Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN MASALAH

HALUSINASI

Oleh:

MARGA ANISAH

1614401002

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT

MOJOKERTO

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan kondisi ketika seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Kesehatan
jiwa memiliki rentang respon adaptif yang merupakan sehat jiwa, masalah
psikososial, dan respon maladaptif yaitu gangguan jiwa (UU No. 18 Tahun
2014).

Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam berpikir (cognitive), kemauan


(volition), emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007). Menurut
Malim (2002) Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab. Umumnya ditandai adanya penyimpangan yang fundamental,
karakteristik dari pikiran dan persepsi, adanya afek yang tidak wajar atau tumpul
(Yusuf, dkk, 2015).

Berdasarkan hasil survey World Healt Organization (WHO 2013)


menyatakan hampir 400 juta penduduk dunia menderita masalah gangguan jiwa.
Satu dari empat anggota keluarga mengalami gangguan jiwa dan seringkali tidak
terdiagnosis secara tepat sehingga tidak memperoleh perawatan dan pengobatan
dengan tepat. Data Riset Kesehatan Dasar (2013) prevalensi gangguan jiwa berat
pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI
Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh (2,7 per mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil)
(Riskesdas, 2013).
Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan
pada fungsi mental, yang meliputi emosi, pikiran, perilaku, perasaan, motivasi,
kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam
proses hidup di masyarakat dan timbulah perasaan tertekan. Hal ini ditandai
dengan menurunnya kondisi fisik akibat gagalnya pencapaian sebuah keinginan
yang akan menurunnya semua fungsi kejiwaan. Perasaan tertekan atau depresi
akibat gagalnya seseorang dalam memenuhi sebuah tuntutan akan mengawali
terjadinya penyimpangan kepribadian yang merupakan awal dari terjadinya
gangguan jiwa (Nasir, 2011). Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut
hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu
gangguan jiwa ringan meliputi semua gangguan mental emosional yang berupa
kecemasan, panik, gangguan alam perasaan, dan gangguan jiwa berat/kelompok
psikosa yaitu skizofrenia (Yusuf,dkk. 2015).
Ketika mengalami halusinasi biasanya klien akan mengalami marah tanpa
sebab, bicara atau tertawa sendiri, ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas,
maka perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi pelaksanaan
yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai satu bagian dari
pendekatan holistik pada asuhan klien. Peran perawat dalam menangani halusinasi
antara lain melakukan penerapan standar asuhan keperawatan, terapi aktivitas
kelompok, dan melatih keluarga untuk merawat klien dengan halusinasi. Menurut
Keliat (2007) Strategi pelaksanaan pada klien halusinasi mencakup kegiatan
mengenal halusinasi, mengajarkan klien menghardik halusinasi, minum obat
dengan teratur, bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul, serta
melakukan aktivitas terjadwal untuk mencegah halusinasi (Afnuhazi, 2015).
BAB 2

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011).

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran
dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat
meliputi semua sistem penginderaan ( Dalami, dkk, 2014).

Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan


internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi
atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata
(Kusumawati, 2012).

2. Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor
predisposisi dan faktor presipitasi ( Dalami, dkk, 2014) :

a. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi ( Dalami, dkk, 2014):

1) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor herediter
mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit
atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza. Abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon


dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien adanya kegagalan yang berulang,
kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.

2) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo,2014) :

1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

3. Mekanisme Koping Halusinasi

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari


pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi termasuk
(Dalami, dkk, 2014 ) :

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali


seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.

b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada


orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan keracunan persepsi).

c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor,
misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain, sedangkan
reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut (Kusumawati,


2012) :

a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini
hanya menolong sementara.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya
terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya,
hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain
di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang
4. Rentang Respon Halusinasi

Menurut Stuart dan Laraia (2005) halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalan rentang respon neurobiologis. Ini
merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat
mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui pancaindra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan, peraban), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus
pancaindra walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Rentang respon
tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini ( Muhith, 2015 ) :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Distorsi
1. Pikiran logis pikiran ilusi 1. Gangguan pikir
2. Persepsi akurat 2. Reaksi atau delusi
3. Emosi konsisten emosi 2. Halusinasi
dengan berlebihan 3. Sulit
pengalaman 3. Perilaku merespon emosi
4. Perilaku sesuai aneh atau 4. Perilaku
5. Berhubungan tidak biasa disorganisasi
sosial 4. Menarik diri 5. Isolasi sosial

Keterangan :

a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah tersebut.

Respon adaptif meliputi :

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan


3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.

4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.

b. Respon psikososial meliputi :

1) Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan

2) Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang

yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra

3) Emosi berlebihan atau kurang

4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
untuk menghindari interaksi dengan orang lain

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan


orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain

c. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan

masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan


lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan


walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial

2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal


yang tidak realita atau tidak ada

3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati

4) Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur


5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.

5. Tanda dan gejala Halusinasi

Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati
sebagai berikut ( Dalami, dkk, 2014 ) :

a. Halusinasi penglihatan

1) Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa saja
yang sedang dibicarakan.

2) Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
berbicara atau pada benda seperti mebel.

3) Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak
tampak.

4) Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang


menjawab suara.

b. Halusinasi pendengaran

Adapun perilaku yang dapat teramati

1) Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang lain, benda
mati atau stimulus yang tidak tampak.

2) Tiba-tiba berlari keruangan lain

c. Halusinasi penciuman

Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman


adalah :

1) Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.

2) Mencium bau tubuh


3) Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.

4) Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah.

5) Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api.

d. Halusinasi pengecapan

Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan


halusinasi pengecapan adalah :

1) Meludahkan makanan atau minuman.

2) Menolak untuk makan, minum dan minum obat.

3) Tiba-tiba meninggalkan meja makan.

e. Halusinasi perabaan

Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan


adalah :

1) Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit.


Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai
dari hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda
dan gejala klien halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Data Subjektif

Klien mengatakan :

1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

3) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya

4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat


hantu dan monster
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau
itu menyenangkan

6) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses

7) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya

b. Data Objektif

1) Bicara atau tertawa sendiri

2) Marah marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga kearah tertentu

4) Menutup telinga

5) Menunjuk kearah tertentu

6) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas

7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu

8) Menutup hidung

9) Sering meludah

10) Menggaruk garuk permukaan kulit

6. Penatalaksanaan Halusinasi

Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan,


disini peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di
RSJ klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang
kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Prabowo, 2014).

1) Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang
mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan
lain (Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia
adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan
adalah :

Kelas kimia Nama generik (dagang) Dosis harian


Venotiazin Tiodazin(melaril) 2-40 mg
Tioksanten Kloprotiksen(tarctan) 75-600 mg
Tiotiksen (navane) 8-30 mg
Butirovenon Haloperidol (haldol) 1-100 mg
Dibenzodiasepin Klozapin (klorazil) 300-900

b. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang


grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik
dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.

2) Penatalaksanaan Keperawatan

a. Penerapan Strategi Pelaksanaan

Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :

1) Melatih klien mengontrol halusinasi :

a) Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi

b) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur

c) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain

d) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal


2) Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya ditujukan
untuk klien tetapi juga diberikan kepada keluarga , sehingga keluarga mampu
mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi.

a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat klien


halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan menghardik

b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien


halusinasi dengan enam benar minum obat

c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien


halusinasi dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan

d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag memnafaatkan


fasilitas kesehatan untuk follow up klien halusinasi

b. Psikoterapi dan rehabilitasi

Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena


klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong
klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama,
seperti terapi modalitas yang terdiri dari :

1) Terapi aktivitas

Meliputi : terapi musik, terapi seni, terapi menari, terapi relaksasi, terapi
sosial, terapi kelompok , terapi lingkungan.
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HALUSINASI

1. Pengkajian

Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama dari proes
keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial
dan spiritual. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa, dapat berupa
faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan
yang dimiliki (Afnuhazi, 2015) :

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian, tanggal dirawat,


nomor rekam medis.

2) Alasan masuk

Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara sendiri,


mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting
peralatan dirumah, menarik diri.

3) Faktor predisposisi

a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil


dalam pengobatan

b) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam


keluarga

c) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter

d) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat menganggu

4) Faktor Presipitasi

Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya riwayat


penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina stuktur otak, kekerasan
dalam keluarga, atau adanya kegagalan kegagalan dalam hidup,
kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dalam keluarga atau masyarakat
yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar masyarakat.

5) Fisik

Tidak mengalami keluhan fisik.

6) Psikososial

a) Genogram

Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga yang mengalami


kelainan jiwa, pola komunikasi klien terganggu begitupun dengan
pengambilan keputusan dan pola asuh.

b) Konsep diri

Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan tubuhnya, ada


bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai, identifikasi diri : klien
biasanya mampu menilai identitasnya, peran diri klien menyadari peran
sebelum sakit, saat dirawat peran klien terganggu, ideal diri tidak menilai
diri, harga diri klien memilki harga diri yang rendah sehubungan dengan
sakitnya.

c) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan dan keluarga.

d) Spiritual

Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa dipandang tidak
sesuai dengan agama dan budaya, kegiatan ibadah klien biasanya
menjalankan ibadah di rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu
atau sangat berlebihan.
7) Menta

a) Penampilan

Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi atau cocok dan
berubah dari biasanya

b) Pembicaraan

Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti kehilangan, tidak


logis, berbelit-belit

c) Aktifitas motorik

Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa gerakan yang


abnormal.

d) Alam perasaan

Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari faktor presipitasi


misalnya sedih dan putus asa disertai apatis.

e) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan ambivalen.

f) Interaksi selama wawancara

Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang tampak komat-kamit,


tertawa sendiri, tidak terkait dengan pembicaraan.

g) Persepsi

Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang terkait tentang
halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri dan tertawa sendiri, menarik diri
dan menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak
nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, curiga, bermusuhan, merusak,
takut, ekspresi muka tegang, dan mudah tersinggung.
h) Proses pikir

Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan menyusun pembicaraan


logis dan koheren, tidak berhubungan, berbelit. Ketidakmampuan klien ini
sering membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap klien.

i) Isi pikir

Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar


belakang budaya klien. Ketidakmampuan memproses stimulus internal dan
eksternal melalui proses informasi dapat menimbulkan waham.

j) Tingkat kesadaran

Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap orang, tempat dan


waktu.

k) Memori

Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun jangka pendek,


mudah lupa, klien kurang mampu menjalankan peraturan yang telah
disepakati, tidak mudah tertarik. Klien berulang kali menanyakan waktu,
menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan baik, permisi
untuk satu hal.

l) Tingkat konsentrasi dan berhitung

Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap realitas eksternal,


sukar menyelesaikan tugas, sukar berkonsentrasi pada kegiatan atau
pekerjaan dan mudah mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam
memberikan perhatian.

m) Kemampuan penilaian

Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, menilai,


dan mengevaluasi diri sendiri dan juga tidak mampu melaksanakan
keputusan yang telah disepakati. Sering tidak merasa yang dipikirkan dan
diucapkan adalah salah.
n) Daya tilik diri

Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil keputusan. Menilai


dan mengevaluasi diri sendiri, penilaian terhadap lingkungan dan stimulus,
membuat rencana termasuk memutuskan, melaksanakan keputusan yang
telah disepakati. Klien yang sama seklai tidak dapat mengambil keputusan
merasa kehidupan sangat sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi
dan insiatif klien

8) Kebutuhan persiapan klien pulang

a) Makan

Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan cenderung tidak


memperhatikan diri termasuk tidak peduli makanan karena tidak memiliki
minat dan kepedulian.

b) BAB atau BAK

Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta kemampuan


klien untuk membersihkan diri.

c) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak mandi sama


sekali.

d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak diganti.

e) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan malam : biasanya
istirahat klien terganggu bila halusinasinya datang.

f) Pemeliharaan kesehatan

Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran keluarga dan sistem


pendukung sangat menentukan.

g) Aktifitas dalam rumah

Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah seperti menyapu.


9) Aspek medis

a) Diagnosa medis : Skizofrenia

b) Terapi yang diberikan

Obat yang diberikan pada klien dengan halusinasi biasanya diberikan


antipsikotik seperti haloperidol (HLP), chlorpromazine (CPZ), Triflnu
perazin (TFZ), dan anti parkinson trihenski phenidol (THP), triplofrazine
arkine.

10. Pohon Masalah


Pohon masalah pada masalah halusinasi dapat diuraikan sebagai berikut
(Prabowo, 2014).

Resiko perilaku kekerasan effect

Perubahan sensori persepsi : Core


halusinasi problem

Isolasi Sosial canse

2. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan yang terdapat pada klien dengan gangguan persepsi sensori
halusinasi adalah sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Gangguan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi sosial
3. Intervensi keperawatan
a. Tindakan keperawatan untuk klien halusinasi Tujuan tindakan untuk klien
meliputi (Dermawan & Rusdi, 2013) :
1) Klien mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Klien dapat mengontrol halusinasinya
3) Klien mengikuti progam pengobatan secara optimal
Menurut Keliat (2007) tindakan keperawatan yang dilakukan :
a) Membantu klien mengenali halusinasi
Membantu klien mengenali halusinasi dapat melakukan dengan cara
berdiskusi dengan klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar Effect
Perubahan sensori persepsi : Halusinasi Core problem Cause atau dilihat),
waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon klien saat halusiansi muncul
b) Melatih klien mengontrol halusinasi
(1) Strategi Pelaksanaan 1 : Menghardik halusinasi
Upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, ini dapat
dilakukan klien dan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti
halusinasi yang muncul, mungkin halusinasi tetap ada namun dengan
kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam
halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi : menjelaskan cara meghardik
halusinasi, memperagakan cara menghardik, meminta klien
memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku
klien.
(2) Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara teratur
Mampu mengontrol halusinasi klien juga harus dilatih untuk menggunakan
obat secara teratur sesuai dengan progam. Klien gangguan jiwa yang
dirawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga akibatnya
klien mengalami kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk itu
klien perlu dilatih menggunakan obat sesuai progam dan berkelanjutan.
(3) Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang lain
Mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang
lain. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi
fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang
dilakukan dengan orang lain tersebut, sehingga salah satu cara yang efektif
untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.
(4) Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang terjadwal
Mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri
dengan aktivitas yang teratur. Beraktivitas secara terjadwal klien tidak
akan mengalami banyak waktu luang sendiri yangs eringkali mencetuskan
halusinasi. Untuk itu klien yang mengalmai halusinasi bisa dibantu untuk
mengatasi halusinasi dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun
pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga klien halusinasi
Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan tidak hanya ditujukan untuk
klien tetapi juga diberikan kepada keluarga, sehingga keluarga mampu
mengarahkan klien dalam mengontrol halusinasi. Tujuan : keluarga mampu :
1) Merawat masalah halusinasi dan masalah yang dirasakan dalam
merawat klien
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
3) Merawat klien halusinasi
4) Menciptakan suasana keluarga dan lingkungan untuk mengontrol
halusinasi
5) Mengenal tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan rujukan
segera ke fasilitas kesehatan
6) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk follow up klien
secara teratur.
Tindakan keperawatan :
a) Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah dalam merawat
klien halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi klien dengan
menghardik
Tahapan sebagai berikut :
(1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat klien
(2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi
(gunakan booklet)
(3) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan melatih cara menghardik
(4) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan beri pujian
b) Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi
dengan enam benar minum obat
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi klien,
merawat klien dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik
(2) Berikan pujian
(3) Jelaskan 6 benar cara memberikan obat
(4) Latih cara memberikan/membimbing minum obat
(5) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal
c) Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga merawat klien halusinasi
dengan bercakap-cakap dan melakukan kegiatan
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi halusinasi klien dan
merawat/melatih klien menghardik, dan memberikan obat
(2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluarga
(3) Jelaskan cara bercakap-cakap dan melakukan kegiatan untuk
mengontrol halusinasi
(4) Latih dan sediakan waktu bercakap-cakap dengan klien terutama saat
halusinasi
(5) Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberikan pujian
d) Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarga memanfaatkan fasilitas
kesehatan untuk follow up klien halusinasi
Tahapan tindakan sebagai berikut :
(1) Evaluasi kemampuan keluarga mengidentifikasi gejala halusinasi
pasien, merawat/melatih pasien mengahrdik, memberikan obat, bercakap-
cakap
(2) Berikan pujian atas upaya yang telah dilakukan keluraga
(3) Jelaskan follow up ke pelayanan kesehatan, tanda kekambuhan,
rujukan
(4) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian
NO Diagnosa NOC NIC
keperawatan
1 Resiko perilaku NOC NIC
Kekerasan 1. Setelah dilakukan 1. Manajemen
terhadap diri Tindakan keperawatan perilaku: menyakiti
sendiri diharapkan kontrol diri diri sendiri
terhadap impuls dapat a. Tentukan motif
dilakukan dengan atau
kriteria hasil : alasan tingkah laku
a. Secara konsisten b. Kembangkan
menunjukkan harapan tingkah
mengidentifikasi laku yang tepat dan
perilaku impulsif yang konsekuensinya,
berbahaya berikan pasien
b. Secara konsisten tingkat fungsi
menunjukkan kognitif dan
mengidentifikasi kapasitas untuk
perasaan yang mengarah mengontrol diri
pada tindakan impulsif c. Pindahkan barang
c. Secara konsisten yang berbahaya dari
menunjukkan lingkungan dari
mengidentifikasi lingkungan sekitar
konsekuensi dari tindakan pasien
impulsif d. Instrusikan pasien
d. Secara konsisten untuk melakukan
menunjukkan strategi koping
menghindari (mislnya latihan
lingkungan yang berisiko asertif, impuls
tinggi kontrol training,
e. Secara konsisten relaksasi otot
menunjukkan mengontrol progresif) dengan
impulsif cara yang tepat
f. Secara konsisten e. Antisipasi situasi
menunjukkan pemicu yang
mempertahankan kontrol mungkin membuat
diri tanpa pengawasan pasien menyakiti diri
f. Bantu pasien
2. Setelah dilakukan untuk
Tindakan keperawatan mengidentifikasi
diharapkan kontrol diri situasi atau perasaan
terhadap distorsi yang mungkin
pemikiran dapat memicu perilaku
dilakukan dengan menyakiti diri
kriteria hasil : g. Lakukan kontrak
a. Secara konsisten dengan pasien untuk
menunjukkan mengenali tidak menyakiti diri,
halusinasi atau delusi dengan cara yang
yang sedang terjadi tepat
b. Secara konsisten h. Ajarkan dan
menunjukkan menahan kuatkan pasien untuk
diri dari mengikuti melakukan tingkah
halusinasi atau delusi laku koping yang
c. Secara konsisten efektif dan untuk
menunjukkan menahan mengekspresikan
diri dari bereaksi terhadap perasaan dnegan
halusinasi atau delusi cara yang tepat
e. Secara konsisten i. Monitor pasien
menunjukkan untuk adanya impuls
menjelaskan isi dari menyakiti diri jika
halusinasi atau delusi mungkin memburuk
f. Secara konsisten menjadi pikiran atau
menunjukkan pemikiran sikap bunuh diri
yang
berdasarkan kenyataan 2. Manajemen
g. Secara konsisten Halusinasi
menunjukkan melaporkan a. Bangun hubungan
penurunan halusinasi atau interpersonal dan
delusi saling percaya
h. Secara konsisten dengan klien
menunjukkan b. Monitor dan atur
mempertahankan tingkat aktivitas dan
afek yang konsisten stimulasi lingkungan
dengan alam perasaan c. Pertahankan
i. Secara konsisten lingkungan yang
menunjukkan pola pikir aman
yang logis e. Secara konsisten
j. Secara konsisten menunjukkan
menunjukkan isi pikiran menjelaskan isi dari
yang tepat halusinasi atau
delusi
f. Secara konsisten
menunjukkan
pemikiran yang
berdasarkan
kenyataan
g. Secara konsisten
menunjukkan
penurunan halusinasi
atau delusi
h. Secara konsisten
menunjukkan
mempertahankan
afek yang konsisten
dengan alam
perasaan
i. Secara konsisten
menunjukkan pola
pikir yang logis
j. Secara konsisten
menunjukkan isi
pikiran yang tepat
d. Catat perilaku
klien
yang menunjukkan
halusinasi
e. Tingkatkan
komunikasi yang
jelas dan tebuka
f. Berikan klien
kesempatan untuk
mendiskusikan
halusinasinya
g. Dorong klien
untuk
mengekspresikan
perasaan secara tepat
h. Fokuskan kembali
klien mengenai topik
jika komunikasi
klien
tidak sesuai situasi
i. Dorong klien
untuk
memvalidasi
halusinasi dengan
orang yang
dipercaya
j.Berikan pengajaran
terkait obat pada
klien dan orang-
orang
terdekat (klien)
k.Berikan
pengajaran
terkait penyakit
kepada klien/ orang
terdekat (klien) jika
halusinasinya
didasarkan karena
penyakit (misalnya
delirium, skizofrenia
dan depresi)
l. Didik keluarga dan
orang terdekat
mengenai cara untuk
menangani klien
yang
mengalami
halusinasi
Monitor kemampuan
merawat diri Bantu
dengan perawatan
diri jika dibutuhkan
o. Libatkan klien
dalam aktivitas
berabasis realitas
yang mampu
mengalihkan
perhatian dari
halusinasi

3. Manajemen
lingkungan :
pencegahan
kekerasan
a. Singkirkan senjata
potensial dari
lingkungan
(misalnya, objek
yang tajam yang
mirip tali seperti
senar gitar)
b. Periksa
lingkungan
secara rutin untuk
memastikan bebas
dari bahan
berbahaya
c. Monitor pasien
selama penggunaan
barang yang bisa
digunakan menjadi
senjata (misalnya
pisau cukur)
d. Tempatkan pasien
di ruangan yang
mudah diamati
sehingga mudah
dilakukan observasi
sesuai kebutuhan
e. Gunakan alat
makan dari plastik
dan
kertas
f. Lakukanm
pengawasan terus
menerus terhadap
semua area yang
bisa
diakses pasien untuk
menjaga keamanan
pasien dan
pemberian intervensi
terapeutik jika
diperlukan

2 Resiko perilaku NOC perasaan marah


kekerasan 1. Setelah dilakukan NIC
terhadap orang Tindakan keperawatan 1. Bantuan kontrol
lain diharapkan menahan marah
diri dari kemarahan a. Bangun rasa percaya
dapat dilakukan dan hubungan yang
dengan kriteria hasil : dekat dan harmonis
a. Dilakukan secara dengan pasien
konsisten mengidentifikasi b. Gunakan
kapan (merasa) marah pendekatan
b. Dilakukan secara yang tenang dan
konsisten menyakinkan
mengidentifikasi tanda- c. Tentukan harapan
tanda marah mengenai tingkah
c. Dilakukan secara laku yang tepat
konsisten mengidentifikasi dalam
situasi yang dapat memicu mengekspresikan
amarah perasaan marah,
d. Dilakukan secara tentukan fungsi
konsisten kognitif dan fisik
mengidentifikasi alasan pasien
marah d. Monitor potensi
e. Dilakukan secara agresi yang
konsisten diekspresikan
bertanggung jawab dengan cara tidak
terhadap perilaku diri tepat dan lakukan
f. Dilakukan secara intervensi sebelum
konsisten mencurahkan (agresi ini)
perasaan negatif dengan diekspresikan
cara yang tidak mengancam e. Cegah menyakiti
g. Dilakukan secara secara fisik jika
konsisten menggunakan marah diarahkan
aktivitas fisik untuk pada diri sendiri atau
mengurangi rasa marah orang lain
yang f. Berikan pendidikan
tertahan mengenai metode
h. Dilakukan secara untuk mengorganisir
konsisten membagi pengalaman emosi
perasaan marah dengan yang sangat kuat
orang lain secara baik g. Sediakan umpan
i. Dilakukan secara balik pada perilaku
konsisten (pasien) untuk
menggunakan strategi membantu pasien
untuk mengidentifikasi
mengendalikan amarah kemarahannya
h. Bantu pasien
2. Setelah dilakukan mengidentifikasi
Tindakan keperawatan sumber dari
diharapkan menahan diri kemarahan
dari agresifitas dapat dengan orang lain
dilakukan dengan kriteria secara baik
hasil : i. Dilakukan secara
a. Dilakukan secara konsisten
konsisten mengidentifikasi menggunakan
tanggung jawab untuk strategi untuk
mempertahankan kendali mengendalikan
diri amarah
b. Dilakukan secara
konsisten 2. Setelah dilakukan
mengidentifikasi saat Tindakan
merasa agresif keperawatan
c. Dilakukan secara diharapkan menahan
konsisten diri dari agresifitas
menunjukkan perasaan dapat dilakukan
negatif dengan cara yang dengan kriteria hasil
tidak merusak :
d. Dilakukan secara a. Dilakukan secara
konsisten menahan diri dari konsisten
memaki/berteriak mengidentifikasi
e. Dilakukan secara tanggung jwab
konsisten menahan diri dari untuk
menyerang mempertahankan
orang lain kendali diri
f. Dilakukan secara b. Dilakukan secara
konsisten menahan diri dari konsisten
membahyakan orang lain mengidentifikasi
i. Identifikasi konsekuensi saat merasa agresif
dari ekspresi kemarahan c. Dilakukan secara
yang tidak tepat konsisten
j. Bantu pasien terkait menunjukkan
dengan strategi perasaan negatif
perencanaan untuk dengan cara yang
mencegah ekspresi tidak merusak
kemarahan yang tidak tepat d. Dilakukan secara
k. Berikan model peran konsisten menahan
yang bisa mengekspresikan diri dari
marah dengan cara yang memaki/berteriak
tepat e. Dilakukan secara
l. Dukung pasien untuk konsisten menahan
mengimplementasikan diri dari menyerang
strategi mengontrol orang lain
kemarahan dengan f. Dilakukan secara
menggunakan ekspresi konsisten menahan
kemarahan yang tepat. diri dari membahyakan
