitas perairan
dengan parameter diversitas menggunakan indeks diversitas Shannon-Wiener
(Krebs, 1989).

Tolok ukur Kualitas perairan


1 2 3 4 5
Sangat Buruk Sedang Baik Sangat
buruk baik
Indeks ≤0,80 0,81-1,60 1,61-2,40 2,41-3,20 ≥3,21
diversitas

Berdasarkan tabel indeks diversitas Shannon-Wiener di atas, dapat diketahui


stasiun satu memiliki kualitas perairan sangat baik sementara stasiun dua dan tiga
memiliki kualitas perairan baik.
28426.200
30000.000

25000.000

Densitas Plankton
20000.000

15000.000

10000.000 6504.300 5299.800


5000.000

0.000
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 9: Grafik Densitas Plankton vs Stasiun

Menurut Young (2002) densitas didefinisikan sebagai massa per satuan


volume. Massa per satuan volume dapat diartikan sebagai kepadatan. Jadi, densitas
plankton merupakan kepadatan populasi plankton yang terdapat pada suatu lingkungan
atau ekosistem. Dari grafik di atas dapat diketahui densitas plankton di stasiun satu
sebesar 28426,200, stasiun dua sebesar 6504,300, dan stasiun tiga ssebsar 5299,800.
Jadi, stasiun dengan densitas tertinggi terdapat di stasiun satu sedangkan nilai densitas
rendah terdapat di stasiun tiga.
Parameter biologi terakhir dari ketiga stasiun adalah vegetasi. Vegetasi adalah
komunitas tumbuhan yang ada di sekitar stasiun pengamatan (Kartawinata,2013).
Vegetasi di stasiun satu berupa pohon Bambu, lumut, ganggang air, dan pohon pisang.
Vegetasi di stasiun dua berupa pohon bambu, pohon pisang, ganggang air, dan rumput
liar. Vegetasi di stasiun tiga berupa lumut, pohon bambu, ganggang air, rumput liar,
dan tempat sampah warga.
Dalam hasil yang diperoleh setelah melakukan analisa praktikum dapat
disimpulkan bahwa stasiun terbaik berdasarkan diversitas plankton adalah stasiun satu
yaitu dengan indeks keanekaragaman sebesar 5,728. Hubungan diversitas plankton
yaitu sebagai faktor penentu kualitas air sungai di Tambak Bayan. Keragaman jenis
merupakan parameter yang digunakan alam mengetahui suatu komunitas. Parameter
ini mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan dalam suatu komunitas ekosistem
dengan keragaman rendah adalah tidak stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan
dari luar dibandingkan dengan ekosistem yang memiliki keragaman tinggi.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah :
1. Karakteristik ekosistem sungai dipengaruhi faktor-faktor pembatasnya yaitu
parameter fisik (suhu,kesepatan dan debit), parameter kimia (DO, CO₂, pH,
dan alkalinitas) dan parameter biologi (diversitas plankton, densitas plankton,
dan vegetasi)
2. Pengambilan data tolak ukur (parameter) fisik, kimia, dan biologi suatu
perairan menggunakan pengukuran secara langsung dengan alat ukur dan
titrasi (metode winkler dan alkalimetri)
3. Korelasi atau hubungan dari semua parameter atau tolak ukur sangat erat
dengan komunitas biota di dalamnya, semakin baik parameter suatu ekosistem
sungai, maka biota yang ada semakin beragam korelasi antara satu parameter
dengan parameter yang lain sangat kuat dan berkaitan. Ada yang jika parameter
yang satu tinggi, maka yang lain rendah. Ada pula yang jika parameter satu
tinggi, parameter yang ikut tinggi.
4. Kualitas sungai dapat ditentukan dari indeks diversitas sungai tersebut, pada
sungai Tambak Bayan, Stasiun satu masuk pada kategori sangat baik dan
stasiun dua dan tiga dikategorikan sebagai baik berdasarkan indeks diversitas
Shannon-Wiener.
DAFTAR PUSTAKA
Badwi, N., I.I. Baharuddin, dan I. Abbas. 2019. Geologi Tata Lingkungan Edisi Revisi.
Penerbit Deepublish, Sleman.
Djumanto. Probosunu, Namastra. dan Ifriansyah, Rudy. 2011. Indek Biotik sebagai
Indikator Kualitas Air Sungai Gajahwong Yogyakarta. Jurnal Perikanan
(J.Fish. Sci.). XV (1): 26-34.
Campbell, N.A. and Reece, J.B. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Chang, R. 2010. Chemistry 10th Edition. McGraw-Hill, New York.
Connel D.W., G.J. Miller. 1995. Pollution Chemistry Ecotoxicology. UI-Press,
Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air. Kanisius, Yogyakarta.
Hanum, F. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai Untuk Keperluan Air Minum.
Penerbit Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.
Kartawinata, K. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia: Ungkapan
singkat dengan sajian foto dan gambar. LIPI Press, Jakarta.
Krebs, C.J. 1989. Ecological Methodology. Harper & Row Inc. Publisher, New York.
Michael. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang Dan Laboratorium.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Miller, G. Tyler and S. E. Spoolman. 2009. Essentials of Ecology Fifth Edition.
Brooks/Cole, Belmont.
Odum, P.E. 1993. Fundamentals of Ecology 3rd Edition. Sounders Company,
Philadelphia.
Putra,A.S. 2014. Analisis Distribusi Kecepatan Aliran Sungai Musi (Ruas Sungai :
Pulau Kemaro Sampai Dengan Muara Sungai Komering). Jurnal Teknik Sipil
dan Lingkungan. 3 (2): 603-608
Sastrodinata, S. 1980. Biologi Umum II. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Siaahan, N.H. Thombang. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan
Edisi ke 2. Erlangga, Jakarta.
Susana, T. 1988. Karbon Dioksida. Jurnal Oseana. 1(13): 1-11.
Young, H.D., R.A. Freedman, T.R. Sandin, A.L. Ford. Fisika Universitas Edisi 10 Jilid
I. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai