Anda di halaman 1dari 11

MENINGKATKAN RELEVANSI PEMBELAJARAN KIMIA

MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS KEARIFAN DAN KEUNGGULAN LOKAL


(Suatu Studi Etnopedagogi melalui Indigenous Materials Chemistry)

Hernani, Ahmad Mudzakir, Heli Siti H.


Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA
Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran, bahan ajar, dan alat ukur
penilaian literasi sains pada pembelajaran kimia berbasis kearifan dan keunggulan lokal. Kearifan
dan keunggulan lokal yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan kimia material pribumi
(indigenous materials chemistry). Untuk menghasilkan model pembelajaran, bahan ajar, dan alat
ukur penilaian literasi sains, tahapan pertama yang dilakukan adalah menganalisis potensi kearifan
dan keunggulan lokal yang terkait erat dengan konsep-konsep ilmu kimia dalam standar isi mata
pelajaran kimia SMA melalui studi pustaka dan studi lapangan. Hasil analisis tersebut adalah untuk
daerah Kabupaten Majalengka dan Bandung Barat potensi daerah berupa bahan baku keramik dapat
digunakan untuk menjelaskan kimia unsur, untuk daerah Garut potensi daerah berupa batik dapat
digunakan untuk menjelaskan materi polimer dan lipid, untuk daerah Indramayu potensi daerah
berupa pengeboran minyak dapat digunakan untuk menjelaskan materi ikatan kimia dalam konteks
grafena, untuk daerah Cirebon potensi daerah berupa budaya ruwatan keris dapat digunakan untuk
menjelaskan materi reaksi elektrokimia dan korosi. Produk dari penelitian ini berupa: (1) model
pembelajaran yang digambarkan dalam peta konsekuensi, (2) bahan ajar yang mewujudkan tahap
pembelajaran STL, yaitu tahap kontak, tahap kuriositi, tahap elaborasi, tahap pengambilan
keputusan, tahap nexus dan tahap penilaian, dan (3) alat ukur penilaian meliputi aspek konteks,
konten, proses sains, dan sikap sains.
Kata kunci: kearifan dan keunggulan lokal, literasi sains, etnopedagogi, indigenous materials
chemistry

ABSTRACT
This study aims to produce the models of teaching, teaching materials, and assessment for science
literacy measurement tools on local wisdom and excellent-based chemistry teaching. Local wisdom
and excellence mentioned is related to indigenous materials chemistry. The first stage of this study
is to analyze the potential of local wisdom and excellence are related to chemistry concepts in the
high school chemistry content standard through library research and field studies. The results of this
analysis are (1) ceramic materials which are the potential of West Bandung and Majalengka areas
can be used to explain the chemicalelements, (2) raw materials of batik which are potential of Garut
area can be used to explain the polymer and lipid material, (3) Graphene that use raw materials
from oil drilling which are potential of Indramayu area can be used to explain the chemical
bonding material, and (4) “keris” cultural maintenance which are potential of Cirebon area can be
used to explain the electrochemical reactions and corrosion materials. The product of this research
include: (1) models of teaching are described in the consequences map, (2) teaching materials that
embody the learning phase of the STL, the contact phase, curriosity phase, elaboration phase, the
decision-making phase, nexus phase and assessment phase, and (3) assessment measuring
tools include aspects of the context, content, process science, and science attitudes.
Keywords: local wisdom and excellent, science literacy, etnophedagogies, indigenous materials
chemistry

PENDAHULUAN berpikir kritis, kreatif, logis, dan berinisiatif


dalam menanggapi isu di masyarakat yang
Pendidikan sains (Ilmu Pengetahuan
diakibatkan oleh dampak perkembangan sains
Alam, IPA) sebagai bagian dari pendidikan
dan teknologi (Prayekti, 2006). Pendidikan
pada umumnya berperan penting untuk
sains diharapkan dapat menjadi wahana bagi
menyiapkan peserta didik yang mampu
96
Hernani, Ahmad Mudzakir, Heli Siti H., Meningkatkan Relevansi Pembelajaran Kimia melalui Pembelajaran Berbasis Kearifan
dan Keunggulan Lokal (Suatu Studi Etnopedagogi melalui Indigenous Materials Chemistry) 97

