Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL TERAPI BERMAIN

TERAPI BERMAIN MENDONGENG DAN MENIUP TEROMPET PADA


PASIEN ANAK DENGAN KELUHAN NYERI DI RUANG ANAK
KEMUNING BAWAH RSUD TANGERANG

Disusun oleh :

Ratih Yulianingsih 41181095000017


Jessita Putri Dhiary 41181095000017
Dita Retno Wulandari 41181095000020
YessicaPutriandeta 41181095000003
Ratna Farhana 41181095000007
Siti Nurpaisa 41181095000034

PROGRAM PROFESI NERS XIV


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
APRIL / 2019
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 3

B. Tujuan ............................................................................................................................. 4

C. Sasaran ............................................................................................................................ 4

BAB II DESKRIPSI KASUS .................................................................................................... 5

A. Tugas Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah ................................................................ 5

B. Prinsip Terapi Bermain ................................................................................................... 8

C. Karakteristik Permainan Menurut Usia .......................................................................... 9

BAB III METODOLOGI PERMAINAN ................................................................................ 13

A. Deskripsi Bermain ........................................................................................................ 13

B. Keterampilan Yang Dibutuhkan ................................................................................... 13

C. Jenis Permainan ............................................................................................................ 13

D. Alat bermain.................................................................................................................. 13

E. Proses bermain .............................................................................................................. 14

BAB IV PENUTUP ................................................................................................................. 18

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 18

B. Saran ............................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan
pengalaman traumatik, khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan ketegangan
atau stress hospitalisasi (Asmadi, 2008). Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor
salah satunya adalah tindakan invasif yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan
menimbulkan berbagai aksi seperti menolak makan, menangis, teriak, memukul,
menyepak, tidak kooperatif atau menolak tindakan keperawatan yang diberikan
(Wong, 2013). Paviliun Kemuning bawah merupakan ruangan khusus untuk pasien
anak dengan kasus medikal bedah dengan kisaran usia antara 1 bulan sampai 17
tahun. Sebagian besar masalah keperawatan yang terjadi di ruangan Kemuning Bawah
adalah hospitalisasi dengan nyeri akut post operasi dan tindakan invasif.
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
Salah satu cara untuk mengatasi nyeri yaitu dengan teknik distraksi atau pengelihan
(Sherwood, 2013). Teknik distraksi dapat mengalihkan perhatian anak ke hal lain
sehingga menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan dapat meningkatkan
toleransi terhadap nyeri (Muttaqin, 2008). Teknik distraksi dengan mengalihkan fokus
perhatian dapat berupa kegiatan terapi bermain.
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu
alat paling penting untuk penatalaksanaan stres karena hospitalisasi menimbulkan
krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering disertai stress
berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas
yang mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stress. Bermain sangat
penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan
perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau
anak di rumah sakit (Wong, 2013).
Terapi bermain yang akan dilaksanakan kelompok sebagai upaya pengalihan
nyeri pada pasien anak post opersasi yaitu dengan penampilan dongeng. Dongeng
sebagai alih fokus terhadap proses hospitalisasi berisi cerita edukatif yang dapat
mengembangkan proses pikir anak. Dalam hal ini selain mengurangi kecemasan
hospitalisi pasien dengan penampilan dongeng, pasien akan dipersepsikan untuk

3
mengetahui cara mengurangi nyeri dengan teknik napas dalam dengan menggunakan
media terompet yang akan diselipkan dari alur dongeng yang akan ditampilkan.
Alasan memilih terapi bermain dengan penampilan dongeng dan meniup terompet
adalah untuk menurunkan tingkat nyeri dengan kombinasi antara teknik distraksi
penampilan dongeng dan teknik napas dalam dengan meniup terompet. Selain dapat
mengatasi masalah keperawatan nyeri akut yang dialami pasien anak post operasi
kegiatan meniup terompet juga sebagai sarana untuk mengembangkan oral motorik
halus anak selama pasien di rawat di rumah sakit. Hal tersebut bermanfaat untuk
meminimalkan masalah perkembangan bagi anak dan menciptakan rasa aman bagi
anak-anak, melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal dan yang terpenting
adalah dapat membantu anak menguasai kecemasan dan konflik akibat stress yang
dialami (Saputro dan Fazrin, 2017).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti terapi bermain melihat penampilan dongeng dan meniup
terompet diharapkan stress hospitalisasi akibat nyeri yang dirasakan oleh pasien
dapat berkurang.
2. Tujuan Khusus
a. Melatih kemampuan kognitif anak
b. Melatih kemampuan emosional anak
c. Melatih kemampuan oral motorik halus dan motorik kasar anak
d. Melatih kemampuan sosialisasi anak terhadap individu dan lingkungan
e. Melatih kemampuan berbahasa anak

