Anda di halaman 1dari 76

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR ANORGANIK “GM-

Hayati” DARI LIMBAH PT SASA INTI TERHADAP


PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
KANGKUNG ( Ipomea reptans ) DAN
JAGUNG (Zea mays)

SKRIPSI
DEMAK SIMBOLON

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN

DEMAK SIMBOLON. D24062303. 2010. Pengaruh Pemberian Pupuk Cair


Anorganik “GM-Hayati” dari Limbah PT Sasa Inti Terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman Kangkung (Ipomea reptans) dan Jagung (Zea mays).
Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr.Ir.Panca Dewi MHK, M.Si.


Pembimbing Anggota : Ir.Salundik, M.Si.

Banyak upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan produksi hijauan


makanan ternak di Indonesia dengan berbagai sistem pemeliharaan sesuai
kemampuan dan keadaan lingkungan serta media tumbuh tanaman. Untuk itu
dibutuhkan pengembangan penyediaan pakan yang cukup dan berkualitas bagi
ternak. Penanaman tanaman sering mengalami masalah dari segi kualitas lahan,
karena umumnya lahan yang tersedia adalah tanah yang kesuburan rendah. Namun
lahan yang kurang subur ini dapat ditingkatkan dengan melakukan penanganan yang
tepat. Pupuk mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertanian karena
produktivitas pertanian sangat tergantung pada pupuk baik makro maupun mikro.
Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk GM-Hayati dengan
penambahan sumber fosfor yang berbeda. GM-Hayati merupakan hasil limbah
industri pengolahan Monosodium Glutamat (MSG) yang telah diolah sebelum
digunakan sebagai pupuk dan adanya penambahan mikroorganisme untuk membantu
penyediaan ketersediaan unsur hara. Mikroorganisme yang digunakan adalah
mikroba yang potensial dalam tanah yaitu mikroba pelarut fosfat, rhizobium dan
azospirilium.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 7x3
dengan 3 ulangan, faktor pertama adalah jenis perlakuan pupuk dan faktor kedua
adalah dosis pemberian pupuk. Perlakuan terdiri dari delapan perlakuan yaitu GHA:
GM-Hayati + asam fosfat, GHS: GM-Hayati + SP18, GHG: GM-Hayati + Guano,
GHT: GM-Hayati + Tepung tulang, GHTF: GM-Hayati + Tepung tulang + 5%
Feses, GHGF: GM-Hayati + Guano + 5% Feses. Dosis pemberian ada tiga yaitu 1ml,
2ml dan 3ml/ lubang tanam. Peubah yang diamati adalah Tinggi Vertikal Tanaman,
Jumlah Daun, Berat Kering Akar dan Berat Kering Tajuk. Data yang diperoleh
dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA), jika terdapat perbedaan nyata
maka akan diuji lanjut menggunakan Kontras Ortogonal.
Penelitian periode kedua dilakukan pada tanaman jagung dengan
penambahan perlakuan kompos, penelitian ini menggunakan RAL 8x2 dengan 3
ulangan. Faktor pertama jenis pupuk+dosis, faktor kedua adalah pemberian kompos
atau tanpa kompos. Perlakuan ini terdiri dari GHA30: GM-Hayati + asam fosfat +
dosis 30 ml, GHA60: GM-Hayati + asam fosfat + dosis 60 ml, GHS30: GM-Hayati +
SP18 + dosis 30 ml, GHS60: GM-Hayati + SP18 + dosis 60 ml, GHTF30 : GM-
Hayati + Tepung tulang + 5% Feses + dosis 30 ml, GHTF60: GM-Hayati + Tepung
tulang + 5% Feses + dosis 60 ml.
Pada tanaman kangkung hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan
jenis pupuk berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap peubah yang diukur. Pada setiap
peubah yang diamati dapat disimpulkan perlakuan yang paling baik pada penelitian
ini adalah perlakuan K+ (Pupuk Phonska), sedangkan pada perlakuan dengan
penambahan sumber P yang berbeda perlakuan yang paling baik adalah GHA.
Perlakuan GHA tidak memberikan pengaruh nyata terhadap GHTF dan GHS.
Pada tanaman jagung diberikan perlakuan pemberian kompos atau tanpa
kompos. Dari hasil yang didapat pemberian kompos memberikan pengaruh yang
lebih baik dibandingkan dengan tanaman tanpa kompos bahkan hampir sama dengan
penggunaan pupuk majemuk phonska, hal ini disebabkan bahan organik yang
digunakan dalam pupuk tersebut memberikan pengaruh yang slow release, yaitu hara
yang dilepaskan lebih lambat, sehingga hara N tidak banyak hilang dari tanah akibat
penguapan, unsur hara P dan K tidak banyak yang terfiksasi. Dapat disimpulkan
tercukupinya unsur hara N, P, dan K yang dibutuhkan secara seimbang dengan
tanaman akan memberikan hasil yang lebih baik. Penambahan pemberian sumber P,
mikroba potensial tanah dan kompos dapat memberikan pengaruh yang lebih baik.

Kata-kata kunci: kangkung, jagung, pupuk anorganik, mikroorganisme potensial


tanah, kompos
ABSTRACT

The Effect of Anorganic Liquid Fertilizer “GM-Hayati” from PT Sasa Inti


Waste on growth and production of Ipomea reptans and Zea mays
Simbolon, D., Panca D.M.H.K and Salundik

This experiment was conducted to study the growth response and productivity of
Ipomea reptans and Zea mays were given fertilezer GM-Hayati and compost.
Fertilizer GM-Hayati was a component fertilizer from industrial waste. Waste
commonly come from monosodium glutamate industries (called sipramin) which are
rich organic material. The wasted should be processed before it is used fertilizer with
mixed a source of substance NPK and additional soil potential microorganism
(rhizobium, azospirilium and microbial phosphate). The purpose of this research is
to know the effect of anorganik fertilizer GM-Hayati for Ipomea reptans and Zea
mays plants. Experimental design Ipomea reptans used in this study design eight
treatment of GHA (GM-Hayati and fosfat acid ), GHS (GM-Hayati and SP18), GHG
(GM-Hayati and Guano), GHT (GM-Hayati and bone powder) , GHTF (GM-Hayati
and guano and faeces) , GHGF (GM-Hayati and bone powder and faeces) , K+
(control positive/ Phonska fertilezer) , K- (control negative/ not fertilizer) and the
second factor was dosage of 1 ml, 2 ml and 3 ml with three replications. Design Zea
mays was used which involves eight treatments of GHA30 (GHA fertilizer, dosage
30 ml), GHA60 (GHA fertilizer, dosage 60 ml), GHS30 (GHS fertilizer, dosage 30
ml), GHS60 (GHS fertilizer, dosage 60 ml), GHTF30 (GHTF fertilizer, dosage 30
ml), GHTF60 (GHTF fertilizer, dosage 60 ml), K1 (compost/ non compost), K+
(Phonska fertilizer) and the second factor is given compost and no compost with
three replications. The data obtained were analyzed use analysis of variance
(ANOVA), while differences between treatments were analyzed with contrast
orthogonal test. The results indicate that the treatment of GM-hayati fertilizer show
a percentage significantly different (P<0.05) in vertical length plant and number of
leaves, and very significantly different (P<0.01) in biomass dry (root and crown),
while not significantly different in the dosage fertilizer. The result show of treatment
GHA better result than another treatment fertilizer of Ipomea reptans. Zea mays
which added compost give better result than no compost plants. Treatment compost
with fertilizer show that GHTF60 give the best response.

Keywords : Ipomea reptans, Zea mays, anorganic fertilizer,biological fertilizer, soil


potential microorganism
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR ANORGANIK ”GM-
HAYATI” DARI LIMBAH PT SASA INTI TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
KANGKUNG (Ipomea reptans)
DAN JAGUNG (Zea mays)

DEMAK SIMBOLON
D24062303

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul  : Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Anorganik “GM‐Hayati” dari Limbah PT Sasa Inti 
  Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung (Ipomea reptans) dan 
  jagung (Zea mays) 
Nama  : Demak Simbolon 
NRP  : D24062303 
 
 
 
 
 
Menyetujui, 
 
      Pembimbing Utama,            Pembimbing Anggota, 
 
 
 
Dr.Ir.Panca Dewi MHK, M.Si.              Ir. Salundik, M.Si 
NIP. 19680110 198703 2 002              NIP. 19640406 198903 1 003 
 
 
 
 
 
Mengetahui, 
Ketua Departemen 
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan 
 
 
 
 
 
 
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M. Sc. 
NIP. 19670506 199103 1 001 
 
 
 
 
 
 
 
Tanggal Ujian  : 3 Agustus 2010      Tanggal Lulus  :  27 Agustus 2010 
 
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR ANORGANIK ”GM-
HAYATI” DARI LIMBAH PT SASA INTI TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN
KANGKUNG (Ipomea reptans)
DAN JAGUNG (Zea mays)

DEMAK SIMBOLON
D24062303

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 03 januari 1989 di Pangururan, Sumatra


Utara. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Bapak D.
Simbolon (Alm) dan Ibunda T. Nainggolan. Penulis menyelesaikan pendidikan di
SDN 175833 Samosir pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama
diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 1 Samosir. Pendidikan lanjutan menengah
atas di SMUN 1 Samosir diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi
Masuk IPB) pada tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif
berpartisipasi dalam beberapa kegiatan organisasi serta berbagai kepanitiaan di
kampus seperti: sekretaris POPK Fakultas peternakan, koordinator bidang dana
Usaha Natal Fapet 2008, anggota Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak
(HIMASITER) IPB 2008-2009, anggota pelaksanaan magang mahasiswa nutrisi
peternakan 2009. Selain itu, penulis juga merupakan penerima beasiswa Bantuan
Belajar Mahasiswa (BBM) selama dua periode pada tahun 2009-2010.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat,
karunia dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Pemberian Pupuk Cair Anorganik “GM-Hayati” dari Limbah PT
Sasa Inti Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung (Ipomea reptans)
dan Jagung (Zea mays).
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas tanaman kangkung dan
jagung dengan menggunakan pupuk olahan dari limbah industri PT sasa sebagai
pupuk yang diperkaya oleh sumber P dan bakteri potensial tanah dengan
membandingkannya terhadap tanaman tanpa pupuk, tanaman menggunakan pupuk
phonska dan kompos. Penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan sebagai salah
satu solusi masalah yang timbul ketika terjadi keterbatasan lahan yang subur yang
digunakan untuk tanaman makanan ternak dan untuk menjaga keberlangsungan
pertanian secara berkelanjutan. Usaha peningkatan kesuburan tanah ini dapat
dilakukan dengan memanfaatkan limbah industri yang mengalami pengolahan
dengan penambahan mikroorganisme potensial tanah ke dalamnya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr.Ir. Panca Dewi MHK M.Si dan
Ir.Salundik M.Si atas bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi. Penulis masih menyadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi, penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2010

Demak Simbolon
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ................................................................................................. i
ABSTRACT .................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ v
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xii
PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
Latar belakang ...................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4
Limbah MSG ....................................................................................... 4
Asam Fosfat ..................................................................................... 5
SP18 ..................................................................................................... 5
Guano ................................................................................................... 6
Tepung Tulang ..................................................................................... 7
Kotoran Sapi (Feses) ............................................................................ 7
Pupuk Hayati........................................................................................ 8
Azospirilium ............................................................................. 9
Rhizobium ................................................................................ 10
Mikroba Pelarut Fosfat ............................................................. 11
Kangkung ............................................................................................. 12
Jagung .................................................................................................. 14
Kompos ................................................................................................ 16
Pupuk Majemuk Phonska .................................................................... 17
Pupuk Anorganik ................................................................................. 18
Tanah Latosol ...................................................................................... 19
MATERI DAN METODOLOGI ..................................................................... 21
Lokasi dan Waktu ................................................................................ 21
Materi ................................................................................................... 21
Prosedur ............................................................................................... 21
Rancangan Percobaan .......................................................................... 25
Perlakuan .................................................................................. 25
Model statistik .......................................................................... 25
Analisis Data ......................................................................... 26

 
Peubah yang Diamati ........................................................................... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 29
Keadaan Umum Penelitian .............................................................................. 29
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung............................................. 31
Pertambahan Tinggi Vertikal Kangkung ............................................. 31
Jumlah Daun Kangkung ....................................................................... 32
Berat Kering Akar Kangkung .............................................................. 33
Berat Kering Tajuk Kangkung ............................................................. 35
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung .................................................. 37
Pertambahan Tinggi Vertikal Jagung................................................... 37
Jumlah Daun Jagung ............................................................................ 39
Pertambahan Diameter Batang Jagung ................................................ 40
Berat Kering Akar Jagung.................................................................... 41
Berat Kering Tajuk Jagung .................................................................. 42
Berat Tongkol Jagung .......................................................................... 43
Berat Kering klobot Jagung ................................................................. 44
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 49
Kesimpulan .......................................................................................... 49
Saran..................................................................................................... 49
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 51
LAMPIRAN..................................................................................................... 55
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Batas Antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara berdasarkan
Analisis Unsur Hara Tanaman ............................................................. 12
2. Analisis Tanah Latosol ........................................................................ 19
3. Analisis Pupuk GM-Hayati .................................................................. 30
4. Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal Kangkung ................................. 31
5. Rataan Pertambahan Jumlah Daun Kangkung..................................... 33
6. Rataan Berat Kering Akar Kangkung .................................................. 34
7. Rataan Berat Kering Tajuk Kangkung................................................. 35
8. Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal Jagung ...................................... 38
9. Rataan Pertambahan Jumlah Daun Jagung .......................................... 39
10. Rataan Pertambahan Diameter Batang Jagung .................................... 41
11. Rataan Produksi Berat Kering Akar Jagung ....................................... 42
12. Rataan Produksi Berat Kering Tajuk Jagung ...................................... 43
13. Rataan Produksi Berat Tongkol Jagung .............................................. 44
14. Rataan Produksi Berat Kering Klobot Jagung .................................... 45
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Tanaman Kangkung ............................................................................. 29
2. Tanaman Jagung .................................................................................. 30
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Anova Pertambahan Tinggi Vertikal Kangkung ................................. 56
2. Anova Pertambahan Jumlah Daun Kangkung ..................................... 56
3. Anova Berat Kering Akar Kangkung .................................................. 56
4. Anova Berat Kering Tajuk Kangkung ................................................. 56
5. Anova Pertambahan Tinggi Vertikal Jagung ....................................... 57
6. Anova Pertambahan Jumlah Daun Jagung .......................................... 57
7. Anova Berat Kering Akar Jagung ........................................................ 57
8. Anova Berat Kering Tajuk Jagung ...................................................... 57
9. Anova Berat Kering Klobot Jagung..................................................... 58
10. Anova Berat Tongkol Jagung .............................................................. 58
11. Anova Pertambahan Diameter Jagung ................................................. 58
12. Gambar Lahan dan Rumah Kaca ......................................................... 59
13. Gambar Benih Kangkung dan Jagung ................................................. 59
14. Gambar Pupuk GM-Hayati, Phonksa, Kompos ................................... 59
15. Gambar Tanaman Kangkung ............................................................... 60
16. Gambar Tanaman Jagung .................................................................... 60
17. Gambar Tanah Latosol dalam Polybag ................................................ 60
18. Gambar Jagung GHA dengan Kontrol................................................. 61
19. Gambar Jagung GHS dan GHTF ......................................................... 61
20. Diagram Alir Pembuatan MSG PT.Sasa Inti ....................................... 62
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hijaun merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia yang berfungsi
tidak hanya sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Hijauan yang
berkualitas dengan kuantitas yang cukup dan tersedia sepanjang tahun sangat penting
untuk pertumbuhan, produksi dan reproduksi ternak. Banyaknya upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan produksi hijauan makanan ternak di Indonesia dengan
berbagai sistem pemeliharaan sesuai kemampuan dan keadaan lingkungan serta
media tumbuh tanaman. Upaya ini dilakukan karena 70% biaya peternakan yang
dibutuhkan berasal dari biaya pakan. Untuk itu dibutuhkan pengembangan
penyediaan pakan yang cukup dan berkualitas bagi ternak. Penyediaan pakan bagi
ternak diawali dari penanaman dan pemeliharaan tanaman. Penanaman tanaman
sering mengalami masalah dari segi kualitas lahan, karena umumnya lahan yang
tersedia adalah tanah yang kesuburan rendah. Namun lahan yang kurang subur ini
dapat ditingkatkan dengan melakukan penanganan yang tepat yaitu dengan
pemupukan.
Lahan yang memiliki kesuburan rendah banyak tersebar di Indonesia, lahan
ini merupakan lahan yang potensial untuk dikembangkan sebagai penanaman hijauan
makanan ternak yaitu tanah latosol. Tanah latosol tersebar pada daerah-daerah yang
mempunyai tingkat kepadatan penduduk relatif tinggi seperti di Jawa, Bali,
Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan
dan sebagian Sulawesi Utara (Aditya, 2000). Tanah latosol memiliki sifat asam
(pH), unsur hara makro (N, P, K) dan kapasitas tukar kation yang rendah sehingga
kemampuan tanah menyerap unsur hara dari dalam tanah rendah, kekeringan dan
mudah mengalami pencucian unsur hara. Selain itu pada tanah latosol terjadi
penurunan kelarutan P sehingga terjadi defisiensi P, namun menurut Yogaswara
(1977) bahwa tanah di Darmaga memiliki sifat fisik yang baik, kandungan unsur N,
P, K dan Ca rendah tetapi sangat tanggap terhadap pupuk fosfat. Oleh karena itu
dilakukan usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah tersebut. Salah satu cara yang
dicobakan dalam penelitian ini adalah pemanfaatan limbah yang mengandung bahan
organik yang tinggi yang diperkaya dengan sumber N, P, K, dan penambahan
mikroorganisme potensial tanah.

 
Keberadaan mikroba dalam tanah tidak hanya membantu meningkatkan
efisiensi penggunaan pupuk anorganik, tetapi juga berperan penting dalam
penyediaan hara dan perbaikan sifat tanah. Mikroba yang ditambahkan ke dalam
pupuk anorganik ini adalah mikroba pelarut fosfat, azospirilium dan rhizobium.
Mikroba pelarut posfat adalah mikroorganisme yang mempunyai kemampuan
mengekstrak P dari bentuk yang tidak tersedia menjadi bentuk yang dapat digunakan
oleh tanaman, diantaranya adalah cara menghasilkan asam-asam organik seperti
asam format, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat dari dalam
selnya (Subba Rao, 1982). Asam-asam organik tersebut akan membentuk senyawa
kompleks dengan ion Ca, Fe, dan Al sehingga unsur P akan dibebaskan dan tersedia
bagi tanaman. Azospirilium bersifat negatif yang mempunyai sel bersifat motif yang
hidup di daerah subtropik dan tropik. Tanaman yang berasosiasi dengan azospirilium
dapat mensuplai hormon tubuh yang memacu pertumbuhan tanaman, produksi
tanaman dan menghasilkan bakteriosin yang melindungi tanaman dari serangan
bakteri. Rhizobium merupakan bakteri penambat nitrogen yang digunakan untuk
menginokulasikan benih tanaman jagung dan kangkung. Bakteri rhizobium
berbentuk batang gram negatif.
Peningkatan kualitas pupuk dengan penambahan unsur hara bahan dengan
sumber P yang berbeda yaitu asam fosfat, guano, SP 18, tepung tulang dan feses.
Penambahan bahan ini diharapkan akan meningkatkan kualitas dari tanaman dan
tetap menjaga kelestarian tanah yang akan menjaga pertanian secara
berkesinambungan. Pupuk anorganik tersebut akan diaplikasikan terhadap tanaman
kangkung dan jagung. Kangkung (Ipomea reptans) digunakan dalam penelitian ini
karena kangkung merupakan tanaman hortikultura dengan umur pendek yang akan
diberikan sebagai pakan ternak dan sebagai indikator pengaruh pupuk terhadap
tanaman lain. Ipomea reptans memberikan peluang yang menjanjikan dalam hal
memenuhi kebutuhan ternak (Intannita, 2003). Jagung (Zea mays L) merupakan
tanaman sumber karbohidrat kedua setelah padi, terutama digunakan untuk bahan
makanan manusia, ternak dan bahan baku industri hasil-hasil pertanian. Jagung
termasuk tanaman semusim jenis serealia yang paling banyak mengambil fosfat dari
dalam tanah (Effendi, 1982).
Penggunaan pupuk anorganik dalam waktu yang lama dan terus menerus
akan mengakibatkan sifat fisik tanah memburuk, tanah menjadi padat, terjadi
penimbunan fosfat dan keadaan mikrobiologi menjadi kurang serasi sehingga
kegiatan mikrob tanah merosot (Miharja, 2004). Salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas tanah yang sudah mulai menurun yaitu dengan menambahkan
kompos. Pemberian kompos pada tanah lebih bertujuan untuk memperbaiki kondisi
fisik tanah dan menjaga fungsi tanah agar unsur hara mudah diserap oleh tanaman.
Limbah Monosodium Glutamat yang dinamakan GM merupakan limbah dari
PT Sasa Inti hasil dari pengolahan tebu menjadi monosodium glutamat yang kaya
akan bahan organik (Mulyadi dan Lestari, 1993). GM diolah dengan penambahan
unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman, penelitian ini menambahkan sumber P
yang berbeda dan adanya penambahan mikroorganisme sehingga dinamakan GM-
Hayati.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk cair
anorganik GM-Hayati terhadap tanaman kangkung dan jagung serta menentukan
formulasi pupuk yang paling baik digunakan oleh masyarakat dengan
membandingkan terhadap pupuk kompos, pupuk komersil phonska.
TINJAUAN PUSTAKA

Limbah MSG
Limbah merupakan suatu buangan dari suatu usaha atau pembuatan suatu
produk. Kurangnya penanganan limbah dapat menimbulkan banyak masalah bagi
lingkungan. Salah satu cara pemanfaatan limbah industri pembuatan monosodium
glutamat (MSG) adalah dengan mengolahnya menjadi pupuk. Monosodium
Glutamat merupakan suatu produk yang dibuat dari tetes tebu yang merupakan hasil
sampingan dari tetes pabrik tebu (Soelaeman et al., 2003). Menurut SNI 02-4958-
1999 bahwa pupuk cair sisa proses asam amino adalah cairan berwarna coklat
kehitaman yang dibuat dari hasil samping pembuatan penyedap masakan MSG yang
dinetralisir memakai amonia dan dapat digunakan sebagai pupuk pelengkap. Hasil
penelitian menunjukkan limbah pabrik MSG mengandung N 5%, P2O5 0,4%, dan
K2O 1,7%. Limbah yang dihasilkan pabrik asam amino tersebut dapat mencapai 50
ton per hari. Pupuk organik cair yang berasal dari limbah asam amino sudah
dipasarkan di beberapa tempat di sekitar pabrik (Sutanto, 2002).
Tempat yang sudah menggunakan pupuk dari limbah MSG salah satunya
adalah propinsi Lampung. Petani di lampung menggunakan pupuk limbah MSG
untuk memupuk tanaman pangan padi, singkong, jagung dan lain-lain. Dengan
demikian lahan pertanian juga berfungsi sebagai penampung limbah sehingga
akumulasinya dapat diminimalisir. Pengkayaan limbah dengan amonia (NH3) dan

unsur lainnya untuk meningkatkan kandungan N limbah dari < 1% menjadi 3,5-4%,
pH limbah dari 3,0-3,5 menjadi 4,6-5,5, dan kandungan total bahan organik dari 7,0-
9,0% menjadi 31,15%. Selain itu, proses pengkayaan juga menambah beberapa unsur
hara mikro yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Penggunaan
pupuk cair limbah MSG yang telah diperkaya antara 2.500-5.000 L/ha pada tanaman
ubi kayu, jagung, dan padi sawah memberikan hasil yang hampir sama dengan
pemakaian pupuk buatan/Kristal (Mulyadi dan Lestari, 1993). Pupuk cair MSG
memiliki posisi penawaran yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kristal
karena harganya 63% dari harga pupuk urea untuk keperluan per hektar. Akan tetapi,
petani masih menghadapi beberapa kendala, antara lain tanah bereaksi masam,
miskin unsur hara, KTK rendah, kandungan bahan organik dan kemampuan tanah
menahan air rendah (Sutanto, 2002).
Asam Fosfat
Keperluan asam fosfat terus meningkat dari tahun ke tahun. Asam fosfat lebih
banyak digunakan sebagai bahan baku industri terutama untuk pembuatan pupuk
fosfat bersama dengan bahan lain seperti batuan fosfat alam, asam sulfat, asam nitrat,
ammonia dan lain-lain. Asam fosfat dibuat dari batuan fosfat alam dengan dua cara
dasar yaitu secara elektro termal dan proses basah. Yang terakhir direaksikan batuan
fosfat ditambah asam sulfat, asam nitrat atau asam klorida.
Asam fosfat diproduksi dengan dua metode komersial yaitu proses basah dan
proses panas. Proses basah asam fosfat tersebut digunakan dalam produksi pupuk.
Proses termal asam fosfat kemurniannya lebih tinggi dan banyak digunakan dalam
pembuatan bahan kimia kelas tinggi, farmasi, deterjen, produk makanan, minuman,
dan produk nonpupuk lainnya. Pada tahun 1987, lebih dari 9.000.000 megagrams
(Mg) (9,9 juta ton) dari proses basah asam fosfat diproduksi dalam bentuk dari
pentoksida fosfor (P2O5). Hanya sekitar 363.000 Mg (400.000 ton) P2O5 diproduksi
dari proses termal Permintaan asam fosfat telah meningkat sekitar 2,3-2,5 persen per  
tahun (Becker, 1989).
Produksi proses basah asam fosfat menghasilkan sejumlah besar asam
pendingin air dengan konsentrasi tinggi fosfor dan fluoride. Kelebihan air ini
dikumpulkan di kolam pendinginan yang digunakan untuk menyimpan sementara
kelebihan curah hujan untuk penguapan berikutnya dan memungkinkan resirkulasi
air proses pabrik untuk digunakan kembali. Oleh karena itu, potensi sumber
pencemaran air tanah. Kelebihan curah hujan juga mengakibatkan air menyelesaikan
kolam. Namun, pendingin air dapat diobati ke tingkat yang dapat diterima fosfor dan
fluoride jika debit diperlukan (Becker, 1989).

SP 18
Fosfor merupakan unsur penyusun inti sel, berperan dalam pembelahan sel
dan perkembangan jaringan meristem. Mefosfor berperan dalam pembagian sel,
pembentukan lemak dan albumin, mempengaruhi kematangan tanaman, melawan
pengaruh buruk nitrogen, perkembangan akar halus dan akar rambut, meningkatkan
kualitas tanaman dan ketahanan terhadap penyakit.
Tanaman mengabsorbsi fosfor dalam bentuk ion orthofosfat primer (H2P04-)
dan sebagian kecil dalam bentuk ion orthofosfat sekunder (HPO42-). Absorbsi kedua
ion ini dipengaruhi oleh pH tanah, bila tanah bereaksi basa maka ion H2PO4- dan
HPO42- banyak dijumpai dalam tanah dengan menurunya pH tanah. semakin masam
tanah bentuk HPO42- semakin dominan dan akhirnya hanya ion ini yang dijumpai di
dalam tanah. Gejala kekurangan P pada tanaman biasanya tampak pada fase awal
pertumbuhan. Tanaman yang kekurangan P daunnya berwarna keunguan,
pertumbuhannya lambat, kerdil dan perakarannya dangkal dan penyebarannya
sempit., serta batangnya lemah (Soepardi, 1983).
Beberapa jenis pupuk P yang diproduksi dan digunakan di Indonesia adalah
DSP atau TSP. Namun peredaran pupuk TSP di pasar sangat sedikit sehingga dapat
digantikan dengan pupuk SP18. Pupuk ini merupakan pupuk superfosfat yang
mengandung P2O5 sebesar 18%. Bentuk SP18 adalah butiran dan berwarna abu-abu.,
sifat agak bereaksi lambat dan tergantung dari kandungan P2O5. Pupuk ini bersifat
netral sehingga dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama dalam kondisi
penyimpanan yang baik serta dapat dicampur dengan pupuk lain sesuai dengan
penggunaannya (Soepardi, 1983).

Guano
Pupuk guano merupakan salah satu jenis pupuk organik yang banyak
mengandung N dan P. Pupuk guano berasal dari kotoran/ limbah kelelawar yang
ditemukan disekitar gua-gua pegunungan,biasanya petani di daerah tersebut telah
memanfaatkan pupuk guano tersebut tetapi dosis yang digunakan belum tepat
(Sediyarso, 1999). Superfosfat yang terbuat dari guano digunakan untuk topdressing.
Tanah yang kekurangan unsur hara dapat dibuat lebih produktif dengan tambahan
pupuk ini. Guano mengandung amonia, asam urat, asam fosfat, asam oksalat, dan
asam karbonat, serta garam tanah. Kandungan unsur hara dalam pupuk guano antara
lain 8-13% N, 5-12% P, 1.5-2.5% K, 7.5-11%, 0.5- 1% Mg, dan 2-3.5% S.
Menurut Sediyarso (1999) guano memiliki tingkat N terbesar setelah kotoran
merpati. Namun, menduduki urutan pertama dalam bagian kadar unsur P dan
menduduki urutan ketiga terbesar bersama kotoran sapi perah dalam kadar K. Dari
keterangan tersebut guano kelelawar mengandung paling banyak P. Fosfat
merupakan bahan utama penyusun pupuk di samping N dan Potasium. Di samping
tiga unsur utama tersebut, guano juga mengandung mineral mikro yang dibutuhkan
tanaman. Tidak seperti pupuk kimia buatan, guano tidak mengandung zat pengisi.
Guano tinggal lebih lama dalam jaringan tanah dan bakteri pengurai, meningkatkan
produktivitas tanah dan menyediakan makanan bagi tanaman lebih lama dari pada
pupuk kimia buatan serta dapat merangsang pertumbuhan akar dan kekuatan
tanaman batang tanaman.

Tepung Tulang
Tulang dapat diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), rumah
makan, industri daging, atau dari rumah tangga. Tepung tulang terdiri atas kalsium,
fosfor, protein dan lemak. Ketersediaan kalsium dan fosfor pada tepung tulang
sebanding dengan sumber mineral lainnya yaitu dikalsium fosfat dan defluorinated
fosfat. Komponen kimia lainnya dapat bervariasi tergantung pada bahan mentah dan
proses pengolahannya. Kalsium dan fosfor adalah dua unsur utama dalam tepung
tulang (Maynard dan Loosli, 1956). Menurut Tilman et al. (1989) bahwa komposisi
tulang yang normal mengandung kadar air 45%, lemak 10%, protein 20%, dan abu
25%. Menurut Morisson (1959) hampir 85% mineral (abu) adalah kalsium fosfat,
14% kalsium karbonat dan 1% magnesium atau fosfat karbonat.
Tepung tulang diproduksi dari tulang berkualitas baik yang dimasak dengan
tekanan rendah, sari tulang yang mempunyai kelebihan protein dan lemak dapat
digunakan untuk tujuan lain, sedangkan sisanya ditekan, dikeringkan dan digiling
untuk dijadikan tepung tulang. K dan P adalah dua unsur utama dalam tepung tulang.

Kotoran Sapi (Feses)


Sapi merupakan ternak jenis ruminansia yang mudah menyederhanakan serat
kasar melalui aktivitas bakteri pengurai sellulosa yang ada pada sistem
pencernaannya. Faktor utama yang mempengaruhi komposisi kotoran hewan adalah
jenis hewan, jenis kelamin, umur, makanan dan lokasi secara geograf. Patricio et al.
(1982) mengemukakan bahwa kotoran sapi mengandung rata-rata N = 1,9%, P =
0,56%, dan K = 1,4%, pupuk kotoran sapi yang busuk mengandung tiga kelompok
mikroba utama yaitu bakteri, fungi, dan aktinomisetes.
Pemanfaatan kotoran sapi dalam proses pengomposan berhubungan erat
dengan penambahan jumlah mikroba perombak dan penambahan kandungan hara
bahkan kompos. Kotoran ternak merupakan media yang paling cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan mikroba (Lodha, 1974). Kotoran (feses) adalah
limbah utama atau paling banyak dihasilkan dari usaha peternakan sapi perah.
Kotoran sapi perah rata-rata mengandung 30% bahan organik (Gaddie dan Douglas,
1975) yang dapat didekomposisikan dengan mudah oleh mikroorganisme seperti
bakteri, fungi dan aktinomisetes yang terdapat pada kotoran ternak tersebut (Haga,
1998). Bahan organik adalah bahan-bahan yang berasal dari organisme hidup
(tumbuhan/hewan) yang mengandung senyawa karbon (Gaddie dan Douglas, 1975).
Kotoran sapi selain mengandung dominan bahan organik juga mengandung unsur
hara, dengan demikian kotoran sapi yang telah diolah (bukan kotoran ternak mentah)
dapat dimanfatkan untuk mensuplai unsur hara bagi tanaman.
Menurut Gaur (1981) kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai aktivator,
yaitu bahan yang dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme dekomposer
dalam pengomposan, hal ini mungkin disebabkan kotoran ternak merupakan media
hidup yang baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme karena masih
mengandung karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin (yang larut dalam air) yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk hidup (Lodha, 1974).

Pupuk Hayati
Pupuk hayati merupakan mikrob hidup yang diberikan kedalam tanah sebagai
inokulan untuk membantu tanaman memfasilitasi atau menyediakan unsur hara
tertentu bagi tanaman. Oleh karena itu, pupuk hayati sering juga disebut sebagai
pupuk mikrob (Yuwono, 2006). Pupuk hayati telah dilaporkan mampu meningkatkan
efisiensi serapan hara, memperbaiki pertumbuhan dan hasil serta meningkatkan
ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit. Umumnya digunakan mikroba
yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan
diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang
diperlukan, sedangkan mikrob mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan
pertumbuhannya. Pupuk hayati berperan dalam mempengaruhi ketersediaan unsur
hara makro dan mikro, efisiensi hara, kinerja sistem enzim, meningkatkan
metabolism, pertumbuhan dan hasil tanaman. Teknologi ini mempunyai prospek
yang lebih menjanjikan disamping karena pengaruhnya yang nyata dalam
meningkatkan hasil juga lebih ramah lingkungan (Agung dan Rahayu, 2004).
Azospirilium
Azospirilium adalah bakteri gram negatif yang mengandung butir-butir poly- β
– hydroxyl butyrat. Bakteri genus Azospirilium dibagi menjadi lima spesies, yaitu
A.lipoferum, A. brasiliense, A.amazonense, A.haloprafersns dan A.irakense. Ciri
utama adalah mempunyai sel-sel yang bersifat sangat motil dan vibroid meski dalam
kultur alkalin tua. Semua strain, dalam kultur agar broth bersifat gram negatif dan
menjadi gram variabel dalam kultur agar nutrien (Hanafiah, 2005). Temperatur
optimum bagi diazotrop mikroaerobik adalah 32-360C, yang menjelaskan mengapa
mikrob ini lebih umum dijumpai pada kawasan subtropis dan tropis.
Menurut Hanafiah (2005) tanaman yang berasosiasi dengan azospirilium akan
memperoleh banyak keuntungan, antara lain karena adanya suplai hormon tumbuh
seperti auksin, IAA, dan giberelin yang diproduksi pada kondisi tertentu, auksin
berfungsi memacu pembentukan akar dan rambut-rambut akar sehingga daerah
serapan akar terhadap hara dan air diperluas, vitamin berupa tiamin, niasin, dan
pantotenik yang bersama dengan hormon tumbuh berfungsi sebagai pemacu
pertumbuhan dan produksi tanaman dan menghasilkan bakteriosin, yang berfungsi
melindungi tanaman dari serangan bakterial. Perkecambahan biji kedelai Tanggamus
yang diinokulasi dengan isolat azospirilium menyebabkan peningkatan panjang
batang dan peningkatan jumlah akar lateral.
Hasil percobaan inokulasi di lapang dengan Azospirillum sp. dari seluruh
dunia yang dikumpulkan selama 20 tahun, bakteri Azospirillium sp. mampu memacu
peningkatan hasil pertanian penting pada kondisi tanah dan iklim yang berbeda dan
secara statistik nyata meningkatkan hasil 30 sampai 50%. Kemampuan fiksasi N oleh
bakteri yang hidup disekitar akar tanaman akan berkurang jka N dalam tanah tinggi.
Ternyata aktivitas bakteri yang mengandung enzim nitrogenase sama sekali dihambat
(Ananty, 2008).
Hasil penelitian Lestari et al. (2007), terhadap padi varietas IR64 yang diberi
perlakuan tanpa inokulasi dan dengan inokulais beberapa strain azospirilium pada
berbagai taraf N menunjukkan semakin tinggi taraf N, perkembangan akar semakin
baik. Perakaran yang paling baik diperoleh pada perlakuan inokulasi Azospirilium
pada taraf 100%N. Inokulasi azospirilium memberikan dampak yang lebih baik
terhadap perkembangan akar tanaman padi, jumlah akar lebih banyak. Semakin
tinggi jumlah IAA yang diproduksi oleh Azospirilium, semakin baik pengaruhnya
terhadap perkembangan akar padi.
Penambatan N2-bebas oleh Azospirilium oleh adanya enzim nitrogenase. Pada
A.brasilinse dan A. lipoferum, enzim ini terdiri dari komponen nitrogenase (Protein
MoFe), dengan reduktase (Protein Fe) yang “inaktif” dan aktifator enzimnya. Dalam
proses fiksasi N2 diperlukan energy ATP dan pembawa elektron. Hanafiah (2005)
menjelaskan bahwa mekanisme proses ini adalah: (1) energi ATP dan elektron
ferredoksin mereduksi protein Fe menjadi reduktan; (2) redukatan ini mereduksi
protein MoFe yang kemudian mereduksi N2 menjadi NH3 dengan sampingan berupa
gas H2 dan bersamaan itu juga terjadi reduktan asetilena dan etilena yang dapat
digunakan sebagai salah satu indikator proses fiksasi N2 bebas secara biologis.

Rhizobium
Rhizobium merupakan bakteri berbentuk batang Gram negatif. Bakteri ini
dapat menfiksasi nitrogen atmosfer hanya di dalam bintil akar legum. Rhizobium
tidak dapat hidup dan melakukan kegiatan fiksasi nitrogen tanpa tanaman inangnya.
Bakteri ini bersimbiosis dengan tanaman inangnya di dalam bintil akar untuk
membatasi ketersediaan oksigen bagi bakteri agar enzim nitrogenase dapat berfungsi
dengan baik. Bakteri yang termasuk genus rhizobium hidup bebas dalam tanah dan
perakaran tumbuhan legum maupun bukan legum.
Genus Rhizobium terdiri dari atas tiga spesies, yaitu R.leguminosarum yang
terdiri dari tiga biovar (trifolii, phaseoli dan viceae), R. meliloti dan R. loti.
Pertumbuhan Rhizobium dapat dihambat oleh mikroorganisme yang antagonistik
terhadap Rhizobium di dalam tanah seperti bakteri, fungi, dan actinomycetes. Tanah
yang asam merupakan salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya populasi
Rhizobium dalam tanah. Temperatur juga dapat mempengaruhi pertumbuhan maupun
kelastarian Rhizobium. Fungisida, herbisida, dan pelindung tanaman yang lain
mungkin terbukti beracun bagi Rhizobium dan mengurangi inokulum di dalam tanah.
Rhizobium menghasilkan asam indol asetat (IAA) yang berpengaruh terhadap
perpanjangan batang dan pembentukan bintil (Rao, 1994).
Reaksi optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan Rhizobium adalah pH
5,5-7,0 dengan batas kecepatan reaksinya pada pH 3,2-5,0 pada keadaan asam dan
pH 9,0-10,0 pada keadaan alkalin. Temperatur pembatas bagi pertumbuhannya
adalah 0-500C. Thermal titik kematian adalah pada 60-620C dan optimumnya
bervariasi antara 18-280C. Bakteri ini tidak dirugikan dengan penyebaran sinar
matahari karena secara langsung dan cepat dapat menahan sinar matahari.
Pengeringan memang merugikannya akan tetapi tidak sepenuhnya destruktif.
Semakin cepat pengeringan, maka jumlah dari bakteri Rhizobium menurun dengan
cepat pula (Sutedjo, 1991).

Mikroba Pelarut Fosfat


Mikroba pelarut fosfat (MPF) seperti Bacillus sp. dan Pseudomonas sp.
merupakan mikroba tanah yang mempunyai kemampuan melarutkan P tidak tersedia
menjadi tersedia. Hal ini terjadi karena bakteri tersebut mampu mensekresi asam-
asam organik yang dapat membentuk kompleks stabil dengan kation-kation pengikat
P di dalam tanah dan asam-asam organik tersebut akan menurunkan pH dan
memecahkan ikatan pada beberapa bentuk senyawa fosfat sehingga akan
meningkatkan ketersediaan fosfat dalam larutan tanah (Rao, 1994). Pseudomonas sp
telah diteliti sebagai agen pengendalian hayati penyakit tumbuhan. Baru-baru ini
telah dibuktikan bahwa pseudomonas spp. dapat menstimulir timbulnya ketahanan
tanaman terhadap infeksi jamur patogen akar, bakteri dan virus.
Dalam aktivitasnya, mikroba pelarut P akan menghasilkan asam-asam
organik diantaranya adalah asam sitrat, glitamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat,
malat, fumarat, tartarat, dan α-ketobutirat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut
biasanya diikuti dengan penurunan pH. Penurunan pH dapat disebabkan terbebasnya
asam sulfat dan nitrat pada Thiobacillus dan Nitrosomonas. Asam organik mampu
meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah melalui beberapa mekanisme,
diantaranya adalah: (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan
tapak jerapan koloid yang bermuatan positif (Premono et al. 1992); (2) pelepasan
ortofosfat dari ikatan logam-P melalui pembentukan kompleks logam organik
(Elfiati, 2005) dan (3) modifikasi muatan tapak jerapan oleh ligan organik.
Disamping meningkatkan P tersedia, beberapa asam organik berbobot
molekul rendah ini juga dilaporkan dapat mengurangi daya racun Al yang dapat
dipertukarkan (Al-dd) pada tanaman kapas (Elfiati, 2005). Hasil penelitian Premono
et al. (1992) menunjukkan bahwa mikroba pelarut posfat secara nyata mampu
megurangi Fe, Mn, dan Cu yang terserap oleh tanaman jagung yang ditanam pada
tanah masam, sehingga berada pada tingkat kandungan yang normal. Terdapatnya
asam-asam organik sitrat, oksalat, malat, taralat, dan malonat di dalam tanah sangat
penting artinya dalam mengurangi pengikatan P oleh unsur penjerapnya dan
mengurangi daya racun aluminium pada tanah asam.
Umunya di dalam tanah ditemukan mikrob pelarut P anorganik sekitar 104-
106 gram-1 tanah dan sebagian besar berada di daerah perakaran. Penelitian dan
pemanfaatan mikrob pelarut P sudah dilakukan sejak tahun 1930-an. Negara yang
mula-mula memproduksi mikrob ini sebagai pupuk hayati adalah Rusia pada tahun
1947. Inokulan pelarut P ini cukup luas dimanfaatkan di negara-negara Eropa Timur
dengan nama dagang fosfobakterin. Produk ini dilaporkan terdiri dari kaolin yang
membawa 7 juta spora bakteri Bacillus megaterium varietas phosphaticum setiap
gramnya. Selanjutnya dikemukan bahwa fosfobakterin memberikan hasil yang baik
pada tanah-tanah yang netral sampai basa dengan kandungan bahan organik tinggi
(Elfiati, 2005).

Kangkung ( Ipomea aquatica)


Ipomea aquatic Forssk, sinonimnya adalah Ipomae reptans poir yang dalam
bahasa Indonesia disebut kangkung, dikenal luas masyarakat Indonesia sebagai
tanaman sayuran (Sunaryo, 2003). Tanaman ini di Asia Tenggara memiliki dua tipe
yaitu kangkung merah yang dicirikan berbunga ungu atau merah jingga atau
lembayung disebut juga sebagai kangkung air dan kangkung berbunga putih yang
disebut dengan kangkung darat. Kangkung memiliki kedudukan dalam tatanama
(sistematika) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Division : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Kelas : Dycotyledoneae
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea reptans poir (kangkung darat)
Batas kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman kangkung disajikan pada
Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 1. Batas Antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara Berdasarkan Analisis
Unsur Hara Tanaman

Unsur hara Kangkung


N(%) 4,2
P(%) 0,26
K(%) 1,71
Ca(%) 0,36
Mg(%) 0.26
S(%) -
B(ppm) 21
Cu(ppm) 10
Fe(ppm) 51
Mn(ppm) 21
Mo(ppm) 1.0
Zn(ppm) 21
SI(%) -
Sumber : Sanchez (1992)

Masyarakat Indonesia hampir semuanya sudah mengenal kangkung, kangkung


merupakan tanaman menetap yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun (Rukmana,
1994). Kangkung juga dikenal dengan tumbuhan yang tumbuh cepat dan
memberikan hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Di dataran rendah
tropika sekitar khatulistiwa ia dapat dipanen sesudah 25 hari dan dapat menghasilkan
lebih dari 20 ton/ha daun segar.
Menurut Rukmana (1994) pertumbuhan kangkung tidak terlalu sulit,
kangkung dapat tumbuh pada perairan dan daratan (bedengan). Kangkung yang
tumbuh diperairan adalah kangkung air yang memiliki tangkai daun panjang, daun
lebar dan warna hijau tua segar, bunganya berwarna ungu. Jenis kangkung darat
berbeda dengan kangkung air kangkung darat banyak tumbuh di lahan kering atau
tegalan. Daun lebih langsing dengan ujung daun meuncing. Warnanya hijau pucat
keputih-putihan dan warna bunga putih polos. Bunga ini dipelihara untuk
menghasilkan biji sebagai benih yang baru. Untuk kangkung darat, varietas sutra
sangat baik dikembangbiakkan. Jenis ini bukan asli Indonesia, melainkan dari tempat
yang cukup jauh di Pasifik, yakni di kepulauan Hawai. Penampilanya menarik,
tumbuh tegak dengan daun yang berwarna pucat keputihan. Batang berwarna hijau
muda dengan daun berbentuk segi tiga lebar. Sedikit berbeda dengan sifat kangkung
darat lainnya, kangkung sutra dapat dipanen pertama sekali pada umur 35-40 hari.
Pada umur 50 hari bunganya yang berwarna putih sudah muncul. Kemampuan
bercabang mencapai 2 m. Produksi kangkung dapat mencapai antara 12-44 ton/ha,
sedangkan kemampuan memproduksi bijinya adalah 6 ton/ha (Sunaryo,2003).
Kangkung bukan hanya tanaman sayuran yang dikonsumsi oleh manusia,
namun kangkung juga digunakan sebagai suplemen, sumber protein dan sumber
energy pada ternak yang diformulasikan di dalam pakan. Berdasarkan penelitian
Intannita (2003) mengatakan bahwa pemberian kangkung dalam ransum efisien
dalam merubah pakan menjadi daging sehingga memberikan keuntungan yang lebih
baik. Pemberian 10% kangkung dalam pakan titik mandalung dapat meningkatkan
bobot badan bebek. Pemberian lebih dari 10% dapat menurunkan konsumsi ransum,
hal ini disebabkan oleh rendahnya kecernaan terhadap serat kasar pada mandalung
yang diberi kangkung lebih dari 10%. Berdasarkan konversi ransum yang diteliti,
pemberian kangkung efisien hanya sampai umur delapan minggu dan setelah itu
tidak efisien lagi.

Jagung
Tanaman jagung berasal dari dataran tinggi Peru, Equador dan Bolivia serta
Meksiko bagian selatan dan Amerika Tengah, yang merupakan komoditi pertanian
unggulan yang berprospek tinggi. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang
yang berhawa sedang dan panas sebagai tanaman bahan makanan manusia dan bahan
makanan ternak, sebagai bahan makanan, jagung mengandung zat-zat : gula, kalium,
asam jagung dan minyak lemak. Buah yang masih muda banyak mengandung zat
protein, lemak, kalsium, fosfor besi, belerang, vitamin A, B2, B6, C dan K.
rambutnya mengandung minyak lemak, damar, gula, asam maisenat dan garam-
garam mineral. Biji buah jagung biasanya dibuat tepung jagung atau maizena
(Suroso, 2006). Namun dalam dunia peternakan jagung merupakan penyumbang
sumber energi terbesar dalam penyusunan pakan unggas.
Jagung (Zea Mays L.) termasuk ke dalam ordo Triposeae dalam family
Gramineae (rumput-rumputan) dan sub kelas Monocotyiedoneae dengan nama latin
Zea mays L. dan merupakan tanaman semusim (Aditya, 2000). Tanaman jagung
tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Tanaman jagung di Indonesia
kebanyakan ditanam di dataran rendah yaitu di sawah tadah hujan, tegalan, maupun
sawah irigasi dan daerah dengan ketinggian antara 0 – 1.300 m di atas permukaan
laut. Suhu yang ideal untuk pertumbuhan berkisar antara 23-270C (Aditya, 2000).
Kisaran nilai pH tanah adalah 5,5-7. Jagung dapat tumbuh pada semua jenis tanah.
Banyakannya hara yang diambil tanaman jagung tergantung dari kesuburan tanah,
faktor lingkungan dan keadaan tanaman sendiri (Suprapto, 1998).
Tanaman jagung akan tumbuh dan memberikan hasil yang baik jika
mendapat sejumlah unsur hara. Unsur hara seperti N, P, dan K merupakan tiga unsur
utama yang penting bagi tanaman jagung dan biasa diberikan dalam bentuk pupuk.
Nitrogen diserap tanaman selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji.
Kekurangan unsur N menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daun menjadi sempit
dan dapat menurunkan produksi jagung. Dosis N yang diperlukan sebanyak 200-300
kg urea/ha. Kalium diambil tanaman sejak tanaman setinggi lutut sampai selesai
pembungaan. Persentase unsur P dibutuhkan lebih tinggi pada saat tanaman masih
muda. Kekurangan unsur ini terlihat sebelum tanaman setinggi lutut. Dosis P yang
dianjurkan sekitar 40-80 kg TSP/ha (Suprapto, 1998). Effendi (1982) menambahkan,
jagung termasuk tanaman serelia yang paling banyak mengambil hara P di dalam
tanah dan tanggap terhadap pemupukan P, disamping hara lainnya.
Disamping sebagai bahan pangan jagung digunakan sebagai sumber energi
utama pakan bagi ternak monogastrik karena kandungan pati tinggi yakni lebih dari
60% dan mudah dicerna karena kandungan serat kasar relatif rendah. Energi
termetabolis jagung pada ayam lebih tinggi dibanding sorgum, gandum, gaplek dan
beras. Jagung dalam ransum unggas bisa memenuhi lebih dari separuh energi yang
dibutuhkan. Untuk ayam broiler yang butuh energi lebih tinggi dianjurkan agar
ransum ditambahi minyak. Pemanfaatan hasil ikutan tanaman jagung berupa batang
dan daun yang masih muda, dikenal sebagai jerami jagung dimanfaatkan sebagai
hijauan pakan ternak sudah banyak dilakukan petani, namun belum seluruhnya
optimal pemanfaatannya (Sinartani, 2010).
Di berbagai negara, penggunaan pakan jagung sebagai sumber energi telah
dilakukan untuk ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan domba. Untuk
meningkatkan nilai gizinya jagung dipanaskan dan ditekan. Kandungan lemak
jagung lebih dari 3% lebih tinggi dibanding pada sorgum, gandum, gaplek dan beras.
Lemak tersebut terdiri dari jenis asam-asam lemak tidak jenuh, terutama asam
linoleat yang bisa memenuhi kebutuhan ayam petelur. Para peneliti mancanegara kini
sedang mengupayakan kehadiran jenis jagung dengan kandungan lemak tinggi lebih
dari 6% untuk lebih meningkatkan kandungan energinya. Xantofil berfungsi
memperkuat dan mencerahkan warna kuning telur, kulit dan kaki unggas. Pada
jagung kuning, tingkat kandungannya sekitar 18 ppm. Xantofil tidak terdapat pada
jagung putih, demikian juga pada biji-bijian lain, dedak dan ubi kayu. Sumber lain
xantofil di antaranya daun lamtoro (Sinartani, 2010).
Limbah tanaman jagung juga dapat dimanfaatkan untuk pakan, tetapi hanya
untuk ternak ruminansia karena tingginya kandungan serat. Jerami jagung
merupakan bahan pakan penting untuk sapi pada saat rumput sulit diperoleh,
terutama pada musim kemarau. Jerami jagung yang diawetkan dengan pengeringan
matahari menghasilkan hay dan disimpan oleh petani untuk persediaan pakan sapi
pada musim kemarau. Dengan berkembangnya usaha penggemukan sapi impor atau
berkembangnya industri sapi perah, seluruh tanaman jagung dapat dimanfaatkan
sebagai pakan. Jagung ditanam secara khusus untuk menggantikan rumput. Tanaman
jagung pada umur tertentu, terutama ketika bulir mulai tumbuh, mempunyai nilai gizi
yang tinggi untuk sapi (Umiyasih, 2005).

Kompos
Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan
atau dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (bakteri pembusuk) yang bekerja di
dalamnya sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah
(Murbandono, 1994). Dalam kompos terkandung hara mineral yang berfungsi untuk
penyediaan nutrisi bagi tanaman, mengoptimalkan hasil prosuksi tanaman dan ramah
lingkungan. Kompos dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Kandungan hara kompos sangat bervariasi, tergantung pada bahan penyusunnya.
Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai peyusun kompos bahan organik seperti
dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting daun dahan, urin, kotoran hewan,
rerontokan bunga dan lain-lain.
Kompos dapat terjadi di lingkungan alam, tetapi memerlukan waktu lama. Proses
tersebut dapat dipercepat dengan perlakuan, sehingga menghasilkan kompos yang
berkualitas baik dalam waktu yang tidak terlalu lama (Willyan, 2008). Bahan organik
tanah adalah bahan penyusun tanah yang dihasilkan dari hancuran atau dekomposisi
bahan organik seperti sisa tanaman dan hewan. Pengaruh bahan organik terhadap
tanaman adalah sebagai granulator yaitu untuk memperbaiki struktur dan tekstur
tanah, sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro, menambah kemampuan tanah untuk
menahan unsur-unsur hara, mempertinggi kemampuan tanah menyerap air dan
menyediakannya untuk kepentingan tanaman, mempertinggi daya ikat tanah terhadap
hara sehingga tidak mudah larut air hujan atau pengairan, sumber energi bagi
mikroba, meningkatkan porositas, aerasi dan menggemburkan tanah. Bahan organik
berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroba tanah, oleh karena itu kekurangan BO
akan menyebabkan dinamika biologis tanah terganggu sehingga dapat menurunkan
dinamika hara tanaman (Sutanto, 2002).

Pupuk Majemuk Phonska


Pupuk phonska merupakan jenis pupuk majemuk yang memiliki kandungan
unsur hara N 15%, P2O5 15% dan K2O 15% yang diperkaya dengan kandungan
unsur hara belerang (S) dalam bentuk larut air sehingga mudah diserap akar tanaman.
Keunggulan dari pupuk Phonska yaitu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pemupukan, mudah dalam aplikasi serta memiliki sifat-sifat agronomis yang
menguntungkan. Selain itu pupuk Phonska dapat digunakan untuk semua jenis
tanaman serta pada berbagai kondisi lahan, iklim dan lingkungan (PT.Petrokimia
Gresik, 2002).
Penggunaan pupuk majemuk Phonska di Indonesia telah dilakukan di 25
kabupaten pada enam propinsi semenjak musim tanam tahun 1999 hingga tahun
2001 dan ternyata dapat meningkatkan produksi gabah sebesar 2,45 ton/ha. Jika pada
tahun 2005 sebanyak 45% dari luas lahan tanam menggunakan pupuk majemuk
Phonska, maka produksi beras sebesar 30,25 juta ton atau di Indonesia pada tahun
2005 akan mengalami surplus produksi beras 0,45 juta ton. Apabila penggunaan
Phonska diperluas menjadi 65%, maka pada tahun 2010 produksi beras hanya 32,75
juta ton maka pada tahun 2010 Indonesia akan memiliki kelebihan produksi beras
sebesar 0,63 juta ton. Penggunaan pupuk majemuk dapat meningkatkan produksi,
berarti bisa meningkatkan pendapat petani (Sutedjo, 1994). Secara nasional
peningkatan produksi padi akan mengurangi ketergantungan dari impor yang berarti
penghematan devisa.

Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik Secara umum ada dua jenis pupuk anorganik yang tersedia
di pasaran yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal dibuat dari satu
unsur secara dominan. Contohnya Urea yang mengandung N , TSP atau SP 36
dengan P , dan KCl atau ZK dengan unsur K yang dominan. Pupuk majemuk
mengandung lebih dari satu jenis unsur. Misalnya DAP dan Amofos yang terbuat
dari N dan P. Pupuk majemuk juga bisa tersusun dari 3 unsur. Seperti Rustica
Yellow dan Mutiara, kedua pupuk ini dilengkapi dengan kandungan N , P , dan K.
Produsen pupuk biasanya juga menambahkan unsur-unsur mikro seperti Fe , B , Mo ,
Mn , dan Cu. Supaya praktis biasanya perkebunan memakai pupuk majemuk seperti
pupuk urea (CO(NH2)2 yang mengandung 46% N. Urea dapat langsung dimanfaatkan
tanaman, tetapi umumnya di dalam tanah akan diubah menjadi ammonium dan nitrat
melalui proses amonifikasi dan nitrifikasi oleh bakteri tanah. Nitrogen dalam tanah
merupakan unsur yang sangat penting untuk pembentukan protein, daun-daunan dan
persenyawaan organik lainnya. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk nitrat,
selain N tanaman juga membutuhkan P dan K. Sehingga untuk melengkapi
kebutuhan tanaman tersebut diperlukan pupuk anorganik lain yang dapat memenuhi
kebutuhan N, P, K tanaman (Naibaho, 2003).
Penggunaan pupuk anorganik disebabkan oleh kebutuhan pupuk yang
semakin meningkat. Pupuk buatan dihasilkan dari pabrik dengan memproses secara
kimiawi bahan-bahan baku yang mengandung zat hara tesebut. Kandungan unsur
haranya dapat diketahui dan pemberiannya dapat diberikan sesuai kebutuhan lahan
(Sutedjo, 1994). Limbah industri adalah sisa yang dikeluarkan akibat proses industri.
Dalam industri hasil pertanian seperti pengolahan tebu berupa limbah padat ataupun
cair. Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah ini dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk organik maupun anorganik. Pupuk berasal dari limbah PT Sasa Inti adalah
sipramin yang telah diproses menjadi pupuk cair yang terdiri dari Amina, Bagitani,
Organi dan Saritana (Soelamean, 2003).

Tanah Latosol
Latosol merupakan tanah mineral yang berada pada daerah tropika basah
dengan curah hujan antara 2500 mm – 7000 mm. Tanah golongan ini terbentang luas
di sekitar garis khatulistiwa. Tanah ini berkembang dibawah hutan daun lebar, curah
hujan dan temperature tinggi serta pencucian basa-basa yang menyebabkan
hilangnya silika dan tertinggalnya besi. Tanah ini mempunyai sifat fisik yang baik,
tetapi mempunyai kapasitas pertukaran kation yang rendah sehingga membutuhkan
pemupukan yang agak sering (Hakim et al., 1986). Tabel 3 dapat dilihat lebih jelas
kandungan unsur hara jenis tanah latosol di daerah Darmaga.
Tabel 2. Hasil Analisis Tanah Latosol Darmaga

Jenis Pengukuran Nilai Keterangan


pH H2O 5 asam
C – Organik 2,00% rendah
N 0,16% rendah
P 3,8 ppm sangat rendah
K 0,15 me/100 g rendah
Ca 2,02 me/100 g rendah
Mg 0,38 me/100 g sangat rendah
Na 0,1 me/100 g rendah
KTK 16,6 me/100 g rendah
Al 1,3 me/100 g
Fe 4,24 ppm
Mn 97,84 ppm
Cu 3,08 ppm
Zn 9,52 ppm
Sumber : Santoso (2007)

Kemasaman tanah menentukan tingkat fiksasi mineral dalam tanah. Pada


tanah yang terlalu masam (pH < 6,0) ketersediaan P menurun karena adanya Fe dan
Al. Sedangkan pada pH 7,2 – 8,5 P akan diikat oleh mineral Ca. Kemasaman tanah
yang ideal untuk ketersediaan P antara 6,5 – 7,0. Kemasaman tanah dapat
menimbulkan sejumlah permasalahan diantaranya 1) unsur P kurang tersedia, 2)
kekurangan unsur kalsium, magnesium, dan molibdenum, 3) fiksasi N terhambat, 4)
kandungan mangan dan besi sering berlebihan sehingga dapat meracuni tanaman, 5)
kelarutan alumunium sangat tinggi sehingga menghambat pertumbuhan (Hakim et
al., 1986). Selain itu, kemasaman tanah antara lain mengakibatkan : 1) kapasitas
fiksasi P tinggi, 2) bahan organik tanah rendah, 3) aktivitas mikroba terhambat, 4)
sensitif terhadap erosi, 5) daya tangkap air rendah, 6) permeabilitas udara, air, dan
akar rendah karena ketegangan tanah yang tinggi, 7) tingkat infiltrasi air lambat, dan
8) sensitif terhadap pemadatan dengan mesin berat.
MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan Mei 2009.
Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi
Tumbuhan Pakan dan Pastura, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi, Fakultas
Peternakan IPB Dramaga Bogor.

Materi
Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tanaman
biji jagung dan kangkung, kapur (dolomit), tanah latosol, pupuk Phonska, pupuk
GM-Hayati dan kompos.
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin bajak, cangkul,
wadah, ember, patok, tali rafia, gelas ukur, kertas semen, polybag, thermometer,
oven 600C, dan timbangan.

Prosedur

Prosedur Penanaman Tanaman Kangkung

1) Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah, dan memberikan
kondisi menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui pengolahan tanah,
drainase, dan aerasi yang kurang baik akan diperbaiki. Tanah diolah pada kondisi
lembab tetapi tidak terlalu basah. Tanah yang sudah gembur hanya diolah secara
umum. Kegiatan pengolahan tanah terdiri dari:
a. penggemburan tanah
b. pembuatan bedengan dan saluran air,
c. pengapuran, penggemburan tanah dan penyiraman setelah dikapur
Pengapuran hanya dilakukan untuk tanah yang mempunyai derajat keasaman
(pH) terlalu rendah. Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa pH tanah
Dramaga yang akan digunakan memiliki pH 4,7 sehingga dilakukan pengapuran.
Kebutuhan kapur ditentukan oleh jenis kapur dan jenis tanah. Kebutuhan
pengapuran 100 g/m2. Sehingga pada kegiatan pengolahan tanah ini akan
membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak.
 
2) Penanaman
Tanaman kangkung tanah akan dicangkul sedalam 30 cm lalu dibuat bedengan
dengan lebar 1 m dan panjangnya 1 m sesuai dengan kapasitas lahan yang ada.
Jarak antar bedeng sekitar 50 cm. dengan bedengan jarak tanam 10 x 25.
Kemudian dimasukkan 6 biji kangkung dalam setiap lubang.
3) Pemupukan
Pemupukan yang diberikan sesuai dengan perlakuan. Pupuk GM-Hayati
diberikan tiga dosis yaitu 1 ml, 2 ml dan 3 ml per lubang tanam dengan
pengenceran sampai volume 10 ml, sedangkan kontrol positif diberikan dosis 1 g,
2 g dan 3 g. Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama
(pupuk dasar), pupuk akan diberikan bersamaan dengan waktu tanam. Pada tahap
kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tanaman kangkung berumur 3
minggu setelah tanam. Pada tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk diberikan
setelah tanaman kangkung berumur 4 minggu.
4) Pemeliharaan
a. Pengairan dan penyiraman
Setelah benih ditanam, akan dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali
bila tanah telah lembab atau turun hujan. Pengairan berikutnya diberikan
secukupnya dengan tujuan menjaga agar tanaman tidak layu.
b. Penyiangan
Gulma dapat dibersihkan dengan cara penyiangan. Penyianga dilakukan
untuk gulma yang tumbuh dekat tanaman, penyiangan ini dilakukan
dengan menggunakan tangan (dicabut). Pencabutan gulma dilakukan
sekali seminggu.
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap minggu setelah tanaman berumur tiga
minggu sampai tanaman kangkung berumur 5 minggu.
5) Panen dan Pasca Panen
Tanaman kangkung sudah dapat di panen pada saat berumur 5 minggu setelah
penanaman. Pada saat panen tanaman akan langsung ditimbang untuk
mendapatkan berat segar tanaman kangkung. Akar dan tajuk dipisah dan
ditimbang untuk mendapatkan berat segar akar dan tajuk.
6) Berat Kering
Setelah panen tanaman kangkung dan jagung dikering udara selama dua hari,
kemudian dimasukkan dalam oven 600C selama 48 jam atau dua hari, kemudian
ditimbang untuk mendapatkan berat kering akar dan tajuk.

Prosedur Penanaman Tanaman Jagung

a. Persiapan media tanam


Media tanam yang akan digunakan adalah tanah latosol yang telah dikapur,
diperoleh dari Laboratorium Lapang Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pakan dan
Pastura, Fakultas Peternakan IPB. Sebelum ditanam jagung, tanah latosol
dikeringkan terlebih dahulu selama satu minggu dengan cara dijemur di dalam
rumah kaca.
b. Persiapan tanaman
Tanaman yang digunakan yaitu jagung (Zea mays L.) yang diproduksi oleh PT
BISI INTERNATIONAL. Tanah yang akan digunakan dibagi menjadi dua jenis
yaitu dengan penambahan kompos dan tanpa kompos. Kompos dicampur dengan
tanah sebanyak 1 kg atau 10 % dari jumlah tanah. Polybag yang digunakan
adalah polybag berukuran 10 kg yang telah diberi kode untuk masing-masing
perlakuan. setelah itu, tanah dibuat 2 lubang tanam , ke dalamnya dimasukkan
benih jagung 2 biji per lubang.
c. Pemupukan
Pemupukan yang diberikan sesuai dengan perlakuan. Pupuk GM-Hayati
diberikan tiga dosis yaitu 30 ml dan 60 ml per lubang tanam, sedangkan kontrol
positif diberikan dosis 30 g dan 60 g. Pemupukan dilakukan dalam tiga tahap.
Pada tahap pertama (pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu
tanam. Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tanaman
kangkung berumur 3 minggu. Pada tahap ketiga (pupuk susulan II), pupuk
diberikan setelah tanaman kangkung berumur 4 minggu.
d. Pemeliharaan
Jagung yang telah ditanam, disiram secukupnya setiap hari hingga tiba masa
panen. Gulma yang tumbuh segera disiangi agar tidak mengganggu pertumbuhan
tanaman. Pada saat pemeliharaan dilakukan pengamatan sesuai dengan variabel
yang diamati yaitu tinggi vertikal daun dan jumlah daun setiap minggu serta
ukuran diameter batang sekali dalam 2 minggu.
e. Panen dan Pascapanen
Tanaman jagung dapat di panen pada saat berumur 12 minggu setelah
penanaman. Pada saat panen tanaman akan langsung ditimbang untuk
mendapatkan berat segar tanaman jagung. Akar dan Tajuk dipisah dan ditimbang
untuk mendapatkan berat segar akar dan tajuk. Tongkol jagung dihitung
jumlahnya kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat tongkol. Setelah itu
tongkol dan klobot dispisahkan untuk mendapat berat segar klobot.
f. Berat kering
Setelah panen tanaman kangkung dan jagung dikering udara selama dua hari,
kemudian dimasukkan dalam oven 600C selama 48 jam atau dua hari, kemudian
ditimbang untuk mendapatkan berat kering akar, tajuk dan klobot.
Rancangan Percobaan

Perlakuan
Penelitian ini terdiri dari dua penelitian yaitu penelitian tanaman kangkung
yang dilakukan di lapangan terbuka untuk menyesuaikan keadaan petani yang
menanam kangkung dan penelitian tanaman jagung di rumah kaca. Penelitian ini
dilakukan pada jenis tanah latosol. Rancangan yang digunakan pada penelitian
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial.
a. Tanaman Kangkung (Ipomea reptans)
Rancangan Acak Lengkap tanaman kangkung berpola 8 x 3 sebanyak 3 ulangan
Delapan perlakuan yang digunakan, antara lain:
GHA : GM-Hayati + asam fosfat
GHS : GM-Hayati + SP18
GHT : GM-Hayati + Tepung tulang
GHG : GM-Hayati + Guano
GHTF : GM-Hayati + Tepung Tulang + Feses
GHGF : GM-Hayati + Guano + Feses
K+ (Kontrol positif) : Pupuk Phonska
K- (Kontrol negatif) : tanpa Pupuk
Faktor Kedua adalah pemberian dosis:
Dosis 1 : 1 ml
Dosis 2 : 2 ml
Dosis 3 : 3 ml

Model Statistik
Model matematis yang digunakan berdasarkan Steel and Torrie (1995):
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk = Hasil pengamatan Pengaruh pupuk cair Anorganik GM-Hayati terhadap
kangkung
µ = Rataan umum kualitas tanaman dengan penambahan pupuk GM-Hayati
αi = Pengaruh adanya perlakuan jenis pupuk (faktor a)
βj = Pengaruh pemberian faktor b (dosis)
αβij = Pengaruh interaksi jenis perlakuan, dosis dan faktor b
εijk = Galat akibat pengaruh pemberian pupuk dengan jenis perlakuan dosis
terhadap tanaman.

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam mengikuti prosedur
Steel dan Torrie (1995), dan apabila hasilnya menunjukkan berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji jarak Kontras Ortogonal.
b. Tanaman Jagung (Zea mays)
Rancangan Acak Lengkap Faktorial tanaman jagung berpola 8 x 2 sebanyak 3
ulangan.
Delapan perlakuan yang digunakan, antara lain:
GHA30 : GM-Hayati + asam fosfat dengan dosis 30 ml
GHA60 : GM-Hayati + asam fosfat dengan dosis 60 ml
GHS30 : GM-Hayati + SP18 dengan dosis 30 ml
GHS60 : GM-Hayati + SP18 dengan dosis 60 ml
GHTF30 : GM-Hayati + Tepung Tulang + Feses dengan dosis 30 ml
GHTF60 : GM-Hayati + Tepung Tulang + Feses dengan dosis 60 ml
K- : kontrol negatif
K+ : kontrol positif (Pupuk Phonska)
Faktor kedua adalah pemberian dosis:
TK : Tanpa kompos
K : Kompos

Model Statistik
Model matematis yang digunakan berdasarkan Steel dan Torrie (1995):
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk = Hasil pengamatan Pengaruh pupuk cair Anorganik GM-Hayati terhadap
jagung
µ = Rataan umum kualitas tanaman dengan penambahan pupuk GM-Hayati
αi = Pengaruh adanya perlakuan jenis pupuk (faktor a)
βj = Pengaruh pemberian faktor b (kangkung=dosis, jagung= tanpa
kompos/kompos)
αβij = Pengaruh interaksi jenis perlakuan, dosis dan faktor b
εijk = Galat akibat pengaruh pemberian pupuk dengan jenis perlakuan dosis
terhadap tanaman.

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam mengikuti prosedur
Steel dan Torrie (1995), dan apabila hasilnya menunjukkan berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji jarak Kontras Ortogonal.

Peubah-peubah yang Diamati

1. Tinggi Vertikal (cm)


Tinggi vertikal dapat diperoleh dengan mengukur tanaman kangkung dan jagung
dari permukaan tanah sampai ujung tanaman yang tertinggi. Variabel yang diukur
adalah pertambahan tinggi vertikal tanaman yang diukur setiap minggu dengan
cara menyatukan tanaman sampai tegak lurus kemudian dilakukan pengukuran
secara vertikal pada bagian tanaman yang paling tinggi dari permukaan.
2. Jumlah Daun (unit)
Jumlah daun dihitung berdasarkan jumlah daun setiap individu jagung dan
kangkung dari tanaman yang tertinggi dari satu lubang tanam.
3. Pertambahan Diameter Batang (mm)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran
dilakukan 2 kali seminggu. Diameter yang diukur adalah setiap 2 ruas dari batang
tanaman paling bawah. Data yang digunakan merupakan data total pertambahan
diameter batang.
4.Berat Kering Akar (g/polybag)
Bobot kering akar diperoleh dengan cara menimbang akar yang telah dikeringkan
dengan sinar matahari selama 48 jam dan pengeringan oven 600C selama 48 jam
5. Berat Kering Tajuk (g/polybag)
Produksi kering tajuk diperoleh dengan cara menimbang tajuk setelah dikeringkan
dengan sinar matahari 48 jam dan pengeringan oven 600C selama 48 jam.
6. Berat Tongkol (g/polybag)
Berat tongkol diperoleh dengan cara menimbang tongkol dengan klobot jagung
pada setiap masing-masing polibag.
7. Berat Kering Klobot (g/polybag)
Bobot kering klobot diperoleh dengan cara menimbang klobot yang telah
dikeringkan dengan sinar matahari selama 48 jam dan pengeringan oven 600C
selama 48 jam
HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian


Pada penelitian ini, tanaman kangkung ditanam di Laboratorium lapangan
agrostologi sedangkan tanaman jagung ditanam di dalam rumah kaca Laboratorium
Agrostologi dengan rataan temperatur 33,120C dan kelembaban 76,2%. Benih
kangkung yang ditumbuhkan adalah sebanyak 6 biji per lubang tanam, sedangkan
tanaman jagung ditanam dalam polybag sebanyak 2 biji per lubang tanam. Fakor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dirumah kaca relatif sama
dibandingkan di lapangan terbuka. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti
intensitas cahaya matahari, suhu lingkungan, kelembaban dan angin yang diterima
oleh tanaman jagung dan kangkung. Pemupukan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu
waktu penanaman, minggu kedua dan minggu ke tiga dengan dosis yang telah
ditentukan. Tanaman kangkung dipelihara selama 5 minggu dan tanaman jagung
dipelihara selama 80-100 hari sejak penanaman benih. Penyiraman dilakukan setiap
pagi hari, namun pada lapangan terbuka penyiraman tidak dilakukan jika turun hujan.
Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan mengukur variabel yang diamati pada
tanaman kangkung. Sedangkan pada tanaman jagung setiap minggu melakukan
pengamatan tinggi vertikal, jumlah daun dan diameter batang setiap 2 kali seminggu.
Gambar 1 menunjukkan tanaman kangkung pada tanah latosol.

Gambar 1. Tanaman Kangkung

Secara umum keadaan pertumbuhan tanaman jagung dan kangkung baik


secara kasat mata bila dilihat dari kecepatan pertumbuhannya. Pertumbuhan mulai

 
meningkat dengan sangat jelas pada minggu ke 3 hingga minggu ke 7 setelah tanam
pada tanaman jagung, sedangkan pada tanaman kangkung pada umur ke 3 minggu
sampai ke 5 minggu. Pada Gambar 2 dapat dilihat gambar tanaman jagung yang
ditanam di rumah kaca pada media tanah latosol.

Gambar 2. Tanaman Jagung

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah latosol, yang memiliki
kandungan unsur hara N 0,17%, 0,50% P, K 0,09%, C-organik 1,36 dengan pH 4,7.
Tabel 3 memperlihatkan kandungan unsur hara GM-Hayati.

Tabel 3. Analisis Pupuk GM-Hayati


Jenis
pH C -Organik N (%) P2O5 (%) K2O (%)
Pupuk
GHA 8,43 3,19 2,62 1,25 2,01
GHS 8,53 2,78 2,12 0,43 1,98
GHG 8,53 3,12 2,25 0,24 1,86
GHT 8,77 2,88 2,08 0,56 1,97
GHTF 8,53 3,22 1,96 0,34 1,08
GHGF 8,57 3,30 2,06 0,35 1,53
Sumber: Analisis Pusat Penelitian Tanah, Bogor (2009)
Ket: GHA: GM-Hayati+asam fosfat, GHS: GM-Hayati+SP18, GHG:GM-Hayati +Guano, GHT: GM-
Hayati+tepung tulang, GHTF:GM-Hayati+tepung tulang+feses, GHGF:GM-
Hayati+guano+feses.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pH pupuk yang paling tinggi adalah GHT,
sedangkan C-Organik yang paling tinggi adalah GHGF, hal ini terjadi karena
kandungan bahan organik GHGF lebih banyak yang berasal dari bahan organik feses
sapi dan guano, guano adalah feses kelelawar yang telah didekomposisi oleh bakteri
pengurai. Pada pupuk GM-Hayati, kandungan N, P, K, yang paling tinggi adalah
GHA. Pada ppenelitian jagung, dilakukan penambahan kompos dengan kandungan
unsur hara 6,4% N, 0,9% K2O, 0,5% P2O5, 465 ppm NO3 dan C/N rasio sebesar 12.
Tabel 4 diatas adalah hasil analisis setelah diperkaya, namun kandungan hara limbah
tersebut memiliki bahan organik yang tinggi yaitu 5,74, 3,32% N, 0,10% P2O5,
1,12% K2O, 0,11% MgO, 0,55% Na dan 1,45% S.

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung

Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Kangkung


Pertambahan tinggi vertikal merupakan faktor pendukung yang dapat terlihat
dengan jelas sebagai akibat dari suatu perlakuan. Untuk mengetahui respon
pertumbuhan tanaman kangkung terhadap perlakuan dapat dilihat dari pertambahan
tinggi vertikal tanaman yang diukur setiap minggu disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Kangkung


Dosis (ml) Rataan
Perlakuan
1 2 3 Perlakuan
--------------------------- (cm) -----------------------------
GHA 4,30 ± 1,71 5,94 ± 1,91 5,98 ± 0,22 59,4 ± 1,53b
GHS 4,73 ± 2,51 4,62 ± 1,53 4,82 ± 2,11 4,73 ± 1,81b
GHG 3,83 ± 2,31 4,84 ± 0,95 4,60 ± 0,18 4,42 ± 1,34c
GHT 3,36 ± 2,18 4,77 ± 0,58 3,19 ± 0,07 3,97 ± 1,35c
GHTF 5,15 ± 1,47 4,16 ± 1,12 5,75 ± 2,96 5,02 ± 1,88b
GHGF 4,27 ± 2,73 4,47 ± 1,81 5,05 ± 1,27 4,60 ± 1,79c
K+ 13,36 ± 2,65 16,23 ± 1,68 16,19 ± 1,58 15,26 ± 2,26a
K- 4,52 ± 0,68 4,52 ± 0,68 4,52 ± 0,68 4,52 ± 0,59c
Rataan Dosis 5,66 ± 9,73 6,14 ± 12,27 6,36 ± 12,30
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh nyata (P<0.05) pada perlakuan; GHA:GM
Hayati+asam fosfat, GHS:GM-Hayati +SP18, GHG:GM-Hayati+Guano, GHT:GM-
Hayati+tepung tulang, GHTF:GM-Hayati+tepung tulang+feses, P6:GM-Hayati
+guano+feses, K+: kontrol positif Phonska, K-: kontrol negatif.
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jenis
pupuk dengan dosis yang berbeda, tetapi pengaruh perlakuan jenis pupuk terhadap
pertambahan tinggi vertikal berbeda nyata (P<0.05). Hasil uji lanjut nenunjukkan
bahwa perlakuan K+ memberikan nilai yang paling tinggi (59,4). Hal ini terjadi
karena kandungan unsur N lebih tinggi daripada perlakuan lainnya, karena pada saat
pertumbuhan unsur N lebih dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif (Jumin, 1994).
Perlakuan pupuk GM-Hayati, Perlakuan GHA, GHS, dan GHTF tidak berbeda nyata,
namun berbeda nyata dengan K-. Hal ini menunjukkan bahwa faktor tanaman untuk
pertumbuhan vegetatif lebih banyak kandungan N dan P nya sehingga pupuk tersebut
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Jumin,1994 ).
Adanya penambahan mikroorganisme pada perlakuan berfungsi untuk
membantu potensi dalam meningkatkan ketersedian sumber N dan P (Imas et al.,
1989). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dosis yang diberikan tidak
nyata dan tidak terdapat interaksi diantara perlakuan jenis pupuk dengan perlakuan
dosis. Namun dilihat dari rataan dapat ditentukan bahwa pertambahan pemberian
dosis menunjukkan hasil yang lebih baik.
Hasil sidik ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pertambahan tinggi
vertikal kangkung menunjukkan bahwa nilai GHA (5,94cm) dan GHTF (5,02cm)
merupakan perlakuan yang mempunyai pertambahan tinggi vertikal yang paling
tinggi dari pupuk GM-Hayati, hal ini menunjukkan bahwa pupuk anorganik lebih
cepat terurai dari pada bahan organik, namun untuk mempercepat penguraian pupuk
organik maka perlu dilakukan penambahan oganisme seperti bakteri pengurai seperti
pada perlakuan GHTF sehingga nilai pertambahan yang digunakan dapat mencapai
tinggi yang hampir sama dengan GHA.

Jumlah Daun Kangkung


Hasil analisis ragam pada penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat
interaksi antara faktor pemberian jenis pupuk dengan dosis yang diberikan. Faktor
pemberian jenis pupuk yang berbeda, nyata mempengaruhi jumlah daun (P<0,05),
sedangkan dosis yang diberikan tidak nyata mempengaruhi jumlah daun. Tabel 5
menunjukkan bahwa K+ lebih baik daripada perlakuan lainnya. Perlakuan GHA
memberikan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan tanpa pupuk dan GM-Hayati.
GHS dan GHTF tidak berbeda nyata dengan K-, begitu juga dengan GHG, GHGF
dan GHT tidak berbeda nyata. Namun dilihat dari rataannya GHS dan GHTF lebih
baik dari pada K-. Hal ini terjadi karena ketersediaan kandungan nutrien yang
dibutuhkan oleh daun dari setiap perlakuan berbeda (Simanungkalit, 2001).

Tabel 5. Rataan Pertambahan Jumlah Daun Kangkung

Dosis (ml) Rataan


Perlakuan
1 2 3 Perlakuan
--------------------------- (unit) -----------------------------
GHA 1,64 ± 0,83 3,33 ± 0,40 2,36 ± 0,91 2,44 ± 0,98b
GHS 2,26 ± 1,37 2,29 ± 0,49 1,71 ± 0,74 2,09 ± 0,86c
GHG 1,88 ± 0,37 1,28 ± 0,83 2,18 ± 0,12 1,78 ± 0,61d
GHT 1,33 ± 0,75 1,89 ± 1,00 2,04 ± 0,22 1,75 ± 0,72d
GHTF 2,14 ± 0,59 1,69 ± 0,20 2,41 ± 0,50 2,08 ± 0,51c
GHGF 1,52 ± 1,16 1,77 ± 0,88 2,27 ± 0,12 1,85 ± 0,80d
K+ 4,16 ± 0,06 4,67 ± 0,19 4,78 ± 0,50 4,53 ± 0,66a
K- 1,93 ±0,29 1,93 ± 0,29 1,93 ± 0,29 1,93 ± 0,25c
Rataan Dosis 2,11 ± 0,83 2,36 ± 0,33 2,46 ± 0,29
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0.05) pada perlakuan; GHA:GM
Hayati+asam fosfat, GHS:GM-Hayati +SP18, GHG:GM-Hayati+Guano, GHT:GM-
Hayati+tepung tulang, GHTF:GM-Hayati+tepung tulang+feses, P6:GM-Hayati
+guano+feses, K+: kontrol positif Phonska, K-: kontrol negatif.

Daun merupakan organ tanaman tempat fotosintesis terjadi yang


menghasilkan karbohidrat sederhana untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Oleh karena itu dijadikan salah satu parameter untuk melihat respon tanaman
terhadap perlakuan yang diberikan berguna sebagai data penunjang untuk
menjelaskan pertumbuhan yang terjadi.

Berat Kering Akar Kangkung


Berat kering akar merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman,
karena akar berfungsi dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman selain itu berat
akar tanaman merupakan parameter yang paling sesuai untuk mengetahui biomassa
total akar di dalam tanah (Sufardi, 2001). Produksi berat kering merupakan produksi
potensial tanaman, pada Tabel 6 disajikan rataaan produksi kering akar tanaman
kangkung.
Tabel 6. Rataan Berat Kering Akar Kangkung

Dosis (ml) Rataan


Perlakuan
1 2 3 Perlakuan
--------------------------- (g) -----------------------------
GHA 4,68 ± 0,16 8,13 ± 1,06 10,07 ± 1,25 7,63 ± 2,50b
GHS 5,67 ± 2,11 7,03 ± 2,51 5,73 ± 1,54 6,14 ± 1,93b
GHG 5,17 ± 0,23 6,93 ± 3,82 8,13 ± 2,24 6,74 ± 2,57b
GHT 7,27 ± 1,58 4,97 ± 1,56 6,13 ± 0,85 6,12 ± 1,55b
GHTF 7,03 ± 1,36 4,67 ± 1,26 10,57 ± 5,25 7,42 ± 3,79b
GHGF 4,30 ± 0,92 6,57 ± 2,20 8,57 ± 1,23 6,48 ± 2,28b
K+ 26,70 ± 9,27 21,23 ± 3,68 33,13 ± 19,07 27,02 ± 11,93a
K- 7,10 ± 0,87 7,10 ± 0,87 7,10 ± 0,87 7,10 ± 0,75b
Rataan Dosis 8,69 ± 7,45 8,51 ± 5,34 11,76 ± 9,04
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0.01) pada perlakuan; GHA:GM
Hayati+asam fosfat, GHS:GM-Hayati +SP18, GHG:GM-Hayati+Guano, GHT:GM-
Hayati+tepung tulang, GHTF:GM-Hayati+tepung tulang+feses, P6:GM-Hayati
+guano+feses, K+: kontrol positif Phonska, K-: kontrol negatif.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara faktor
jenis pupuk dengan dosis pupuk yang diberikan. Faktor pemberian jenis pupuk yang
berbeda sangat nyata mempengaruhi jumlah daun (P<0,01), sedangkan dosis yang
diberikan tidak nyata mempengaruhi jumlah daun. Pada Tabel 6 perlakuan K+
memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua perlakuan. Namun GHA,
GHS, GHG, GHT, GHTF, GHGF, dan K- tidak berbeda nyata. Jika dilihat dari
rataan bahwa urutan pupuk yang bagus adalah GHA > GHTF > K > GHG > GHGF >
GHS > GH. Perlakuan K+ memberikan hasil yang lebih baik, hal ini terjadi karena
kebutuhan unsur hara pada tanah lebih banyak tersedia dengan perlakuan pupuk
majemuk Phonska dibandingkan dengan perlakuan lain sehingga produksi akarnya
lebih banyak.
Data Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai rataan GHA lebih tinggi (7,63 g)
daripada perlakuan pupuk lainnya kecuali kontrol positif. Akar berfungsi untuk
mensuplai air dan hara, sehingga untuk meningkatkan serapan hara perlu
ditambahkan sumber fosfor karena salah satu fungsi unsur hara P untuk merangsang
pertumbuhan bulu dan perkembangan akar (Sufardi, 2001).
Berat Kering Tajuk Kangkung
Produksi berat kering merupakan peubah produksi hijauan yang dihasilkan
dan merupakan pedoman dalam mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Menurut Gardner et al. (1991) Produksi berat kering merupakan efisien
penyerapan dan pemanfaatan radiasi matahari yang tersedia sepanjang musim
pertumbuhan oleh tajuk tanaman.

Tabel 7. Rataan Berat Kering Tajuk Kangkung

Dosis (ml) Rataan


Perlakuan
1 2 3 Perlakuan
--------------------------- (g) -----------------------------
GHA 7,02 ± 0,95 17,60 ± 2,34 21,23 ± 4,21 15,28 ± 6,85b
GHS 10,83 ± 10,03 16,93 ± 2,90 11,06 ± 3,48 12,94 ± 6,27b
GHG 9,80 ± 4,86 14,03 ± 3,91 17,27 ± 5,78 13,70 ± 5,35b
GHT 14,43 ± 3,12 9,50 ± 3,20 10,60 ± 2,42 11,51 ± 3,39b
GHTF 12,20 ± 2,10 9,37 ± 2,05 21,53 ± 10,24 14,37 ± 7,67b
GHGF 9,80 ± 1,06 12,67 ± 4,89 15,70 ± 3,27 12,72 ± 3,93b
K+ 127,4 ± 32,19 105,1 ± 33,73 96,27 ± 51,26 109,61 ± 37,34a
K- 14,93 ± 2,05 14,93 ± 2,05 14,93 ± 2,05 14,93 ± 1,78b
Rataan Dosis 25,81 ± 41,15 25,02 ± 32,51 26,08 ± 28,65
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0.01) pada perlakuan; GHA:GM
Hayati+asam fosfat, GHS:GM-Hayati +SP18, GHG:GM-Hayati+Guano, GHT:GM-
Hayati+tepung tulang, GHTF:GM-Hayati+tepung tulang+feses, P6:GM-Hayati
+guano+feses, K+: kontrol positif Phonska, K-: kontrol negatif.