peserta didik untuk mempelajari diri sendiri Berkaitan dengan hal ini, nampaknya memang
dan alam sekitar, serta prospek pengembangan diperlukan cara lain dalam pembelajaran
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam sains, yakni pembelajaran sains yang
kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2006). didasarkan pada situasi-situasi sosial,
kemudian dikembangkan konsep
Studi penilaian literasi sains pada PISA
pembelajaran konseptual yang membuat siswa
(Programme for International Student
dapat mengapresiasikan sains secara relevan.
Assesment) Nasional 2006 menunjukkan hasil
yang nampak tidak sepadan dengan peran Siswa perlu mengetahui relevansi dari
penting sains. Studi PISA Nasional 2006 sebuah pembelajaran, seperti pada kehidupan
menunjukkan bahwa literasi peserta didik sehari-hari atau relevansinya pada kehidupan
Indonesia masih berada pada tingkatan bermasyarakat. Dengan demikian pendidikan
rendah. Dari analisis berdasarkan data hasil sains diharapkan dapat membimbing siswa
tes PISA Nasional 2006 yang dilakukan oleh untuk mencapai cita–citanya dalam
Firman (2007), dapat dikemukakan beberapa pendidikan melalui sains. Hal ini penting bagi
temuan diantaranya: siswa untuk dapat lebih menghargai sains
dalam pendidikan mereka (Holbrook, 2005).
1) Capaian literasi peserta didik rendah,
dengan rata-rata sekitar 32% untuk Berdasarkan latar belakang di atas,
keseluruhan aspek, yang terdiri atas 29% permasalahan utama dalam penelitian ini
untuk konten, 34% untuk proses, dan 32% adalah “bagaimana meningkatkan relevansi
untuk konteks. pembelajaran sains/kimia SMA melalui
pembelajaran berbasis kearifan dan
2) Terdapat keragaman antar propinsi yang
keunggulan lokal?”. Permasalahan tersebut
relatif rendah dari tingkat literasi sains
diuraikan menjadi sub-sub masalah berikut:
peserta didik Indonesia.
1. Bagaimanakah model pembelajaran yang
Dari hasil temuan tersebut, menunjukkan
dapat meningkatkan relevansi
bahwa banyak peserta didik di Indonesia tidak
pembelajaran sains/kimia SMA, sehingga
mampu mengaitkan pengetahuan sains yang
kemampuan penguasaan konten, proses,
dipelajarinya dengan fenomena-fenomena
konteks aplikasi, dan nilai sains (literasi
yang terjadi di sekitar mereka, karena mereka
sains/kimia siswa) secara simultan dapat
tidak memperoleh pengalaman untuk
ditingkatkan?
mengkaitkannya (Firman, 2007).
2. Bagaimanakah bentuk bahan ajar yang
Permasalahan pembelajaran sains, yang
dapat digunakan dalam model tersebut
sampai saat ini belum mendapat pemecahan
yang dapat membantu pencapaian literasi
secara tuntas adalah adanya anggapan pada
sains/kimia siswa SMA?
diri siswa bahwa pelajaran ini sulit dipahami
dan dimengerti. Hal ini senada dengan riset 3. Bagaimana bentuk alat ukur penilaian yang
yang dilakukan oleh Holbrook (2005) yang dapat digunakan untuk mengukur
menunjukkan bahwa pembelajaran sains tidak pencapaian literasi sains/kimia siswa
relevan dalam pandangan siswa dan tak SMA?
disukai siswa. Faktor utama semua kenyataan
4. Kendala-kendala apakah yang harus
tersebut sepertinya adalah karena ketiadaan
diperhitungkan pada implementasi
keterkaitan dalam pengajaran sains dengan
pembelajaran kimia SMA kontekstual
kehidupan sehari-hari.
berbasis keunggulan lokal?
Holbrook mengungkapkan lebih lanjut
5. Bagaimana pendapat siswa dan guru
bahwa sains relevan dengan proses dan
tentang efektivitas model pembelajaran,
produk sehari-hari yang digunakan dalam
bahan ajar, dan perangkat alat ukur
masyarakat. Walaupun demikian, umumnya
penilaian pada pembelajaran kimia SMA
praktek pembelajaran sains di Indonesia
yang dikembangkan?
cenderung menempatkan materi subjek
terlebih dahulu, baru kemudian ditunjukkan Manfaat yang dapat dipetik dari hasil
dengan sedikit aplikasinya (Prayekti, 2006). penelitian ini adalah:
98 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 17, Nomor 1, April 2012, hlm. 96-106

1. Bagi Guru, hasil dari penelitian ini dapat (tahapan analisis kebutuhan, need assesment)
digunakan sebagai sumber inspirasi dalam dilakukan untuk menyusun rancangan awal
mewujudkan pembelajaran kimia yang dan dilakukan melalui studi pustaka dan studi
lebih relevan dengan kehidupan, sehingga lapangan. Hasil tahapan define dijadikan
pembelajaran kimia lebih bermakna. pijakan untuk melakukan tahapan design
yakni merancang model, bahan ajar, dan alat
2. Bagi siswa, tersedianya sumber belajar
ukur penilaiannya. Secara utuh desain
berupa buku ajar dan media yang dapat
penelitian yang dilakukan diperlihatkan pada
lebih memotivasi siswa untuk belajar
Gambar 1.
kimia.
Pengembangan model pembelajaran dan
3. Bagi Pemerintah, tersedianya sarana untuk
perangkatnya dilakukan dengan mengacu
mewariskan budaya dan kearifan bangsa
pada tiga konsep berikut:
sebagai pilar mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa. Pilar yang paling efektif  Berorientasi pada konteks dan
adalah melalui proses pendidikan di menanamkan proses belajar pada masalah
sekolah. yang autentik (sebenarnya).
 Menggunakan metodologi pengajaran yang
mengembangkan pembelajaran mandiri
METODE
maupun cooperative learning.
Penelitian ini menggunakan model
 Bertujuan pada pengembangan yang
penelitian dan pengembangan pendidikan
sistematis dari konsep dasar sains.
(educational research and development)
jangka menengah yang dilaksanakan selama Ketiga konsep dasar ini menentukan
dua (2) tahun. Tahapan yang dilakukan pemilihan konteks keunggulan lokal dan
meliputi tahapan define, design, develop, and rancangan model pembelajaran. Pada Gambar
dessiminate (Thiagarajan, et. al., 1974). 2 ditunjukkan bagan rancangan model
Penelitian yang telah dilakukan meliputi pembelajaran yang dikembangkan.
tahapan define dan design. Tahapan define
Hernani, Ahmad Mudzakir, Heli Siti H., Meningkatkan Relevansi Pembelajaran Kimia melalui Pembelajaran Berbasis Kearifan
dan Keunggulan Lokal (Suatu Studi Etnopedagogi melalui Indigenous Materials Chemistry) 99
100 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 17, Nomor 1, April 2012, hlm. 96-106

Konteks sosial berbasis kearifan dan Konsep dasar yang dikembangkan dalam
keunggulan lokal yang dijadikan tema bahan ajar merupakan konsep dasar kimia
pembelajaran merupakan potensi daerah yang dituntut standar isi mata pelajaran kimia
kabupaten/kota berkaitan dengan kimia SMA. Pengembangan bahan ajar dilakukan
material pribumi (indigenous materials berdasarkan pada peta konsekunsi (Holbrook,
chemistry). Tema “Keramik Tradisional: 2005) menyangkut isu sosial berbasis
Bagaimana Menjadikan Lempung Lokal keunggulan lokal, konsep dasar kimia, dan
dengan Kualitas Internasional?” pengambilan keputusan sosio-scientific
dikembangkan berdasarkan kearifan dan berdasarkan isu yang diberikan. Bahan ajar
keunggulan lokal Kabupaten Majalengka dan yang dikembangkan divalidasi dengan
Bandung Barat. Budaya penjamasan keris mengundang judgment ahli, guru, dan siswa.
dikembangkan berdasarkan kearifan daerah
Alat ukur penilaian literasi sains
Kabupaten Cirebon. Tema “Minyak bumi
dikembangkan berdasarkan kerangka teoritis
sebagai bahan baku grafena” merupakan
yang telah dikemukakan PISA-OECD tahun
potensi sumber daya alam Kabupaten
2006 (dalam Firman, 2007). Alat ukur
Indramayu. Keunggulan lokal Kabupaten
penilaian dikembangkan berdasarkan bagan
Garut tergambarkan pada tema pembelajaran
pada Gambar 3.
“Kerajinan Batik Garut: Suatu Pemrosesan
Polimer Alam.

HASIL DAN PEMBAHASAN (Holbrook, 2005), yaitu tahap kontak,


kuriositi, elaborasi, pengambilan keputusan,
Berdasarkan penelitian yang telah
nexus dan evaluasi. Pembelajaran konten
dilakukan diperoleh model pembelajaran,
dengan konteks sosial yang mengarahkan
bahan ajar, serta alat ukur penilaian berbasis
dalam pengambilan keputusan sosio-ilmiah
STL. Ketiga produk tersebut terkait dengan
dapat digambarkan oleh perubahan suatu peta
konteks budaya dan kearifan lokal Indonesia
konsep ke dalam suatu format proses
serta perkembangan teknologi, yaitu: (1)
pembelajaran (Holbrook, 2005).
keramik tradisional, (2) grafena, (3) keris, dan
(4) batik. Secara rinci ke enam tahapan
pembelajaran STL untuk setiap konteks yang
dikembangkan diringkas pada Tabel 1.
1. Model Pembelajaran yang Dikembangkan
Model pembelajaran literasi sains yang
2. Bahan Ajar STL yang Dikembangkan
dikembangkan pada penelitian ini sesuai
dengan tahapan pembelajaran Science Pengembangan bahan ajar dilakukan
Technology Literacy (STL) yang berdasarkan konsepsi yang dikemukakan
dikemukakan oleh Nentwig et al. (2002) yang Holbrook (1998), yaitu dalam pembuatan
disesuaikan dengan kriteria pembelajaran STL bahan ajar disarankan agar judul dikaitkan
Harry Firman, Mustaffa Ahmad, Abu Hassan Kassim, Meningkatkan Relevansi Pembelajaran Kimia melalui Pembelajaran
Berbasis Kearifan dan Keunggulan Lokal (Suatu Studi Etnopedagogi melalui Indigenous Materials Chemistry) 101

dengan isu-isu sosial yang dapat menunjang 3. Alat Ukur Penilaian STL yang
siswa dalam memahami konsep sains. dikembangkan
Pengembangan bahan ajar pada penelitian ini
Alat ukur penilaian dibuat dengan
dilakukan berdasarkan peta konsekuensi
mengacu kepada Kisi-kisi alat ukur penilaian
(Holbrook, 2005) yang menyangkut isu sosial
literasi sains. Kisi-kisi alat ukur penilaian
berbasis keunggulan lokal, konsep dasar
literasi sains ini meliputi aspek konten sains,
kimia, dan pengambilan keputusan sosio-
aspek konteks aplikasi sains, aspek proses
scientific berdasarkan isu yang diberikan.
sains, aspek sikap sains dan indikator aspek
Bahan ajar ini diharapkan dapat
dimensi proses kognitif. Adapun bentuk alat
menghubungkan kondisi sosial di lingkungan
ukur tersebut adalah pilihan ganda beralasan.
siswa dengan konsep kimia yang terkait.
Adapun judul dari bahan ajar diambil dari Salah satu contoh kisi-kisi yang
tema pembelajaran. dikembangkan untuk pembuatan alat ukur
penilaian STL terkait dengan tema batik
Pada Tabel 2 disajikan salah satu contoh
ditunjukkan pada Tabel 3.
konteks dan konten yang dikembangkan
dalam bahan ajar.
102 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 17, Nomor 1, April 2012, hlm. 96-106

Tabel 1. Tahapan-tahapan STL pada setiap konteks yang dituangkan dalam Model Pembelajaran

Tahapan STL
Konteks Tahap pengambilan
Tahap Kontak Tahap kuriositi Tahap Elaborasi Tahap Nexus Tahap Penilaian
keputusan
1. Keramik Siswa diberikan Siswa diberi Dilakukan kegiatan Siswa diarahkan untuk Siswa diarahkan Dilakukan evaluasi
Tradisional pertanyaan pertanyaan eksplorasi yang mengambil keputusan untuk dapat pembelajaran
pengantar Apakah mengenai potensi memberikan informasi dalam pemilihan keramik mengambil secara keseluruhan
kalian tahu daerah Kabupaten sekaligus diskusi mengenai yang baik berdasarkan konsep dasar dengan
mengenai potensi- Bandung Barat hubungan pemilihan bukti-bukti yang diperoleh berupa komposisi memberikan soal
potensi yang dan Majalengka keramik yang berkualitas selama praktikum. Siswa zat dan jenis unsur terkait konteks dan
dimiliki oleh adalah dengan materi pokok kimia dapat mengetahui bahwa yang terdapat konten kimia unsur
Kabupaten “Bagaimana cara unsur. Konten yang cara memilih jenis dalam keramik kepada siswa.
Bandung Barat?. memilih keramik dikembangkan meliputi keramik yang berkualitas dan
Respon siswa pada yang unsur utama dan transisi dapat didasarkan pada mengaplikasikan
tahap ini adalah berkualitas?”. yang terdapat dalam pengujian sifat fisik dan pengetahuannya
menjawab Penggunaan keramik, kecenderungan sifat kimia keramik. Sifat pada konteks lain,
pertanyaan seputar konteks tersebut unsur utama dan unsur fisik dan sifat kimia ini yaitu
potensi-potensi terkait dengan transisi dalam golongan terkait dengan komposisi perbandingan
yang dimiliki oleh adanya lempung dan periode yang sama, unsur-unsur yang terdapat kekuatan mortar
Kabupaten sebagai bahan keberadaan unsur utama dalam bahan baku dan dan beton agar
Bandung Barat. baku keramik. dan unsur transisi di alam, bahan aditif keramik serta pengetahuan yang
kegunaan dan cara teknik pembuatan diperoleh lebih
pengolahan unsur utama keramik. aplikatif dan
dan transisi, uji nyala bermakna di luar
logam alkali dan reaksi konteks
logam alkali dengan air. pembelajaran.
1. Grafena: Dikemukakan isu- Dikemukakan Dilakukan eksplorasi, Dilakukan pengambilan Dilakukan proses Dilakukan evaluasi
penerapan isu atau masalah- pertanyaan pembentukan dan keputusan bahwa grafena pengambilan pembelajaran
teknologi masalah tentang “Apakah grafena pemantapan konsep untuk dapat berperan penting intisari (konsep secara keseluruhan
nano nanoteknologi akan berpengaruh mengenal grafena ditinjau dalam perkembangan dasar) berupa yang berguna untuk
yang dikaitkan besar dalam dari konsep maupun konten teknologi di masa depan adanya ikatan menilai
dengan konten perkembangan materi yang berhubungan disertai dengan alasan- kovalen antar keberhasilan belajar
ikatan kimia. teknologi di masa dengan ikatan kimia. alasannya, dan dampak atom karbon yang siswa. Penilaian
depan, khususnya yang mungkin timbul bagi menyusun dilakukan dengan
di bidang para pelaku industri, lembaran tipis memberikan soal
elektronik?” ilmuwan, dan masyarakat. grafena, serta terkait dengan
Hernani, Ahmad Mudzakir, Heli Siti H., Meningkatkan Relevansi Pembelajaran Kimia melalui Pembelajaran Berbasis
Kearifan dan Keunggulan Lokal (Suatu Studi Etnopedagogi melalui Indigenous Materials Chemistry) 103

Tahapan STL
Konteks Tahap pengambilan
Tahap Kontak Tahap kuriositi Tahap Elaborasi Tahap Nexus Tahap Penilaian
keputusan
adanya ikatan Van konteks dan konten
Der Walls antar ikatan kimia kepada
lembaran tipis siswa.
grafena yang
membentuk grafit.
3.Batik Garut: Siswa dikenalkan Siswa diberi Dilakukan eksplorasi Dilakukan pengambilan Dilakukan proses Dilakukan evaluasi
Suatu dengan batik Garut pertanyaan berupa konsep terkait dengan keputusan mengenai cara pengambilan pembelajaran
pemrosesan sebagai budaya “Bagaimana konten makromolekul dan pembuatan batik yang intisari (konsep secara keseluruhan
polimer alam Indonesia. Selain tahapan-tahapan lipid. Konten benar. Cara yang benar dasar) yang terkait yang berguna untuk
itu, juga dalam pembuatan makromolekul terkait tersebut dikaitkan dengan berupa menilai
dikenalkan tata batik tulis?”. dengan kain sebagai bahan upaya untuk tidak karbohidrat, keberhasilan
cara pembuatan Siswa menjawab baku pembuatan batik, dan menggunakan polimer protein dan lipid belajar siswa.
batik tulis. pertanyaan penggunaan malam pada secara berlebihan yang dikaitkan Penilaian dilakukan
tersebut sesuai proses membatik terkait sehingga dapat dengan konteks dengan
dengan hasil dengan konten lipid. mengganggu/merusak batik. memberikan soal
pengamatan lingkungan. terkait dengan
mereka terhadap konteks dan konten
tayangan media makromolekul dan
yang disampaikan lipid kepada siswa.
4.Kimia keris Ditampilkan video Dikemukakan Multimedia Ditampilkan multimedia Dilakukan proses Dilakukan evaluasi
berisi isu permasalahan mengeksplorasi materi berupa video penjamasan pengambilan pembelajaran
penjamasan keris berupa yang terdiri atas empat untuk mengingatkan siswa intisari (konsep secara keseluruhan
yang berasal dari “bagaimana bagian submateri yaitu pada pertanyaan kuriositi. dasar) tentang yang berguna untuk
berita salah satu seorang penjamas potensial elektroda, sel Dengan menyimak video konsep menilai
saluran televisi. keris professional volta, korosi dan tersebut diharapkan siswa elektrokimia keberhasilan belajar
melakukan elektrolisis. Animasi yang dapat mengambil diikuti dengan siswa. Penilaian
pekerjaannya?”. ditampilkan bertujuan kesimpulan alasan-alasan pengenalan dilakukan dengan
untuk memvisualisasikan ilmiah yang menyertai konteks lain, yaitu memberikan soal
proses ataupun reaksi yang prosesi penjamasan keris pengecatan pagar terkait dengan
terjadi dalam konten (di luar hal lain yang tidak besi dan konteks dan konten
elektrokimia. dapat dibahas secara pemurnian logam. elektrokimia
ilmiah). kepada siswa.
104 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 17, Nomor 1, April 2012, hlm. 96-106

Tabel 2. Contoh Konteks dan Konten yang Dikembangkan dalam bahan Ajar Konteks Batik
Konteks Konten
Jenis-jenis kain yang digunakan untuk Penggolongan Karbohidrat
batik berbeda - beda tergantung tekstur Selulosa merupakan polisakarida.
maupun bahan dasarnya seperti bahan Polisakarida adalah karbohidrat yang terdiri
sutera, katun prima, primisima, polisima, atas banyak monosakarida. Polisakarida
dobi, paris, atau shantung. merupakan senyawa polimer alam
Jenis – jenis kain yang digunakan: (umumnya homopolimer) dengan
 Kain Sutera. Bahan dasar kain sutera monosakarida sebagai monomernya.
mempunyai harga yang sangat mahal. Selulosa merupakan polisakarida yang
Ini dikarenakan memiliki tekstur yang berbentuk serabut (serat), bersifat kenyal,
lembut dan mengkilap. dan tidak larut dalam air. Selulosa terdapat
 Kain katun adalah kain yang umum dalam dinding sel pelindung, seperti batang,
digunakan untuk batik. Kain katun ada dahan, dan daun dari tumbuh-tumbuhan.
beberapa tingkatan. Kain katun
primisima lebih bagus dari katun Struktur Karbohidrat
prima, dan kain polisima paling bagus  D-glukosa
diantara keduanya. Masing-masing Selulosa mengandung monomer yang
katun tersebut ada beberapa tingkatan sama, yaitu D-glukosa. Struktur dari D-
pula. Ada yang kasar dan tipis, lebih glukosa yaitu sebagai berikut:
halus dan tebal dan paling tebal serta
halus. Semua tergantung dari
campuran serat kapas yang digunakan
dalam pembuatan kain tersebut.
 Kain Shantung teksturnya halus dan
dingin. Shantungpun ada bermacam
tingkatan. Dari yang tipis hingga tebal.
Kain katun lebih kuat seratnya
daripada kain shantung.
 Kain Dobi bisa dibilang sebagai kain
setengah sutera, ada beberapa  Selulosa
tingkatan seperti halnya katun prima & Selulosa terdiri dari monomer-
primisima dari yang kasar hingga monomer D-glukosa, sehingga struktur
halus, ciri khas dobi terletak pada selulosa dapat digambarkan sebagai
tekstur kasarnya. Pada dobi yang berikut:
paling haluspun akan dirasakan serat-
seratnya yang menonjol.
 Kain paris teksturnya lembut.
Bahannya tipis dengan serat kain yang
kuat. Kain parispun memiliki Tatanama Karbohidrat
tingkatan-tingkatan seperti kain-kain Selulosa dan amilum mengandung monomer
yang lain. yang sama, yaitu D-glukosa. Perbedaannya
 Kain Serat nanas. Serat nanas terletak pada ikatan glikosida (ikatan antar
teksturnya kasar mirip dobi. Biasanya glukosa). Pada amilum, ikatan glikosidanya
terlihat sulur-sulur pada kain dan berbentuk ikatan α (alfa), sedangkan ikatan
mengkilap. Hampir semua kain glikosida pada selulosa berbentuk ikatan β
mempunyai tingkatan dari yang paling (beta).
kasar sampai yang paling halus.
Tergantung dari pencampuran bahan
dasar dari pembuatan kain
Hernani, Ahmad Mudzakir, Heli Siti H., Meningkatkan Relevansi Pembelajaran Kimia melalui Pembelajaran Berbasis
Kearifan dan Keunggulan Lokal (Suatu Studi Etnopedagogi melalui Indigenous Materials Chemistry) 105