C. Sasaran
1. Anak usia prasekolah (3-5 tahun)
2. Anak yang dirawat di Paviliun Kemuning Bawah RSUD Kabupaten Tangerang

4
BAB II
DESKRIPSI KASUS

A. Tugas Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah


Anak-anak prasekolah merupakan anak dalam masa kemasan (Golden Age)
dimana pada masa ini adalah masa penting bagi perkembangan anak sebagai individu
di kemudian hari. Perkembangan tanda vital pada masa ini individu menggunakan
fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa
belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu, Freud menyebutnya sebagai
masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan
merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar. Pada tahun kedua anak
belajar berjalan sehingga anak belajar menguasai ruang, mulai dari yang paling dekat
sampai dengan ruang yang paling jauh. Pada tahun kedua umumnya terjadi
pembiasaan terhadap kebersihan. Melalui latihan kebersihan, anak belajar
mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam
dirinya. Perkembangan estetik; dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan.
Anak bereksplorasi dan belajar melalui pancaindranya. Pada masa ini pancaindra
masih sangat peka.Fase ini berlangsung sejak usia dua tahun sampai enam tahun atau
para ahli sering menyebutnya dengan fase anak-anak awal. Anak-anak pada fase ini
dilatih untuk ‘belajar sekolah’ dengan mengikuti program Taman Kanak-Kanak (TK)
atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Donna, 2008).
1. Perkembangan Fisik
Pertumbuhan fisik pada fase anak usia pra sekolah sehebat pada masa
sebelumnya dan temponya lebih lambat, tetapi tidak mengurangi maknanya
(dalam Aswin Hadis, 1994). Perkembangan fisik anak-anak di usia dini, terutama
tinggi dan berat badan, menyesuaikan beberapa faktor, antara lain : keturunan
(ras), faktor gizi dan kesehatan, jenis kelamin, dan faktor perbedaan individual.
Pada fase ini anak-anak akan mulai bertambah kuat. Tulang-tulang akan mulai
mengeras dan akan memberikan perlindungan sekaligus bentuk tubuh. Hal yang
sama berlaku pada sistem syaraf dan otak yang mendukung perkembangan
motorik anak. Pada usia tiga tahun gigi susu juga sudah mulai lengkap sehingga
memudahkan anak untuk mengunyah makanan dengan lebih baik.
Perkembangan penglihatan juga berkembang dengan pesat pada fase ini.
Pada akhir masa usia persekolah/usia dini (kurang lebih enam tahun), otot-otot

5
mata anak sudah berkembang sedemikian rupa sehingga memungkinkan anak
untuk menggerakkan matanya secara efisien untuk melihat sederetan huruf-huruf.
Fisik yang sudah jauh lebih kuat dibandingkan masa bayi mendorong
pesatnya perkembangan motorik anak-anak usia dini. Untuk motorik kasar pada
usia tiga tahun, misalnya, anak mulai mampu berdiri diatas satu kaki untuk
beberapa detik dan pada usia lima tahun anak sudah dapat melompat hampir satu
meter jauhnya. Motorik halus anak usia tiga tahun umumnya belum terlalu banyak
berbeda dari masa bayi. Memasuki usia empat tahun baru pada umumnya
koordinasi motorik halus anak mulai membaik dan mengalami kemajuan. Namun
yang perlu diperhatikan perkembangan motorik tiap anak, baik motorik kasar
maupun motorik halus, berbeda-beda.
2. Perkembangan Kognitif
Dunia kognisi anak usia pra-sekolah adalah kreatif, bebas dan penuh daya
khayal. Hal ini tercermin pada gambar-gambar yang mereka buat. Anak Taman
Kanak-Kanak misalnya menggambar pohon dengan warna merah, langit hijau
atau menggambar sebuah kumpulan lingkaran kecil yang dia ibaratkan itu
keluarganya yang terdiri dari ayah, ibu dan dirinya sendiri. Perkembangan kognitif
anak usia pra-sekolah sesuai dengan teori Piaget, yaitu berada pada periode pra-
operasional. Pada masa ini kemampuan mengingat, terutama mengenal dan
mengingat kembali mengalami kemajuan yang pesat. Demikian pula
perkembangan bahasanya juga sangat pesat. Pemikiran Pra-operasional dapat
dibagi menjadi 2 tahap, yaitu:
a. Subtahap Fungsi Simbolis
Menurut (sanrtock, 2002) menyatakan subtahap ini, anak-anak
mengembangkan kemampuan untuk membayangkan secara mental suatu
obyek yang tidak ada. Kemampuan untuk berfikir simbolis seperti ini disebut
“fungsi simboli”, dan kemampuan ini mengembangkan secara cepat dunia
mental anak. Contoh: anak-anak kecil menggunakan desain corat-caret untuk
menggambar manusia, rumah, mobil, awan dan lain-lain. Bentuk pemikiran
pada tahap praoperasional, adalah :
1) Egosentrisme (Egocentrism) : suatu ciri pemikiran praoperasional anak
yang menonjol. Egosentrisme adalah suatu ketidakmampuan untuk
membedakan antara perspektif seseorang dengan perspektif orang lain.

6
2) Animisme : bentuk lain pemikiran praoperasional adalah keyakinan
bahwa obyek yang tidak bergerak adalah memiliki kualitas “semacam
kehidupan” dan dapat bertindak.
b. Sub tahap pemikiran intuitif
Subtahap pemikiran intuitif adalah kedua pemikiran praoperasional
yang terjadi pada usia 4 dan 7 tahun. Pada subtahap ini, ana-anak mlai
menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban atas semua
pertanyaan. Piaget menyebut waktu ini “intuitif” karena anak-anak berusia
muda tampaknya begitu yakin tentang pengetahuan dan pemahaman mereka,
tetapi belum begitu sadar darimana mereka tahu apa yang mereka ketahui itu.
Contoh : Anak-anak pada usia praoperasional jika dihadapkan dengan
obyek acak yang dapat di kelompokan bersama atas dasar dua atau
lebih sifat, mereka jarang dapat menggunakan sifat ini secara konsisten
untuk menyortir objek-objek kedalam kelompok-kelompok yang tepat.
(Santrock 2002).

3. Perkembangan Sosioemosional
Selama awal masa kanak-kanak emosinya kuat dan tidak seimbang. Emosi
pada awal masa kanak-kanak di tandai oleh ledakan amarah yang kuat. Ketakuan
yang hebat dan iri hati yang tidak masuk akal. Emosi yang umumu pada awal
masa anak-anak adalah amarah, taku, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih
dan kasih sayang. Amarah di anggap sesuai untuk anak laki-laki. Maka sepanjang
masa awal kanak-kanak, anak laki-laki lebih banyak menunjukan amarah yang
hebat daripada anak perempuan.
Perkembangan emosi dan sosial pada masa usia pra-sekolah didasari oleh
kualitas hubungan anak dengan keluarga dan oleh kualitas bermain bersama teman
seusianya (Hadis, 1994). Gaya pengasuhan yang berbeda pada setiap orang tua
akan mempengaruhi kepribadian anak kelak. Orang tua yang otoriter akan
menjalin hubungan dengan anak yang berbeda bentuknya dari hubungan orang tua
yang permisif dengan anaknya. Menurut Hadis 1994, gaya pengasuhan otoriter
cenderung memiliki anak yang secara sosial tidak kompeten, jarang mengambil
inisiatif dan malahan menghindar dari interaksi sosial. Harga diri mereka juga
rendah. Gaya pengasuhan lain adalah gaya pengasuhan yang tak perdulian-tak
terlibat yang sangat merugikan anak. Anak akan menjadi implusif dan mudah
frustasi. Setelah dewasa mereka juga sulit menguasai emosi dan tidak memiliki

7
tujuan hidup. Sebaliknya, orang tua yang otoritatif cenderung mempunyai anak
yang bertanggung jawab, percaya diri, dan ramah. Untuk perkembangan aspek
sosial anak pra-sekolah, hubungan dengan teman sebaya sangat meningkat pada
usia pra-sekolah. Masa ini adalah saat bermain merupakan tema utama dalam
kehidupan anak. Anak mulai dapat menilai apakah ia lebih baik, sama baiknya,
atau kurang dari teman sebayanya. Keadaan ini sulit di dapatkan di rumah karena
saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda.

B. Prinsip Terapi Bermain


Agar anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah sakit, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut (Fadillah, 2014) ::
1. Permainan tidak banyak menggunakan energi
Waktu bermain lebih singkat untuk menghindari kelelahan dan alat-alat
permainannya lebih sederhana.Menurut Vanfeet, 2010, waktu yang diperlukan
untuk terapi bermain pada anak yang dirawat di rumah sakit adalah 15-20 menit.
Waktu 15-20 menit dapat membuat kedekatan antara orangtua dan anak serta
tidak menyebabkan anak kelelahan akibat bermain. Hal ini berbeda dengan
Adriana, 2011, yang menyatakan bahwa waktu untuk terapi bermain 30-35 menit
yang terdiri dari tahap persiapan 5 menit, tahap pembukaan 5 menit, tahap
kegiatan 20 menit dan tahap penutup 5 menit. Lama pemberian terapi bermain
bisa bervariasi, idealnya dilakukan 15-30 menit dalam sehari selama 2-3 hari.
Pelaksanaan terapi ini dapat memberikan mekanisme koping dan menurunkan
kecemasan pada anak.
2. Mainan harus relatif aman dan terhindar dari infeksi silang.
Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil
perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya, seperti
boneka yang dipeluk anak untuk memberi rasa nyaman dan dibawa ke tempat
tidur di malam hari, mainan tidak membuat anak tersedak, tidak mengandung
bahan berbahaya, tidak tajam, tidak membuat anak terjatuh, kuat dan tahan lama
serta ukurannya menyesuaikan usia dan kekuatan anak.
3. Sesuai dengan kelompok usia.
Pada rumah sakit yang mempunyai tempat bermain, hendaknya perlu
dibuatkan jadwal dan dikelompokkan sesuai usia karena kebutuhan bermain
berlainan antara usia yang lebih rendah dan yang lebih tinggi.