Hasil analisis ragam pada Tabel 7 menunjukkan bahwa tidak terdapat


interaksi antara faktor pemberian jenis pupuk dengan dosis yang diberikan. Faktor
pemberian jenis pupuk yang berbeda, sangat nyata mempengaruhi jumlah daun
(P<0,01), sedangkan dosis yang diberikan tidak nyata mempengaruhi jumlah daun.
Pada Tabel 7, dari rataan yang di dapat bahwa nilai rataan pada K+ lebih tinggi
(109,61g) daripada perlakuan lainnya. Berdasarkan uji lanjut bahwa K+ memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan. Namun GHA,GHS, GHG, GHT,
GHTS, GHGS dan K- memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Namun dari
nilai rataan perlakuan dapat dilihat bahwa nilai 15,28 g pada perlakuan GHA
merupakan nilai tertinggi dibandingkan dengan perlakuan GM-Hayati lainnya.
Dilihat dari rataan urutan pupuk yang bagus jika dibandingkan dengan
tanaman tanpa pupuk adalah GHA>K->GHTF>GHG>GHS>GHGF>GHT. Hal ini
membuktikan bahwa semakin besar kandungan N, P, K suatu pupuk maka semakin
besar pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman
didukung oleh tersedianya faktor-faktor yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah
yang cukup dan seimbang. Organ utama tanaman yang menyerap radiasi tanaman
adalah daun. Untuk memperoleh laju pertumbuhan tanaman yang maksimum, harus
terdapat cukup banyak tajuk untuk menyerap sebagian besar radiasi matahari yang
jatuh ke atas tajuk tanaman dan untuk laju fotosintesis pada daun.
Ukuran tinggi tanaman merupakan salah satu aspek yang dapat diamati dan
mudah dinilai kualitas pertumbuhannya. Tinggi tanaman merupakan ukuran
pertumbuhan yang mudah dilihat (Sitompul dan Guritno, 1995). Pemakaian pupuk
dengan kandungan N diharapkan selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman
dapat menjadikan bagian daun menjadi hijau segar sehingga banyak mengandung
butir hijau daun yang diperlukan dalam proses fotosintesis dan mempercepat
pertumbuhan vegetatif tanaman, salah satunya pertambahan tinggi vertikal dan
jumlah daun tanaman.
Hasil yang ditunjukkan oleh peubah-peubah yang diamati menunjukkan
bahwa kontrol positif menunjukkan hasil yang lebih baik dari semua perlakuan yang
diberikan. Dari segi pertumbuhan tanaman, tinggi vertikal maupun jumlah daun
dapat diketahui bahwa perlakuan dengan pupuk GM-Hayati yang paling baik adalah
GHA, GHS dan GHTF. Sedangkan dilihat dari produsi keringnya semua perlakuan
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kontrol negatif.
Data pada jumlah daun lebih jelas dilihat perbandingan pengaruh pemberian
jenis pupuk apabila dibandingkan dengan semua peubah. Dilihat dari data, bahwa
pemberian pupuk dengan sumber P dari bahan kimia lebih baik hasilnya dibandingan
dengan penambahan sumber P organik, hal ini disebabkan oleh sumber P yang
ditambahkan bersifat fast release, sedangkan sumber organik bersifat slow release.
Namun untuk mempercepat reaksi ketersediaan unsur hara dalam pupuk sumber P
organik perlu ditambahkan bakteri pengurai seperti pemberian feses pada pupuk
GHTF.
Fosfor merupakan unsur makro esensial bagi tumbuhan dan merupakan unsur
hara kedua terpenting bagi tanaman setelah unsur N. Fosfor dalam tanah latosol
terjerap oleh Fe dan Al sehingga dibutuhkan suatu bahan untuk membantu
ketersediaan P dalam tanah. Kesuburan tanah tidak hanya bergantung pada
komposisi kimiawi melainkan juga pada ciri alami mikroorganisme yang
menghuninya. Karena mikroorganisme tanah berfungsi sangat penting untuk pendaur
ulangan unsur hara seperti C, N dan P. Mikroorganisme yang ditambahkan dalam
pupuk ini terdiri dari tiga jenis yaitu bakteri azospirilium, rhizobium dan mikroba
pelarut posfat.
Penambahan mikroorganisme pelarut posfat adalah untuk membebaskan
unsur P dalam tanah dan membantu ketersediaan unsur P dalam pupuk sehingga
kebutuhan tanaman tercukupi. Dengan dikombinasikanya dengan mikroorganisme
Rhizobium dan Azospirilium maka ketersediaan unsur hara utama nitrogen untuk
tanaman juga tercukupi (Karti, 2003). Penambahan azospirilium dapat memfiksasi
N2. Nitrogen yang telah difiksasi akan diserap oleh tanaman sehingga menghasilkan
peningkatan tinggi dan bobot kering tanaman, hal ini telah diteliti pada tanaman biji-
bijian dan rumput dapat meningkatkan hasil panen biji dan hasil panen untuk pakan
ternak dalam kondisi agriklimat yang berbeda-beda. Hormon pemacu pertumbuhan
tanaman yang dihasilkan oleh Azospirilium yaitu Indole Acetic Acid (IAA), giberilin
dan sitokinin. Hormon IAA adalah jenis auksin yang ada pada tumbuhan yang
berfungsi paling penting dalam peningkatan pertumbuhan panjang batang dan
peningkatan jumlah lateral.
Tanaman membutuhkan unsur hara yang tercukupi untuk pertumbuhan
tanaman secara vegetatif dan generatif secara seimbang baik dari bahan makro atau
mikro. Kebutuhan unsur hara yang utama dalam tanaman adalah kebutuhan mikro N,
P, K yang tersedia. Namun disamping ini kebutuhan bahan alami seperti
mikroorganisme juga berperan penting dalam ketersediaan unsur hara.

Pertumbuhan dan Produksi Jagung

Pertambahan Tinggi Vertikal Jagung


Penampilan ukuran tinggi tanaman merupakan salah satu aspek yang dapat
diamati dan mudah dinilai kualitas pertumbuhanya. Berdasarkan hasil sidik ragam,
penambahan pupuk kompos terhadap pupuk cair GM-Hayati dengan dosis yang telah
ditentukan berpengaruh nyata dan terdapat interaksi antara kedua faktor perlakuan.
Tabel 8 dapat dilihat lebih jelas nilai pertambahan tinggi vertikal tanaman jagung.

Tabel 8. Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal Jagung


Perlakuan Kompos
Perlakuan Rataan Perlakuan
Tanpa kompos Kompos
-------------------------- (cm) -----------------------
GHA30 16,25 ± 2,55b 21,54 ± 0,51a 18,90 ± 3,74b
GHA60 20,82 ± 1,28a 22,60 ± 0,46a 21,71 ± 1,26a
GHS30 10,83 ± 3,42c 21,54 ± 3,92a 16,19 ± 7,57c
GHS60 15,75 ± 2,67b 23,90 ± 1,15a 19,83 ± 5,76b
GHTF30 11,19 ± 4,97c 20,94 ± 2,66a 16,07 ± 6,89c
GHTF60 18,54 ± 2,21b 22,25 ± 2,35a 20,40 ± 2,62b
K- 0,83 ± 0,27d 20,07 ± 2,79a 10,45 ± 13,60d
NPK 23,90 ± 4,31a - 23,90 ± 0,00a
Rataan 14,77 ± 7,66b 21,84 ± 1,23a
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada perlakuan faktor a,
interaksi dan faktor b, GHA30:GM-Hayati+asam fosfat dosis 30, GHA60:GM-Hayati
+asam fosfat dosis 60, GHS30:GM-Hayati+SP18 dosis 30, GHS60:GM-Hayati+SP18
dosia 60, GHTF30:GM-Hayati+tepung tulang+feses dosis 30, GHTF60:GM-
Hayati+tepung tulang+feses dosis 60, K-: kontrol negatif, NPK: kontrol phonska.

Berdasarkan hasil sidik ragam terdapat interkasi antara jenis pupuk dengan
perlakuan kompos, perlakuan jenis pupuk dan pemberian kompos atau tanpa kompos
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05). Tabel 8 superskript pada angka
dapat menunjukkan hasil dari perlakuan yang paling baik dari kedua faktor,
pemberian pupuk phonska dan kompos memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(P<0,05) terhadap perlakuan GHA60 (kompos/tanpa kompos), GHS30 (kompos),
GHS60 (kompos), GHTF30 (kompos), GHTF60 (kompos). Dari pernyataan tersebut
dapat dilihat perbedaan dari pemberian kompos dan tanpa kompos, pemberian
kompos menghasilkan nilai petambahan tinggi vertikal yang lebih baik, hal ini
disebakan oleh adanya penambahan unsur N, P, K dan bakteri pengurai dari
kompos yang dapat membantu kerja mikroba potensial tanah yang ditambahkan
untuk dekomposisi unsur hara.
Tanaman dari perlakuan pemberian kompos memiliki rata-rata pertambahan
tinggi tanaman lebih cepat dibandingkan dengan tanaman perlakuan tanpa kompos.
Tanaman dari perlakuan NPK yang berasal dari pupuk majemuk phonska memiliki
pertambahan tinggi tanaman yang lebih (23,90cm) dibandingkan dengan perlakuan
lainnya, namun memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap tanaman
GHA60 (21,71cm). Perlakuan yang lebih rendah pertambahan tinggi vertikalnya
adalah K1, hal ini disebabkan karena perlakuan kontrol negatif tanpa kompos hanya
menggunakan tanah latosol tidak tumbuh dengan baik karena kandungan unsur hara
yang dibutuhkannya tidak mencukupi untuk pertumbuhannya.

Jumlah Daun Jagung


Pemberian Perlakuan jenis pupuk dengan dosis yang telah ditentukan
memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap jumlah daun, sedangkan
perlakuan pemberian kompos atau tanpa kompos tidak memberikan pengaruh yang
nyata serta tidak terdapatnya interaksi antara kedua faktor. Tabel 9 dapat dilihat
perbedaan pemberian kompos atau tanpa kompos.

Tabel 9. Rataan Pertambahan Jumlah Daun Jagung


Perlakuan Kompos
Perlakuan Rataan Perlakuan
Tanpa kompos Kompos
-------------------------- (unit) -----------------------
GHA30 0,42 ± 0,22 0,53 ± 0,05 0,47 ± 0,08c
GHA60 0,72 ± 0,25 0,67 ± 0,14 0,69 ± 0,04b
GHS30 0,50 ± 0,14 0,28 ± 0,46 0,39 ± 0,16d
GHS60 0,67 ± 0,14 0,86 ± 0,19 0,76 ± 0,14b
GHTF30 0,47 ± 0,35 0,39 ± 0,05 0,43 ± 0,06c
GHTF60 0,56 ± 0,10 0,58 ± 0,36 0,57 ± 0,02c
K- 0,00 ± 0,00 0,44 ± 0,05 0,19 ± 0,35d
NPK 1,08 ± 0,25 - 1,08 ± 0,00a
Rataan 0,55 ± 0,36 0,54 ± 0,19
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada perlakuan faktor a,
interaksi dan faktor b, GHA30:GM-Hayati+asam fosfat dosis 30, GHA60:GM-Hayati
+asam fosfat dosis 60, GHS30:GM-Hayati+SP18 dosis 30, GHS60:GM-Hayati+SP18
dosia 60, GHTF30:GM-Hayati+tepung tulang+feses dosis 30, GHTF60:GM-
Hayati+tepung tulang+feses dosis 60, K-: kontrol negatif, NPK: kontrol phonska.
Penambahan kompos menunjukkan bahwa keberadaan mikroba dalam kompos
membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah latosol.
Banyaknya jumlah daun yang dihasilkan selain untuk pertumbuhan akan
mempengaruhi tajuk jagung, sehingga jumlah daun akan menentukan banyaknya
hijauan yang akan dimanfaatkan sebagai hijauan untuk ternak.
Jumlah daun lebih banyak dikendalikan oleh genotip namun dalam hal ini
jumlah daun dapat dipengaruhi oleh penambahan mikroba karena pada tanaman
tersebut pertumbuhannya belum sempurna karena kekurangan kebutuhannya. Hal ini
mengakibatkan tidak semua daun dapat tumbuh dengan sempurna dan banyak yang
mengalami gugur daun sejak minggu ke 9 setelah tanam. Sutoro et al. (1988)
menyatakan jumlah daun tanaman jagung mempunyai hubungan dengan jenis atau
varietas, tinggi tanaman dan waktu pembungaan.
Berdasarkan sidik ragam bahwa perlakuan kontrol positif sebagai
pembanding (NPK) dengan pupuk komersil memiliki pertambahan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lain dengan nilai 1,08 cm. Tabel 9 dapat dilihat
bahwa perlakuan GHS60 (0,76 cm) memberikan pengaruh yang nyata dengan
perlakuan GHA60 (0,69 cm). Perlakuan K- pertambahan jumlah daun lebih rendah
dibandingkan dengan semua perlakuan yaitu sebesar 0,19 cm.

Pertambahan Diameter Batang Jagung


Besarnya diameter batang tanaman digunakan untuk mendeteksi tingkat
pertumbuhan. Semakin besar diameter yang dihasilkan suatu tanaman maka akan
menghasilkan pertumbuhan tanaman semakin meninggi (Sitompul dan Guritno,
1995). Pertambahan diameter jagung diukur sebanyak 2 kali seminggu.
Hasil sidik ragam pada Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat interaksi
antara perlakuan jenis pupuk dan pemberian kompos atau tanpa kompos yang
berbeda nyata (P<0,05). Perlakuan jenis pupuk memberikan pengaruh yang nyata
(P<0,05) begitu juga dengan perlakuan kompos atau tanpa kompos memberikan
pengaruh yang berbeda nyata.
K1 kompos memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap GHA60
dan GHS60. Hal ini disebabkan karena kompos mengandung unsur hara yang
bersifat slow release dan mengandung bahan organik yang banyak untuk
pertumbuhan jagung. Tabel 10 dapat dilihat lebih jelas produksi berat kering akar
tanaman jagung. Tabel 10 menunjukkan perlakuan NPK sebagai pembanding
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua perlakuan.

Tabel 10. Rataan Pertambahan Diameter Batang Jagung


Perlakuan Kompos
Perlakuan Rataan Perlakuan
Tanpa kompos Kompos
-------------------------- (mm) -----------------------
GHA30 7,88 ± 2,78d 8,17±0,85d 8,02±0,21c
GHA60 7,54 ± 0,88d 14,98±7,49b 11,26±5,26b
GHS30 10,25 ± 4,71c 7,92±4,16d 9,08±1,65c
GHS60 9,52 ± 2,07c 14,02±6,21b 11,77±3,18b
GHTF30 6,13 ± 1,85d 6,35±1,41d 6,24±0,16c
GHTF60 8,84 ± 2,44d 5,06 ± 1,94d 6,95±2,67c
K- 0,99 ± 0,12e 15,29 ± 2,81b 8,14±10,11c
NPK 20,52 ± 4,55a - 20,52±0,00a
Rataan 8,9 ± 5,75b 10,26 ± 4,36a
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada perlakuan faktor a,
interaksi dan faktor b, ; GHA30:GM-Hayati+asam fosfat dosis 30, GHA60:GM-Hayati
+asam fosfat dosis 60, GHS30:GM-Hayati+SP18 dosis 30, GHS60:GM-Hayati+SP18
dosia 60, GHTF30:GM-Hayati+tepung tulang+feses dosis 30, GHTF60:GM-
Hayati+tepung tulang+feses dosis 60, K-: kontrol negatif, NPK: kontrol phonska

Berat Kering Akar Jagung


Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara
kedua faktor yaitu jenis pupuk dengan perlakuan kompos. Pemberian jenis pupuk
dengan dosis yang telah ditentukan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap berat kering akar, sedangkan perlakuan pemberian kompos atau tanpa
kompos tidak memberikan pengaruh yang nyata. Tabel 11 dapat dilihat perlakuan
yang menghasilkan produksi berat kering akar tertinggi adalah GHA60 (26,40 g)
yang berbeda sangat nyata dibanding perlakuan lain kecuali GHA30 (21,80 g) dan
GHTF60 (21,08 g).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian kompos tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap berat kering akar. Berat kering pada NPK
sebagai pembanding (5,15 g) lebih kecil dibandingkan perlakuan lain, namun tidak
berbeda nyata dengan perlakuan K-, GHTF30 dan GHS30. Dibawah ini tertera data
produksi Berat kering akar tanaman jagung.

Tabel 11. Rataan Produksi Berat Kering Akar Jagung


Perlakuan Kompos
Perlakuan Rataan Perlakuan
Tanpa kompos Kompos
-------------------------- (g) -----------------------
GHA30 16,97 ± 6,14 26,63 ± 4,84 21,80 ± 6,83a
GHA60 18,43 ± 7,07 34,37 ± 24,80 26,40 ± 11,27a
GHS30 11,03 ± 2,61 11,27 ± 5,28 11,15 ± 0,16c
GHS60 15,43 ± 3,45 19,20 ± 11,05 17,32 ± 2,66b
GHTF30 4,17 ± 1,55 14,87 ± 3,74 9,52 ± 7,57c
GHTF60 10,67 ± 4,41 31,50 ± 17,17 21,08 ± 14,73a
K- 0,69 ± 0,41 12,03 ± 0,52 6,36 ± 8,02c
NPK 5,15 ± 1,07 - 5,15 ± 0,00c
Rataan 10,32 ± 7,05 21,41 ± 9,45
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada perlakuan faktor a,
interaksi dan faktor b, GHA30:GM-Hayati+asam fosfat dosis 30, GHA60:GM-Hayati
+asam fosfat dosis 60, GHS30:GM-Hayati+SP18 dosis 30, GHS60:GM-Hayati+SP18
dosia 60, GHTF30:GM-Hayati+tepung tulang+feses dosis 30, GHTF60:GM-
Hayati+tepung tulang+feses dosis 60, K-: kontrol negatif, NPK: kontrol phonska

Berat Kering Tajuk Jagung


Produksi berat kering tajuk merupakan peubah yang sangat penting untuk
menduga produksi potensial tanaman dan dijadikan pedoman untuk mengetahui
tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berat kering tajuk yang diperoleh
sesuai dengan pertambahan panjang vertikal dan jumlah daun yang dihasilkan oleh
setiap tanaman yang diberi perlakuan maupun kontrol.
Hasil sidik ragam menunjkkan bahwa terdapat interaksi antara perlakuan
jenis pupuk dengan perlakuan pemberian kompos (P<0,05). Perlakuan jenis pupuk
memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) begitu juga dengan perlakuan kompos.
Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan GHTF60 (157,83 g) memberikan pengaruh
berbeda nyata terhadap semua perlakuan, sedangkan produksi berat kering yang
paling rendah adalah GHTF30 tanpa kompos (10,53 g) dan K- tanpa kompos (0,53
g). pada peubah ini juga menunjukkan bahwa pemberian kompos memberikan
pengaruh yang lebih baik. Tabel 12 dapat dilihat dengan jelas pengaruh perlakuan
jenis pupuk sesuai dosis yang ditentukan dengan perlakuan kompos atau tanpa
kompos.

Tabel 12. Rataan Produksi Berat Kering Tajuk Jagung


Perlakuan Kompos
Perlakuan Rataan Perlakuan
Tanpa kompos Kompos
-------------------------- (g) -----------------------
GHA30 37,63 ± 1,64g 72,93 ± 22,56e 55,28 ± 24,96c
GHA60 54,87 ± 8,81f 112,63 ± 7,28b 83,75 ± 40,85a
GHS30 17,53 ± 6,98h 53,93 ± 7,54f 35,73 ± 25,74d
GHS60 30,80 ± 14,25g 107,70 ± 59,94c 69,25 ± 54,38b
GHTF30 10,53 ± 3,40i 83,03 ± 28,04d 46,78 ± 51,27d
GHTF60 16,23 ± 1,85h 157,83 ± 18,58a 87,03 ± 100,13a
K- 0,53 ± 0,22i 45,87 ± 6,38g 23,25 ± 32,14e
NPK 29,49 ± 0,19g - 29,49 ± 0,00e
Rataan 24,70 ± 17,21b 90,58 ± 38,74b
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada perlakuan faktor a,
interaksi dan faktor b, GHA30:GM-Hayati+asam fosfat dosis 30, GHA60:GM-
Hayati+asam fosfat dosis 60, GHS30:GM-Hayati+SP18 dosis 30, GHS60:GM-
Hayati+SP18 dosia 60, GHTF30:GM-Hayati+tepung tulang+feses dosis 30,
GHTF60:GM-Hayati+tepung tulang+feses dosis 60, K-: kontrol negatif, NPK: kontrol
phonska

Berat Tongkol Jagung


Berat tongkol tidak dipengaruhi oleh perlakuan jenis pupuk dengan perlakuan
pemberian kompos atau tanpa kompos. Namun terlihat dari rataan bahwa perlakuan
GHTF30 (99,8 g) lebih baik dibandingkan perlakuan lain kemudian diikuti perlakuan
GHTF60 sebesar 94,7. Dari hasil rataan dilihat bahwa nilai yang terendah adalah K1
tanpa kompos atau kontrol negatif, hal ini disebabkan tanaman tersebut kurang unsur
hara sehingga pertumbuhan terhambat dan tidak menghasilkan tongkol jagung.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rataan Produksi Berat Tongkol Jagung
Perlakuan Kompos
Perlakuan Rataan Perlakuan
Tanpa kompos Kompos
-------------------------- (g) -----------------------
GHA30 92,33 ± 127,33 46,20 ± 31,15 69,27 ± 32,62
GHA60 77,77 ± 10,10 74,60 ± 30,67 76,18 ± 2,24
GHS30 17,00 ± 2,21 83,93 ± 24,45 50,47 ± 47,33
GHS60 26,10 ± 3,63 51,83 ± 39,23 38,97 ± 18,20
GHTF30 5,00 ± 8,66 99,80 ± 28,24 52,40 ± 67,03
GHTF60 17,30 ± 4,01 94,27 ± 39,76 55,78 ± 54,42
K- 0,00 ± 0,00 50,80 ± 5,99 25,40 ± 35,92
NPK 11,45 ± 1,55 - 11,45 ± 0,00
Rataan 37,22 ± 50,14 71,63 ± 22,13
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada perlakuan faktor a,
interaksi dan faktor b, ; GHA30:GM-Hayati+asam fosfat dosis 30, GHA60:GM-Hayati
+asam fosfat dosis 60, GHS30:GM-Hayati+SP18 dosis 30, GHS60:GM-Hayati+SP18
dosia 60, GHTF30:GM-Hayati+tepung tulang+feses dosis 30, GHTF60:GM-
Hayati+tepung tulang+feses dosis 60, K-: kontrol negatif, NPK: kontrol phonska

Berat Kering Klobot Jagung


Berdasarkan hasil sidik ragam terdapat interaksi antara perlakuan kompos
dengan jenis pupuk, pemberian perlakuan kompos pada produksi berat kering klobot
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05), namun pada jenis pupuk yang
diberikan tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut menunjukkan terdapat interaksi antara
jenis pupuk yang diberikan dengan pemberian perlakuan kompos terhadap berat
kering klobot. Namun perlakuan jenis pupuk tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata. Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan yang menghasilkan produksi
bobot kering klobot yang tertinggi adalah pada GHTF60 kompos (8,30 g), sedangkan
K1 tanpa kompos tidak menghasilkan klobot karena tidak menghasilkan tongkol
jagung, hal ini disebabkan tidak tercukupinya unsur hara dari tanah latosol untuk
kebutuhan pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung. Tabel 14 dapat dilihat
bahwa pemberian kompos pada tanaman jagung memberikan pengaruh yang lebih
baik dibandingkan tanaman tanpa kompos.
Tabel 14. Rataan Produksi Berat Kering Klobot Jagung
Perlakuan Kompos
Perlakuan Rataan Perlakuan
Tanpa kompos Kompos
-------------------------- (g) -----------------------
GHA30 3,33 ± 0,61c 3,20 ± 2,43c 3,27 ± 0,09
GHA60 4,00 ± 0,20c 5,33 ± 1,69c 4,67 ± 0,94
e c
GHS30 1,03 ± 0,57 4,23 ± 3,55 2,63 ± 2,26
d c
GHS60 2,70 ± 0,79 5,50 ± 2,81 4,10 ± 1,98
e b
GHTF30 0,47 ± 0,81 7,03 ± 2,32 3,75 ± 4,64
GHTF60 0,63 ± 0,57e 8,30 ± 2,98a 4,47 ± 5,42
K- 0,00 ± 0,00e 4,86 ± 1,64c 2,43 ± 3,44
NPK 2,33 ± 1,50d - 2,33 ± 0,00
Rataan 1,81 ± 1,55 b 5,49 ± 1,71a
Keterangan: Superskrip menunjukkan pengaruh berbeda nyata (P<0.05) pada perlakuan faktor a,
interaksi dan faktor b, ; GHA30:GM-Hayati+asam fosfat dosis 30, GHA60:GM-Hayati
+asam fosfat dosis 60, GHS30:GM-Hayati+SP18 dosis 30, GHS60:GM-Hayati+SP18
dosia 60, GHTF30:GM-Hayati+tepung tulang+feses dosis 30, GHTF60:GM-
Hayati+tepung tulang+feses dosis 60, K-: kontrol negatif, NPK: kontrol phonska

Pada Tabel 14 menunjukkan bahwa pemberian kompos menghasilkan berat


kering klobot yang lebih baik jika dibandingkan dengan pupuk majemuk phonska
(NPK), hal ini disebabkan karena perlakuan GHTF60 kompos merupakan pupuk
slow release maka N yang tersedia dan diserap tanaman lebih efisien karena
kehilangan N akibat penguapan maupun denitrifikasi akan lebih rendah, sehingga
membuat unsur N yang tersedia pada perlakuan kompos lebih tinggi dan N yang
dapat diserap oleh tanaman menjadi lebih banyak. Klobot jagung merupakan limbah
dari tongkol jagung setelah biji jagung dipisahkan dari kulit yang membungkusnya,
klobot ini merupakan limbah yang dimanfaatkan oleh peternkan sebagai sumber
hijauan bagi ternak, klobot dapat diberikan langsung kepada ternak secara segar,
namun klobot juga dapat diolah lebih lanjut seperti yang telah dilakukan yaitu
membuat klobot menjadi wafer atau biskuit klobot bagi ternak, sehingga
penyimpanan dan pemanfaatanya lebih efisien.
Penanaman jagung pada tanah–tanah yang bermasalah seperti tanah latosol
memerlukan usaha-usaha perbaikan agar tanaman jagung dapat tumbuh dengan
optimal dengan menggunakan pupuk hasil olahan limbah industri. Salah satu usaha
yang dapat dilakukan adalah mengkombinasikan pupuk organik dan anorganik
dengan menambahkan mikroorganisme potensial tanah seperti Azospirilium,
Rhizobium dan mikroba pelarut fosfat sehingga dapat meningkatkan produksi
tanaman dan menjaga keberlangsungan pertanian. Keberadaan mikrob-mikrob tanah
ini diketahui mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik dan
menyediakan nutrisi untuk tanaman. Hal ini berkaitan dengan aktivitas mikrob yang
menghasilkan asam organik yang berfungsi untuk mengubah unsur yang tidak
tersedia menjadi tersedia bagi tanaman (Premono et al., 1992).
Pada penelitian jagung ini berbeda dengan tanaman kangkung, pada tanaman
jagung dilakukan perlakuan pemberian kompos dan tanpa kompos. Pemberian
kompos ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas tanah yang
sudah mulai menurun. Kompos cenderung berperan menjaga fungsi tanah agar unsur
hara mudah diserap oleh tanaman. Penggunaan kompos juga dapat menambah
kandungan bahan organik dalam tanah karena bahan organik dalam tanah merupakan
kunci utama kesehatan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi. Bahan organik
tanah juga merupakan sumber utama energi atau menjadi bahan makanan bagi
mikrob tanah sehingga aktivitas mikrob tanah tersebut meningkat.
Tinggi tanaman mempengaruhi jumlah daun. Semakin besar tinggi tanaman,
maka jumlah daun semakin besar pula. Disamping itu tinggi tanaman juga
mepengaruhi diameter batang. Pada fase vegetatif, tinggi tanaman akan terus
meningkat pada umur tertentu kemudian pertumbuhannya akan terhenti. Pemberian
mikroba azospirilium dan rhizobium pada pupuk ini adalah untuk menfiksasi N
sehingga kandungan N dalam pupuk tersedia, karena kandungan N berperan dalam
merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang dan daun.
Selain itu nitrogen juga berfungsi dalam pembentukan hijau daun untuk proses
fotosintesis dan berfungsi untuk pembentukan protein, lemak, dan berbagai senyawa
organik lain (Puspasari, 2006).
Jumlah daun yang terbentuk lebih banyak pada perlakuan kontrol positif
sebagai pembanding yaitu dengan pupuk majemuk phonska. Pengamatan jumlah
daun sangat diperlukan selain sebagai indikator pertumbuhan juga sebagai data
penunjang untuk menjelaskan proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada
pembentukan biomassa tanaman. Pengamatan daun dapat didasarkan atas fungsinya
sebagai penerima cahaya dan alat yang berperan dalam proses fotosintesis.
Pertambahan jumlah daun pada K1 lebih rendah, hal ini disebabkan oleh kandungan
unsur hara yang rendah, karena tanaman pada perlakuan K1 tidak diberikan
perlakuan jenis pupuk dan tanpa kompos, sehingga kandungan unsur hara hanya
tersedia dari tanah latosol. Jumah daun dipengaruhi oleh faktor genotip dan
lingkungan. Jumlah daun akan mencapai puncaknya dan kemudian tetap konstan
sampai mulai terjadi proses penuaan. Penyebab penuaan umumnya dianggap karena
adanya mobilisasi dan redistribusi mineral dan nutrisi organik ke daerah pemakaian
yang lebih kompetitif, seperti daun muda, buah, cabang dan akar.
Besarnya diameter batang tanaman digunakan untuk mendeteksi tingkat
pertumbuhannya. Ukuran diameter batang tanaman rumput di bawah pengaruh jenis
dan taraf pupuk anorganik. Diameter batang berpengaruh terhadap kekokohan
tanaman agar tidak mudah roboh ketika menghasilkan tongkol. Diameter batang
jagung yang besar biasanya menghasilkan tongkol yang besar pula dan sebaliknya.
Pertumbuhan diameter batang diakibatkan oleh pertumbuhan tanaman yang cukup
baik, karena unsur hara yang dibutuhkan cukup tersedia. Tingkat pemupukan N dapat
memberikan nilai diameter batang menjadi besar, diameter batang yang besar dapat
memperkuat batang. Kandungan unsur hara N, P, dan K dalam pupuk secara
integritas dan kumulatif telah menghasilkan suatu kerjasama untuk mendapatkan
tingkat pertumbuhan sebagai kondisi visual yang baik seperti besarnya diameter
batang tanaman (Yasyifun, 2008).
Produksi bahan kering diperlukan untuk menduga produksi total potensial
tanaman dan mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berat
kering merupakan salah satu peubah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Peranan akar dalam pertumbuhan tanaman sangat
berhubungan dengan tajuk, karena tajuk berfungsi dalam fotosintesis dan akar
berfungsi dalam menyediakan unsur hara dan air yang digunakan dalam metabolisme
tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Pada Tabel 11 dapat dilihat produksi berat
kering akar bahwa perlakuan GHA60 (26,4 g) dapat menggantikan penggunaan
pupuk majemuk. GHA60 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainnya, hal ini disebabkan ketersediaan unsur hara lebih tersedia
dibandingkan perlakuan lain.
Tajuk tanaman merupakan hasil limbah pertanian setelah panen, tajuk ini
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, tajuk tanaman jagung merupakan bahan sumber
energi yang dapat dimanfaatkan peternakan untuk konsumsi hijauan ternak
ruminansia. Pada Tabel 12 berat kering tajuk GHTF60 nyata lebih tinggi daripada
pengaruh pupuk majemuk dan pupuk anorganik lain. Hal ini disebabkan karena
GHTF60 kompos merupakan pupuk kombinasi yang bersifat slow release, yaitu hara
yang dilepaskan oleh kompos lebih lambat, sehingga hara N tidak banyak hilang dari
tanah akibat penguapan, dan hara P dan K tidak banyak yang terfiksasi. Dengan
demikian tanaman bisa menyerap hara sesuai yang dibutuhkan tanaman saat untuk
pembentukan tajuk.
Unsur P berperan dalam pembentukan bunga, buah dan biji. Ketersediaan
unsur P dalam tanah sangat sedikit. Sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak
dapat diambil oleh tanaman dan terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah
masam atau Ca pada tanah alkalis (Hardjowigeno, 2003), hal ini menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan generatif tanaman. Gejala yang akan terjadi seperti
tongkol jagung tidak tumbuh sempurna (biji sedikit), tongkol kecil, bahkan tanaman
tidak berbuah. Kekurangan K juga berpengaruh terhadap pembentukan tongkol dan
biji jagung (Sutoro et al., 1988).
Dengan adanya perbedaan perlakuan dalam meningkatkan kualitas tanaman
dan keberlangsungan pertanian memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Pada
tanaman kangkung dapat dilihat bahwa hampir semua peubah menunjukkan kontrol
positif yang memakai pupuk majemuk phonska lebih baik dibandingkan perlakuan
pupuk GM-Hayati yang diberikan, sedangkan pada pupuk GM-Hayati sendiri
perlakuan yang paling baik dengan sumber P yang berbeda adalah GHA yaitu
sumber P sintetik atau bersifat kimia yang bersifat fast release sehingga ketersediaan
haranya cepat. Sumber P yang ditambahkan ada yang bersifat organik seperti guano,
tepung tulang dan feses, untuk hasil yang lebih baik maka pupuk ini diteliti terhadap
tanaman yang pertumbuhannya cukup lama seperti jagung. Pada tanaman jagung
dapat dilihat bahwa hasil dari sumber P yang organik dapat menyeimbangi
penggunaan pupuk dengan sumber P anorganik, bahkan pada peubah berat kering
tajuk GHTF memberikan nilai yang lebih baik dari pupuk phonska.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pemberian perlakuan pupuk GM-Hayati terhadap pertumbuhan dan produksi
kangkung (Ipomea reptans) yang mengandung bahan penyumbang unsur P yang
berbeda dengan penambahan mikroorganisme tanah dapat meningkatkan kandungan
unsur hara pupuk dan produktivitas tanaman. Formulasi pupuk GM-Hayati dengan
penambahan asam phospat pada tanaman kangkung memiliki jumlah daun yang
paling tinggi diantara perlakuan pupuk GM-Hayati lainnya
Pemberian pupuk GM-Hayati pada tanaman jagung (Zea mays) dengan
penambahan sumber phospor yang berbeda yang dikombinasikan dengan kompos
pada pupuk memberikan pengaruh yang lebih baik jika dibandingkan dengan
perlakuan pemberian pupuk GM-Hayati tanpa kompos. Penambahan kompos pada
tanaman jagung menunjukkan bahwa pupuk yang mengandung bahan organik yang
lebih banyak menghasilkan nilai yang lebih tinggi dalam sebagian peubah, bahkan
pada berat kering tajuk pupuk GHTF lebih baik dibandingkan pupuk phonska.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan kualitas pupuk dengan
penambahan bahan lain sebagai sumber N, P, K, meningkatkan jumlah dosis
pemberian dan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kualitas
tanaman kangkung dan jagung sebagai pakan ternak dari segi kimiawi dan biologis
terhadap kulitas pakan ternak.

 
UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaiaan skripsi juga tidak terlepas dari bantuan pihak. Pertama-tama penulis
hendak mengucapkan syukur kepada Allah Bapa di Surga, atas kuasa kasih
penyertaan dan perlindungan-Nya dari awal penelitian hingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan
penghargaan kepada:
1. Ayahanda yang terkasih D. Simbolon (Alm), Ibunda tersayang T. Nainggolan,
Adik-adik penulis yang tersayang Erik, Torkis, Fransiska, Yosepin, dan Eunike
untuk setiap cinta kasih, dukungan dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa
menjadi persembahan yang terbaik.
2. Dr.Ir. Panca Dewi MHK M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing
akademik, terimakasih atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran
yang telah diberikan kepada penulis selama masa studi sampai penulisan skripsi.
3. Ir. Salundik M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dukungan,
waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan
skripsi ini.
4. Ir. Asep Tata Permana M. Sc selaku dosen penguji utama atas masukan dan
saran yang diberikan kepada penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
5. Dr.Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc Selaku dosen penguji atas masukan dan saran yang
diberikan kepada penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
6. Dr.Ir. Luki Abdullah M.Agr.Sc selaku dosen pembahas dalam seminar hasil
penelitian, terimakasih atas saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Ir. Widya Hermana M.Si. Selaku dosen penguji dari departemen atas masukan
dan saran yang diberikan kepada penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi.
8. Teman-teman penelitian (Bayang, Irin, Ninda, Eva, Risma, Fuad, Dedi), teman-
teman INTP (Novi, Winda, Fany, Amer, Chandra, Lukman, Dicky, Eka, Ina,
Rizkinia, Mustika, Pebri, Sri, Miko dan semua INTP 43 ), teman hidup dibogor
(Ninuk, Unie, Nahrul, Magda, Evenin, Roma, Kabilarang, Douglash, Yessi,
Parulian dan temen PF Fapet) untuk setiap dukungan, diskusi, kebersamaan dan
doa yang diberikan untuk penyelesaian skripsi.
9. Civitas akademik Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian pendidikan dan skripsi penulis
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, N. L. 2000. Pengaruh dosis pemupukan dan ketersediaan unsur phosphor


dalam tanah terhadap produksi jagung (Zea mays L) varietas pioneer pada
latosol (oxic dystropept) di Darmaga. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Agung, T. & A. Y. Rahayu. 2004. Analisis efisiensi serapan N, pertumbuhan, dan


hasil beberapa kultivar kedelai unggul baru dengan cekamar kekeringan dan
pemberian pupuk hayati. Jurnal Agrisains 6(2).

Becker, P. 1989. Phosphates and Phosphoric Acid, Raw Materials, Technology, And
Economics of the Wet Process, 2nd Edition, Marcel Dekker, Inc., New York.

Djaja, W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah.
Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta

Effendi, S. 1982. Bercocok Tanam Jagung. C. V. Yasaguna, Jakarta.


Elfiati, D. 2005. Peranan mikroba pelarut fosfat dalam pertumbuhan tanaman,
www.library.usu.id/download/fp/hutan.html (diakses pada tanggal 10
Desember 2009).

Gaddie, R. E & D.E. Douglash. 1975. Earthworms for Ecology and Profit, Vol. II
Bookworm Publishing Company, Ontario.

Gardner, F. P., B. Pearce, & R.L Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya
Tropik. Terjemahan : Susilo Herawati. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Gaur, A. C. 1981. A Manual of Rural Composting. Project Field Document No.15


FAO of The United Nations, New Delhi.

Haga, K. 1998. Animal waste problems and their solution form the technological
point of view in Japan. Japan Agric. (Research Quarterly).

Hakim, N., T. Nyahpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong, & H.


H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.
Lampung.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Tanah. Rajawali Pers, Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Imas, T., R. S. Hadioetomo, A. W. Gunawan, & Y. Setiadi. 1989. Mikrobiologi


Tanah II. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Intannita, T. 2003. Performans mandalung (Mule Duck) dengan taraf penambahan


kangkung yang berbeda dalam ransum. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Jumin, H. B. 1994. Dasar-dasar Agronomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
 
Karti, P. D. M. H. 2003. Respon morfologi rumput toleran dan peka aluminium
terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan pembenahan tanah. Disertasi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor

Lestari, P., D. N. Susilowati, & E. I. Riyanti. 2007. Pengaruh hormon asal indol
asetat yang dihasilkan Azospirilium sp. terhadap perkembangan akar padi.
Jurnal AgroBiogen 3(2): 66-72.

Lingga, P. 1991. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit Swadaya. Jakarta.


Lodha, B. C. 1974. Decomposition of Digested Litter.In: C.H. Dickinson and G. J. F.
Pugh. Ed. Biology of Plant Litter Decomposition. Vol II Academic Press,
London and New York.

Maynard, L. A. & J. K. Loosli. 1956. Animal Nutrition. 4th Edition. McGraw-Hill


Book Company, Inc. New York.

Mihardja, OAA. 2004. Peningkatan pertumbuhan dan hasil kedelai serta efisiensi
pemupukan fosfat sebagai akibat pemberian pupuk hayati pada tanah ultilosol
jatinangor. Kultivasi 2 (3): 46-52.

Morrisson, F. B. 1959. Feed and Feeding 9th Edit. The Morrison Publishing
Company. New York.

Mulyadi, M & H. Lestari. 1993. Komposisi kimia pupuk cair dari limbah MSG di
Lampung. Berita No. 10. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia,
Pasuruan.

Murbandono L. H. S. 1994. Membuat Kompos. Ed. Rev. Penebar Swadaya. Jakarta

Naibaho, R. 2003. Pengaruh pupuk phonska dan pengapuran terhadap kandungan


unsur hara NPK dan pH beberapa tanah hutan. Skripsi. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Patricio, M. M., M. Quinto, M. Sylvia & R. Lopez. 1982. Utilization of farm


manures and night soil as fertilizer. In: Improving Soil Fertility Through
Oragnic Recycling. No. 17. FAO of The United Nations.

Premono, M. E., R. Widyastuti & I. Anas. 1992. Pengaruh bakteri pelarut P terhadap
serapan kation unsur mikro tanaman jagung pada tanah masam. Makalah PIT
Perml. 31 Juli- 1Agustus 1992. Bandung.

PT. Petrokimia Gresik. 2002. http://www.petrokimia-gresik.com/za.asp.


[11November 2009].

Puspasari, A. 2006. Pupuk Hayati Azotobacter dan Mikrob Pelarut Posfat untuk
Meningkatkan Pertumbuhan Jagung (Zea mays L) pada Ultilosol Darmaga.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rasyaf, M. 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius, Jakarta.

Rukmana, R. 1994. Bertanam Kangkung.Kanisius.Yogyakarta.

Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika.Terjemahan Penerbit


Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Santoso, S. P. E. 2007. Uji efektivitas pupuk daun grow more 6-28-28 terhadap
pertumbuhan, produksi dan kadar hara N, P, K, Ca, dan Mg tanaman jagung
(Zea mays) di tanah latosol Darmaga. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Sediyarso, M. 1999. Fosfat Alam Sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor. Bogor

Simanungkalit, R. D. M. 2001. Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia: Suatu


Pendekatan Terpadu. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor
Buletin AgroBio 4(2):56-61.

Sinartani. 2010. Plus minus jagung sebagai pakan. Agri Prosesing.


http://www.sinartani.com/agriprosesing/plus-minus-jagung-sebagai-pakan-
1248152697. htm [13 Agustus 2010].

Sitompul, S. M. & B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Universitas


Gadjah Mada, Yogyakarta.

Soelaeman, Y. Wahyunto & Sunaryo. 2003. Jurnal Penggunaan Pupuk Cair Limbah
Mono Sodium Glutamat (MSG) pada Tanaman Pangan di Propinsi Lampung.
Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah, IPB. Bogor.

Soeparmono, O., Soedjarwo, & Suud Effendy. 1998. Pengujian Subtitusi Amonium
Sulfat Oleh Sipramin Terhadap Produksi Tebu Tanaman Pertama di Lahan
Kering Bertekstur Kasar, Kediri. Dalam Prosiding Seminar Pengujian
Sipramin terhadap Produksi. Hasil Pengolahan Tebu, dan Sifat-Sifat Tanah.
Malang, 25-26 November 1997.

Steel, R. G. D & J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan.


Bambang Sumantri. Cetakan Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Subba Rao, N. S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Publishing Co.
New Delhi. Bombay. Calcuta.

Subba Rao, N. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Ed II.


UI-Press. Jakarta.

Sufardi. 2001. Meningkatkan hasil jagung pada ultisol muatan berubah dengan
aplikas beberapa amandemen tanah: II. Hasil ddan efisiensi pupuk fosfat.
Jurnal Agrista 5 (1).
Sunaryo. 2003. Responsi biologis dan hematologist itik mandaulang terhadap
suplementasi kangkung dan vitamin C dalam pakan. Tesis. Program Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suprapto. 1998. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suroso. 2006. Analisis pendapat dan faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani


jagung di desa ukirsari, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Jawa
Tengah. Skripsi. Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sutedjo, M. M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Putra. Jakarta

Sutoro, Y., Sulaeman, & Iskandar. 1988. Budidaya tanaman jagung. hal 49-66. dalam
Subandi, M. Syam dan A. Widjono (eds). Jagung. Badan Penelitian dan
Perkembangan Pertanian. Bogor.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Soedomo, P. Soeharto, dan L. Soekanto. 1989. Ilmu


Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM. Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.

Tim Ahli Bimas Propinsi Jatim. 1995. Upaya Pemecahan Masalah Sisa Proses Asam
Amino Sebagai Pupuk Cair di Jawa Timur. Jawa Timur.

Umiyasih, U. dan Y. N. Anggraeny. 2005. Evaluasi limbah dari beberapa varietas


jagung siap rilis sebagai pakan sapi potong. Pros. Sem. Nas. Teknologi
Peternakan dan Veteriner. p. 125-130.

Willyan, D. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah.
Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta

Yasyifun, N. 2008. Respon terhadap pertumbuhan, serapan hara dan efisiensi


penggunaan hara tanaman kedelai (Glycine max) dan jagung (Zea mays)
terhadap kompos yang diperkaya mikroba aktivator. Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Yogaswara, A. S. 1977. Seri-seri tanah dari tujuh tempat di Jawa Barat. Tesis Dep.
Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Yuwono, N. W. 2006. Pupuk Hayati. http: www.w3.org/1999. [10 Maret 2010]


LAMPIRAN

 
Lampiran 1. Anova Pertambahan Tinggi Vertikal Kangkung
SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 62 1049.87 16.93 5.24 1.62 1.99
Perlakuan (t1*t2)-1 20 914.13 45.71 14.14 1.83 2.34
Faktor A t1-1 6 881.24 146.87 45.44 2.32 3.27
Faktor B t2-1 2 11.44 5.72 1.77 3.22 5.15
A*B (t1-1)(t2-1) 12 21.45 1.79 0.55 1.99 2.64
Galat t1*t2(r-1) 42 135.74 3.23

Lampiran 2. Anova Pertambahan Jumlah Daun Kangkung


SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 62 10.79 0.17 1.00 1.62 1.99
Perlakuan (t1*t2)-1 20 3.52 0.18 1.01 1.83 2.34
Faktor A t1-1 6 0.67 0.11 0.64 2.32 3.27
Faktor B t2-1 2 0.45 0.22 1.30 3.22 5.15
A*B (t1-1)(t2-1) 12 2.40 0.20 1.15 1.99 2.64
Galat t1*t2(r-1) 42 7.27 0.17

Lampiran 3. Anova Berat Kering Akar Kangkung


SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 62 4634.79 74.75 2.89 1.62 1.99
Perlakuan (t1*t2)-1 20 3549.62 177.48 6.87 1.83 2.34
Faktor A t1-1 6 3186.87 531.15 20.56 2.32 3.27
Faktor B t2-1 2 140.68 70.34 2.72 3.22 5.15
A*B (t1-1)(t2-1) 12 222.06 18.51 0.72 1.99 2.64
Galat t1*t2(r-1) 42 1085.17 25.84

Lampiran 4. Anova Berat Kering Tajuk Kangkung


SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 62 84211.34 1358.25 5.49 1.62 1.99
Perlakuan (t1*t2)-1 20 73821.55 3691.08 14.92 1.83 2.34
Faktor A t1-1 6 71455.51 11909.25 48.14 2.32 3.27
Faktor B t2-1 2 16.46 8.23 0.03 3.22 5.15
A*B (t1-1)(t2-1) 12 2349.58 195.80 0.79 1.99 2.64
Galat t1*t2(r-1) 42 10389.80 247.38
Lampiran 5. Anova Pertambahan Tinggi Vertikal Jagung
SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 47 2025.42 43.09 3.94 1.87 2.45
Perlakuan (t1*t2)-1 23 1762.6 76.64 7.00 1.99 2.68
Faktor A t1-1 7 725.94 103.71 9.47 2.42 3.50
Faktor B t2-1 1 644.42 644.42 58.86 4.26 7.82
A*B (t1-1)(t2-1) 7 392.3 56.04 5.12 2.42 3.50
Galat t1*t2(r-1) 24 262.77 10.95

Lampiran 6. Anova Pertambahan Jumlah Daun Jagung


SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 47 5.36 0.11 1.60 1.87 2.45
Perlakuan (t1*t2)-1 23 3.7 0.16 2.23 1.99 2.68
Faktor A t1-1 7 3.12 0.45 6.25 2.42 3.50
Faktor B t2-1 1 0.04 0.04 0.59 4.26 7.82
A*B (t1-1)(t2-1) 7 0.5 0.07 1.00 2.42 3.50
Galat t1*t2(r-1) 24 1.71 0.07

Lampiran 7. Anova Pertambahan Diameter Jagung


SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 47 1753.97 37.32 2.11 1.87 2.45
Perlakuan (t1*t2)-1 23 1329.52 57.81 3.27 1.99 2.68
Faktor A t1-1 7 879.42 125.63 7.10 2.42 3.50
Faktor B t2-1 1 79.97 79.97 4.52 4.26 7.82
A*B (t1-1)(t2-1) 7 370.13 52.88 2.99 2.42 3.50
Galat t1*t2(r-1) 24 424.45 17.69

Lampiran 8. Anova Berat Kering Akar Jagung


SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 47 6624.73 140.95 1.32 1.87 2.45
Perlakuan (t1*t2)-1 23 4059.17 176.49 1.65 1.99 2.68
Faktor A t1-1 7 2610.27 372.90 3.49 2.42 3.50
Faktor B t2-1 1 130.81 130.81 1.22 4.26 7.82
A*B (t1-1)(t2-1) 7 1318.08 188.30 1.76 2.42 3.50
Galat t1*t2(r-1) 24 2565.56 106.90
Lampiran 9. Anova Berat Kering Tajuk Jagung
SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 47 95083.56 2023.05 4.24 1.87 2.45
Perlakuan (t1*t2)-1 23 83644.42 3636.71 7.63 1.99 2.68
Faktor A t1-1 7 24853.64 3550.52 7.45 2.42 3.50
Faktor B t2-1 1 26370.00 26370.00 55.33 4.26 7.82
A*B (t1-1)(t2-1) 7 32420.79 4631.54 9.72 2.42 3.50
Galat t1*t2(r-1) 24 11439.14 476.63

Lampiran 10. Anova Berat Tongkol Jagung


SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 47 102341.45 2177.48 1.15 1.87 2.45
Perlakuan (t1*t2)-1 23 56710.86 2465.69 1.30 1.99 2.68
Faktor A t1-1 7 19552.65 2793.24 1.47 2.42 3.50
Faktor B t2-1 1 5063.52 5063.52 2.66 4.26 7.82
A*B (t1-1)(t2-1) 7 32094.68 4584.95 2.41 2.42 3.50
Galat t1*t2(r-1) 24 45630.60 1901.27

Lampiran 11. Anova Berat Kering Klobot Jagung


SK Anova db db JK KT Fhit F 0.05 F 0.01
Total rxt1xt2-1 47 360.35 7.67 1.73 1.87 2.45
Perlakuan (t1*t2)-1 23 254.29 11.06 2.50 1.99 2.68
Faktor A t1-1 7 36.20 5.17 1.17 2.42 3.50
Faktor B t2-1 1 129.63 129.63 29.33 4.26 7.82
A*B (t1-1)(t2-1) 7 88.46 12.64 2.86 2.42 3.50
Galat t1*t2(r-1) 24 106.06 4.42
Lampiran 12. Gambar Lahan dan Rumah Kaca

Lampiran 13. Gambar Benih Kangkung dan Jagung

Lampiran 14. Gambar Pupuk GM-Hayati, Phonksa, Kompos


Lampiran 15. Gambar Tanaman Kangkung

Lampiran 16. Gambar Tanaman Jagung

Lampiran 17. Gambar Tanah Latosol dalam Polybag


Lampiran 18. Gambar Jagung GHA dengan kontrol

A B C D   K1 K2 K3
Ket:   A=GHA30 tanpa kompos      k1 = phonska 
B=GHA30 kompos        k2 = kompos 
C= GHA60 tanpa kompos      k3 = tanpa pupuk (latosol) 
D= GHA60 kompos   
       
Lampiran 19. Gambar Jagung GHS dan GHTF

A B C D
A B C D
 
A = GHS30 tanpa kompos        A = GHTF30 tanpa kompos 
B =GHS30 kompos          B =GHTF30 kompos 
C = GHS60 tanpa kompos        C = GHTF60 tanpa kompos 
D =GHS60 kompos          D = GHTF60 kompos 
Lampiran 20. Diagram Alir Pembuatan MSG PT Sasa Inti
 

Anda mungkin juga menyukai