Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

INSOMNIA PADA LANSIA


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas

Dosen Pembimbing :

Lilis Limayanti. M.Kep


Miftahul Falah. MSN
Nina Pamelasari. M.Kep

Kelas 3 A

Kelompok 5

Oleh :

Dea Yulianti

Ihnatul Fauziah

Muhamad Fikri Azis

Pandu Patyawargana

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang
untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.
Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan
beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami
kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun,
dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup.
Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek.
Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut
sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam
konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian.
Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah
beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang
ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.
Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya
berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional
(seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan).
Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan.
Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya
pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk insomnia.
Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh
mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih,
dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan
fisiologis hyperarousal. Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur cukup,
pasien dengan insomnia seringkali mengalami kesulitan tidur bahkan untuk
tidur siang.
Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti
berkurangnya kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien
dengan kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas
hidup meningkat dengan pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat
yang terlihat pada populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan
dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial.
Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari
sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya
menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan,
ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri.
Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan kondisi
medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat meningkatkan
resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu
memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang
membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan
meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana teori Insomnia ?
2. Apa saja klasifikasi Insomnia ?
3. Apa saja penyebab Insomnia ?
4. Apa saja faktor resiko pada Insomnia ?
5. Apa saja tanda dan gejala Insomnia ?
6. Bagaimana diagnosis dari Insomnia ?
7. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan untuk terapi insomnia ?
8. Bagaimana komplikasi dari Insomnia ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui teori Insomnia.
2. Mengetahui klaisfikasi Insomnia.
3. Mengetahui penyebab Insomnia.
4. Mengetahui faktor resiko pada Insomnia.
5. Mengetahui tanda dan gejala Insomnia.
6. Mengetahui diagosis dari Insomnia.
7. Mengetahui Penatalaksanaan keperawatan untuk terapi Insomnia.
8. Mengetahui komplikais Insomnia.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Insomnia


Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif
yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan
signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International
Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai
atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama
minimal satu bulan.
Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia
adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak
nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan
dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur
walaupun ada kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu
penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab,
seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan.
Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati
tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

2.2 Klasifikasi Insomnia


1. Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia
atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang
menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan
tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.

2. Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya
kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan
dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari
10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan
rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan
biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau
susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping
dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan
obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini
dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.
Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu
International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep
Disorders (ISD). Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:

1) Organik
2) Non organik
- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)
- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur
seperti mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)
Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder.
Insomnia disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1
bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:

1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain


2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu
4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali
dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini
menetap dan diderita minimal 1 bulan.
2.3 Etiologi Insomnia
1. Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk
tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau
penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan,
dapat menyebabkan insomnia.
2. Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan
kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
3. Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,
termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat
alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
4. Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang
mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan
stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat
penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah
tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah
malam.
5. Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan
bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk
mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala
tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker,
gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease
(GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
6. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh
atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama
sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak
sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu
tubuh.
7. 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan
tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh
tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika
mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka
tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau
membaca.

2.4 Faktor Resiko Insomnia


Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi
resiko insomnia meningkat jika terjadi pada:
1. Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan
hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan
peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot
flashes sering mengganggu tidur.
2. Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur,
insomnia meningkat sejalan dengan usia.
3. Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk
depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder,
mengganggu tidur.
4. Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang
seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan
insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan
risiko terjadinya insomnia.
5. Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam
hari sering meningkatkan resiko insomnia.

2.5 Tanda dan Gejala Insomnia


1. Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
2. Sering terbangun pada malam hari
3. Bangun tidur terlalu awal
4. Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
5. Iritabilitas, depresi atau kecemasan
6. Konsentrasi dan perhatian berkurang
7. Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
8. Ketegangan dan sakit kepala
9. Gejala gastrointestinal

2.6 Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

1. Pola tidur penderita.


2. Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
3. Tingkatan stres psikis.
4. Riwayat medis.
5. Aktivitas fisik
6. Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk
menentukan pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak
dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa
mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu
permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan
darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal
lain yang bisa menyebabkan insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan
dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan,
nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh.
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ :

1. Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:


1) Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau
kualitas tidur yang buruk
2) Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1
bulan
3) Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan
terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
4) Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan
penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial
dan pekerjaan
2. Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
3. Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan
yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”)
tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0)
atau gangguan penyesuaian (F43.2)
2.7 Tatalaksana
1. Non Farmakoterapi
1) Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru
dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi
tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap
pertama untuk penderita insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi :

1. Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.


2. Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat
biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu
mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu
Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.
3. Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur
dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada
konseling tatap muka atau dalam grup.
4. Restriksi Tidur.
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang
dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam
berikutnya.
5. Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang
dihabiskan untuk beraktivitas.
Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:

1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca,


menonton televisi, makan atau bekerja.
2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam
waktu 20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur,
tinggalkan tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan
hal-hal yang membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila
sudah merasa mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila
alam 20 menit di tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali
lakukan hal yang membuat santai, dapat berulang dilakukan
sampat seseorang dapat tidur.
3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan
berapa lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat
memperbaiki jadwal tidur-bangun (kontrol waktu).
4. Tidur siang harus dihindari.
2) Gaya hidup dan pengobatan di rumah
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :
1. Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
2. Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
3. Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
4. Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
5. Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca,
latihan pernapasan atau beribadah
6. Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan
menyulitkan tidur pada malam hari.
7. Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti
menghindari kebisingan
8. Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30
menit setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
9. Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
10. Menghindari makan besar sebelum tidur
11. Cek kesehatan secara rutin
12. Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik
2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan
yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.
1) Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
2) Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

1) Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)


1. Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-
insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)
2. Misalnya pada gangguan anxietas
2) Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya)
1. Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-
Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan
Tetrasiklik)
2. Misalnya pada gangguan depresi
3) Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
1. Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-
Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan
benzodiazepine (Long acting).
2. Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis

1) Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi


tidur.
2) Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off
(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
3) Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
4) Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3
kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia
lanjut

2.8 Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang
teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Komplikasi insomnia meliputi
1. Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
2. Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan
reaksi kecelakaan.
3. Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
4. Kelebihan berat badan atau kegemukan
5. Daya tahan tubuh yang rendah
6. Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya
tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS INSOMNIA PADA LANSIA

3.1 Kasus
Perawat komunitas pada saat kunjungan di panti werdha, mendapatkan
banyak data lansia yang susah tidur di malam hari, dan sering terbangun di malam
hari karena ngompol yang kadang tidak disadari.

3.2 Pelaksanaan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Data inti
1. Identitas Panti Sosial Tresna Werdha
Panti Sosial Tresna Werdha adalah unit pelaksanaan teknis dari
Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas
memberikan pelayanan sosial bagi para lansia, sehingga mereka
dapat menikmati sisa hidupnya dengan diliputi ketentraman lahir
dan batin.
No jenis kelamin Frekuensi Persentase
1 laki-laki 15 50 %
2 perempuan 15 50%
Pendidikan penduduk : Para penduduk mayoritas berpendidikan
hingga lulus SLTA dan beberapa diantaranya perguruan tinggi.
Suku Bangsa : Suku Jawa
Status perkawinan : Menikah dan kebanyakan penduduk di
komunitas tersebut adalah janda (lansia) karena kebanyakan
pasangannya meninggal.
2. Sejarah Berdirinya Panti Sosial Tresna Werdha
Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan didirikan pada tanggal 1
Oktober 1979 dengan nama Sasana Tresna Werdha (STW)
“Sejahtera” Pandaan yang mula-mula berkapasitas 15 orang, dan
pada tanggal 17 Mei 1982 oleh Menteri Sosial Bapak Saparjo
diresmikan pemakaiannya berdasarkan KEP. MENSOS RI NO.
32/HUK/KEP/VI/82 dengan kapasitas tampung 30 orang dan
menempati area seluas 16.454 m2 dengan batas-batas wilayah
sebagai berikut:
Sebelah Selatan : Dusun Klampok
Sebelah Utara : Dusun Tengger
Sebelah Timur : Dusun Sukun
Sebelah Barat : Dusun Rajeg
Pada tahun 1994 mengalami pembakuan penamaan UPT
Pusat/Panti/Sasana dilingkungan Departemen Sosial sesuai SK
Mensos RI. No. 14/HUK/1994 dengan nama Panti Sosial Tresna
Werdha “Sejahtera” Pandaan. Melalui SK Mensos RI No.
8/HUK/1998 ditetapkan termasuk kategori panti percontohan
tingkat Provinsi dengan kapasitas tampung 30 orang Perda No. 12
th 2000 tentang Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur bahwa Panti
Sosial Tresna Werdha Pandaan, merupakan unit pelaksana teknis
Dinas sosial Provinsi Jawa Timur. Dengan keluarnya Perda No. 14
th 2002 yang merubah Perda No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial
yang berisi bahwa Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan berubah
menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan-Bangkalan yang
merupakan unit pelaksana teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa
Timur.
3. Demografi
Berdasarkan hasil wawancara dan pembagian lansia mengatakan
jumlah lansia yang susah tidur sebanyak 20 orang dan 10 orang
mengeluh sering terbangun di malam hari karena ngompol yang
kadang tidak disadari
4. Statistik vital
- Masalahkesehatan yang terjadi di panti werdha adalah
gangguan tidur (insomnia)
- Selain kasus insomnia juga lansia sering terbangun di malam
hari karena ngompol yang kadang tidak disadari.
- Dalam kasus 1 tahun terakhir terjadi kasus ansietas berat
namun sejauh ini tidak sampai menyebabkan kematian
5. Nilai dan Kepercayaan

