Anda di halaman 1dari 5

Keselamatan pasien merupakan tantangan bagi pelayanan kesehatan di seluruh

dunia (Joint Commission International 2007). Saat ini insiden keselamatan pasien di
dunia mencapai 43 juta pasien setiap tahun, dimana berarti terdapat 1 (satu) dari 10
(sepuluh) pasien yang terluka selama menjalani perawatan di pelayanan kesehatan. Hal
ini tentunya menimbulkan kerugian secara finansial, menurut WHO kerugian yang
ditimbulkan akibat medication errors diperkirakan mencapai 42 Miliar $US.
Lemahnya sistem pengobatan atau pelayanan pada rumah sakit dapat menjadi
penyebab terjadinya medication errors. Selain itu, faktor SDM (Sumber Daya Manusia)
seperti kelelahan, kondisi lingkungan yang buruk atau kekurangan staf, juga dapat
menjadi penyebab kesalahan dalam memberikan pengobatan (WHO 2017). Rumah sakit
merupakan pelayanan kesehatan, dimana di dalamnya terdapat banyak jenis obat,
bermacam-macam tes dan prosedur, berbagai jenis alat dengan teknologinya, serta
berbagai macam tenaga profesi dan non profesi yang harus memberikan pelayanan
kepada pasien selama 24 jam secara terus menerus. Keberagaman serta kerutinan tersebut
jika tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan kejadian tidak diharapkan
(Departemen Kesehatan RI 2008).
Keselamatan pasien juga menjadi salah satu standar akreditasi rumah sakit di
Indonesia (KARS 2011). Berdasarkan PMK No.1961 dan standar akreditasi rumah sakit
terdapat enam sasaran keselamatan pasien yaitu Ketepatan identifikasi pasien;
Peningkatan komunikasi yang efektif; Peningkatan keamanan obat yang perlu
diwasapadai, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi; Pengurangan
risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan Pengurangan risiko pasien jatuh.
Salah satu sasaran keselamatan pasien yaitu ketepatan identifikasi pasien, dimana
kemanan pelayanan di rumah sakit dimulai dari ketepatan identifikasi pasien, hal ini
karena kesalahan identifikasi pasien diawal pelayanan akan berlanjut pada kesalahan
pelayanan berikutnya (WHO 2007). Setiap pasien perlu diberikan identitas pasien dengan
tepat karena tidak semua pasien dapat mengungkapkan identitas secara lengkap dan
benar. Hal tersebut karena beberapa pasien dalam keadaan terbius, mengalami
disorientasi, tidak sadar sepenuhnya, bertukar tempat tidur atau kamar atau lokasi dalam
rumah sakit atau kondisi lain yang menyebabkan kesalahan identifikasi pasien (KARS
2011).
Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi hampir di banyak aspek, yang dapat
mengakibatkan dampak yang serius bagi pasien seperti medication errors, kesalahan
pemberian obat, salah dalam transfusi darah, pemberian prosedur pengobatan pada orang
yang salah, bahkan juga bisa menyebabkan penyerahan bayi pada keluarga yang salah
(WHO 2007). Berdasarkan penelitian Yudhawati dan Listiowati bahwa penyebab insiden
keselamatan pasien di RSI Siti Aisyah Madiun berkaitan dengan salah identifikasi,
komunikasi, kesalahan obat dan prosedur yang tidak dijalankan (Yudhawati dan
Listiowati 2016). United Kingdom National Patient Safety Agency melaporkan bahwa
antara tahun 2003 dan tahun 2005 terdapat 236 insiden dan insiden tersebut hampir terkait
dengan gelang identifikasi yang hilang atau kesalahan informasi pada gelang tersebut.
Oleh karena itu, kesalahan identifikasi pasien menjadi akar penyebab banyak masalah
(WHO 2007).
Identifikasi pasien dan pencocokan pasien dengan pengobatan merupakan
kegiatan yang dilakukan secara rutin di semua rangkaian perawatan (Australian
Commission on Safety and Quality in Health Care 2017). Untuk itu sebelum melakukan
tindakan, pasien harus diidentifikasi terlebih dahulu dengan dua kali pengecekan, yaitu:
pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan, dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu
tersebut.
Rumah sakit perlu menyediakan kebijakan dan/atau prosedur yang secara
kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi (KARS 2011).
Identifikasi pasien dilakukan pada saat pemberian obat, darah, atau produk darah;
pengambilan darah atau spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian
pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua
cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama
pasien, tanggal lahir, dan nomor rekam medis, dan tidak diperbolehkan menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan
penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di
pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi, termasuk identifikasi pasien
koma tanpa identitas. Berikut alur identifikasi pasien pada saat pasien masuk ke rumah
sakit :
Pasien masuk Rumah Sakit

Melalui UGD sebagai pasien UGD ke ruang rawat inap, HD, Endoscopie
atau melalui poliklinik sebagaimpasien operasi/ pasien rawat
umum

Ada rekam medik

Ya Tidak

1. Identitas pasien diperiksa dari rekam 1. Lengkapi identitas pasien


medis. 2. Gelang pengenal dibuat
2. Buatlah gelang pengenal berisi nama dan diperiksa ulang pada
depan dan tengah, tanggal lahir, pasien
nomor rekam medis
3. Bila pasien Alergi, buatlah gelang
identifikasi alergi berisi nama, umur, Gelang identitas dipakaiakan
No RM, Jenis Alergi di pergelangan tangan kiri
4. Bila pasien berisiko jatuh, buatlah pasien oleh petugas
gelang identifikasi alergi berisi nama,
umur, No RM, Tingkat Risiko Jatuh
5. Data di gelang identifikasi diperiksa Lakukan verivikasi sebelum
ulang pada pasien melakukan prosedur: pemberian
obat, pemberian tranfusi darah,
pengambilan sampel untuk
pemeriksaan lab, pemeriksaan
1. Gelang identifikasi harus diperiksa radiologi, tndakan medis, transfer
setiap pergantian jaga oleh perawat pasien, konfirmasi kematian
berikutnya untuk memastikan
gelang terpasang dengan baik dan
terbaca.
2. Ganti gelang identifikasi jika
terdapat kesalahan data
Lepas gelang saat pasien
3. Jangan mencoret atau menimpa keluar dari rumah sakit
tulisan sebelumnya dengan data
baru

Anda mungkin juga menyukai