Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN GASTROENTERITIS KRONIK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Gastroenteritis adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi
yang abnormal (lebih dari 3 kali/hari), serta perubahan dalam isi (lebih
dari 200 g/ hari) dan konsistensi (feses cair). Diare dapat bersifat akut atau
kronis. Ini dapat diklasifikasikan sebagai volume tinggi, volume rendah,
sekretorik, osmotik, atau campuran. (Brunner & Suddarth 2002 : 1093)
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar, konsistensi
feses menjadi cair, dan perut terasa mules ingin buang air besar. Secara
praktis dikatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali
sehari dengan konsistensi cair. Diare dapat tergolong akut atau bila telah
terjadi lebih dari 2 minggu digolongkan diare kronik. ( Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam 2001 : 91)
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu.
Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak
ditetapkan batas waktu 2 minggu.

2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari
daftar keluhan pasien pada ruangan praktek dokter,sementara di beberapa
rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi
gastrointestinal terdapat pada peringkat pertama sampai dengan keempat
pasien dewasa yang datang berobat ke Rumah Sakit.

3. ETIOLOGI
1. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera),
Virus (Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
a. Infeksi enteral

1
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang
meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis,
virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan
infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides)
protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homunis) jamur (canida albicous).
b. Infeksi parenteral
Ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis
media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi
dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain
(OMA sering terjadi pada anak-anak).
3. Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak, protein.
4. Faktor makanan : Makanan basi, beracun,
terlampau banyak lemak, sayuran dimasak kutang matang.
5. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.

4. FAKTOR PREDISPOSISI
Adapun faktor predisposisi dari Diare ini yaitu :
 Lingkungan yang kurang bersih
 Makanan yang tidak Higienis

5. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi
rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

2
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin
dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja.
Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam
tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia
jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih
sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi
karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati
dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul
jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50%
pada anak-anak.

4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini
disebabkan oleh:

3
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau
muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan
susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi
dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik,
akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran
menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

6. KLASIFIKASI
Pada umunya diare kronik dapat dikelompokkan menjadi 4
kategori yakni
a. Diare Osmotik
Disebabkan oleh osmolaritas intralumen usus lebih tinggi dari
dalam serum. Hal ini terjadi pada intoleransi laktosa, obat
laksatif, (laktulosa, magnesium sulfat, obat (antasid).
b. Diare Sekretorik
Terjadinya sekresi intestinal yang berlebihan dan berkurangnya
absorpsi menimbulkan diare yang cair dan banyak. Pada
umunya disebabkan tumor endokrin, malabsorpsi garam
empedu, laksatif katartik. Terdapat gangguan transpor akibat
adanya perbedaan osmotik intralumen dengan mukosa yang
besar sehingga terjadi penarikan cairan dan elektrolit ke dalam
lumen lumen usus dalam jumlah besar. Feses akan seperti air.
Diare sekresi terbagi menjadi dua berdasarkan pengaruh puasa
terhadap diare. Pertama diare sekretori yang dipengaruhi oleh
keadaan puasa yang berhubungan dengan proses intralumen
dan diakibatkan oleh :