Nilai dan norma para lansia di panti werdha masih mengenal nilai
kesopanan, gotong royong dan kerukunan antar warganya. Hal ini
dapat dilihat dari adanya kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang
masih terus berjalan, seperti: kerja bakti, dan takziyah.
Agama : Mayoritas beragama Islam
2) Data subsistem
1. Lingkungan fisik
1) Kualitas udara
Keadaan udara di daerah tempat tinggal lansia di panti werda
beriklim sejuk, tidak terdapat polusi udara yang dapat
mengganggu pernafasan warga atau tidak.
2) Kualitas air
Sumber air yang digunakan warga untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari adalah dengan air sumur dengan keadaan saluran air
disekitar panti werdha bersih
3) Tingkat kebisingannya
Tidak adanya sumber suara / bising yang dapat mengganggu
keadaan lansia, contohnya tidak ada pendirian pabrik di sekitar
panti werdha
4) Jarak antar panti dan rumah warga/ kepadatan
Jarak antar panti werdha dengan yang lainnya cukup dekat, tetapi
dan tidak saling berdempetan.
2. Keamanan dan transportasi
Untuk kegiatan di dalam panti biasanya para lansia hanya berjalan kaki
untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Panti juga menyediakan kendaraan
berupa mobil untuk keadaan darurat, misalnya keadaan dimana lansia
harus segera mendapat penanganan di rumah sakit. Selain itu, masing-
masing wisma juga dijaga oleh tenaga keamanan yang diperkerjakan di
panti tersebut.
3. Politik dan pemerintahan
Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan merupakan Unit Pelaksana Teknis dari
Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang memiliki struktur organisasi sesuai
dengan Perda Provinsi Jawa Timur No. 14 Tahun 2002 yang terdiri dari:
Kepala Panti, Kelompok Jabatan Fungsional, Ka. Sub. Bagian Tata Usaha,
Ka. Sie Unit Pelayanan Sosial Pandaan dan Bangkalan. Panti Sosial Tresna
Werdha juga memiliki prosedur pelayanan yang sistemastis untuk
mencapai lansia yang sejahtera. Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan
memiliki 33 pegawai yang memiliki peran dan fungsinya masing-masing
Kebijakan yang ada di panti werdha ersebut cukup menunjang
sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan di berbagai
bidang termasuk kesehatan.
4. Pelayanan social dan kesehatan
Tersedianya tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas,
balai pengobatan) untuk melakukan deteksi dini gangguan atau
merawat dan memantau apabila gangguan sudah terjadi pemakaian
fasilitas pelayanan kesehatan.
5. Komunikasi
Panti Sosial Tresna Werdha memiliki fasilitas ruang tamu dan aula yang
biasa dimanfaatkan oleh para lansia untuk berkumpul dan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Sarana komunikasi yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut
untuk saling berkomunikasi antar warga atau untuk mendapatkan
informasi dari luar adalah televisi, radio, koran, atau leaflet yang
diberikan kepada komunitas.
6. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan tidak bekerja
karena lansia ini 80 % dari keluargaya dan 20 % dari pemerintah
untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
7. Rekreasi
Para lansia biasa mengisi waktunya dengan berbagai aktivitas yang
diselenggarakan oleh panti. Di sela-sela aktivitas biasanya mereka
mengobrol, membaca koran atau sekedar menonton TV di dalam ruangan
rekreasi yang disediakan sebagai fasilitas panti. Selain itu lansia juga bisa
berjalan-jalan di kebun belakang panti dan disana terdapat kolam ikan
yang bisa digunakan untuk memancing .
3) Analisa data
No. Data Problem Etiologi
1 Ds: Gangguan pola tidur padaKurangnya kebersihan
- Kader posyandulansia perorangan dan lingkungan
mengatakan 20 orang
lansia mengeluh
susah tidur dan
sering terbangun di
malam hari karena
mengompol dan
kadang tidak di
sadrai.
- Banyak lansia di
wisma binaan sekitar
10 orang dari 30 orang
mengatakan bahwa di
lingkungan wisma
banyak yang malas
mandi dan merapikan
tempat tidur sehingga
baunya kurang sedap.
Do:
-berdasarkan data
kuisioner ditemukan
lansia yang
mengalami susah
tidur sebanyak 10
orang dari 30 orang.
- Berdasarkan data yang
didapatkan dari
penyebaran kuisioner,
ditemukan lansia yang
tidak pernah
membersihkan kamar
sebanyak 13,9% dan
69,6% lansia tidak
pernah membersihkan
kamar mandi.
2 DS: Ansietas Ketidakmampuan lansia
- Banyak lansia di dalam mengatasi
wisma binaan sekitar kegelisahan
10 orang dari 30 orang
mengaalmi kesulitan
4) Prioritas Masalah
Dx. Kep Kriteria penapisan Prioritas
1 2 3 4 5 6 Jumlah
minat

