Anda di halaman 1dari 13

Metode Pemisahan dan Pengukuran II

Spektrofotometer UV-Vis dan Penerapannya

KELOMPOK 4 :

YASINTA MINGGU

SINAR DESI PRATIWI

NURAINI

TRI HASARI ISHAK

WIRDA ASRIANI HAMJA

ANDI IRWAN GUNAWAN

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Spektrofotometri UV-Sinar tampak anggota teknik analisis spektroskopik
yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan
sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Prinsip
kerja dalam spektrofotometri UV-sinar tampak yaitu menggunakan sumber cahaya
dari sinar UV dan sinar tampak dengan pengaturan berkas cahaya menggunakan
monokromator.
Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer.Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu,
monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat
untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun
pembanding.
Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis berdasarkan interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan atom, ion, atau molekul. Serapan atom menyebabkan
peralihan atau transisi elektronik, yaitu peningkatan energi elektron dari keadaan
dasar (ground state) ke satu atau lebih tingkat energi atau tereksitasi (excited state).
Transisi terjadi jika energi yang dihasilkan oleh radiasi sama dengan yang
dipelukan untuk transisi.
Pada umumnya prinsip kerja spektrofotometri adalah berdasarkan atas
interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi. Materi dapat berupa atom,
ion, atau molekul sedangkan radiasi elektromagnetik merupakan salah satu jenis
energi yang ditransmisikan dalam ruang kecepatan tinggi. Interaksi radiasi
elektromagnetik dengan bahan yaitu bila cahaya jatuh pada senyawa maka sebagian
dari cahaya diserap oleh molekul-molekul sesuai dari struktur molekul. Setiap
senyawa mempunyai tingkatan tenaga yang spesifik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengerian dari spekrofotometri UV-Vis?
2. Apa prinsip kerja dari spekrofotometri UV-Vis?
3. Apa penerapan dari spekrofotometri UV-Vis?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Spektrofotometer UV-Vis
Menurut Octavian, dkk., 2014, spektrofotometri UV-Vis adalah metode
analisis berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik ultra violet dekat
(190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer dengan suatu materi (senyawa). Metode ini berdasarkan
penyerapan sinar ultraviolet maupun sinar tampak yang menyebabkan terjadinya
transisi elektron (perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah ketingkat
energi yang lebih tinggi). Apabila dua buah atom saling berikatan dan membentuk
molekul maka akan terjadi tumpang tindih dua orbital dari kedua atom yang
masing-masing mengandung satu elektron dan kemudian terbentuk orbital
molekul. Hukum kuantitatif yang terkait dikenal dengan hukum Lambert-Beer.
Menurut hukum Lambert-Beer :
T = It /Io = 10 –є.c.b
A = log I/T = є.c.b
Dimana T = transmitan, Io = intensitas sinar yang datang, It = intensitas
radiasi yang diteruskan, є = absorbansi molar (Lt.mol-1.cm1), c = konsentrasi
(mol.Lt-1), b = tebal larutan (cm) dan A = absorban (Octavian, dkk., 2014).
Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer
meghasilkan sinar dari spketrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer
adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisi atau yang diabsorpsi.
Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu, monokromator,
sel pengabsopsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur
perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding
(Nazer, dkk., 2015)

B. Penerapan dari Spektrofotometer UV-Vis


1. Penetapan Kadar Vitamin C Pada Cabai Merah (capsicum annum L.)
Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-Vis
Vitamin C atau asam askorbat merupakan salah satu vitamin yang
diperlukan oleh tubuh yang berfungsi membantu proses metabolisme tubuh.
Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen interseluler. Pengukuran
kadar vitamin C penting dilakukan, salah satunya dengan menggunakan
metode spektrofotometer UV-Vis (Badriyah dan Manggara, 2015).
Prosedur penelitian yang digunakan yaitu 100 mg cabai merah yang
dihaluskan, kemudian ditambahkan dengan sedikit aquades bebas CO2 dan
disaring. Filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan
ditambah aquades bebas CO2 hingga mencapai tanda batas. Pengukuran kadar
vitamin C dalam cabai merah (Capsicum annum L.) mengunakan metode
spektrofotometri UV-Vis dilakukan dengan menggunakan akuades sebagai
blanko dan larutan standar berupa asam askorbat (Badriyah dan Manggara,
2015).
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan
mengukur nilai absorbansi larutan asam askorbat 1 ppm rentang panjang
gelombang 200 - 300 nm. Hasil pengukuran absorbansi asam askorbat 1 ppm
ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengukuran absorbansi asam askorbat 1 ppm

Panjang Gelombang (nm) Absorbansi Asam Askorbat 1 ppm (A)


200 0,053
210 0,031
220 0,021
230 0,021
240 0,029
250 0,054
260 0,075
270 0,069
280 0,037
290 0,014
300 0,005
Nilai absorbansi tertinggi diperoleh pada panjang gelombang 260
nm dengan nilai absorbansi sebesar 0,075. Hasil pengukuran kadar vitamin C
pada cabai merah (Capsicum annum L.) menggunakan spektrofotometri UV-
Vis dapat dilihat pada Tabel 2 (Badriyah dan Manggara, 2015).
Tabel 2. Absorbansi larutan sampel cabai merah (Capsicum annum L.) pada
panjang gelombang 260 nm
Absorbansi vitamin C pada cabai merah
Pengukuran
(Capsicum annum L.) (A)
1 0,226
2 0,226
3 0,224
Rata-rata 0,225
Larutan sampel cabai merah (Capsicum annum L.) dilarutkan ke
dalam aquades, karena asam askorbat bersifat polar, larut dalam air, sehingga
filtrat yang dihasilkan diukur menggunakan spektrofometer UV-Vis.
Pengukuran asam askorbat menggunakan spektrofotometer dilakukan tiga kali
pengukuran, dengan rata-rata absorbansi yang didapat sebesar 0,225. Apabila
dikonversikan sebesar 4,463 ppm, yaitu 0,4463 % b/b (Badriyah dan
Manggara, 2015).
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan asam askorbat
pada cabai merah besar dapat digunakan dalam industri farmasi. Cabai merah
berpotensi sebagai sumber vitamin C. Asam askorbat bersifat termolabile9.
Oleh karena itu konsumsi cabai disarankan dalam keadaan segar. Hal ini
menunjukkan bahwa metode spektrofotometer UV-Vis mampu memberikan
hasil pengukuran kadar vitamin C yang hampir sama dengan nilai nutrisi yang
terdapat dalam cabai merah (Badriyah dan Manggara, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian penentuan kadar vitamin C pada cabai
merah (Capsicum annum L.) dengan menggunakan metode Spektrofotometri
UV-Vis didapatkan hasil bahwa kadar vitamin C sebesar 4,463 ppm atau
0,4463 % b/b (Badriyah dan Manggara, 2015).

2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan pH Optimum dalam


Pembuatan Tes Kit Sianida berdasarkan Pembentukan Hidrindantin
Sianida adalah zat yang mematikan dan menyebabkan banyak kasus
keracunan dalam berbagai bahan pangan, sehingga sangat diperlukan
ketersediaan tes kit sianida untuk menganalisa sianida secara cepat dan mudah.
Tes kit sianida yang dibuat didasarkan pada reaksi sianida dengan ninhidrin
membentuk hidrindantin yang berwarna biru pada kondisi basa kuat. Umtuk
membuat tes kit sianida ini maka perlu diketahui panjang gelombang (λ)
maksimum hidrindantin dan derajat keasaman (pH) optimum. Penentuan λ
maksimum dilakukan dengan pengukuran absorbansi menggunakan
spektrofotometer sinar tampak pada kisaran λ 560-620 nm (Kusumawardhani,
dkk., 2015).
Preparasi larutan sianida standar dibuat dengan cara melarutkan
KCN 0,25 gram dalam larutan Na2CO3 yang dikondisikan pada pH 11, yang
dibuat dengan cara melarutkan 2,5 gram Na2CO3 dalam 500 mL akuades.
Larutan induk ninhidrin 1 % dibuat dengan melarutkan ninhidrin sebanyak 1
gram ke dalam 100 mL akuades. Larutan NaOH 1 M dibuat dengan melarutkan
4 gram kristal NaOH dalam 100 mL akuades (Kusumawardhani, dkk., 2015).
Pembuatan komparator warna larutan dilakukan dengan membuat
larutan sesuai dengan komposisi seluruh hasil optimasi (2 mL KCN 10 ppm, 1
mL ninhidrin 1 %, panjang gelombang maksimum 590 nm, dan pH optimum
12), kemudian diaplikasikan pada konsentrasi sianida 0-10 ppm dengan
interval 1 ppm. Selanjutnya dibuat tes kit sianida dengan membuat komposisi
reagen untuk tes kit dan menyiapkan seluruh peralatan yang dikemas dalam
satu set tes kit sianida (Kusumawardhani, dkk., 2015).
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan
kondisi pH 13, konsentrasi ninhidrin 1 % dan waktu pembentukan hidrindantin
5 menit menggunakan Spektronic-20 pada kisaran panjang gelombang 560-620
nm. Hasil pengukuran penentuan panjang gelombang maksimum hidrindantin
biru ditunjukkan pada Gambar 1, dimana absorbansi maksimum hidrindantin
yang berwarna biru tercapai pada panjang gelombang 590 nm. Panjang
gelombang 590 nm adalah panjang gelombang warna komplementer dari
larutan yang diukur (biru). Warna komplementer yang diserap oleh
hidrindantin biru adalah warna oranye yang mempunyai kisaran panjang
gelombang 580-650 nm. Panjang gelombang maksimum 590 nm digunakan
untuk pengukuran selanjutnya (Kusumawardhani, dkk., 2015).

Gambar 1. Grafik panjang gelombang maksimum hidrindantin biru

Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap pembentukan


warna hidrindantin, optimasi pH dilakukan untuk mendapatkan intensitas
warna hidrindantin yang paling tinggi dan mendapatkan informasi keadaan
untuk pengkondisian sampel. Optimasi pH hidrindantin biru dilakukan pada
kisaran pH 9-14 dengan interval pH 1, hal ini dikarenakan sianida tersedia
dalam bentuk ion CN- pada pH tersebut. Pengukuran optimasi pH dilakukan
menggunakan Spektronic-20 pada panjang gelombang maksimum 590 nm.
Hasil pengukuran tersebut tercantum pada Gambar 2(Kusumawardhani, dkk.,
2015).
.
Gambar 2. Grafik optimasi pH
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa pH yang memberikan intensitas
warna yang paling tinggi adalah larutan dengan pH 12, maka pH 12 merupakan
pH optimum dari hidrindantin ini. Namun pH 12,5 dipilih untuk menjamin
kestabilan pengukuran absorbansi. Kondisi pH optimum 12,5 (14 tetes NaOH)
dipilih dan digunakan untuk optimasi selanjutya (Kusumawardhani, dkk.,
2015).
Kondisi optimum yang telah diperoleh dari percobaan yaitu panjang
gelombang maksimum 590 nm dan pH optimum 12 diaplikasikan pada larutan
standar sianida 0-10 ppm untuk pembuatan komparator warna sebagai bagian
dalam metode analisis sianida berbasis tes kit. Komparator warna dibuat
sebagai pembanding dimana intensitas warna proporsional terhadap
konsentrasi sianida. Komparator warna yang dihasilkan (gambar 3) digunakan
sebagai alat bantu dalam menentukan konsentrasi sianida (Kusumawardhani,
dkk., 2015).

Gambar 3. Komparator tes kit sianida dengan rentang konsentrasi 1-10 ppm
Setelah kondisi optimum metode analisis sianida berbasis tes kit
tercapai, selanjutnya diterapkan untuk pembuatan tes kit sianida yang
dilakukan dengan membuat komposisi reagen dan peralatan untuk dikemas
dalam satu set tes kit sianida. Penggunaan tes kit yang dibuat dapat digunakan
untuk mengukur konsentrasi sianida dari 1-10 ppm (Kusumawardhani, dkk.,
2015).

3. Optimasi Proses Reduksi Kloramfenikol Menggunakan Reduktor Zn


dengan Spektrofotometri UV-Vis
Pada umumnya identifikasi kloramfenikol dilakukan dengan
menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) namun
membutuhkan biaya yang sangat mahal, waktu lama dan juga lebih rumit.
Berdasarkan uraian di atas perlu adanya pengembangan metode untuk
kloramfenikol yang lebih mudah, sederhana, akurat dan biaya yang lebih
murah. Pada penelitian ini akan dilakukan pengembangan metode analisis
kloramfenikol secara spektrofotometri UV-Vis dengan prinsip reaksi
diazotasi, dimana gugus nitro pada kloramfenikol akan direduksi
menggunakan Zn dan asam menjadi gugus amina primer. Gugus amina
primer inilah yang kemudian melewati reaksi diazotasi. Diazotasi adalah
reaksi antara amina primer dengan asam nitrit. Asam nitrit diperoleh dari hasil
reaksi natrium nitrit dan asam klorida. Reaksi amina primer dengan asam nitrit
pada suhu dingin membentuk garam diazonium. Selanjutnya garam ini
direaksikan dengan menambahkan pengkopling N-(1-Naphtyl)
ethylendiamine dihydrochloride (NEDA) agar terbentuk senyawa azo yang
berwarna violet yang dapat dideteksi pada panjang gelombang 560-568 nm
(Azisah, dkk., 2015).
Pada penelitian ini 5 ml CAP 1.000 ppm ditambah 3 g Zn dan 2,5
ml asam (hasil optimasi jenis asam). Kemudian distirer sampai 20 menit,
setelah itu disaring dan filtrat yang diperoleh diencerkan sampai 10 ml. Lalu
diambil 5 ml dan ditambah 1 ml HCl, 1 ml NaNO2 dan 1 ml ammonium
sulfamat (tiap penambahan divortex). Reaksi dilakukan dalam penangas es
pada suhu < 10 oC. Filtrat yang diperoleh diencerkan kembali sampai 10 ml.
Kemudian disimpan dalam lemari es, pengujian Spektrofotometri UV-Vis dan
FT-IR dilakukan setelah 1 hari penyimpanan. Diulangi prosedur tersebut
dengan mengganti massa Zn menjadi 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5 dan 3,5 gram. Massa
reduktor yang memberikan hasil terbaik digunakan pada proses optimasi
berikutnya (Azisah, dkk., 2015).
Penentuan massa Zn pada proses reduksi kloramfenikol sangat
penting karena jumlah massa menentukan jumlah mol reduktor yang dapat
mereduksi gugus nitro pada kloramfenikol. Pada penelitian ini digunakan
reduktor Zn dengan variasi massa antara lain 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5 dan 3 g. Grafik
pengukuran absorbansi dengan variasi massa Zn terdapat pada gambar
dibawah(Azisah, dkk., 2015):

Gambar 4. Grafik pengukuran absorbansi dengan variasi massa


Pada gambar diatas terlihat bahwa absorbansi pada massa 0,5; 1;
1,5; dan 2 g mencapai 1 pada menit ke-30, sedangkan pada massa 2,5 g
absorbansi mencapai 1 pada menit ke-40, pada massa 3 g absorbansi mencapai
1 pada menit ke-20, dan pada massa 3,5 g absorbansi mencapai 1 padda menit
ke-50. Hal tersebut menunjukkan bahwa Zn dengan massa 3 g lebih
sensitifdaripada massa-massa yang lain (Azisah, dkk., 2015).
Massa reduktor Zn yang optimum dalam proses reduksi
kloramfenikol untuk pembentukan senyawa azo adalah 3 g (Azisah, dkk.,
2015).
BAB III
PENUTUP

Spektrofotometri UV-Sinar tampak merupakan salah satu teknik analisis


spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat
(190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) menggunakan alat spektrofotometer.
Prinsip kerja dalam spektrofotometri UV-sinar tampak berdasar pada hukum
Lambert-Beer dimana cahaya monokromatis yang melewati sampel pada kuvet ada
yang dipantulkan, diserap, dan dipancarkan, dan dibaca sebagai transmitans yang
kemudian dikonversi ke absorbansi. Spektrofotometer UV-Vis. Metode analisis
spektrofotometri UV-Vis digunakan untuk analisis kualtitatif dan kuantitatif.
Spektrofotometri UV-Vis memiliki banyak penerapan yang dapat dipelajari,
adapun penerapan yang dibahas pada makalah ini adalah penetapan kadar vitamin
C pada cabai merah (capsicum annum l.) menggunakan metode spektrofotometri
UV-Vis, penentuan panjang gelombang maksimum dan pH optimum dalam
pembuatan tes kit sianida berdasarkan pembentukan hidrindantin, optimasi proses
reduksi kloramfenikol menggunakan reduktor zn dengan spektrofotometri UV-Vis,
dan masih banyak lagi penerapan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, F.F., Sianita M.M., Supriyanto, G., 2015, Optimasi Proses Reduksi
Kloramfenikol Menggunakan Reduktor Zn Dengan Spektrofotometri UV-
Vis , Journal of Chemistry, 4(2): 111-116.
Badriyah, L., Manggara, A.B., 2015, Penetapan Kadar Vitamin C Pada Cabai
Merah (capsicum annum L.) Menggunakan Metode Spektrofotometri Uv-
Vis, Jurnal Wiyata, 2(1): 25-28.

Kusumawardhani, N., Sulistyarti, H., dan Atikah, 2015, Penentuan Panjang


Gelombang Maksimum dan pH Optimum dalam Pembuatan Tes Kit
Sianida Berdasarkan Pembentukan Hidrindantin, Kimia Student
Journal, 1(1): 711 – 717.
Octaviany, T., Guntarti, A., Susanti, H., 2014, Penetapan Kadar ß-Karoten pada
Beberapa Jenis Cabe (Genus Capsicum) dengan Metode Spektrofotometri
Tampak, Jurnal Farmasi, 4(2): 101-109.

Nazer, M., Hilda, A., dan Endah, R., 2015, Pengembangan Metode Analisis
Ibuprofen sebagai Bahan Kimia Obat (BKO) di dalam Jamu Pegal Linu
dengan Menggunakan Metode Kromatografi Lapis Tipis dan
Spektrofotometri UV-Vis, Jurnal Farmasi, ISSN 2460-6472: 187-191.

Anda mungkin juga menyukai