4
- Bahan-bahan yang tidak dapat diabsoprsi (seperti
obat-obatan dengn unsur magnesium tinggi contoh
antasid, multivitamin dan mineral, serta obat-obatan
yang bersifat laksatif).
- Malabsorpsi karbohidrat : proses metabolisme
karbohidrat oleh bakteri usus akan menghasilkan gas
H2 dan CO2 sehingga timbul flatus dan kembung
berlebihan serta nyeri perut dalam bentuk kram.
- Defisiensi laktosa yang mengakibatkan intoleransi
laktosa.
Diare sekretorik yang dipengaruhi keadaan puasa sering
dijumpai pada sindrom kolon iritatif, yang gejala klinisnya
adalah diare tanpa nyeri dan banyak disebabkan oleh faktor
psikososial sehingga disebut diare fungsional.
Kedua diare cair yang tidak dipengaruhi keadaan puasa
terdapat pada sindrom karsinoid, karsinoma tiroid medular, dan
diare diabetik. Diare yang disebabkan oleh penyakit tersebut
dihubungkan denga proses hormonal dan neurogen yang
berpengaruh terhadap motilitas.
c. Diare karena Gangguan Motilitas
Hal ini disebabkan transit usus yang cepat atau justru
karena terjadinya stasis yang menimbulkan perkembangan
bakteri intralumen yang berlebihan. Penyebab yang klasik
adalah iritable bowel snydrome.
d. Diare Inflamatorik
Disebabkan oleh faktor inflamasi. Diare dengan
kerusakan dan kematian enterosit disertai peradangan. Feses
berdarah terbagi dua yaitu inflamasi non spesifik dan spesifik.
Kolitis ulceratif dan penyakit Chron’s termasuk kelompok
inflamasi non spesifik. Diare dengan perdarahan terutama
disebabkan ileh inflamasi yaitu
Bakteri : Shigella sp, Salmonella sp, Enteroinvasif E.

5
Protozoa : Entamoeba histolyca, Balantidium coli
Virus : Cytomegavirus
Cacing : Schistoma sp, Trichuris trich

7. GEJALA KLINIS
Pasien dengan diare akut ayng disebabkan oleh infeksi sering
mengalami nausea, muntah ,nyeri perut, sampai kejang perut , demam, dan
diare. Terjadi renjatan hipovolemik harus dihindari. Kekurangan cairan
menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi meninjol,
turgor kulit menurun, serta suara serak. Gangguan biokimia seperti
asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi pernapasan llebih cepat
dan dalam (pernaasan Kuasmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat
denyut nadi cepat, tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien
gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal
dapat menurun sehingga timbul anuria, sihingga bila kekurangan cairan
tak segera diatasi dapat timbul penyulit berupa nekrosis tubula.

8. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar
lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup
pada anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt
karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah,
tensi menurun pada diare sedang .

6
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt,
suhu meningkat > 37 0 C, akral hangat, akral dingin (waspada
syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada
daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-
400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa
mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan
adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah,
dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas
darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan
Posfat.

10. PENATALAKSANAAN
Pada orang dewasa penatalaksanaan diare akut akibat
infeksiterdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas pengobatan utama. Empat hal penting
yang perlu diperhatikan adalah:
 Jenis cairan
Pada diare akut yang rinagn dapt diberikan oralit. Diberikan cairan
Ringer Laktat, bila tak tersedia bisa diberikan cairan NaCl isotonik
ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5% 50ml.

7
 Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
dikeluarkan. Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan
beberapa cara.
Metode Pierce yang berdasarkan keadaan klinis:
Derajat dehidrasi Kebutuhan cairan (x kg BB)
Ringan 5%
Sedang 8%
Berat 10%

Metode Daldiyono, berdasarkan keadaan klinis yang diberikan


penilaian / skor:
Klinis Skor
Rasa haus/ muntah 1
Tekanan darah sistolik 60- 1
2
90mmHg
1
Tekanan darah sistolik <60mmHg
1
Frekuensi nadi >120x/menit
2
Kesadaran apatis
1
Kesadaran somnolen, sopor atau
2
koma 2
Frekuensi napas >30x/menit 1
Facies kolerika 1
Vox cholerica 1
Turgor kulit menurun 2
Washer woman’s hand -1
Ekstremitas dingin -2
Sianosis
Umur 50-60 tahun
Umur >60 tahun

Kebutuhan cairan :
Skor/15 x 10% x kg BB x 1 liter

 Jalan masuk atau cara pemberian cairan


Rute pemberian cairan pada orang dewasa dapat dipilih oral atau
iv.
 Jadwal pemberian cairan
Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan berdasarkan
metode Daldiyono diberikan pada 2 jam pertama. Selanjutnya
dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk memperhitungkan