Bobo Bobot Bobot 5 Bobot 7 Bobot 8 Bobot 8


t5 10
Gangguan (1) x 5 (3) x 10 (1) x 5 (3) x 7 (4) x 8 (3) x 8
pola tidur =5 = 30 =5 = 24 = 32 = 24 120 1
pada lansia

Ansiettas (1) x 5 (3) x 10 (1) x 5 (1) x 7 (2) x 8 (1) x 8


=5 = 30 =5 =7 = 16 = 8 71 2

Keterangan :
1. kesadaran masyarakat akan adanya masalah
2. motivasi masyarakat dalam menyelesaikan masalah
3. kemampuan perawat untuk mempengaruhi dalam penyelesaian masalah
4. ketersediaan keahlian yang relevan
5. konsekuensi jika masalah tidak terselesaikan
6. percepatan penyelesaian masalah yang dapat di capai
Skor :
1 = sangat rendah
2 = rendah
3 = cukup
4 = tinggi
5 = sangat tinggi

2. Diagnosa
1.
2.

3. Intervensi
Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Dx 1 Kurangnya kebersihan
perorangan dan lingkungan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan komunitas di
panti sosial Tresna Werdha
selama 2 minggu
diharapkan :
Dx 2

4. Implementasi
Diagnosa Tanggal Implementasi Paraf
Dx 1
Dx 2

5. Evaluasi
Diagnosa Evaluasi
Dx 1 S:
O:
A:
P:
Dx 2 S:
O:
A:
P:

c. Rencana Tindakan
Diagnosa Tujuan jangka pendek Tujuan jangka panjang
Diabetes berhubungan Setelah dilakukan tindakanSetelah dilakukan
dengan kebiasaan hidup keperawatan tindakan keperawatan
lansia yang tidak selama 4 minggu,selama 8 minggu,
terkontrol ditandai komunitas diharapkan: komunitas diharapkan
dengan 35 % lansia Lansia mampu mengontrolangka diabetes (kadar
menderita diabetes asupan makanan sehariglukosa) pada lansia dapat
harinya dan dapatmenurun
melakukan sedikit
aktivitas.
Lansia rutin setiap
bulannya menghadiri
kegiatan posyandu lansia
yang diadakan.
BAB 4
ANALISA JURNAL