Tabel 3. Contoh Kisi-kisi yang dikembangkan untuk Alat Ukur Penilaian STL
1)
Kompetensi
Konteks Aplikasi Konten
No. (Proses Sains) Indikator Pembelajaran
Sains Sains 2)
Sikap Sains
1)
1 Pemurnian Hukum Faraday Menerapkan Menerapkan konsep hukum
logam untuk pengetahuan dalam Faraday dalam proses pemurnian
bahan baku situasi tertentu. suatu logam yang dapat
membuat keris. digunakan sebagai bahan
pembuatan keris.
1)
2 Penyepuhan Hukum Faraday Menerapkan Menerapkan konsep hukum
pengetahuan dalam Faraday dalam penentuan massa
situasi tertentu. endapan dan massa ekivalennya
dari suatu sel elektrolisis dalam
proses penyepuhan keris atau
senjata tradisional yang lainnya.
1)
3 Penyepuhan Hukum Faraday Menerapkan Menerapkan konsep hukum
pengetahuan dalam Faraday dari suatu sel elektrolisis
situasi tertentu. dalam proses penyepuhan keris
atau senjata tradisional yang
lainnya.

KESIMPULAN bentuk pembahasan materi pokok berupa


penyajian konten dan konteks secara
Kesimpulan yang dapat dikemukakan
terpadu diiringi dengan petunjuk untuk
dari penelitian ini adalah:
melaksanakan eksperimen terkait; (4)
1. Model pembelajaran kimia SMA yang tahap pengambilan keputusan, diwujudkan
telah diperoleh meliputi beberapa tema dalam bentuk pembimbingan untuk
sosiosaintifik yaitu: (1) Keramik menjawab pertanyaan kuriositi melalui
tradisional, terkait dengan pembelajaran data-data eksperimen terkait; (5) tahap
Kimia unsur; (2) grafena suatu material nexus, diwujudkan dalam bentuk
nanoteknologi, terkait dengan penegasan konsep dasar sekaligus
pembelajaran ikatan kimia; (3) Batik penerapannya pada konteks lain; dan (6)
Garutan, terkait dengan pembelajaran tahap penilaian, diwujudkan dalam bentuk
kimia polimer dan lipid; serta (4) Prosesi soal evaluasi yang bercirikan literasi sains.
penjamasan keris, terkait dengan
3. Alat ukur penilaian yang telah
pembelajaran elektrokimia dan korosi.
dikembangkan memiliki karakterisasi yang
Pengilustrasian strategi pembelajaran
sesuai dengan tujuan penilaian dalam PISA
untuk keempat model tersebut dibuat
yang terkait dengan literasi sains, meliputi
dalam bentuk peta konsekuensi.
aspek konteks, konten, proses sains, dan
2. Bahan ajar yang telah dikembangkan sikap sains. Karakterisasi tersebut
terkait dengan model pembelajarannya diwujudkan dalam bentuk penyajian soal
diwujudkan dalam bentuk tulisan bab yang didahului dengan konteks tertentu
tertentu dari buku ajar kimia SMA. Buku yang diikuti dengan pertanyaan dalam
tersebut dikembangkan berdasarkan bentuk pilihan ganda beralasan.
adaptasi terhadap langkah-langkah
4. Kendala yang dialami dalam mewujudkan
pembelajaran yang dikemukakan oleh
pembelajaran kimia kontekstual berbasis
Nentwig et.al. (2002) yang meliputi (1)
keunggulan lokal ini adalah terkait dengan
tahap kontak, diwujudkan dalam sub bab
penggunaan waktu pembelajaran yang
pengantar; (2) tahap kuriositi, diwujudkan
lebih lama dan masih perlunya pembiasaan
dalam bentuk pertanyaan yang dapat
dalam proses pembelajarannya.
membangkitkan rasa keingintahuan siswa;
(3) tahap elaborasi, diwujudkan dalam
106 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 17, Nomor 1, April 2012, hlm. 96-106

5. Secara umum baik siswa yang termasuk Harsrinuksmo, B.(2003). Ensiklopedia Keris.
kelompok tinggi, sedang maupun rendah Jakarta: Gramedia.
memberikan respon positif terhadap
Holbrook, J. (1998). “A Resource Book for
pembelajaran kimia kontekstual berbasis
Teachers of Science Subjects”. UNESCO.
keunggulan lokal ini. Respon positif ini
ditunjukkan dengan adanya apresiasi Holbrook, J. (2005). ”Making Chemistry
terhadap eksplorasi potensi daerah mereka Teaching Relevant”. Chemical Education
yang sebelumnya kurang dikenal di dalam International.6(1), 1-12.Holbrook, J.
pembelajaran dan adanya kegiatan (2005). ”Making Chemistry Teaching
praktikum sederhana menggunakan bahan Relevant”. Chemical Education
yang ada di kehidupan sehari-hari. Kedua International.6(1), 1-12.
hal tersebut membangkitkan motivasi Irwin, D. , Ross, F, dan Patrick, G.(2007).
siswa untuk belajar kimia. Chemistry Contexts. Australia : Pearson
Education Australia
DAFTAR PUSTAKA Jong, OD. (2006). Context- Based Chemical
Education: How to Improve it?. Sweden:
Alwasilah, C., Karim S., Tri K. (2009).
Karlstad University.
Etnopedagogi: Landasan Praktik
Pendidikan Guru. Bandung: PT Kiblat Nentwig, P., Parchmann, I., Demuth, R.,
Buku Utama. Grasel, C., Ralle B. (2002). “Chemie im
Context-From situated learning in
Brady, James E. (2005). Kimia Universitas
relevant contexts to a systematic
Asas dan Struktur Edisi ke 5 Jilid 2
development of basic chemical concepts”.
(Penterjemah : Maun, S et.al dari:
Makalah Simposium Internasional IPN-
General Chemistry). Jakarta: Binarupa
UYSEG Oktober 2002, Kiel Jerman.
Aksara Publisher.
OECD (2009). PISA 2009 Assessment
Brown, T.L. (2009). Chemistry: The Central
Framework Key competencies in reading,
Science. USA: Pearson Education
mathematics and
Chang, R. (2004). Kimia dasar: Konsep- science.[online].Tersedia:http:www.oecd.
konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2 org/dataoecd/11/40/44455820.pdf [10
(Penterjemah: Achmadi, S. S dari: September 2010]
General Chemistry : The Essensial
OECD (2010), PISA 2009 Results: What
Concept). Jakarta: Erlangga.
Students Know and Can Do – Student
Depdiknas. (2008). Konsep Dasar Pendidikan Performance in Reading, Mathematics
Berbasis Keunggulan dan Kearifan Lokal. and Science (Volume I) [online]. Tersedia:
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah http://dx.doi.org/10.1787/9789264091450
Direktorat Pendidikan Menengah Umum. -en [ 20 Mei 2011]
Firman, H. (2007). Laporan Hasil Analisis
Literasi Sains berdasarkan hasil PISA
Nasional tahun 2006. Puspendik.

Anda mungkin juga menyukai