8
4. Tidak bertentangan dengan terapi
Terapi bermain harus memperhatikan kondisi anak. Bila program terapi
mengharuskan anak harus istirahat, maka aktivitas bermain hendaknya dilakukan
ditempat tidur. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang
sedang dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan
yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan
kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.
5. Perlu keterlibatan orangtua dan keluarga
Banyak teori yang mengemukakan tentang terapi bermain, namun menurut
Wong (2009), keterlibatan orangtua dalam terapi adalah sangat penting, hal ini
disebabkan karena orangtua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan
upaya stimulasi tumbuh kembang pada anak walaupun sedang dirawat si rumah
sakit. Anak yang dirawat di rumah sakit seharusnya tidak dibiarkan sendiri.
Keterlibatan orangtua dalam perawatan anak di rumah sakit diharapkan dapat
mengurangi dampak hospitalisasi. Keterlibatan orangtua dan anggota keluarga
tidak hanya mendorong perkembangan kemampuan dan ketrampilan sosial anak,
namun juga akan memberikan dukungan bagi perkembangan emosi positif,
kepribadian yang adekuat serta kepedulian terhadap orang lain. Kondisi ini juga
dapat membangun kesadaran buat anggota keluarga lain untuk dapat menerima
kondisi anak sebagaimana adanya. Hal ini sesuai dengan penelitian Bratton, 2005,
keterlibatan orangtua dalam pelaksanaan terapi bermain memberikan efek yang
lebih besar dibandingkan pelaksanaan terapi bermain yang diberikan oleh seorang
profesional kesehatan mental. Menurut Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator
sehingga apabila permainan dilakukan oleh perawat, orang tua harus terlibat
secara aktif dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai
mengevaluasi hasil permainan bersama dengan perawat dan orang tua anak
lainnya.

C. Karakteristik Permainan Menurut Usia


1. Permainan anak usia 0 – 1 tahun
Bermain pada bayi mencerminkan perkembangan dan kesadaran terhadap
lingkungan, tujuan bermain pada usia 0 – 1 tahun adalah menstimulasi
perkembangan anak, mengalihkan perhatian anak, mengalihkan nyeri dan
ketidaknyamanan yang dirasakan. Pemilihan mainan anak harus aman, bersih dan

9
selalu dalam pemantauan orang tua. Anak usia 0 – 1 tahun mengalami
perkembangan oral (mulutnya) dimana kepuasan ada dalam mulutnya, jadi anak
cenderung memainkan mulut dan suka memasukkan semua benda kedalam
mulutnya. Permainan permainan yang dapat dilakukan pada anak usia 0 -1 tahun
meliputi:
a. Permainan kerincing
Permainan ini menggunakan penglihatan dan pendengaran anak yang
berfungsi untuk mengalihkan perhatian anak serta melatih anak untuk
menemukan sumber bunyi yang berasal dari kerincing. Pelaksanaannya
dengan menggoyangkan kerincing hingga anak menoleh kearah bunyi
kerincing, lalu geser kerincing kekiri dan kekanan, jauh mendekat. Jika anak
mencoba untuk meraih, kerincing boleh diberikan ke anak untuk digenggam
dan dimainkan.
b. Sentuhan
Permainan ini menggunakan benda-benda yang akan disentuhkan ke
anak, baik kekulit anak maupun ke telapak tangan anak. Pilihlah benda yang
tekstur permukaannya lembut seperti boneka, sisir bayi, atau kertas.
Permainan ini bertujuan untuk mengenalkan benda dengan sensasi sentuhan
dan mengembangkan kesadaran terhadap benda-benda disekitarnya.
Permainan ini dilakukan dengan menempelkan benda-benda yang telah kita
tentukan ke kulit anak, perhatikan respon bayi terhadap ketidaknyamanan.
c. Mengamati mainan
Permainan ini ditujukan untuk perhatian anak dengan menggunakan
benda-benda yang bergerak. Permainan ini dilakukan dengan cara
menggerakkan benda-benda yang menarik perhatian seperti boneka berwarna
cerah, mainan berwarna cerah. Benda-benda tersebut diarahkan mendekat dan
menjauh atau kekanan dan kekiri agar anak mengikuti arah benda tersebut.
2. Permainan anak usia 1 – 3 tahun
a. Arsitek Menara
Bahan yang dibutuhkan adalah kotak/kubus yang berwarna-warni
dengan ukuran yang sama, kemudian anak diminta untuk menyusun kotak atau
kubus ke atas. Penyusunan kubus/kotak diupayakan yang sama warnanya.
Selalu beri pujian setiap kegiatan anak.

10
b. Tebak Gambar
Permainan ini membutuhkan gambar yang sudah tidak asing bagi anak
seperti binatang, buah-buahan, jenis kendaraan atau gambar profesi/pekerjaan.
Permainan dimulai dengan menunjukkan gambar yang telah ditentukan
sebelumnya kemudian ajak anak untuk menebak gambar tersebut, lakukan
beberapa kali. Jika anak tidak mengetahui gambar yang dimaksud, sebaiknya
petugas memberitahu dan menanyakan kembali ke anak setelah berpindah ke
gambar lain untuk melatih ingatan anak.
c. Menyusun Puzzel
Permainan ini membutuhkan pendampingan petugas dan diupayakan
puzzle yang lebih besar agar anak mudah menyusun dan memegangnya. Pilih
gambar puzzle yang tidak asing bagi anak, sebelum gambar puzzle dipisah
pisah, tunjukkan keanak gambar puzzle yang dimaksud, kemudian ajak dan
dampingi anak untuk menyusun puzzle. Beri contoh bagaimana cara
menyusun puzzle, seperti dimulai dipojok dahulu atau bagian samping terlebih
dahulu. Hal yang perlu diperhatikan dalam puzzle ini adalah jumlah puzzle
yang dipasang/susun tidak lebih dari 6 potongan.
3. Permainan anak usia 4 – 6 tahun
a. Bola keranjang
Permainan ini memerlukan bola dan keranjang sampah plastik (bisa
juga kotak kosong). Letakkan kotak/keranjang plastik sejauh 2 meter dari
anak, kemudian minta anak melempar bola kedalam kotak/keranjang sampah
plastik, jika ada bola yang tercecer atau tidak masuk, dibiarkan saja hingga
bola sudah habis lalu ajak anak untuk mengambil bola yang tercecer tersebut
dan memasukkannya kedalam keranjang dari tempat bola itu jatuh/tercecer.
b. Bermain dokter-dokteran
Permainan ini sangat baik untuk mengenalkan situasi lingkungan di
rumah sakit dengan berperan sebagai profesi kesehatan. Dalam permainan ini
ajak anak untuk bermain drama yaitu anak sebagai dokternya sedangkan
pasiennya adalah boneka. Minta anak untuk memeriksa boneka dengan
stetoskop mulai dada boneka hingga perutnya. Kemudian berikan
spuit/suntikan tanpa jarum kepada anak untuk berpura-pura menyuntikkan
obat kepasiennya. Permainan bisa dilanjutkan ke boneka lainnya dengan
perlakuan sama hingga menulis resep disebuah kertas andaikan

11
memungkinkan. Jelaskan juga fungsi suntikan dan obat itu sebagai apa saja
dan hasil dari suntikan dan obat yang didapat itu apa saja untuk pasien yang
sakit.
c. Bermain abjad
Permainan ini membutuhkan pasangan minimal 2 anak, permainan ini
dengan menggunakan jari tangan yang diletakkan dilantai kemudian jari
tersebut dihitung mulai A hingga Z. Jumlah jari terserah pada anak dan jari
yang tidak digunakan dapat ditekuk. Huruf yang tersebut terakhir akan dicari
nama binatang/nama buahnya sesuai dengan huruf depannya.
4. Permainan anak usia 6 – 12 tahun
a. Melipat kertas origami
Permainan origami untuk melatih motorik halus anak, serta
mengembangkan imajinasi anak. permainan ini dilakukan dengan melipat
kertas membentuk topi, kodok, ikan, bunga, burung dan pesawat. Ajari dan
beri contoh dengan perlahan kepada anak dalam melipat kertas. Selalu beri
pujian terhadap apa yang telah dicapai anak. Hasil karya anak bisa dipajang
dimeja anak atau didekat infus anak agar mudah terlihat orang lain.
b. Mewarnai gambar
Permainan ini juga melatih motorik halus anak dan meningkatkan
kreatifitas anak. Sediakan kertas bergambar dan krayon/spidol warna,
kemudian berikan kertas bergambar tersebut kepada anak dan minta anak
untuk mewarnai gambar dengan warna yang sesuai, ingatkan anak untuk
mewarnai didalam garis. Tulis nama anak diatas gambar yang telah diwarnai
anak.
c. Menyusun puzzle
Siapkan gambar puzzle yang akan disusun anak, upayakan pemilihan
gambar puzzle yang tidak asing bagi anak-anak. Pisahkan terlebih dahulu
puzzlenya kemudian minta anak untuk menyusun kembali gambar tersebut.
Ajak kompetisi dalam permainan ini yaitu siapa yang duluan selesai menyusun
puzzle.

12
BAB III
METODOLOGI PERMAINAN

A. Deskripsi Bermain
Bermain dirumah sakit dapat membuat suasana rumah sakit seperti rumah
sendiri. Bermain juga dapat membuat anak merasa tidak terkekang dalam melakukan
kegiatan yang biasa dilakukan sebelum dirawat dirumah sakit. Bermain dapat
membuat anak lebih mudah menyesuikan diri dengan lingkungan rumh sakit dan
dengan bermain mereka akan memperoleh kesenangan sehingga membuat keadaan
lebih santai dan nyaman.bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan
kesejahteran anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga
terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Donna, 2008). Dengan
melakukan permainan yang menyenangkan dapat membuat anak menjadi senang.
Dengan bermain akan dapat mempengaruhi kesehatan seorang anak. Anak-anak yang
sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang
kurang sehat, sehingga bermain dapat dijadikan salah satu cara untuk membuat anak
relaks dan membantu memulihkan kesehatan (Fadlillah, 2014).
Metode terapi bermain yang digunakan adalah permainan individu dimana
sejumlah anak pra sekolah dikumpulkan dalam satu ruangan untuk kemudian
mengkreasikan bingkai yang telah diberikan. Namun didalam permainan ini seorang
anak diharapkan bermain secara individu dalam bentuk perlombaan. Tujuannya
adalah seorang anak dapat berperan individu dalam sebuah permainan dan beradaptasi
dengan stress yang dialami lingkungan dan mengalihkan atau mengurangi nyeri dan
kecemasan.
A. Tujuan Permainan

B. Keterampilan Yang Dibutuhkan


1.

C. Jenis Permainan
1.

D. Alat bermain
1.

13
E. Proses bermain
a)

Adapun susunan acara terapi bermain “menghias bingkai sebagai berikut:


KEGIATAN PENYULUH PESERTA WAKTU ALAT
Pembukaan   -
Proses terapi:  
menghias
bingkai
Penutup dan   -
salam

F. Waktu Pelaksanaan
1. Hari / Tanggal : Jumat , 10 Mei2019
2. Waktu : 10.00 WIB
3. Tempat : Ruang Rawat Inap Anak Kemuning Bawah

G. Hal-hal yang Perlu Diwaspadai


Hambatan yang mungkin muncul di antaranya :
1. Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia
2. Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
3. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang
bersamaan.
4. Anak merasa capek akan kegiatan yang diberikan
5. Pengawasan terhadap terapi intravena
Hal-hal yang harus diperhatikan :
1. Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2. Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
3. Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat pada
keterampilan yang lebih majemuk.
H. Antisipasi Minimalkan Hambatan
1. Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
2. Memberikan pujian akan keberhasilan yang dilakukan oleh anak

14
3. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
4. Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
5. Membuat suasana menyenangkan, bervariasi, dan nyaman sehingga tidak
membosankan
6. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
7. Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan lainnya.

I. Pengorganisasian
1. Pembimbing Pendidikan : Ns. Kustati Budi Lestari, M.Kep, Sp. Kep.An
2. Pembimbing Klinik : Suhati, S. ST
3. Leader : Yessica Putriandeta
4. Co Leader : Siti Nurpaisa
5. Fasilitator : Ratih Yulianingsih
Dita Retno Wulandari
Jessita Putri Dhiary
6. Observer : Ratna Farhana

J. Sistem Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a) Kesiapan media dan tempat
b) Peserta hadir di tempat bermain
c) Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Ruang Kemuning Bawah RSU
Kabupaten Tangerang
d) Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum terapi
bermain dilaksanakan.
e) Jumlah yang hadir minimal 4-6 anak
2. Evaluasi proses
a) Leader dapat memimpin jalannya permainan, dilakukan dengan tertib dan
teratur
b) Co. Leader dapat membantu tugas Leader dengan baik
c) Fasilitator dapat memfasilitasi dan memotivasi anak dalam permainan
d) 100 % anak dapat mengikuti permainan secara aktif dari awal sampai akhir
3. Evaluasi Hasil
a) Jangka pendek

15
1) Peserta memahami terapi bermain yang telah dimainkan
2) Peserta merasa senang dan terhibur setelah mengikuti terapi bermain
3) Terapi bermain dapat mengurangi nyeri dan kecemasan pada anakAnak
merasa terlepas dari ketegangan dan stress selama hospitalisasi, anak
dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya(distraksi dan
relaksasi)
b) Jangka panjang
1) Terapi bermain ini menstimulasi perkembangan kognitif, afektis,
psikomotor dan social anak
2) Mempermudah anak untuk berinteraksi dan berdaptasi dengan orang
disekitarnya
3) Anak dapat mengembangkan hubungan sosial, komunikasi dan belajar
untuk sabar dan saling menghargai.

K. Susunan Pelaksanaan
1. Pembagian Tugas :
c) Leader
Bertanggung jawab terhadap terlaksananya terapi bermain, yaitu
membuka dan menutup kegiatan ini.
d) Co Leader
Menjelaskan pelaksanaan dan mendemonstrasikan aturan dan cara
bermain dalam terapi bermain.
e) Fasilitator
1) Memfasilitasi anak untuk bermain.
2) Membimbing anak bermain.
3) Memperhatikan respon anak saat bermain.
4) Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan temannya.
4. Observer
1) Mengawasi jalannya permainan.
2) Mencatat proses permainan disesuaikan dengan rencana.
3) Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses bermain.
4) Menyusun laporan dan menilai hasil permainan dibantu dengan Leader
dan fasilitator.

16
2. Setting Tempat

17
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bermain merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan anak dan salah
satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stress karena nyeri dan hospitaliasi.
Situasi tersebut sering dialami yang disertai dengan stress berlebihan, maka anak-anak
perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut, tegang dan cemas yang mereka rasakan
sebagai alat koping dalam menghadapi stressSelain untuk terapi distraksi, bermain
juga memiliki manfaat untuk meminimalkan masalah perkembangan bagi anak dan
menciptakan rasa aman bagi anak-anak, melanjutkan fase tumbuh kembang secara
optimal dan yang terpenting adalah dapat membantu anak menguasai kecemasan dan
konflik akibat stress yang dialami.

B. Saran
1. Diharapkan untuk ruangan rawat inap anak di RSU Kab. Tangerang dapat
melaksanakan terapi bermain untuk anak yang dirawat minimal 1 minggu sekali.
2. Untuk terapi bermain yang akan dilakukan oleh kelompok selanjutnya diharapkan
dapat menambak dekorasi di ruangan saat terapi bermain dilaksanakan, agar anak
lebih tertarik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D. 2011. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta :
Salemba Medika.

Alimul, A. Azis. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nuryanti, Lusi. 2008. Psikologi Anak. Jakarta : PT Indeks.

Santrock, John W. 2009. Perkembangan Anak. Edisi 11. Jakarta : Erlangga.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Soedjatmiko, 2008. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.

Soetjiningsih. 2009. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2013. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta :


EGC.

19
20
CERITA DONGENG

Meniup Terompet untuk Menghilangkan Nyeri

Pada suatu hari terdapat 2 orang anak yg sedang bermain di lapangan

Nama anak tersebut adalah Doni dan Rangga

Ketika mereka berdua sedang asyik bermain sepak bola di tengah teriknya matahari
siang

Tiba-tiba saja Doni terjatuh dan berteriak "Aduuuh kakikuuuuu"

Rangga yang berada didekatnya pun langsung menghampiri Doni dan menanyakan
keadaannya

"Ada apa dengan kakimu Don?" Tanya Rangga

"Kakiku sakit sekali, tidak bisa digerakkan. Tolong panggilkan orang tuaku" Jawab
Doni

Kemudian dengan sigap Rangga meminta bantuan dan pergi untuk memanggil orang
tua Doni.

Orang tua Doni langsung membawa anaknya ke rumah sakit. Setibanya di RS


Dokter menyatakan kaki Doni patah dan harus dioperasi. Sementara itu kaki Doni
harus dibidai agar tidak semakin parah. Selama itu Doni terus menangis dan
meronta-ronta kesakitan. Tak jarang ia pingsan karena kehabisan tenaga akibat
terlalu sering menangis. Ibu Doni merasa sangat khawatir dengan kondisi anaknya.
Kemudian ia meminta bantuan kepada perawat agar bisa menenangkan anaknya.

Perawat X memiliki ide untuk memberikan terapi meniup terompet untuk mengatasi
nyeri pada Doni. Terapi tersebut bertujuan untuk melatih tubuh agar rileks dengan
menarik napas dalam sehingga rasa sakit yg dialami dapat berkurang.

”Assalamu'alaikum Doni perkenalkan saya perawat X, saya yg akan merawat Doni


siang ini sampai jam 9 malam nanti.”

“Waalaikumsalam” jawab Doni dg sedikit cemas

Doni sedikit takut dengan para perawat karena biasanya perawat menusukkan jarum
suntik yang menyakitkan.

“Tenang saja kali ini saya tidak akan membuatmu menangis karena suntikan obat
tetapi saya akan mengajak kamu bermain. Apakah kamu mau? “

“Mau Sus” Seketika Doni langsung senang.

21
“Apa kamu tau benda ini” tanya perawat.

“Hmm itu terompet ya Sus?” Doni menjawab.

“Yaa kali ini kita akan main terompet bersama, Tapiii ada aturannya”

“Bagaimana Sus? “ Tanya Doni penasaran.

“Caranya kamu harus menarik napas dalam-dalam terlebih dahulu sebanyak 2 kali
kemudian pada hembusan yg ketiga kamu tiupkan terompetnya”

“Apa kamu mengerti? “

“Yaa Doni ngerti” sambil mengganggukan kepalanya

“Baik saya contohkan dulu yaa *mencontohkan*”

Sesudah perawat mencontohkan Doni pun mencoba memainkannya.

“Wah iya bagus seperti itu suaranya jadi sangat kencang sekali” Perawat memberi
pujian untuk Doni.

“Iya Sus asyik yaa”

“Nah kamu tau ga sih Don meniup terompet seperti tadi itu bisa mengurangi nyeri
loh”

“Masa sih Sus? “

“Iyaaa bisa Don, jadi kalo kamu lagi nyeri karena kakimu kamu bisa tuh niup
terompet dengan cara tadi. Gimana asyik kan? “ Tanya perawat.

“Iya Sus”

“Nah gimana kalo selanjutnya tiap kamu ngerasa nyeri, kamu mainin terompet itu
apa kamu mau? “ Perawat memberi saran

“Doni mengganggukan kepalanya”

“Oke deh kalo gitu sekarang suster pergi dulu yaa, nanti kita main lagi oke”

“Selamat istirahat Doni”

Perawat X meninggalkan Doni yg kemudian langsung asyik memainkan terompet


pemberian dari Perawat dan melupakan rasa sakit yang dialaminya.

22
NAMA PESERTA TERAPI BERMAIN

No. Nama Peserta Umur

23
Lembar Evaluasi Kemajuan

Kategori kemampuan anak Penilaian An... An... An... An... An... An... An... An...

Kognitif
- Anak mampu mengerti dan menjelaskan pesan
yang terkandung dalam permainan
- Anak mampu menyelesaikan tugas dalam
permainan dalam berbagai tahapan: Total
a) Tahap ringan
b) Tahap sedang Kriteria
c) Tahap sulit
Sosial
- Anak mau memperkenalkan diri di depan
teman sepermainan
- Anak mampu berkomunikasi baik dengan Total
teman sepermainan
- Anak dapat berkomunikasi baik dengan
perawat Kriteria

Afektif
- Anak dapat mematuhi peraturan permainan

Total
Kriteria
Jumlah akhir

Keterangan skor: Kriteria tiap kategori:


0 : Tidak dapat melakukan Baik : jumlah skor 17-24
1 : Dapat melakukan dengan bantuan Cukup : jumlah skor 9-16
2 : Dapat melakukan dengan motivasi Kurang : jumlah skor 0-8
3 : Melakukan dengan mandiri

24
Lembar Observasi Pelaksanaan Terapi Bermain

NO Aspek yang Dinilai Ya Tidak


I Struktur Terapi Bermain
1. Persiapan media terapi bermain
1. Terompet
2. Naskah dongeng
3. Boneka peraga
2 Kelengkapan jumlah mahasiswa:
a. Leader (1)
b. Co-leader (1)
c. Fasilitator (3)
d. Observer (1)
II Proses Terapi Bermain
1. Pembukaan, Leader :
a. Membuka acara terapi bermain dengan mengucapkan
salam
b. Memperkenalkan diri dan meminta peserta
menyebutkan nama
c. Menjelaskan kontrak waktu
d. Menjelaskan permainan apa yang akan dilakukan dan
tujuan terapi bermain
e. Memberikan contoh kepada peserta cara bermain
puzzle
f. Memimpin jalannya permainan dari awal sampai
akhir
2. Pelaksanaan
Co-leader :
a. Membantu Leader menjelaskan cara bermain kepada
peserta
b. Membantu Leader memberikan contoh kepada
peserta cara bermain meniup terompet
c. Memberikan kesempatan pada peserta untuk ikut
memulai permainan
d. Mengatur waktu permainan
Fasilitator :
a. Mengarahkan peserta untuk bermain
b. Memotivasi peserta dalam menyelesaikan permainan
c. Membantu leader dalam mengkondisikan peserta agar
fokus pada jalannya permainan dan pelaksanaan
terapi berlangsung tepat waktu
3. Evaluasi : observer
a. Memberikan Check list pada lembar evaluasi
kemajuan peserta
b. Memberikan penilaian kemampuan anak berdasarkan
kriteria di lembar evaluasi kemajuan.
4. Terminasi :
a. Memberikan reward kepada peserta terbaik oleh
leader, dan fasilitator
b. Memberikan trik penyelesaian tugas dalam

25
permainan meniup terompet
c. Leader mengucapkan terima kasih
III Hasil Terapi Bermain
1. Peserta Terapi Bermain :
a. Peserta terapi bermain antusias mengikuti kegiatan
terapi bermain
b. Peserta mengikuti terapi bermain sampai dengan
selesai.
c. Anak mampu menyelesaikan setidaknya menyusun
semua kepingan pada tahap sulit, dan mampu
menyusun setidak separo kepingan ringan dan sedang
dalam waktu yang telah ditentukan

26

Anda mungkin juga menyukai