No Jurnal Peneliti Tahun


1 Pengaruh Terapi 1. Yuliana R. Kanender November
2. Henry Palandeng
Relaksasi Otot Progresif 2014-Maret
3. Vandri D. Kallo
Terhadap Perubahan Program Studi Ilmu 2015
Tingkat Insomnia Pada Keperawatan Fakultas
Lansia Di Panti Werdha Kedokteran Universitas Sam
Manado Ratulangi
Email : Arcazora@gmail.com
2 Pengaruh Terapi Rendam 1. Chepi Lendengtariang 9 – 11 Maret
Email :
Air Hangat Pada Kaki 2018
chepylendengtariang21@g
Terhadap Insomnia Pada
mail.com
Lansia Di Kelurahan
2. Herlina Wungouw
Angges Kecamatan 3. Rivelino S Hamel
Program Studi Ilmu
Tahuna Barat
Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado

Metode IMRAD

JUDUL Pengaruh Terapi Relaksasi Pengaruh Terapi Rendam Air


Otot Progresif Terhadap Hangat Pada Kaki Terhadap
Perubahan Tingkat Insomnia Insomnia Pada Lansia Di
Pada Lansia Di Panti Kelurahan Angges Kecamatan
Werdha Manado Tahuna Barat
I penelitian ini untuk penelitian ini untuk mengetahui
mengetahui pengaruh terapi pengaruh terapi rendam air hangat
relaksasi otot progresif pada kaki terhadap insomnia pada
terhadap perubahan tingkat lansia
insomnia pada lansia di Panti
Werdha Manado
M Desain penelitian yang Metode penelitian ini adalah Pre
digunakan adalah pra Eksperimental dengan Desain
eksperimental dengan One penelitian yang digunakan Static
Group Pre-testPost-test design. Gruoup Comparison. Teknik
Teknik pengambilan sampel pengambilan sampel
dilakukan dengan Total menggunakan Purposive
Sampling dengan jumlah Sampling, dengan jumlah sampel
sampel 36 orang 32 orang lansia.
R menggunakan uji statistik Hasil penelitian menggunakan uji
Wilcoxon didapatkan nilai p = Independent Sample t.test
0,000 < α = 0,05. diperoleh nilai signifikansi yaitu
Hasil penelitian menunjukkan
0,000< 0,05. hasil penelitian ini
adanya pengaruh terapi
menunjukkan bahwa terdapat
relaksasi otot progresif
pengaruh terapi rendam air hangat
terhadap perubahan tingkat
pada kaki terhadap insomnia pada
insomnia pada lansia Di Panti
lansia Di kelurahan Angges
Werdha Manado.
Kecamatan Tahuna Barat
AD Hasil penelitian tingkat Hasil penelitian yang dilakukan di
insomnia responden sesudah Kelurahan Angges Kecamatan
terapi relaksasi otot progresif Tahuna Barat, dapat ditarik
menunjukkan bahwa tingkat kesimpulan sebagai berikut:
insomnia sesudah terapi Insomnia pada pretest sebelum
relaksasi otot progresif dilakukan terapi rendam air
mengalami penurunan. hangat pada kaki di Kelurahan
Penurunan tingkat insomnia ini Angges Kecamatan Tahuna Barat
dikarenakan adanya efek dari yaitu, sebagian besar lansia
terapi relaksasi otot progresif. mengalami insomnia 11 – 19 dan
Jika kita belajar sebagian kecil mengalami 20 – 27.
mengistirahatkan otot-otot kita Insomnia pada posttest sesudah
melalui suatu cara yang tepat, dilakukan terapi rendam air
maka hal ini akan diikuti hangat pada kaki di Kelurahan
dengan relaksasi mental atau Angges Kecamatan Tahuna Barat
pikiran. yaitu, sebagian besar lansia
insomnia 11 – 19, insomnia 20 –
27 dan sebagian kecil insomnia 28
– 36. Terdapat pengaruh terapi
rendam air hangat pada kaki
terhadap insomnia pada lansia di
Kelurahan Angges Kecamatan
Tahuna Barat.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Insomnia merupakan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan
fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik
dapat mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.
Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan
berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan
kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap
pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang,
tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur
secara individual.
Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non
farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan
yang biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan
benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non
benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia
secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan
gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.

5.2 Saran
Untuk menjaga keadaan kita tetap sehat dan fit, kita harus menjaga
kebutuhan istirahat dan tidur kita sesuai kebutuhan agar kita dapat melakukan
berbagai kegiatan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai