Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

industri otomotif. Karet (Heveabrasiliensis) berasal dari benua Amerika dan saat

ini menyebar luas ke seluruh dunia. Karet dikenal di Indonesia sejak masa

kolonial Belanda, dan merupakan salah satu komoditas perkebunan yang

memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia. Diperkirakan ada

lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85% di antaranya (2,9

juta hektar) merupakan perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat atau petani

skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara atau swasta

(Janudianto, dkk., 2013).

Kondisi areal karet rakyat tua tersebar di setiap kabupaten. Areal karet

tua/rusak di Provinsi Jambi seluas 171.060 ha dari total areal 557.042 ha, dengan

produktivitas rendah (709 kg/ha/th), lebih rendah disbanding perusahaan Negara

(924 kg/ha) ataupun swasta (981 kg/ha). Berdasarkan pengamatan di lapangan

bahwa sebagian besar keadaan kebun rakyat yang mengakibatkan produktivitas

rendah adalah : tanaman karet rakyat sebagian besar sudah tua dan selama ini

tidak pernah dilakukan pemupukan (BPTP Jambi, 2008).

Luas lahan karet yang dimiliki Indonesia mencapai 3-3,5 juta hektar. Ini

merupakan luas lahan karet terluas di dunia. Sementara luas lahan karet di

Thailand sekitar 2 juta hektar, Malaysia sekitar 1,3 juta hektar. Sayangnya

perluasan karet yang luas ini tidak diimbangi dengan produktivitas yang baik.

Produktivitas luas karet di Indonesia rata-ratab rendah dan mutu karet yang

dihasilkan juga kurang memuaskan (Tim penulis PS, 2008).


Pengembangan perkebunan karet memberikan peranan penting bagi

perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber devisa, sumber bahan baku industri,

sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pengembangan

pusat-pusat pertumbuhan perekonomian di daerah dan sekaligus berperan dalam

pelestarian fungsi lingkungan hidup. Guna mendukung keberhasilan

pengembangan karet, perlu disusun Teknis Budidaya Tanaman Karet digunakan

sebagai acuan bagi pihak-pihak yang terkait pengolahan komoditi tersebut

(Disbun Kuansing, 2010).

Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap

komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatakan

pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa

merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung hal ini,

perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau pekebun

swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman

secara intensif (Anwar, 2001).

Eksistensi hara dalam tanah sangat erat kaitannya dengan daur hara yang

terjadi di dalam tanah. Hara dari dalam tanah berasal dari pelapukan mineral

batuan dan berasal dari dekomposisi bahan organik baik manusia, hewan maupun

tumbuhan. Di areal perkebunan karet hara yang ada dalam tanah diserap dalam

bentuk ion oleh tanaman karet dan terakumulasi atau terimmobilisasi sebagai

penyusun jaringan tubuhnya. Immobilisasi artinya hara berada dalam tubuh

tanaman tetapi pada suatu waktu dapat kembali lagi ke tanah apabila tanaman

tersebut terdekomposisi. Hara yang terdekomposisi termasuk ke dalam faktor

kehilangan hara. Tanaman karet yang berumur 190 bulan dengan kerapatan 335
tegakan/ha di dalam jaringan tubuhnya terakumulasi hara yang setara dengan

1426,1 kg Urea, 372,2 kg SP 36, 1456,7 kg MoP dan 551,9 Kg Kieserite.

Akumulasi hara juga terjadi di dalam tanaman kacangan penutup tanah (LCC)

(Adi dan Istianto, 2009).

Tanaman karet di Indonesia, yang memproduksi 1,2 juta pada tahun 1988,

juga pembuangan utama polutan organik, standar pemerintah telah ditetapkan

untuk parameter seperti ph, bod, cod, ss dan amonia nitrogen untuk kedua lateks

berkonsentrasi dan pengolahan kering karet . Meskipun teknologi pengendalian

pencemaran tersedia dan relatif mahal dalam, mekanisme telah terbelakang

(Thia and Len, 1992).

Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh

Komposisi kompos pada media tanam Terhadap Pertumbuhan Stum Karet

(Havea brasiliensis Muell. Arg.)

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk

dapat mengikuti praktikum di laboratorium budidaya tanaman kelapa sawit dan

karet, program studi agroekoteknologi, fakultas pertanian, universitas sumatera

utara, medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan

Hipotesis Percobaan

• Adanya pengaruh komposisi kompos pada media tanam terhadap

pertumbuhan stum karet (Havea brasiliensis Muell. Arg.)

• Media yang digunakan adalah Top Soil dan Pasir dengan Perbanding (2:1)
TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Klasifikasi tanaman karet menurut Setyamidjaja (1993) taksonomi

tanaman sebagai berikut adalah Kingdom: Plantae, Class: Dicotyledonae, Ordo:

Euphorbiales, Family: Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Spesies : Hevea brasiliensis

Tanaman karet memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang,

akar lateral yang menempel pada akar tunggang dan akar serabut. Pada tanaman

yang berumur 3 tahun kedalaman akar tunggang sudah mencapai 1,5 m. Apabila

tanaman sudah berumur 7 tahun maka akar tunggangnya sudah mencapai

kedalaman lebih dari 2,5 m. Pada konsisi tanah yang gembur akar lateral dapat

berkembang sampai pada kedalaman 40-80 cm. Akar lateral berfungsi untuk

menyerap air dan unsur hara dari tanah. Pada tanah yang subur akar serabut masih

dijumpai sampai kedalaman 45 cm. Akar serabut akan mencapai jumlah yang

maksimum pada musim semi dan pada musim gugur mencapai jumlah minimum

(Basuki dan Tjasadihardja, 1995).

Batang Tanaman karet yang tingginya bisa mencapai 25 meter dengan

diameter batang yang cukup besar. Umumnya, batang karet tumbuh lurus ke atas

dengan percabangan di bagian atas. Di batang inilah mengandung getah yang

lebih dikenal dengan nama lateks (Setiawan dan Andoko, 2000).

Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi

kuning atau merah. Daun mulai rontok apabila memasuki musim kemarau. Daun

karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun

utama sekitar 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm. Biasanya

terdapat 3 anak daun pada setiap helai daun karet. Anak daun karet berbentuk
elips, memanjang dengan ujung yang meruncing, tepinya rata dan tidak tajam

(Marsono dan Sigit, 2005).

Karet termasuk bunga yang sempurna karena memiliki bunga jantan dan

betina dalam satu pohon, terdapat dalam malai payung yang jarang. Pangkal

tenda bunga berbentuk lonceng dan diujungnya terdapat lima taju yang

sempit. Bunga betina berambut viit dengan ukuran sedikit lebih besar

dibandingkan dengan jantannya dan mengandung bakal buah yang beruang tiga

(Setiawan dan Andoko, 2000)

Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang

berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai

enam ruang. Garis tengah buah sekitar 3-5 cm. Bila telah masak, maka buah akan

pecah dengan sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan

pengembangbiakan tanaman karet secara alami yaitu biji terlontar sampai jauh

dan akan tumbuh dalam lingkungan yang mendukung (Marsono dan Sigit, 2005).

Tanaman karet dapat diperbanyak secara generatif (dengan biji) dan

vegetatif (okulasi). Biji yang akan dipakai untuk bibit, terutama untuk penyediaan

batang bagian bawah harus sungguh-sungguh baik sehingga produksi tanaman

karet dapat cukup baik (Setyamidjaja, 1993).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis yang tumbuh antara 15° LS

dan 15° LU. Tanaman ini tumbuh optimal di dataran rendah antara 0-200 meter

diatas permukaan laut. Semakin tinggi letak tempat, pertumbuhannya semakin


lambat dan hasil lateksnya rendah. Ketinggian lebih dari 600 m dpl kurang cocok

untuk pertumbuhan tanaman karet (Setyamidjaja, 1993).

Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian

200 m – 400 m dari permukaan laut (dpl). Pada ketinggian > 400 m dpl dan suhu

harian lebih dari 30oC, akan mengakibatkan tanaman karet tidak bisa tumbuh

dengan baik (Damanik, dkk., 2010).

Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak

kurang dari 2000 mm. Optimal antara 2000 – 4000 mm/tahun, yakni pada

ketinggian sampai 200 m diatas permukaan laut. Untuk pertumbuhan karet yang

baik memerlukan suhu antara 250- 350 C, dengan suhu optimal rata-rata 280C.

Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang

pada musim-musim tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman karet

yang berasal dari klon-klon tertentu yang peka terhadap angin kencang

(Setyamidjaja, 1993).

Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata-rata

berkisar diantara 75-90%. Lama penyinaran dan intensitas cahaya matahari sangat

menentukan produktivitas tanaman. Di daerah yang kurang hujan yang menjadi

faktor pembatas adalah kurangnya air, sebaliknya di daerah yang terlalu banyak

hujan, cahaya matahari menjadi faktor pembatas. Dalam sehari tanaman karet

membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang cukup paling tinggi antara 5

– 7 jam. Angin yang bertiup kencang dapat mengakibatkan patah batang, cabang

atau tumbang (Sianturi, 2001).


Tanah

Tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, baik pada tanah-

tanah vulkanis muda ataupun vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah gambut.

Tanah-tanah vulkanis umumnya memiliki sifat-sifat fisika yang cukup baik,

terutama dari segi struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan

drainasemya. Akan tetapi, sifat-sifat kimianya umumnya cukup subur. Tetapi sifat

fisisnya terutama drainasenya dan aerasinya kurang baik. Pembuatan

saluran-saluran drainase akan menolong memperbaiki keadaan tanah ini

(Setyamidjaja, 1993).

Sedangkan tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya

kurang baik sehingga drainase dan aerasenya kurang baik. Tanah-tanah kurang

subur seperti podsolik merah kuning yang ada di negeri ini dengan bantuan

pemupukan dan pengelolaan yang baik bisa dikembangkan menjadi perkebunan

karet dengan hasil yang cukup baik (Damanik, dkk., 2010).

Tanaman karet bukanlah tanaman manja, dapat tumbuh pada tanah – tanah

yang mempunyai sifat fisik baik, atau sifat fisiknya dapat diperbaiki. Tanah yang

dikehendaki adalah bersolum dalam, jeluk lapisan dalam lebih dari 1 m,

permukaan air tanah rendah. Sangat toleran terhadap kemasaman tanah, dapat

tumbuh pada pH 3,8 hingga 8,0, tetapi pada pH yang lebih tinggi sangat menekan

pertumbuhan (Sianturi, 2001).

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih

mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini

disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman

karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan


sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman

karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah

vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur,

sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara

umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya

cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik.

Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 ‐ pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan

pH > 8,0 (Anwar, 2001).

Pembibitan Stum Mata Tidur Karet

Klon adalah “keturunan” yang diperoleh dengan cara perbanyakan

vegetatif suatu tanaman sehingga ciri-ciri dari tanaman tersebut merupakan ciri-

ciri dari tanaman induknya. Untuk memperoleh tanaman karet yang seragam di

lapangan, disamping memerlukan cara tanam dan pemeliharaan baik, juga

memerlukan bibit hasilk okulasi yang entresnya diambil dari kebun entres yang

memiliki klon-klon murni (Setyamidjaja, 1993).

Bibit karet klonal atau stum okulasi mata tidur (OMT) adalah

pembibitan main nursery yang menggunakan batang bawah yang telah diokulasi

dengan mata okulasi terpilih. Stum okulasi mata tidur tahan hidup, seragam,

mudah dikemas, mudah diatur dan mudah diangkut. Bibit karet yang akan ditanan

di lapang harus berasal dari klon unggul yang terpilih, pertumbuhan bibit dalam

kondisi prima, terhindar dari hama/penyakit, dan sebagainya (Suylistya, 2005).

Kriteria bibit stump mata tidur yang baik yaitu memiliki akar tunggang

lurus, tidak bercabang, panjang minimal 35 cm dan akar lateral yang disisakan

panjangnya 5 cm, tinggi batang di atas okulasi sekitar 5-7 cm, memiliki diameter
batang sekitar 2,5 cm. Bagian bekas pemotongan diolesi TB 192 atau parafin,

apabila diperoleh pada bagian okulasi berwarna hijau, jika bibit memiliki akar

tunggang lebih dari satu, pilih satu akar tunggang yang paling baik dan yang

lainnya dibuang (Purwanta, dkk., 2008).

Pembuatan bibit karet OMT dimulai dengan menyemaikan biji karet

sebagai batang bawah. Setelah mencapai umur 9-12 bulan, batang bawah

diokulasi dengan mata entres yang diambil dari kebun induk yang terpilih. Setelah

1 bulan, batang bawah dipotong menyerong.Bibit karet kemudian dibongkar dari

tempat tumbuhnya setelah tempelan okulasi dipastikan hidup. Setelah okulasi jadi,

batang bawah dipotong ±5 cm di atas mata okulasi, kemudian dibongkar

(Suylistya, 2005).

Kompos

Kompos memiliki fungsi kimia yang penting seperti: (1) penyediaan hara

makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe,

meskipun jumlahnya relatif sedikit. Unsur N yang terkandung dalam bahan

organic diserap oleh tanaman melalui akar. Pemberian nitrogen yang tepat dapat

membentuk bagian-bagian penting tanaman seperti batang, daun dan akar. Jika N

terpenuhi sintesis protein dan pembentukan sel-sel baru dapat tercapai sehingga

mampu membentuk organ – organ seperti pembentukan daun (Adi

dan Istianto, 2009).

Unsur Magnesium (Mg) yang terkandung pada bahan organik dapat

memberikan efek positif dalam pembentukan daun. Magnesium sebagai penyusun

molekul klorofil dan aktivator enzim juga berperan dalam proses fotosintesis

sehingga fotosintat yang dihasilkan dapat ditranslokasikan untuk mendukung


pertumbuhan daun. Selain itu, hormon sitokinin yang berperan dalam merangsang

proses sitokinesis atau proses pembelahan sel sehingga dapat mendukung

pertumbuhan jumlah daun (Kasno,dkk., 2009).

Bibit harus mendapatkan unsur hara yang cukup untuk mendukung

pertumbuhan dan perkembangannya, seperti unsur hara N dan P yang ada pada

bahan organik walaupun dalam jumlah sedikit, maka pemberian bahan organik

harus lebih banyak dosisnya. Nitrogen (N) berperan sebagai penyusun protein dan

Fosfor (P) yang penting dalam transfer energi diperlukan untuk kegiatan fisiologis

tanaman dan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Aktivitas fotosintesis

menghasilkan fotosintat yang akan ditranslokasikan ke bagian meristem dan

dilanjutkan dengan terjadinya pembelahan serta pemanjangan sel sehingga

tanaman dapat menjadi besar. Namun jika jumlah unsur hara yang tersedia belum

mencukupi kebutuhan bibit, maka kurang mendukung pertumbuhan stum seperti

diameter tunas (Nurjaya, dkk., 2009).

Aktivitas fotosintesis menghasilkan fotosintat yang akan ditranslokasikan

ke bagian meristem dan dilanjutkan dengan terjadinya pembelahan serta

pemanjangan sel sehingga tanaman dapat menjadi besar. Namun jika jumlah unsur

hara yang tersedia belum mencukupi kebutuhan bibit, maka kurang mendukung

pertumbuhan bibit seperti diameter tunas (Teddy, dkk., 2009).

Tanaman karet membutuhkan unsur hara untuk pertumbuhan dan

berproduksi. Pemupukan dalam perlindungan tanaman karet bukan berperan

langsung untuk memberantas patogen, tetapi berperan dalam meningkatkan

kesehatan tanaman karet. Penggunaan pupuk dalam pengendalian penyakit karet

memberikan banyak keuntungan yaitu penghematan biaya, tenaga dan waktu


dibandingkan dengan penggunaan fungisida, selain itu pemberian pupuk juga

akan mempengaruhi peningkatan pertumbuhan produksi tanaman

(Nurhayati, dkk., 2006).

Dalam budidaya karet, pemupukan dilakukan sejak tanam sampai tanaman

tidak berproduksi lagi. Tanpa pemupukan produksi karet tidak akan maksimal.

Jika pada masa komposisi I atau sebelum disadap tanaman karet harus dipupuk,

pada masa komposisi II atau setelah sadap kegiatan pemupukan harus

dilakukan secara selektif. Artinya, hanya tanaman yang produksi lateknsnya

bagus saja yang dipuypuk. Langkah ini untuk menghindari pemborosan

(Setiawan dan Andoko, 2000).


BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Percobaan ini dilaksanakan di Lahan Fakultas Pertanian dan Laboratorium

Budidaya Kelapa Sawit, Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara pada ketinggian ± 25 m di atas permukaan laut mulai

Maret sampai dengan Mei 2015.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah kecambah

kelapa sawit sebagai objek percobaan, kompos sebagai campuran media tanam,

top soil dan sub soil sebagai bahan campuran media tanam, air untuk menyiram

pembibitan, polibag sebagai wadah tanam, label untuk menandai perlakuan,

plastik untuk melapisi label.

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah cangkul untuk

mengaduk media tanam, gembor sebagai wadah air untuk menyiram tanaman,

ayakan pasir untuk mengayak media tanam, jangka sorong untuk mengukur

diameter batang, penggaris untuk mengukur tinggi tanaman, hekter untuk

merekatkan label, Timbangan untuk menimbang berat kompos, alat tulis dan buku

data untuk mencatat hasil pengamatan.

Metode Penelitian

Metode percobaan yang digunakan adalah RAL Faktorial dengan

perlakuan :

Faktor 1 : Komposisi Kompos (K)

K0 :

K1 :
K2 :

K3 :

K4 :

Maka ada enam kombinasi perlakuan, yaitu :

K0 K1 K2 K3 K4

Jumlah ulangan :3

Jumlah Tanaman per Unit plot :5

Jumlah bibit per polibag :1

Jumlah bibit per plot :5

Jumlah stum seluruhnya : 75 stum


PELAKSANAAN PERCOBAAN

Persiapan Lahan

Lahan disiapkan dibersihkan dan diratakan menggunakan cangkul dan

dengan pembuatan naungan. Bambu dijadikan sebagai tiang-tiang naungan dan

pelepah digunakan sebagai atapnya. Naungan dibuat perafdeling, disetiap afdeling

berdiri tegak naungan.

Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan adalah pasir, topsoil, dan kompos. Media

tanam dicampur sesuai dengan perlakuan lalu dimasukkan ke dalam polybag.

Perlakuan tersebut antara lain K0, K1, K2, K3, K4

Penanaman

Stum karet ditanam pada bulan Maret 2015 dalam polibag berukuran 10

kg. Pada masing – masing polibag diberikan air sedikit untuk melembapi media

tanam kemudian ditanam stum dengan arah mata tunas ke timur.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan frekuensi penyiraman yang telah

ditetapkan setiap hari pagi dan sore

Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan menggunakan tangan saat gulma mulai

tumbuh di media tanam.Waktu penyiangan gulma sangat tergantung pada populasi

dan pertumbuhan gulma tersebut.


Pengendalian OPT

Organisme pengganggu tanaman seperti semut dikendalikan engan

menggunakan minyak tanah.

Pengamatan Parameter

Kecepatan Melentis

Kecepatan melentis diamati setiap hari dari hari pertama tanam hingga 30

hari setelah tanaman. Dicatat hari keberapa mata tunas yang melentis dari semua

tanaman.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dihitung setiap minggunya mulai 4 MST sampai 10

MST.Daun yang dihitung adalah daun yang telah terbuka sempurna yaitu keadaan

daunnya yang sudah melengkung dan helaiannya terbuka lebar.

Panjang Tunas (cm)

Panjang Tunas diukur dengan menggunakan penggaris. Pengukuran

dimulai dari atas permukaan tanah hingga ujung daun dan dilakukan satu kali

dalam seminggu mulai 4 MST sampai 10 MST.

Diameter Tunas

Diameter tunas diukur dengan menggunakaan jangka sorong.

Pengukuran diambil dibagian tengah tunas dan dilakukan satu kali dalam

seminggu dimulai dari 4 MST sampai 10 MST.


DAFTAR PUSTAKA

Adi, P. N dan Istianto. 2009. Pentingnya Pemupukan Tanaman Karet. Balai


Penelitian Sungei Putih, Deli Serdang
Anwar, C., 2001. Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet, Medan

Basuki dan Tjasadiharja, A. Warta Pusat Penilitian Karet. Volume 14 Nomor 2


(89-101) Juni 1995 Asosiasi Penilitian dan Pengembangan Perkebunan
Indonesia.CV. Monora. Medan, hlm 91-92

BPTP Jambi. 2008. Teknologi Pemupukan Tanaman Karet Rakyat Telah


Menghasilkan. http://jambi.litbang.deptan.go.id/pdf. Diakses pada tanggal
6 April 2014

Budi, Gede W., Ilahang, Ratna A., Laxman J., Eric P., dan Janudianto. 2008.
Pembangunan Kebun Wanatani Berbasis Karet Klonal
www.worldagroforestry.org/pdf. Diakses pada tanggal 6 April 2014

Damanik,S., Syakir,M., Made,T., dan Siswanto. 2010. Budidaya Pasca Panen


Karet. Pusat Penilitian dan Perkebunan , Bogor

Disbun Kuansing. 2010. Pedoman Teknis Karet. Dirjenbun Kementerian RI,


Jakarta

Janudianto, Andi P., Horas N., Subekti R. 2013. Panduan Budidaya Karet untuk
Petani Skala Kecil. www.worldagroforestry.org/pdf. Diakses pada tanggal
17 Maret 2014

Kasno,A., Sri R dan Bambang H.P. 2009. Deposit, Penyebaran, dan Karakteristik
Posfat Alam. www.balai.litbang.deptan.ac.id/pdf. Diakses pada tanggal 5
April 2014

Marsono dan Sigit, P. 2005. Karet. Strategi Pemasaran Budidaya dan


Pengolahan.Penebar Swadaya, Jakarta

Nurhayati, Suparman SHK, Desty S. 2006. Pengaruh Pupuk Nitrogen Terhadap


Infeksi Coryespora cassiicola (Berk & Curt) Wei Pada Daun Karet di
Pembibitan. www.eprints.unsri.ac.id/pdf. Diakses 6 April 2014

Nurjaya, A. Kasno dan A. Rachman. 2009. Penggunaan Posfat Alam Untuk


Perkebunan. www.balai.litbang.deptan.ac.id/pdf. Diakses pada tanggal 5
April 2014

Purwanta, J.H, Kiswanto, Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Karet. Balai


Pengkajian Teknologi Pertanian, Lampung
Setiawan,H.D dan Andoko, A. 2000. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet.
Agromedia, Jakarta

Setyamidjaja, D. 1993. Seri Nudidaya Karet. UGM Press, Yogyakarta

Sianturi, H. S. D. 2001. Budidaya Kelapa Sawit. www.repository.usu.ac.id/pdf.


Diakses pada tanggal 20 Maret 2014

Sulistya I.I. 2005. Bibit Karet Klonal dalam Polibag Cocok untuk Lahan Bekas
Hutan. Balai Penilitian Getas, Salatiga

Teddy M. S, Sri R dan Achmad R. 2009. Pemanfaatan Fosfat Alam Ditinjau Dari
Aspek Lingkungan.www.balai.litbang.deptan.ac.id/pdf. Diakses pada
tanggal 5 April 2014

Thia, C.E ang Len R.G. 1992. Waste Management in the Coastal Areas of The
ASEAN Region. Ministry of Environment ASEAN centre, Philliphines

Tim Penulis PS. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai