Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

TEORI PERKAWINAN DAN INFERTILITAS

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah: Kesehatan Reproduksi

Dosen Pengampu:
Dr. Dyah Utari, S.Kep, NS, M.KKK.

Disusun Oleh
Kelompok 3

1. Ratu Sheila Annamyra (1810713004)


2. Anida Khairina (1810713015)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019
A. DEFINISI PERKAWINAN
1. Pengertian Perkawinan Menurut Para Ahli
a) H. Mahmud Yunus mengatakan bahwa perkawinan adalah akad antara calon laki-
laki dan istri untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syariat
(Triwulan, 2006 : 64).
b) Sayuti Thalib mendefinisikan bahwa perkawinan ialah perjanjian suci membentuk
keluaga antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan.
c) M. Idris Ramulyo mengatakan bahwa perkawinan menurut Islam ialah suatu
perjanjian suci membentuk keluarga yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama
secara sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk keluarga
yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, aman tenteram bahagia dan
kekal (Triwulan, 2006 : 65).
d) Soetoyo Prawirohamidjojo menyatakan bahwa perkawinan merupakan
persekutuan hidup antara seorang pria dan wanita yang dikukuhkan secara formal
dengan undang-undang (yuridis) dan kebanyakan religius.
e) Subekti (dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata) mengatakan bahwa perkawinan
adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang perempuan untuk
waktu yang lama.
f) Kaelany H.D. mengatakan bahwa perkawinan adalah akad antara calon suami-istri
untuk memenuhi hajat jenisnya menurut yang diatur oleh syari’ah. Dalam akad
itu, kedua calon akan diperbolehkan bergaul sebagai suami istri (Triwulan, 2006 :
66).
Dari sekian banyak defenisi yang dikemukakan oleh para ahli, perkawinan
pada dasarnya adalah ikatan yang sah antara calon suami-istri untuk menjadi keluarga
dan melanjutkan keturunannya.
2. Perkawinan Menurut Hukum Adat di Indonesia
Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia, perkawinan itu bukan saja
berarti sebagai perikatan perdata, tetapi juga merupakan perikatan adat sekaligus
merupakan perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Jadi, terjadinya suatu ikatan
perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan
keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami-isteri, harta bersama, kedudukan anak,
hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat
istiadat kewarisan, kekeluargan, kekerabatan dan ketetanggaan, serta menyangkut
upacara-upacara adat dan keagamaan. Begitu juga menyangkut kewajiban mentaati
perintah dan larangan keagamaan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhannya
(ibadah) maupun hubungan manusia sesama manusia dalam pergaulan hidup.
Perkawinan menurut hukum adat juga berarti salah satu peristiwa yang sangat penting
dalam kehidupan masyarakat adat, sebab perkawinan bukan hanya menyangkut kedua
mempelai, tetapi juga orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, bahkan
keluarga mereka masing-masing.
Perkawinan dalam arti perikatan adat ialah perkawinan yang mempunyai
akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku pada masyarakat bersangkutan.
Akibat hukum ini telah ada sejak sebelum perkawinan terjadi, yaitu misalnya dengan
adanya hubungan pelamaran yang merupakan rasan sanak (hubungan anak-anak,
bujang-gadis) dan rasan tuha (hubungan antara orang tua keluarga dari para calon
suami istri). Setelah terjadinya ikatan perkawinan maka timbul hak-hak dan
kewajiban-kewajiban orang tua (termasuk anggota keluarga atau kerabat) menurut
hukum adat setempat, yaitu dalam pelaksanaan upacara adat dan selanjutnya membina
dan memelihara kerukunan, keutuhan, dan kelanggengan dari kehidupan anak-anak
mereka yang terikat dalam perkawinan. Sejauh mana ikatan perkawinan itu membawa
akibat hukum dalam perikatan adat, seperti tentang kedudukan suami dan kedudukan
istri, begitu pula tentang kedudukan anak dan pengangkatan anak, kedudukan anak
tertua, anak penerus keturunan, anak adat, anak asuh dan lain-lain, harta perkawinan,
yaitu harta yang timbul akibat terjadinya perkawinan, tergantung pada sistem
kekerabatan, bentuk dan sistem perkawinan adat setempat (Fakultas Hukum USU:
20).
Menurut hukum adat, sistem perkawinan ada 3 macam yaitu:
a) Sistem Endogami
Dalam sistem ini orang hanya diperbolehkan kawin dengan seorang dari
suku keluarganya sendiri. Sistem perkawinan ini kini jarang terjadi di Indonesia.
Menurut Van Vollenhoven, hanya ada satu daerah saja yang secara praktis
mengenal sistem endogami ini, yaitu daerah Toraja. Tetapi sekarang, di daerah ini
pun sistem ini akan lenyap dengan sendirinya kalau hubungan daerah itu dengan
daerah lainnya akan menjadi lebih mudah, erat, dan meluas. Sebab, sistem
tersebut di daerah ini hanya terdapat secara praktis saja.
b) Sistem Eksogami
Dalam sistem ini, orang diharuskan menikah dengan suku lain. Menikah
dengan suku sendiri merupakan larangan. Namun demikian, seiring berjalannya
waktu dan berputarnya zaman, lambat laun mengalami proses perlunakan
sedemikian rupa, sehingga larangan perkawinan itu diperlakukan hanya pada
lingkungan kekeluargaan yang sangat kecil saja. Sistem ini dapat dijumpai di
daerah Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan, Buru, dan Seram.
c) Sistem Eleutherogami
Sistem eleutherogami berbeda dengan kedua sistem di atas, yang memiliki
larangan-larangan dan keharusan-keharusan. Eleutherogami tidak mengenal
larangan-larangan maupun keharusan-keharusan tersebut. Larangan-larangan yang
terdapat dalam sistem ini adalah larangan yang berhubungan dengan ikatan
kekeluargaan yang menyangkut nasab (keturunan), seperti kawin dengan ibu,
nenek, anak kandung, cucu, saudara kandung, maupun saudara bapak atau ibu.
Selain itu, ada juga larangan kawin dengan musyaharah (per-iparan), seperti
kawin dengan ibu tiri, mertua, menantu, maupun anak tiri. Sistem ini dapat
dijumpai hampir di seluruh masyarakat Indonesia (Soekanto, 1992).

B. PRINSIP UNDANG-UNDANG PERKAWINAN


Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mengatakan bahwa perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang maha Esa (Kansil, 2003 : 60-61). Dari Pasal 1 Undang-Undang
Perkawinan di atas dapat dijelaskan bahwa ikatan lahir batin tidak hanya cukup dengan
ikatan lahir saja atau ikatan batin saja, akan tetapi kedua-duanya harus terpadu erat. Suatu
ikatan lahir merupakan ikatan yang dapat dilihat dan mengungkapkan adanya hubungan
hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami istri,
dengan kata lain disebut dengan hubungan formal. Sebaliknya suatu ikatan batin
merupakan hubungan yang tidak formal, suatu ikatan yang tidak nampak, tidak nyata
yang hanya dirasakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Ikatan batin merupakan dasar
ikatan lahir yang dapat dijadikan pondasi dalam membina keluarga yang bahagia
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Ikatan perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan seorang wanita,
maksudnya bahwa hubungan perkawinan selain antara pria dan wanita tidaklah mungkin
terjadi. Misalnya, antara seorang pria dengan seorang pria atau seorang wanita dengan
seorang wanita. Tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang kekal yaitu untuk
memperoleh keturunan yang berbakti kepada orang tuanya, keluarga yang bahagia, dan
kekal selama-lamanya. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu perkawinan itu sah
berdasarkan hukum masing-masing agama dan kepercayaan yang berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa (Syarifuddin, 2009).

C. FUNGSI DAN ALASAN PERKAWINAN


1. Fungsi-Fungsi Perkawinan
Dalam sebuah perkawinan perlu adanya fungsi-fungsi yang harus dijalankan.
Apabila fungsi-fungsi tersebut tidak berjalan atau tidak terpenuhi, maka tidak ada
perasaan bahagia dan puas pada pasangan. (Soewondo, 2001). Duvall & Miller (1985)
menyebutkan setidaknya terdapat enam fungsi penting dalam perkawinan yaitu
sebagai berikut.
a) Menumbuhkan dan memelihara cinta setia kasih sayang
Perkawinan memberikan cinta dan kasih sayang diantara suami dan istri,
orang tua dan anak, serta antaranggota keluarga lainnya. Idealnya perkawinan
dapat memberikan kasih sayang pada kedua orang tua dan anaknya sehingga
berkontribusi terhadap perkembangan kesehatan mereka.
b) Menyediakan rasa aman dan penerimaan
Mayoritas orang mencari rasa aman, penerimaan, dan saling melengkapi
bila melakukan kesalahan sehingga dapat belajar darinya dan dapat menerima
kekurangan pasangannya.
c) Memberikan kepuasan dan tujuan
Berbagai tekanan yang terdapat pada dunia kerja terkadang menghasilkan
ketidakpuasan. Ketidakpuasan tersebut dapat diatasi dengan perkawinan melalui
kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama-sama anggota keluarga. Dengan
perkawinan juga seseorang dipaksa untuk memiliki tujuan dalam hidupnya.
d) Menjamin kebersamaan secara terus-menerus
Melalui perkawinan, rasa kebersamaan diharapkan selalu didapatkan oleh
para anggota keluarga.
e) Menyediakan status sosial dan kesempatan sosialisasi.
Sebuah keluarga yang diikat oleh perkawinan memberikan status sosial
pada anggotanya. Anak yang baru lahir secara otomatis mendapatkan status sosial
sebagai seorang anak yang berasal dari orang tuanya.
f) Memberikan pengawasan dan pembelajaran tentang kebenaran
Dalam perkawinan, individu mempelajari mengenai aturan-aturan, hak,
kewajiban, serta tanggungjawab. Pada pelaksanaannya, individu tersebut akan
mendapatkan pengawasan dengan adanya aturan-aturan tersebut. Individu dalam
perkawinan juga mendapatkan pendidikan moral mengenai hal yang benar atau
salah.
2. Alasan Melakukan Perkawinan
Menurut Stinnett (dalam Turner & Helms, 1987) terdapat berbagai alasan
yang mendasari mengapa seseorang melakukan perkawinan. Alasan-alasan
tersebut antara lain sebagai berikut.
a) Komitmen
Perkawinan sebagai suatu simbol dari komitmen. Dengan melakukan
perkawinan seseorang ingin menunjukkan kepada pasangannya mengenai
komitmennya terhadap hubungan yang ada.
b) One-to-one relationship
Melalui perkawinan seseorang membentuk one-to-one relationship.
Individu dapat memberikan afeksi, rasa hormat pada pasangannya.
c) Companionship and sharing
Dengan perkawinan seseorang dapat mengatasi rasa kesepiannya
dengan berbagi segala hal pada pasangannya.
d) Love
Hal ini merupakan alasan utama seseorang melakukan perkawinan
karena pada dasarnya perkawinan adalah sarana untuk memenuhi kebutuhan
dasar tentang cinta.
e) Kebahagiaan
Banyak orang yang menganggap bahwa dengan melakukan
perkawinan mereka akan mendapatkan kebahagiaan.
f) Legitimasi hubungan seks dan anak
Perkawinan memberikan status legitimasi sebuah hubungan seksual
hingga akhirnya memperoleh keturunan.

D. PUP (PENDEWASAAN USIA PERKAWINAN)


1. Pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan
usia pada perkawinan pertama, sehingga pada saat perkawinan mencapai usia
minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Batasan usia ini
dianggap sudah siap baik dipandang dari sisi kesehatan maupun perkembangan
emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga (BKKBN, 2014).
PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan
tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup
dewasa. Apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka
diupayakan adanya penundaan kelahiran anak pertama. Penundaan usia kehamilan
dan kehamilan anak pertama ini disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan
madu menjadi tahun madu.
Pendewasaan Usia Perkawinan merupakan bagian dari program Keluarga
Berencana Nasional. Program PUP akan memberikan dampak terhadap
peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total
Fertility Rate (TFR). Tujuan program Pendewasaan Usia Perkawinan ini adalah
untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar dalam
merancanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek
berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental emosional,
pendidikan, sosial, ekonomi, serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan
PUP ini seperti berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin yang lebih
dewasa. Program PUP dalam program KB bertujuan meningkatkan usia kawin
perempuan umur 21 tahun serta menurunkan kelahiran pertama pada usia ibu di
bawah 21 tahun menjadi sekitar 14%.
2. Latar Belakang Pendewasaan Usia Perkawinan
Pendewasaan Usia Perkawinan diperlukan karena dilatarbelakangi
beberapa hal sebagai berikut.
a) Semakin banyaknya kasus pernikahan usia dini.
b) Banyaknya kasus kehamilan tidak diinginkan .
c) Banyaknya kasus pernikahan usia dini dan kehamilan tidak diinginkan
menyebabkan pertambahan penduduk makin cepat (setiap tahun bertambah
sekitar 3,2 juta jiwa).
d) Karena pertumbuhan penduduk tinggi, kualitasnya rendah
e) Menikah dalam usia muda menyebabkan keluarga sering tidak harmonis,
sering cekcok, terjadi perselingkuhan, terjadi KDRT, dan rentan terhadap
perceraian (BKKBN, 2014).
3. Dasar Hukum Pendewasaan Usia Perkawinan
a) UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga
(1) Kebijakan keluarga berencana dilakukan untuk mewujudkan penduduk
tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas (pasal 20).
(2) Dengan membantu calon atau pasangan suami istri dalam mengambil
keputusan dan mewujudkan hak reproduksinya secara bertanggungjawab
tentang usia ideal perkawinan, usia ideal melahirkan, jumlah ideal anak,
jarak ideal kelahiran anak, dan penyuluhan kesehatan reproduksi (pasal
21).
(3) Yang di antaranya dilakukan melalui pembinaan keluarga (pasal 22).
(4) Kebijakan Pembangunan Keluarga melalui Pembinaan Ketahanan dan
Kesejahteraan Keluarga untuk mendukung keluarga agar dapat
melaksanakan fungsi keluarga secara optimal (pasal 47).
(5) Dengan cara peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses
informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan tentang kehidupan
berkeluarga (pasal 48).
b) Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem
Informasi Keluarga
(1) Kebijakan nasional pembangunan keluarga diarahkan untuk:
melembagakan dan membudayakan NKKBS, memberdayakan fungsi
keluarga, memandirikan keluarga, memberdayakan kearifan local,
meningkatkan kualitas seluruh siklus hidup, memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat, dan memberdayakan peran serta masyarakat (pasal 6).
(2) Kebijakan Keluarga Berencana salah satunya dilakukan melalui upaya
pembinaan keluarga (pasal 18).
(3) Yang dilaksanakan dalam rangka mendukung pengembangan ketahanan
kesejahteraan keluarga dan pelaksanaan fungsi keluarga (pasal 21 (1))
diserta KIE, penyediaan sarana dan prasarana, dan upaya pembinaan
lainnya (pasal 21 (2)).
(4) Pengembangan ketahanan dan kesejahteraan keluarga dilakukan dengan
cara membentuk dan mengembangkan pembinaan keluarga balita dan
anak, pembinaan ketahanan keluarga remaja dan pembinaan Pusat
Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja/ Mahasiswa,
pembinaan ketahanan keluarga lansia, dan pemberdayaan ekonomi
keluarga (pasal 22) (BKKBN, 2018).
4. Tujuan Pendewasaan Usia Perkawinan
a) Meningkatkan pemahaman remaja sebagai calon pasangan tentang
perencanaan kehidupan berkeluarga agar mampu membangun keluarga
berkualitas.
b) Meningkatkan pemahaman remaja tentang KRR agar terhindar dari menikah
dini, seks pra nikah, dan penyalahgunaan narkoba.
c) Meningkatkan peran keluarga dalam menyiapkan remaja agar memiliki
perencanaan kehidupan berkeluarga.
d) Meningkatkan peran keluarga dalam upaya agar remaja terhindar dari
pernikahan dini, seks pra nikah, dan penyalahgunaan narkoba.
e) Meningkatkan pemahaman keluarga tentang delapan fungsi keluarga.
f) Meningkatkan partisipasi keluarga dalam keluarga berencana (BKKBN,
2018).
5. Materi Pendewasaan Usia Perkawinan
Kerangka Program Pendewasaan Usia Perkawinan terdiri dari tiga masa
reproduksi yaitu sebagai berikut.
a) Masa menunda perkawinan dan kehamilan.
Kelahiran anak yang baik adalah apabila dilahirkan oleh seorang ibu
yang telah berusia 20 tahun. Kelahiran anak oleh seorang ibu di bawah usia 20
tahun akan dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan anak yang bersangkutan.
Oleh sebab itu sangat dianjurkan apabila seorang perempuan belum berusia 20
tahun untuk menunda perkawinannya. Apabila sudah terlanjur menjadi
pasangan suami istri yang masih di bawah usia 20 tahun, maka dianjurkan
untuk menunda kehamilan, dengan menggunakan alat kontrasepsi. Beberapa
alasan medis secara objektif dari perlunya penundaan usia kawin pertama dan
kehamilan pertama bagi istri yang belum berumur 20 tahun adalah sebagai
berikut.
(1) Kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat
mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian pada saat persalinan, nifas,
serta bayinya.
(2) Kemungkinan timbulnya risiko medis, seperti keguguran, preeklamsia
(tekanan darah tinggi, cedema, proteinuria), eklamsia (keracunan
kehamilan), timbulnya kesulitan persalinan, bayi lahir sebelum waktunya ,
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), fistula vesikovaginal (merembesnya air
seni ke vagina), fistula retrovaginal (keluarnya gas dan feses ke vagina),
dan kanker leher rahim.
Penundaan kehamilan pada usia dibawah 20 tahun ini dianjurkan
dengan menggunakan alat kontrasepsi sebagai berikut.
(1) Prioritas kontrasepsi adalah oral pil, oleh karena peserta masih muda dan
sehat.
(2) Kondom kurang menguntungkan, karena pasangan sering bersenggama
(frekuensi tinggi) sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.
(3) KDR/Spiral/IUD bagi yang belum mempunyai anak merupakan pilihan
kedua. AKDR/Spiral/IUD yang digunakan harus dengan ukuran terkecil.
b) Masa Menjarangkan kehamilan
Masa menjarangkan kehamilan terjadi pada periode Pasangan Usia
Subur (PUS) berada pada umur 20-35 tahun. Secara empirik diketahui bahwa
PUS sebaiknya melahirkan pada periode umur 20-35 tahun, sehingga resiko-
resiko medik yang diuraikan di atas tidak terjadi. Dalam periode 15 tahun
(usia 20-35 tahun) dianjurkan untuk memiliki 2 anak, sehingga jarak ideal
antara dua kelahiran bagi PUS kelompok ini adalah sekitar 7-8 tahun.
Patokannya adalah jangan terjadi dua balita dalam periode 5 tahun. Untuk
menjarangkan kehamilan dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi.
Pemakaian alat kontrasepsi pada tahap ini dilaksanakan untuk menjarangkan
kelahiran agar ibu dapat menyusui anaknya dengan cukup, banyak, dan lama.
c) Masa mencegah kehamilan
Masa pencegahan kehamilan berada pada periode PUS berumur 35 tahun
keatas. Sebab secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 35 tahun
banyak mengalami resiko medik. Pencegahan kehamilan adalah proses yang
dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Kontrasepsi yang akan
dipakai diharapkan berlangsung sampai umur reproduksi dari PUS yang
bersangkutan yaitu sekitar 20 tahun dimana PUS sudah berumur 50 tahun.
Alat kontrasepsi yang dianjurkan bagi PUS usia diatas 35 tahun adalah sebagai
berikut.
(1) Pilihan utama penggunaan kontrasepsi pada masa ini adalah kontrasepsi
mantap (MOW, MOP).
(2) Pilihan ke dua kontrasepsi adalah IUD/AKDR/Spiral.
(3) Pil kurang dianjurkan karena pada usia ibu yang relatif tua mempunyai
kemungkinan timbulnya akibat sampingan (Soesilo, 2013).

E. KELAINAN DAN PENYAKIT GENETIK PADA MANUSIA TERKAIT


REPRODUKSI
1. Kaki bengkok atau CTEV (Congeintal Talipes Equino Varus)
CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi
dari tungkai, aduksi dari kaki depan, dan rotasi medial dari tibia (Schwartz, 2002).
CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan
deformitas umum dimana kaki berubah atau bengkok dari keadaan atau posisi normal.
Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang
berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Congenital
Talipes Equinovarus (CTEV) merupakan abnormalitas kongenital pada kaki yang
paling sering dijumpai (Cahyono, 2012).
2. Cleft Lip and Cleft Palate atau Orofacial Cleft
Biasa dikenal dengan bibir sumbing adalah suatu kondisi defek lahir dimana
terbentuknya pembukaan atau belahan yang tidak wajar pada bibir atau palatum.
Terdapat tiga jenis utama cleft lip cleft palate yaitu cleft lip (CL) dimana terjadi
belahan hanya pada bibir, cleft palate (CP) dimana terjadi belahan pada daerah
palatum, dan cleft lip palate (CLP) dimana belahan terjadi menyeluruh dari palatum
sampai bibir. Cleft lip dan cleft palate dicurigai akibat mutasi pada gen pembentuk
rongga mulut dan bibir pada bayi ketika masa kandungan umur 4 bulan. Mutasi ini
menyebabkan gagalnya penyatuan jaringan yang membentuk palatum dan bibir atas
yang akhirnya membentuk belahan yang terlihat jelas pada rongga mulut. Namun,
beberapa penelitian terbaru juga mencurigai diet dan pemakaian obat-obatan pada ibu
serta kebiasaan merokok dapat menjadi faktor penyebab terjadinya cleft lip dan cleft
palate. Cleft lip and cleft palate dapat mengakibatkan beberapa gangguan seperti
gangguan makan, gangguan berbicara, iritasi telinga, dan gangguan gigi dan mulut.
3. Neural Tube Defect atau Cacat Tabung Saraf
Pemberian asam folat pada ibu hamil diketahui untuk mencegah terjadinya
neural tube defect, terutama spina bifida dan anenchepalus pada fetus. Asam folat
diberikan kepada ibu hamil untuk proteksi maksimal terhadap kejadian neural tube
defect. Neural tube defect adalah prevalensi anomali kongenital terbanyak kedua
setelah malformasi jantung di Amerika Serikat dan berasosiasi terhadap morbiditas
dan mortalitas. Anak–anak dengan neural tube defect berasosiasi dengan anomali
perkembangan otak yang lebih berat. Banyaknya anomali perkembangan otak yang
berat berasosiasi dengan buruknya neurobehavior yang diketahui dari inteligensia,
kemampuan akademis, dan perilaku beradaptasi.
4. Kembar Siam
Dicephalus Dipus Tetrabrachius adalah kembar siam dengan dua kepala, dua
kaki, dan empat lengan. Perawatan antenatal tidak dilakukan, sehingga tidak diketahui
sebelumnya jika terdapat bayi kembar siam. Secara umum tidak semua kembar siam
mampu bertahan hidup, sebagian besar meninggal di dalam kandungan, lahir
meninggal, atau meninggal pada usia dini atau digugurkan ketika didiagnosa dini di
dalam kandungan. Dalam ilmu kebidanan modern, diagnosa antenatal secara dini
dapat dilakukan dengan ultrasonografi.

F. DEFINISI INFERTILITAS
Menurut World Health Organization (2012), infertilitas adalah ketidakmampuan
untuk hamil, ketidakmampuan mempertahankan kehamilan, ketidakmampuan untuk
membawa kehamilan kepada kelahiran hidup. Sejalan dengan WHO, menurut Strigh
(2005: 5), infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya
satutahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi.
Sedangkan menurut Sarwono (2000), infertilitas adalah pasangan suami istri yang telah
menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan
alat kontrasepsi tetapi belum memiliki anak.
Infertilitas dibagi menjadi dua, yaitu:
1. infertilitas primer adalah keadaan dimana pasangan suami istri belum mampu dan
belum pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2– 3
kali perminggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun,
2. infertilitas sekunder adalah keadaan dimana pasangan suami istri telah atau pernah
memiliki anak sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah
satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2– 3 kali perminggu tanpa menggunakan
alat atau metode kontrasepsi jenis apapun.
Angka kejadian infertilitas primer sebanyak 62%, sedangkan infertilitas sekunder
sebanyak 38% (Alhassan dkk, 2014).

G. INFERTILITAS PADA USIA REPRODUKSI DAN PENANGANANNYA


1. Infertilitas pada usia reproduksi
Kesuburan erat kaitannya dengan terjadinya proses kehamilan. Pasangan yang
sehat dan subur memiliki peluang berhasil melakukan pembuahan (konsepsi) selama
masa subur sekitar 20-30% tiap bulannya. Diperlukan hanya satu sel telur wanita dan
sel sperma dari pria agar pembuahan bisa terjadi. Namun, sel sperma yang mampu
mencapai dan membuahi sel telur haruslah sel sperma yang sehat dan berkualitas.
Bila selama lebih dari setahun mencoba untuk mendapatkan kehamilan namun
belum juga membuahkan hasil, kemungkinan adanya masalah infertilitas atau
ketidaksuburan. Infertilitas pada wanita dua kali lipat infertilitas pada pria. Sekitar 40
persen ketidakmampuan pasangan untuk memiliki keturunan disebabkan oleh pihak
istri. Sementara, hanya 20 persen yang disebabkan ketidakmampuan suami.
Masalah infertilitas atau ketidaksuburan bukan hanya dialami oleh wanita,
namun kemungkinan besar juga dialami oleh pria. Masalah ketidaksuburan pada pria
bisa disebabkan oleh antara lain sebagai berikut.
a) Masalah Hormonal
Gangguan hormonal biasanya merupakan faktor utama penyebab
infertilitas atau ketidaksuburan. Produksi sperma laki-laki diatur oleh hormon
seksual pria. Apabila terjadi gangguan atau masalah hormonal maka hormon
gonadotropin akan turun dan produksi sperma pun juga akan menurun. Sperma
yang sedikit jumlahnya biasanya juga disebabkan karena kekurangan hormon
testosterone.
b) Penyakit Menular Seksual
Penyakit Menular Seksual (PMS) akan mempengaruhi kemampuan pria
dalam menghasilkan sperma yang sehat. Infeksi kelamin seperti gonore dan
chlamidia menurunkan motilitas (kemampuan gerak) sperma dan juga
memengaruhi organ-organ reproduksi pria. Selain itu, PMS juga dapat
menyebabkan tersumbatnya saluran sel sperma dan peradangan pada prostat dan
saluran kencing pria.
c) Varikokel
Merupakan kondisi terjadinya pembengkakan/pelebaran pembuluh darah
sekitar buah zakar pria, yang disebabkan karena suhu testis yang tidak normal.
Suhu testis yang meningkat tersebut akan menurunkan jumlah produksi dan
kualitas sel sperma pria.
d) Kriptorkismus
Adalah kondisi ketika seorang pria memiliki testis yang tidak turun.
Normalnya, testis bergerak turun ke dalam skrotum atau buah zakar. Sementara
pada kasus testis yang tidak turun tidak bisa menghasilkan sperma karena masih di
dalam tubuh yang suhu/temperaturnya jauh lebih tinggi daripada di dalam
skrotum.
e) Gangguan ereksi
Merupakan disfungsi seksual yang disebabkan karena berbagai faktor fisik
dan psikis. Gangguan ini dapat mengganggu kesuburan dan menyebabkan
infertilitas tentunnya karena ketidakmampuan dalam bereksi dan berejakulasi.
Tentunya akan sangat sulit mengharapkan terjadinya kehamilan dalam kondisi
seperti ini.
f) Penyumbatan pembuluh sperma
Sperma diproduksi di dalam testis. Selama ejakulasi, sperma bergerak
melalui sejumlah saluran kecil yang disebut epididimis, dan kemudian bergerak
melewati saluran yang lebih besar, disebut vas deferens. Penyumbatan
pembuluh/saluran sperma setelah seorang pria menjalani vasektomi atau operasi
misalnya dapat menimbulkan masalah ketidaksuburan pada pria.
g) Orgasme kering
Adalah kasus tertentu dimana seorang pria mengalami orgasme tanpa
ejakulasi. Hal ini biasa disebut ejakulasi yang surut karena cairan semen atau air
mani justru memasuki kandung kemih. Penyebabnya bisa karena beberapa obat-
obatan tertentu, operasi, kondisi tertentu seperti diabetes, dan multiple sclerosis
(peradangan jaringan saraf yang menimbulkan gangguan pada otak dan sumsum
tulang belakang).
h) Antibodi
Kadang-kadang, infertilitas atau ketidaksuburan pada pria diakibatkan
adanya antibodi yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh untuk
menonaktifkan aktivitas sperma. Hal ini sering terjadi setelah vasektomi.
i) Operasi
Pasca opersi jaringan prostat sering timbul sejumlah masalah seperti
masalah disfungsi ereksi, ketidaksuburan, dan inkontinensia (tidak bisa menahan
kencing).
j) Zat kimia berbahaya dan beracun
Zat-zat kimia berbahaya yang bisa menyebabkan ketidaksuburan atau
infertilitas misalnya timbal dan pestisida, benzene, zat yang terkandung dalam
repelan obat anti nyamuk, dan lain-lain yang tidak hanya mengganggu produksi
sperma, tetapi juga dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang cukup serius.
k) Suhu testis yang terlampau panas
Kerja testis dapat terganggu bila terkena trauma pukulan, gangguan fisik,
atau infeksi. Bisa juga terjadi, selama pubertas testis tidak berkembang dengan
baik, sehingga produksi sperma menjadi terganggu. Dalam proses produksi, testis
sebagai pabrik sperma membutuhkan suhu yang lebih dingin daripada suhu tubuh,
yaitu 34–35 °C, sedangkan suhu tubuh normal 36,5–37,5 °C. Bila suhu tubuh
terus-menerus naik 2–3 °C saja, proses pembentukan sperma dapat terganggu.
Oleh karena itu, hindari memakai celana dalam atau celana panjang yang ketat.
Usahakan tidak mengenakan celana dalam waktu tidur untuk menjaga suhu di
bagian tubuh tersebut tetap sejuk. Mandi air panas akan meningkatkan suhu di
skrotum, yang dapat menurunkan jumlah sperma. Bila jumlah sperma menurun
maka kemungkinan untuk membuahi sel telur juga akan semakin kecil.
l) Alkohol dan Merokok
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan seperti merokok atau
obat-obatan dan penggunaan tembakau memberikan pengaruh negatif terkait
kesuburan pria. Penggunaan ganja, tembakau dan heroin menyebabkan jumlah
sperma berkurang dan meningkatkan risiko memiliki sperma yang abnormal.
Janganlah merokok, karena penelitian menunjukkan bahwa perokok memiliki
jumlah sperma lebih sedikit dibandingkan pria yang tidak merokok. Jangan
mengonsumsi alkohol karena dapat mempengaruhi fungsi liver, yang pada
gilirannya dapat menyebabkan peningkatan estrogen. Jumlah estrogen yang tinggi
dalam tubuh akan mempengaruhi produksi sperma.
Masalah ketidaksuburan pada wanita bisa disebabkan oleh antara lain sebagai
berikut.
a) Masalah hormonal
Kekurangan hormon lutein (LH) dan hormon perangsang folikel (FSH)
dapat menyebabkan sel telur tidak dapat dilepaskan (ovulasi). Kelainan kelenjar
hipotalamus-pituitari juga dapat menyebabkan anomali hormonal yang
menghalangi ovulasi. Kelebihan Prolaktin (Hiperprolaktinemia). Prolaktin adalah
hormon yang merangsang produksi ASI. Kelebihan hormon prolaktin dapat
mengganggu ovulasi. Bila seorang wanita banyak mengeluarkan ASI meskipun
tidak sedang menyusui, kemungkinan dia menderita hiperprolaktinemia. Kelainan
kelenjar tiroid, menyebabkan kelebihan atau kekurangan hormon tiroid yang
mengacaukan siklus menstruasi.
b) Siklus haid yang tidak teratur atau terlambat
Seiring dengan bertambahnya usia masalah kesuburan wanita akan
berkurang dan terganggu karena berbagai hal seperti sel telur menjadi cepat mati,
berkurangnya produksi lendir leher rahim, dan masa sel telur berovulasi menjadi
lebih pendek. Siklus haid yang lebih panjang dari normal berhubungan erat
dengan unovulatory (tidak adanya sel telur yang dihasilkan indung telur).
Sementara siklus haid yang tidak teratur bisa disebabkan karena adanya gangguan
kista ovarium atau penyakit lainnya, kondisi stress, kecapean, terganggunya
keseimbangan hormone. Haid yang normal memiliki siklus antara 26-35 hari,
dengan jumlah darah haid 80 cc dan lama haid antara 3-7 hari.
c) Berat badan yang tidak seimbang
Hampir sekitar 30 – 40 % wanita saat ini mengalami masalah kesuburan
dan gangguan pembuahan (konsepsi). Gangguan kesuburan tersebut biasanya
disebabkan karena masalah berat badan yang tidak seimbang, terlalu gemuk atau
terlalu kurus. Idealnya, berat badan sebelum hamil (pada masa pra konsepsi) tidak
melebihi atau kurang dari 10 % berat badan normal sesuai tinggi badan. Wanita
usia subur tidak boleh terlalu kurus dan tentu harus memerhatikan asupan gizinya.
Namun kenyataannya, banyak wanita usia subur yang makan tidak teratur, tidak
sarapan pagi misalnya atau sering makan junk food yang kadar gizinya tidak
seimbang. Status gizi selama masa prakonsepsi yaitu sekitar 3 – 6 bulan sebelum
berencana konsepsi (berencana untuk hamil) akan berdampak terhadap bayi
dilahirkan nantinya. Terlalu gemuk akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan hormone-hormon yang dapat menghambat kesuburan. Diketahui
bahwa tubuh membutuhkan 17 % lemak tubuh pada awal siklus haid, dan 22 %
sepanjang siklus haid tersebut. Lemak tubuh mengandung enzim aromatase, yaitu
sejenis enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi hormone estrogen.
d) Polocycstic Ovary Syndrome (PCOS) dan Endrometriosis
Masalah ketidaksuburan pada wanita biasanya juga timbul akibat adanya
sindrom ovarium polisistik atau Polocycstic Ovary Syndrome (PCOS). Sindroma
ini ditandai banyaknya kista ovarium dan produksi androgen (hormon laki-laki)
berlebihan, terutama testosteron. Akibatnya, sel telur sulit matang dan terjebak di
folikel (tidak ovulasi). PCOS merupakan gangguan dimana folikel (kantung sel
telur) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak terjadi ovulasi (pematangan
sel telur). Wanita yang mengalami PCOS ini menjadi infertile (tidak subur) karena
tidak ada sel telur yang matang, sehingga tidak akan terjadi pembuahan. Gejala
yang timbul dari PCOS ini biasanya adalah siklus haid yang tidak teratur
(terlambat, tidak haid, atau haid 2 – 3 kali dalam sebulan).
Endometriosis merupakan suatu keadaan patologi pada sistem reproduksi
perempuan dimana jaringan selaput lendir rahim (endometrium) yang seharusnya
berada dalam rahim, malah tumbuh di luar rongga rahim (saluran telur /tuba
falopi, indung telur, atau pada rongga pinggul). Hal ini bisa mengganggu
kesuburan wanita sehingga akan menghambat terjadinya kehamilan. Diperkirakan
sekitar 30 – 40 % wanita dengan keluhan endometriosis sulit memiliki keturunan.
e) Adanya infeksi
Kerusakan ini biasanya disebabkan oleh salpingitis (peradangan tuba
falopi). Selain membuat sulit hamil, salpingitis juga dapat menyebabkan
kehamilan di luar kandungan (ektopik). Infeksi TORCH sering menimbulkan
gangguan kesuburan wanita. Sel telur yang terinfeksi TORCH menjadi rusak,
mengecil dan tidak bisa dibuahi sehingga menjadi sulit hamil.
f) Rokok
Merokok tidak hanya akan mengganggu kesehatan, namun juga dapat
menghambat dan menimbulkan masalah pada kesuburan. Dalam asap rokok
terdapat lebih dari 4000 zat racun seperti karbon monoksida (CO), Nitrogen
oksida, sianida, ammonia, asetilen, benzaldehide, methanol, nikotin, dan lain
sebagainya. Pada wanita, merokok dapat menyebabkan penurunan produksi sel
telur sehingga dapat menganggu kesuburan. Apabila perokok wanita tersebut
hamil, akan timbul berbagai masalah pada kehamilan dan bayi yang dilahirkan
nanti. Misalnya, perkembangan janin terhambat, resiko keguguran kehamilan akan
semakin meningkat, kelahiran bayi premature dan Bayi Berat Lahir rendah.
g) Efek samping obat
Setiap obat pasti memiliki efek samping. Anda yang berencana ingin
hamil, kurangilah kebiasaan pemakaian sembarang obat. Pantangan konsumsi
sembarang obat tidak hanya berlaku pada masa sebelum kehamilan, namun akan
terus berlanjut pada masa selama kehamialan dan masa setelah persalinan yaitu
masa menyusui.
2. Penanganan infertilitas pada usia reproduksi
a) Penanganan infertilitas pada pria
(1) Tindakan pembedahan / operasi varikokel. Tindakan yang saat ini dianggap
paling tepat adalah dengan operasi berupa pengikatan pembuluh darah yang
melebar (varikokel) tersebut. Suatu penelitian dengan pembanding
menunjukkan keberhasilan tindakan pada 66% penderita berupa peningkatan
jumlah sperma dan kehamilan, dibandingkan dengan hanya 10% pada
kelompok yang tidak dioperasi.
(2) Memberikan suplemen vitamin. Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya
merupakan masalah bermakna karena meliputi 20% penderita.
Penanggulangannya berupa macam obat, yang dari pengalaman berhasil
menaikkan jumlah dan kualitas sperma.
(3) Tindakan operasi pada penyumbatan di saluran sperma. Bila sumbatan
tidak begitu parah, dengan bantuan mikroskop dapat diusahakan koreksinya. P
ada operasi yang sama, dapat juga dipastikan ada atau tidaknya produksi
sperma di testis.
(4) Menghentikan obat-obatan yang diduga menyebabkan gangguan sperma.
(5) Menjalani teknik reproduksi bantuan. Termasuk dalam hal ini adalah
inseminasi intra uterin dan program bayi tabung. Tindakan inseminasi
dilakukan apabila ada masalah jumlah sperma yang sangat sedikit atau akibat
masalah antibodi pada serviks. Pria dengan jumlah sperma hanya 5-10 juta/cc
dapat mencoba inseminasi buatan. Sedangkan bayi tabung umumnya
membutuhkan sperma hanya beberapa buah, dapat dilakukan dengan
menyuntikkan langsung sel sperma ke dalam sel telur yang dikenal dengan
ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection) (Permadi, 2008).
b) Penanganan infertilitas pada wanita
Penanganan pada wanita dapat dibagi dalam 7 langkah yang digambarkan
sebagai berikut:
(1) Langkah I
Cara yang terbaik untuk mencari penyebab infetilitas pada wanita.
Banyak faktor penting yang berkaitan dengan infertilitas dapat ditanyakan
pada pasien. Anamnesis meliputi hal-hal berikut.
a. Lama fertilitas
b. Riwayat menstruasi, ovulasi dan dismenore
c. Riwayat koitus, frekuensi koitus, dispareunia.
d. Riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan ektopik, kehamilan
terakhir.
e. Kontrasespsi yang pernah digunakan.
f. Pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya.
g. Riwayat penyakit sistematik (tuberculosis, diabetes melitus, tiroid)
h. Pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme
i. Riwayat bedah perut/hipofisis/ginekologi
j. Riwayat keluar ASI
k. Pengetahuan kesuburan.
(2) Langkah II (Analisis Abnormal)
Dilakukan jika hasil anamnesis ditemukan riwayat atau sedang
mengalami gangguan menstruasi atau dari pemeriksaan dengan suhu basal
badan (SBB) ditemukan anovulasi. Hiperprolaktinemia menyebabkan
gangguan sekresi GnRH yang akibatnya terjadi anovulasi. Kadar normal
prolaktin adalah 525 ng/ml. Jika ditemukan kadar prolaktin >50 ng/ml dosertai
gangguan menstruasi, perlu dipikirkan ada tumor di hipofisis. Pemeriksaan
gonadotropin dapat memberi informasi tentang penyebab tidak terjadinya
menstruasi.
(3) Langkah III (Uji Pasca-Koitus)
Tes ini dapat memberi informasi tentang interaksi antara sperma dan
getah serviks. Jika hasilnya negatif, perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap
sperma.
(4) Langkah IV (Penilaian Ovulasi)
Penilaian ovulasi dapat diukur dengan pengukuran suhu basal badan
(SBB). SBB dikerjakan setiap hari pada saat bangun pagi hari, sebelum
bangkit dari tempat tidur, atau sebelum makan dan minum. Jika wanita
memilki siklus haid berovulasi, grafik akan memperlihatkan gambaran bifasik,
sedangkan yang tidak berovulasi gambaran grafiknya monofasik. Pada
gangguan ovulasi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui, induksi ovulasi
dapat dicoba dengan pemberian estrogen (umpan balik positif) atau
antiestrogen (umpan balik negatif). Cara lain untuk menilai ovulasi adalah
dengan USG. Jika diameter folikel mencapai 18 – 25 mm, berarti
menunjukkan folikel yang matang dan tidak lama lagi akan terjadi ovulasi.
(5) Langkah V (Pemeriksaan Bakteriologi)
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi dari vagina dan porsio.
Infeksi akibat Clamydia Trachomatis dan Gonokokus sering menyebabkan
sumbatan tuba.
(6) Langkah VI (Analisis Fase Luteal)
Kadar estradiol yang tinggi pada fase luteal dapat menghambat
implantasi Pengobatan insufisiensi korpus luteum dengan pemberian sediaan
progesteron alamiah.
(7) Langkah VII (Diagnosis Tuba Fallopi)
Karena makin meningkatnya penyakit akibat hubungan seksual,
pemeriksaan tuba menjadi sangat penting. Tuba yang tersumbat, gangguan
hormon, dan anovulasi merupakan penyebab tersering infertilitas. Penanganan
pada prediposisi infertilitas bergantung pada penyebabnya, termasuk
pemberian antibiotik untuk infertilitas akibat infeksi (Manuaba, 1999).

H. DAMPAK INFERTILITAS PADA PERKAWINAN


Segala peristiwa menimbulkan suatu dampak baik itu dampak positif maupun
dampak negatif bagi seseorang. Kemandulan pada pasangan suami istri bukanlah
kesalahan dari salah satu pihak, tetapi hal ini merupakan masalah yang ditanggung
bersama pasangan yang telah berjanji untuk komitmen hidup bersama. Dalam
kebudayaan Indonesia nilai anak memang masih memiliki arti yang begitu penting.
Ketiadaan anak dalam perkawinan pada waktu lama akan menjadi masalah karena ada
keyakinan keadaan ini akan mengancam keutuhan rumah tangga. Masalah seperti ini
tidak hanya menyangkut kesehatan fisik semata, tetapi juga berdampak psikologis dan
sosial bagi pasangan yang mengalaminya.
Anak tidak hanya menjadi pelengkap kehidupan sebuah keluarga, namun juga
harta di masa mendatang. Kelak anak-anak itu yang mengangkat derajat kehidupan orang
tua mereka. Kemandulan bisa berdampak positif jika pasangan suami istri tersebut
berpandangan positif pula dan begitu juga sebaliknya. Dalam mengatasi masalah ini,
pasangan suami istri dapat melakukan konsultasi pada ahli kesehatan. Dengan konsultasi
tersebut maka akan ditemukan solusi yang terbaik. Yang memperoleh keberhasilan
tentunya sangat bahagia, tetapi pasangan suami istri yang upayanya gagal dalam
memperoleh keturunan anak, ada yang menempuh jalan pintas dengan cara melakukan
perceraian, kawin lagi dengan pasangan lain, melakukan poligami, melakukan kontrak
bayi tabung, dan ada pula yang melakukan permohonan pengangkatan anak kepada
pengadilan.
Bahkan banyak diantara pasangan suami istri memiliki rumah tangga yang tetap
harmonis dan bahagia walaupun tidak memiliki keturunan atau anak. Meskipun tidak
memiliki anak untuk mencerahkan kehidupan perkawinan, tapi kebahagiaan dalam
perkawinan bisa dicapai dengan membuat hubungan diantaranya lebih romantis. Masalah
infertilitas ini bisa menjadi bentuk penyimpangan jika masyarakat masih menganggap
infertilitas merupakan hal yang sangat tabu, tercela, dan memalukan bagi keluarga dan
masyarakat (Demartoto, Laporan Penelitian UNS: 1).
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah. 2017. “Upaya Pendewasaan Usia Perkawinan”. Tesis. Fakultas Hukum: UIN

Sunan Kalijaga. Yogyakarta.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Diakses 6 Maret 2019:

www.bkkbn.go.id/arsip/.../RENSTRA%20BKKBN%202010-2014.pdf

BKKBN: Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi. 2010. Pendewasaan

Usia Perkawinan dan Hak - hak Reproduksi bagi Remaja Indonesia Perempuan.

Jakarta.

Demartoto, Argyo. Laporan Penelitian Dampak Infertilitas Terhadap Perkawinan, hlm. 1.

Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Djaja, Maswita dkk. 2016. Laporan Akhir: Telaah Kebijakan Kajian Pendewasaan Usia

Perkawinan Anak di Provinsi Bangka Belitung. Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Yayasan Melati, Pusat

Kajian Gender dan Anak Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat,

Institut Pertanian Bogor.

Fakultas Hukum USU. “Malem Ginting”. Diktat Hukum Adat, hlm. 20. Medan.

Library Universitas Indonesia. Diakses 6 Maret 2019:

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125391-306.842%203%20TRI%20p%20-

%20Tinjauan%20psutaka.pdf

Manuaba, I.B.G. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.

Permadi. 2008. Mengatasi Infertilitas. Bandung: PT Grafindo.

Priohutomo, Sigit. 2018. “Mencegah Pernikahan Anak melalui Program KKBPK”. Seminar

Nasional Kependudukan Banjarmasin.

Soekanto, Soerjono. 1992. Intisari Hukum Keluarga. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Soemiyati. 1997. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan. Yogyakarta:
Liberty.

Syarifuddin, Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta : Kencana.

Anda mungkin juga menyukai