Sediakan penguatan untuk orang lain
ekspresi kemarahan yang i. Identifikasi
tepat konsekuensi dari
ekspresi kemarahan
2. Manajemen perilaku yang tidak tepat
a. Berikan pasien tanggung j. Bantu pasien terkait
jawab terhadap perilakunya dengan strategi
(sendiri) perencanaan untuk
b. Komunikasi harapan mencegah ekspresi
bahwa pasien dapat tetap kemarahan yang
mengontrol (perilakunya) tidak tepat
c. Komunikasikan dengan k. Berikan model
keluarga dalam rangka peran
mendapatkan (informasi) yang bisa
mengenai kondisi kognisi mengekspresikan
dasar klien marah dengan cara
d. Tingkatkan aktivitas fisik yang tepat
dengan cara l. Dukung pasien
g. Dilakukan secara untuk
konsisten menahan diri dari mengimplementasik
menghancurkan barang- an strategi mengontrol
barang kemarahan dengan
h. Dilakukan secara menggunakan ekspresi
konsisten kemarahan yang tepat.
mengendalikan rangsangan Sediakan penguatan
i. Dilakukan secara untuk ekspresi
konsisten kemarahan yang tepat
menggunakan teknik untuk
mengendalikan amarah 2. Manajemen
perilaku
a. Berikan pasien
tanggung jawab
terhadap
perilakunya (sendiri)
b. Komunikasi
harapan
bahwa pasien dapat
tetap mengontrol
(perilakunya)
c. Komunikasikan
dengan keluarga
dalam rangka
mendapatkan
(informasi)
mengenai kondisi
kognisi dasar klien
d. Tingkatkan aktivitas
fisik dengan cara
g. Dilakukan secara
konsisten menahan
diri dari
menghancurkan
barang-barang
h. Dilakukan secara
konsisten
mengendalikan
rangsangan
i. Dilakukan secara
konsisten
menggunakan
teknik untuk
mengendalikan
amarah
yang tepat
e. Gunakan suara
bicara yang lembut
dan rendah
f. Jangan memojokkan
pasien
g. Turunkan (motivasi)
perilaku pasif agresif
h. Acuhkan perilaku
yang tidak tepat
i. Berikan
penghargaan apabila
pasien dapat
mengontrol diri
3 Isolasi sosial NOC NIC
1. Setelah dilakukan 1. Peningkatan
Tindakan keperawatan sosialisasi
Diharapkan keparahan a. Anjurkan
kesepian dapat dilakukan peningkatan
dengan kriteria hasil : keterlibatan dalam
a. Tidak ada rasa perasaan hubungan yang sudah
terisolasi secara sosial mapan
b. Tidak ada kesulitan b. Tingkatkan
dalam membuat kontak hubungan dengan
dengan orang lain orang-orang yang
c. Tidak ada rasa memiliki minat dan
keputusasaan tujuan yang sama
d. Tidak ada rasa c. Anjurkan kegiatan
kehilangan harapan sosial dan masyarakat
2. Setelah dilakukan d. Anjurkan partisipasi
Tindakan keperawatan dalam kelompok
Diharapkan keterlibatan dan/atau kegiatan
sosial dapat dilakukan reminiscence individu
dengan kriteria hasil : e. Bantu meningkatkan
a. Secara konsisten kesadaran pasien
menunjukkan berinteraksi mengenai kekuatan
dengan dan keterbatasan
NIC dalam
1. Peningkatan sosialisasi berkomunikasi dengan
a. Anjurkan peningkatan orang lain
keterlibatan dalam f. Anjurkan pasien
hubungan yang sudah untuk mengubah
mapan lingkungan seperti
b. Tingkatkan hubungan teman dekat
dengan orang-orang yang b. Secara konsisten
memiliki minat dan tujuan menunjukkan
yang sama berinteraksi dengan
c. Anjurkan kegiatan sosial tetangga
dan masyarakat c. Secara konsisten
d. Anjurkan partisipasi menunjukkan
dalam kelompok dan/atau berinteraksi dengan
kegiatankegiatan keluarga
reminiscence individu d. Secara konsisten
e. Bantu meningkatkan menunjukkan
kesadaran pasien mengenai berpatisipasi dalam
kekuatan dan aktivitas waktu luang
keterbatasanketerbatasan dengan orang lain
dalam berkomunikasi pergi ke luar untuk
dengan orang lain jalan-jalan
f. Anjurkan pasien untuk
mengubah lingkungan 2. Peningkatan
seperti keterlibatan keluarga
teman dekat a. Bangun hubungan
b. Secara konsisten pribadi dengan
menunjukkan berinteraksi pasien dan anggota
dengan tetangga keluarga yang akan
c. Secara konsisten terlibat dalam
menunjukkan berinteraksi perawatan
dengan keluarga b. Identifikasi
d. Secara konsisten kemampuan anggota
menunjukkan berpatisipasi keluarga untuk
dalam aktivitas waktu terlibat dalam
luang dengan orang lain perawatan pasien

3. Terapi aktivitas
a. Kembangkan
kemampuan klien
dalam berpatisipasi
melalui aktivitas
spesifik
b. Bantu klien utuk
mengeksplorasi
tujuan personal dari
aktivitas-aktivitas
yang biasa dilakukan
(misalnya, bekerja
dan aktivitas-aktivitas
yang disukai)
melalui aktivitas yang
konsisten dengan
kemampuan fisik,
fisiologis dan sosial
d. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
diinginkan
e. Bantu klien untuk
menjadwalkan waktu
spesfik terkait dengan
aktivitas harian
f. Instrusikan klien dan
keluarga untuk
melaksanakan
aktivitas yang
diinginkan maupun
yang (telah)
diresepkan
g. Bantu dengan
aktivitas fisik secara
teratur (misalnya
berpindah, berputar
dan kebersihan diri)
sesuai dengan
kebutuhan
h. Berikan pujian
positif
karena kesediannya
untuk terlibat dalam
kelompok
i. Berikan kesempatan
keluarga untuk terlibat
dalam aktivitas,
dengan cara yang tepat
j. Bantu klien untuk
meningkatkan
motivasi dari dan
penguatan
k. Monitor respon
emosi, fisik, sosial
dan spiritual terhadap
aktivitas
l. Bantu klien dan
keluarga memantau
perkembangan
terhadap pencapaian
tujuan (yang di
harapkan)
Sumber : Nursing Intervention Classification (NIC). 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 2016. NANDA. 2016.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang harus
diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah tindakan keperawatan
yang akan dilakukan implementasi pada klien dengan halusinasi dilakukan
secara interaksi dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat harus
lebih dulu melakukan (Afnuhazi, 2015):
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi waktu, frekuensi, situasi, respon klien terhadap halusinasi
c. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
d. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat
e. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap
f. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melaksanakan kegiatan
terjadwal
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada
situasi nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat juga
menilai diri sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal
sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan (Dalami, dkk, 2014).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan sesuai dengan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu evaluasi
proses dan evaluasi formatif, dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan
evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien
pada tujuan yang telah ditentukan (Afnuhazi, 2015). Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir, dimana masing-
masing huruf tersebut akan diuraikan sebagai berikut (Dalami, dkk, 2014) :
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : analisa ulang terhadap data subjektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada yang kontradiksi
dengan masalah yang ada
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

Pertemuan 1
A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi

a. Pasien tampak bicara dan tertawa sendiri

b. Pasien mondar mandir

c. Pasien merasa mendengarkam suara laki-laki yang menyuruh memukul.

2. Diagnosa keperawatan

Resiko mencedarai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perubahan persepsi sensori yaitu halusinasi pendengaran.

3. Tujuan khusus

a. Pasien dapatt membina hubungan saling percaya dengan perawat.

b. Pasien dapat mengenal halusinasi yang di alaminya.

4. Tindakan keperawatan

a. Membina hubungan saling percaya

b. Membantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi halusinasi


B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

1. Orientasi

a. Salam terapeutik
Selamat pagi mas, sedang apa?”.” Kenalkan nama saya Bapak budi
sisroyo, mas bisa panggil saya Bapak atau mas budi saja. Mas namanya
siapa?.........oooooo Joko prisanto, senang di panggil siapa?”.” Mas joko
atau mas yanto.”oooo begitu baiklah mas yanto, saya akan menemani mas
kurang 19
lebih dua minggu ke depan, nanti bisa cerita masalah yang di alami mas
joko.
b. Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan mas joko saat ini?....ooooo kalau saya lihat mas joko
tampak bicara, berbicara sama siapa?
c. Kontrak

1) Topik
Bagaimana kalau kita bercakap-cakap suara yang mas joko dengar dan
orang yang mengajak bicara?
2) Tempat
Dimana kita akan berbincang-bincang mas?oooooo di ruang makan,
baiklah.
3) Waktu
Kita akan bercakap-cakap berapa menit?”.” 15 menit, ya baiklah.
2. Kerja
Yeah sekarang jika sudah duduk santai, tolong ceritakan suara yang mas
joko dengar tadi tentang apa isi suara tersebut ?. Saat kapan mas joko
mendengar suara tersebut ?. berapa kali mas joko mendengar suara
tersebut.? Maukah Mas Joko saya ajarkan cara untuk mengontrol
halusinasi ?caranya seperti menghardik, , misalkan ada suara-suara yang
mas joko dengar menghardiknya dengan cara berteriak “pergi.....” apakah
mas joko sudah minum obat secara langsung. ooooooo begitu, lalu! Jadi
mas mendengar suara orang yang mengajak berbicara dan menyuruh
memukul orang”.” Menurut mas suara tersebut suara siapa, apakah
mengenalnya?ooooooo seperti suara laki-laki.
3. Terminasi

a. Evaluasi Subjektif
Bagaimana perasaan mas joko setelah berbincang-bincang tentang suara yang mas
dengar
b. Evaluasi Objektif
Jadi suara yang mas dengar adalah……muncul saat…….dan yang mas lakukan
saat suara-suara tersebut muncul…….
c. Kontrak

1) Topik
Bagaimana kalau begitu, dimana kita akan bercakap-cakap, tentang cara
mengendalikan suara-suara tersebut? Setuju!
2) Tempat
Baiklah kalau begitu, di mana kita akan bercakap-cakap, mungkin mas
joko punya tempat yang teduh dan santai untuk ngobrol?
3) Waktu
Berapa lama kita akan bercakap-cakap?”.” 10 menit atau 15 menit”.”
Sampai jumpa besok ya mas!.
d. Rencana tindak lanjut
Baiklah mas, nanti di ingat-ingat lagi yang suara lain yang di dengar.
Jangan lupa kalau suara-suara itu muncul lagi beritahu perawat biar di
bantu ya!.(Wijayaningsih,2015)
Pertemuan 2
A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Pasien

Klien sudah mengetahui cara-cara yag dapat digunakan untuk memutus atau
menghilangkan halusinani

2. Diagnosa keperawatan
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perubahan persepsi sensori halusinasi pendengar.
3. Tujuan khusus
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
4. Tindakan keperawatan

a. Melatih pasien mengontrol halusinasi


b. Menganjurkan kepada pasien agar memasukan kegiatan ke jadwal
kegiatan harian pasien
B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi

a. Salam terapeutik
“ Selamat pagi, Mas Joko ?”. “ masih ingat nama saya ? Bagus !”.
b. Evaluasi/ Validasi
“ Bagaimana perasaan Mas Joko saat ini ? apakah ada suara-suara yang
didengar dan belum diceritakan kemarin ?”
c. Kontrak

1) Topik
“ Seperti kesepakatan kemarin, pagi ini kita akan bercakap-cakap tentang
cara mengendalikan halusinasi yang Mas Joko alami ?” , “ Bagaimana
setuju ?”
2) Tempat
“ Kita bercakap-cakap diruang makan saja ya !”.
3) Waktu
“ Mas Joko mu berapa lama kita bercakap-cakap ?”. “ 15 menit, baiklah”.
4) Kerja
“ Kemarin Mas Joko sudah menceritakana tindakan yang dilakukan ketika
suara-suara tersebut muncul. Masih ingat ?. “ 22
Bagaimana apakah dapat mengurangi / menghilangkan suara-suara yang Mas
Joko dengar ?” ooooo..... begitu!”
“ Kalau Mas Joko mau saya akan memberitahu cara-cara lain yang dapat
dilakukan ketika suara-suara tersebut muncul ?”. “ Bagaimana !” “ Oke yang
pertama dengan menghardik suara-suara tersebut, caranya dengan mengatakan
saya enci kamu, pergi.....pergi !”, lalu tarik nafas dalam-dalam than sebentar dan
keluarkan pelan-pelan melalui mulut, maka Mas Joko akan rilex dan santai
kembali “. “ Mari saya ajari, tirukan saya ya !” “ Pertama katakan “ saya benci
kamu pegi...... pergi !”, kemudian tarik nafas dan keluarkan, begitu”, “ Bagus
mudah kan ?”
“ Cara yang kedua dengan melakukan kegiatan yang dapat memutus/
menghilangkan suara-suara itu, misalnya dengan mengambil air wudhu, solat atau
membaca Al-quran, membersihkan rumah atau alat-alat rumah tangga, apabila
suara-suara tersebut muncul siang atau sore hari”.
“ Cara yang ketiga adalah mencari teman untuk diajak ngobrol sehingga suara-
suara tersebut dapat dialihkan, tetapi cara ini tidak dapat dilakukan apabila suara-
suara itu muncul malam hari”.
“ Jika suara sering muncul malam hari, yang dapat Mas Joko lakukan adalah
minum obat tepat waktu, tepat obat, dan tepat dosis, misanya jam 17:30 WIB
sehingga Mas Joko akan terbangun pada jam 05:00 pagi,”
“ Kalau Mas Joko suka olahraga, untuk menghindari suara muncul kembali Mas
Joko dapat mengikuti olahraga dengan teman-temannya, tentunya kaau sore hari”.
“ Bagaimana mudah kan ?”. Mas Joko dapat pilih sesuai dengan kondisi dan
keadaaan !”

3. Terminasi

a. Evaluasi Subyektif
“ Bagaimana rasanya setelah bercakap-cakap tentang cara mengendalikan
suara-suara yang muncul ?”
b. Evaluasi Obyektif
“ Coba sebutkan kembali cara yang dapat Mas Joko lakukan untuk
menghindari/ memutuskan suara-suara yang muncul ! Bagus....... lagi”.
c. Kontrak

1) Topik
“ Bagaimana kalau besok keluarga Mas Joko menjenguk, kita bercakap-
cakap lagi bersama-sama keluarga tentang halusinasi yang Mas Joko alami
?”.
2) Tempat
“ Baiklah kalau begitu dimana kita akan bercakap-cakap mungkin Mas
Joko punya tempat yang teduh dan santai untuk ngobrol ?”.
3) Waktu
“ Berapa lama kita akan bercakap-cakap ?’. “ 10 menit atau 15 ment”. “
Sampai jumpa besok yaa, Mas!”.
d. Rencana Tindak Lanjut
“ Kalau suara-suara itu muncul lagi coba dipraktikan ya Mas Joko, siapa
tahu dapat membantu !” ( wijayaningsih,2015: 91-94)

Pertemuan 3
A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi

a. Klien sudah mengetahui cara-cara yang dapat digunakan untuk memutus atatu
menghilangkan halusinasi

2. Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perubahan persepsi sensori halusinasi pendengar.
3. Tujuan khusus
Klien mendapatakan dukungan keluarga dalam mengatasi halusinasinya
4. Tindakan Keperawatn

a. mengajarkan pasien dalam mengontrol halusinasi

b. melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap


B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
1. Orientasi

a. Salam terapeutik
“Selamat pagi, pak?” ,”kenalkan saya bapak budi yang merawat mas Joko
disini, saya panggil bapak siapa?”…”,0…ya pak Mahmud”.
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan mas Joko saat ini? Apakah mas Joko, masih ingat
cara-carar yang kemarin saya ajarkan?”. “apakah bapak/ibu mengetahui
pengertian halusinasi, gejala halusinasi dan cara mengatasi halusinasi?”.
c. Kontrak

1) Topik
“Pagi hari ini kebetulan bapak Mahmud mas Joko, kita akan bercakap-
cakap tentang pengertian halusianasi dan cara-cara yang harus dilakukan
agar mas Joko terhindar dari halusinasi?”
“Kita bercakap-cakap di ruang keperawatan saja agar lebih santai?”
3) Waktu
“Berapa lama kita bercakap-cakap? “bagaimana kalau 30 menit?”.
2. Kerja
“Tolong mas joko ceritakan tentang suara – suara didengar pada pak
mahmud , agar beliau tahu dan dapat membantu kalau di rumah muncul
lagi”. “ jadi begini yaa pak , mas joko ini kalau dalam kedokteran
mengalami halusinasi”.
“ nah apa halusinasi itu ?”, halusinasi adalah kesalahan dalam mengartikan
rangsangan dari luar yang sebenarnya menagajak bicara atau menyuruh
mwlakukan seseatu padahal tidak ada yang mengajak bicara , seperti yang
dialami mas joko ini”.
“ maukah saya beritahu orang yang mengalami halusinasi?”.
“ bapak mahmud akan menjumpai orang tersebut tampak termenung,
kemudian bicara sendiri atau tertawa sendiri , tidak jarang orang tersebut
tampak gelisah , mengalir bingung dan ketautan karena suara yang
mengancap atau memuluk orang lain , jika siuara itu tidak menyuruh untuk
memukul , bagaimanasudah jelas ?
Apa akibatnya jika halusinasi tidak di atasi ? , orang tersebut dapat
beresiko melakukan kekerasan yang arahnya diri sendiri orang lain atau
lingkungan maka jangan heran kalau bapak pernah melihat orang gila
melempar pakai batu atau tiba – tiba merusak tanaman yang ada di
dekatnya untuk menghindari hal tersebut ada cara halusinasi tidak muncul
yaitu tidak membiarkan joko sendirian melamun beri mas joko mengisi
kegiatan untuk mengisi waktu ruangan , ajak mas joko mengajak televisi
bersama , jalan – jalan atau gotong royong”, “ Bagaimana ?” Bapak sudah
paham.
“ Bila belum jelas Pak Mahmud dapat bertanya ?”
“......Ya jangan lupa minum obat secara tepat dan teratur serta antar Mas
Joko kontrol atau pergi RSJ sangat membantu agar Mas Joko terhindar
dari hausinasi?”.
3. Terminasi

a. Evaluasi Subyektif

“ Bagaimana rasanya setelah bercakap-cakap tentang pengertian dan cara


mengendalikan suara-suara yang didengar Mas Joko ?’
b. Evaluasi Obyektif

“ Coba sebutkan kembali pengertian halusinasi dan cara-cara yang dapat


keluarga lakukan agar Mas Joko dapat menghindari atau memutus suara-
suara yang muncul suara-suara tersebut !” : bagus...... lagi”..
c. Kontrak

1) Topik
“ Bagaimana kalau besok kita bercakap-cakap tentang manfaat dan efek
samping obat yang mas Joko minum ?”.
2) Tempat
“ Bagaimana kalau kita bercakap-cakap ditaman ?”, setuju !”.
3) Waktu
“ mau berapa lama ? “ bagaimana kalau 10 memit saja ?”.
4. Rencana Tindak Lanjut
“ Tolong ya pak Mas Joko dibantu untuk menghindari suara-suara itu
muncul lagi, caranya dengan yang sudah saya jelaskan tadi !”.
(Wijayaningsih, 2015 :95)

Pertemuan 4
A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi

a. Klien dan keluarga sudah mengenal pengertian gejala halusinasi.


b. Klien dan keluarga sudah mnegethaui cara menghindari munculnya kembali
suara-suara.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko menecederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perubahan persepsi sensori halusinasi pendengar.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
4. Tindakan keperawatan

a. Mengajarkan pasien cara minum obat yang benar

b. Menjelaskan efek samping obat

c. Menjelaskan fungsi obat yang di minum

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

1. Orientasi

a. Salam Terapeutik
“ Selamat pagi Mas Joko ?” masih ingat nama saya ? Bagus !
b. Evaluasi/ Validasi
“ Bagaimana perasaan Mas Joko saat ini baik-baik saja kan, ada yang
ingin disampaikan ?”.
c. Kontrak

1) Topik
“ Kita akan berbicara tentang jenis obat, efek samping obat serta cara
pemakaiannya”, “ Bagaimana Mas Joko bersedia ?”
2) Tempat
“ Bagaimana kalo kita bercakap-cakap di taman saja, biar lebih santai “.
3) Waktu

“Berapa lama kita akan bercakap-cakap ? bagaimana kalau 15 menit”


2. Kerja
“Berapa jenis obat yang diminum Mas Joko tadi ?”. “ Ya............. Bagus. Jadi
begini ya Mas Joko, obat yang diminum tadi ada tiga macam ini obatnya saya
bawakan”.
“ Saya jelaskan satu per satu ya ?”. “ yang warnanya orange ini namanya CPZ
atau chlorponazin, gunanya untuk mempermudah Mas Joko tidur sehingga dapat
istirahat, minumnya dua kali sehari pagi hari dan sore hari, pagi jam 07:00 dan
sore jam 17:30 WIB. Efek sampingnya badan terasa lemas, keluar ludah terus
menerus”.
“ Nah, yang ini, namanya HPD atau haloperidole, karena Mas Joko dapat yang 5
mg maka warnanya jambon atau ping. Cara dan waktu minumnya sama dengan
CPZ, dua kali sehari gunanya obat ini untuk menghilangkan suara-suara yang Mas
Joko dengar, selain dapat juga membuat Mas Joko tambah rilex, santai dan dapat
mengontrol emosi, efek sampingnya badan menjadi kaku terutama tangan dan
kaki, mulut kering dan dada berdebar-debar dan tremor”.
“ Tapi Mas Joko jangan khawatir, ada penangkalnya, maka diberikan obat yang
putih agak besar ini. Ini namanya Triheksipenidile atau THP, fungsinyaobat ini
menetralkan atau menghilangkan efek samping yang tidak mengenakkan tadi
makanya obat ini harus diminum bersama dengan obat CPZ dan HPB”.
“ Bagaimana masih ada yang belum jelas ?. jangan lupa kalau obat ini hampir
habis segera kontrol kembali ya ?”

3. Terminasi

a. Evaluasi Subyektif
“ Bagaimana perasaannya setelah bercakap-cakap tentang jenis dan
manfaat obat yang Mas Joko minum setiap hari ?”
b. Evaluasi Obyektif
“ Coba sebutkan kembali jenis obat yang Mas Joko minum, dan ambilkan
yang namanya HPD.......... dan seterusnya, sebutkan manfaatnya sekalian...
Bagus, di ingat-ingat ya ? “
c. Kontrak
“ Bagaimana kalau kapan-kapan kita bercakap-cakap lagi dengan topik
yang lain ?”

2) Tempat
“ Bagaimana kalau kita bercakap-cakap diteras saja?” setuju !”
3) Waktu
“ Mau berapa lama ? “. Bagaimana kalau 10 menit saja ?”.
4. Rencana Tindak Lanjut
“ Jangan lupa obatnya diminum dengan dosis dan waktu yang tepat ya !”.
ohya jika ada yang belum jelas bisa Mas Joko tanyakan kembali pada
waktu lain.” (Wijayaningsih, 2015 :99-
DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Bagyono, Tuntas. 2013. Kunci Praktis Untuk Metodelogi Penelitian Kesehatan
Promotif- Preventif. Yogyakarta: Ombak.
Budiman. 2013. Penelitian Kesehatan. Bandung: PT Refika Aditama.
Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Dermawan, Deden dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka
Kerja asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Direja, Ade Herman Surya.2011. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Herdman, T. Heather. 2017. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan
Defenisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika.
Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit ANDI.
Nasir A dan Muhith A. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental : konsep, proses, dan praktik vol 2
edisi 4. Jakarta: EGC.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Supardi, Sudibyo dan Rustika. 2013. Buku Ajar Metodologi Riset Keperawatan.
Jakarta: TIM.

Anda mungkin juga menyukai

  • Revisi
    Revisi
    Dokumen53 halaman
    Revisi
    marga anisah
    Belum ada peringkat
  • Hemoroid 3
    Hemoroid 3
    Dokumen9 halaman
    Hemoroid 3
    marga anisah
    Belum ada peringkat
  • Ca Hepar
    Ca Hepar
    Dokumen27 halaman
    Ca Hepar
    marga anisah
    Belum ada peringkat
  • Ca Hepar
    Ca Hepar
    Dokumen27 halaman
    Ca Hepar
    marga anisah
    Belum ada peringkat
  • Etika Keperawatan
    Etika Keperawatan
    Dokumen11 halaman
    Etika Keperawatan
    marga anisah
    Belum ada peringkat