8
status kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap
pada akhir jam ke-3.
2. Identifikasi penyebab diare akut akibat infeksi.
Secara klinis, tentukan jenis diare koleriform atau disentriform.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang yang terarah.
3. Terapi simtomatik
Obat diare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas
pertimbangan yang rasional. Antimotilitas dan sekresi usus seperti
loperamid sebaiknya jangan dipakai pada infeksi salmonela, shigela, dan
kolitis pseudomembran karena akan memperburuk diare yang diakibatkan
bakteri enteroinvasifakibat perpanjangan waktu kontak antara bakteri
dengan epitel usus. Bila pasien amamt kesakitan maka akan diberikan obat
antimotalitas dan sekresi usus di atas dalam jangka pendek selama 1-2 hari
saja dengan 3-4 tablet/hari, serta memperhatikan ada tidaknya glaukoma
dan hipertrofi prostat. Pemberian antiemetik pada anak dan remaja seperti
metoklopropamid dapat menimbulkan kejang akibat rangsangan
ekstrapiramidal.
4. Terapi definitif
Pemberian edukasi yang jelas sangat penting sebagai langkah pencegahan.
Hiegene perorangan, sanitasi lingkungan dan imunisasi melalui vaksinasi
sangat berarti, selain terapi farmakologi yang tertera pada tabel berikut.
Daftar obat dan dosis berdasarkan penyebab diare.
Obat Dosis (per hari) Jangka waktu
Kolera altor Tetrasiklin 4x500mg 3 hari
Kotrimoksazol
2x3 tablet
6 hari
2x2 tablet
Kloramfenikol 7 hari
4x500mg
E . coli Tak memerlukan
-
terapi
Salmonellosis 10-14 hari
Ampisilin 4x1 g
10-14hari
Kotrimoksazol 4x500mg
Siprofloksasin 2x500mg 3-5 hari
Shigelosis
Ampisillin 4x1g 5 hari
Kloramfenikol 4x500mg 5 hari
Amebiasis
Metronidazol 4x500mg 3 hari
Tinidazol 1x2g 3 hari
Secnidazol 1x2g 3 hari
Tetrasiklin 4x500mg 10 hari
Giardisis
3x100mg 7 hari
kuinakrin
3x100mg 5 hari
Klorokuin

9
Kandidosis Metronidazol 3x250mg 7 hari
Virus Mikostatin 3x500000 unit 10 hari
Simtomatik
&suportif

Pada diare kronik, pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun


nonifeksi. Obat diberikan berdasarkan etiologinya.
Daftar obat dan dosis berdasarkan penyebab diare kronik.

Etiologi Obat Dosis (per hari) Jangka waktu


Shigella sp Ampisililin 2x1 g 5-7 jam
Kotrimoksazol 2x2 tablet Idem
Siprofloksasin 2x500 mg Idem
Tetrasiklin 4x500 mg Idem
H . jejuni Eritromisin 4x250-500 mg Idem
Siprofloksasin 2x500 mg 5 hari
Salmonelosis Kloramfenikol 4x500 mg 14 hari
Peflasin 1x400 mg 7 hari
Siprofloksasin 2x500 mg 7 hari
C . difficile Vankomisin 4x125 mg 7-10 hari
Metronidazol 3-4x1,5-2 g Idem
ETEC Trimetropin 3x200 mg 3 hari
Siprofloksasin 1x500 mg Idem
Kotrimoksazol 2x2 tablet Idem
Tuberkulosis Rifampisin 10 mg/ kg BB
Pirazinamid 20-40 g/ kgBB
Etambutol 15-25 mg/ kg
Streptomisin Min 9 bulan
BB
Jamur kandidosis Nistatin 2-3 minggu
15 mg/ kgBB
Protozoa Kuinakrin 7 hari
3x500000 unit
Metronidazol 3-5 hari
Giardiasis 3x100 mg
7 hari
1x2 g
Metronidazol 7 hari
3x400 mg
Pirental pamoat 3 hari
E . hystolica 3x800 mg
Idem Idem
Cacing Ascaaris 10-22mg/kg BB
Mebendazol 3 hari
Cacing tambang Idem
Thichuris tichiura 2x100 mg

11. KOMPLIKASI
 Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau
hipertonik).

10
 Renjatan hipovolemik.
 Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
 Hipoglikemia.
 Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim
laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
 Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
 Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah,
penderita juga mengalami kelaparan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Fokus pengkajian menurut Doenges (2002 )
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : Gangguan pola tidur, misalnya insomnia dini hari, kelemahan,
perasaan ‘hiper’ dan ansietas, peningkatan aktivitas / partisipasi dalam
latihan-latihan energi tinggi.
Tanda : Periode hiperaktivitasi, latihan keras terus-menerus.
2. Sirkulasi
Gejala : Perasaan dingin pada ruangan hangat.
Tanda : TD rendah takikardi, bradikardia, disritmia.
3. Integritas ego
Gejala : Ketidakberdayaan / putus asa gangguan ( tak nyata ) gambaran
dari melaporkan diri-sendiri sebagai gendut, terusmenerus memikirkan
bentuk tubuh dan berat badan ,takut berat badan meningkat, harapan diri
tinggi, marah ditekan.
Tanda : Status emosi depresi menolak, marah, ansietas.

4. Eliminasi
Gejala : Diare / konstipasi,nyeri abdomen dan distress, kembung,
penggunaan laksatif / diuretik.
5. Makanan, cairan

11
Gejala : Lapar terus-menerus atau menyangkal lapar, nafsu makan normal
atau meningkat.
Tanda : Penampilan kurus, kulit kering, kuning / pucat, dengan turgor
buruk, pembengkakan kelenjar saliva, luka rongga mulut, luka
tenggorokan terus-menerus, muntah, muntah berdarah,luka gusi luas.
6. Higiene
Tanda : Peningkatan pertumbuhan rambut pada tubuh, kehilangan rambut
( aksila / pubis ), rambut dangkal / tak bersinar, kuku rapuh tanda erosi
email gigi, kondisi gusi buruk
7. Neurosensori
Tanda : Efek depresi ( mungkin depresi ) perubahan mental ( apatis,
bingung, gangguan memori ) karena mal nutrisi kelaparan.
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
9. Keamanan
Tanda : Penurunan suhu tubuh, berulangnya masalah infeksi.
10. Interaksi sosial
Gejala : Latar belakang kelas menengah atau atas, Ayah pasif / Ibu
dominan anggota keluarga dekat, kebersamaan dijunjung tinggi, batas
pribadi tak dihargai, riwayat menjadi diam, anak yang dapat bekerja sama,
masalah control isu dalam berhubungan, mengalami upaya mendapat
kekuatan.
11. Seksualitas
Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga siklus menstruasi berturut-turut,
menyangkal / kehilangan minat seksual.
Tanda : Atrofi payudara, amenorea.

12. Penyuluhan / pembelajaran


Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden depresi
keyakinan / praktik kesehatan misalnya yakin makanan mempunyai
terlalu banyak kalori, penggunaan makanan sehat.

12
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare b/d infeksi pada mukosa usus
2. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan dan elektrolit
3. Nyeri akut b/d adanya distensi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d pengeluaran
substansi nutrien bersama faeces
5. Hipertermi b/d dehidrasi
6. Keletihan b/d metabolisme lemak tidak sempurna
7. Kerusakan integritas kulit b/d iritasi kulit daerah anal
8. Gangguan pola tidur b/d meningkatnya frekuensi BAB
9. Ketidakefektifan pola nafas b/d resiko syok hypovolemik
10. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d perfusi jaringan
berkurang
11. Resiko penurunan curah jantung b/d kehilangan kandungan kalium
berlebihan.

3. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa 1
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan terjadi penurunan frekuensi
defekasi, konsistensi kembali normal dengan kriteria hasil:

- Frekuensi peristaltik 5-35

- Konsistensi faeces padat


- Tidak terdapat lendir pada faeces
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi dan catat frekuensi 1. Membantu membedakan
defekasi, karakteristik, jumlah penyakit individu dan mengkaji
dan faktor pencetus. beratnya episode.
2. Tingkatkan tirah baring 2. Istirahat menurunkan motilitas
usus juga menurunkan laju
metabolisme jika infeksi atau
3. Indentifikasi makanan dan perdarahan sebagai komplikasi

13
cairan yang mencetuskan diare, 3. Menghindarkan iritan
mis., sayuran segar dan buah, meningkatkan motilitas usus.
sereal, bumbu minuman
carbonat, produk susu.
4. Mulai lagi pemasukan cairan 4. Memberikan istirahat kolon
per oral secara bertahap. dengan menghilangkan atau
Tawarkan minuman jernih tiap menurunkan rangsang makanan
jam hindari minuman dingin. atau cairan. Makan kembali
secara bertahap cairan
mencegah kram dan diare
berulang, namun cairan dingin
dapat meningkatkan motilitas
usus.
5. Observasi demam, takikardi, 5. Tanda bahwa toksik megakolon
ansietas dan kelesuan. atau perforasi akan terjadi atau
telah terjadi memerlukan
intervensi medik segera.

6. Delegasi dalam pemberian


obat sesuai indikasi - Pengobatan simptomatik pada
- New diatab diare non-spesifik.

- Mengobati infeksi berat karena


- Kalmicetine Sallmonella sp.

- Untuk pencegahan infeksi


- Metronidazole anaerob

- Untuk mengobati nyeri


- Ketorolac

14
- Untuk mencegah maupun
- Ondancentron mengatasi mual dan muntah
akibat pengobatan dengan
sitostatika dan radioterapi.

- Untuk mengobati infeksi yang


disebabkan oleh kuman patogen
- Ciprofloxacin
yang peka terhadap
Ciprofloxacin.
- Memelihara saluran cerna,
mengatasi kembung, konstipasi,
- Rillus
diare, sakit perut, meningkatkan
fungsi sistem imun.
- Pengobatan jangka pendek tukak
usus 12 jari aktif, tukak lambung
- Ranitidin
aktif, mengurangi gejala refluks
esofagitis.

Diagnosa 2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan dan
elektrolit dipertahankan secara maksimal.
Kriteria hasil :
- Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <
40 x/mnt )
- Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
- Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau tanda dan gejala 1.Penurunan sirkulasi volume

15
kekurangan cairan cairan menyebabkan
danelektrolit. kekeringan mukosa dan
2. Pantau intake dan output. pemekatan urin. Deteksi dini
3. Timbang berat badan setiap memungkinkan terapi
hari. pergantian cairan segera
4. Anjurkan keluarga untuk untuk memperbaiki deficit.
2.Dehidrasi dapat meningkatkan
memberi minum banyak pada
laju filtrasi glomerulus
klien, 2-3 lt/hr
membuat keluaran tak
5. Kolaborasi :
adekuat untuk membersihkan
- Pemeriksaan laboratorium
sisa metabolisme.
serum elektrolit (Na, K,Ca,
3.Mendeteksi kehilangan cairan ,
BUN)
penurunan 1 kg BB sama
- Cairan parenteral ( IV
dengan kehilangan cairan 1 lt.
line ) sesuai dengan umur 4.Mengganti cairan dan elektrolit
- Obat-obatan : yang hilang secara oral
5. Kolaborasi:
(antisekresin,
- koreksi keseimbang cairan
antispasmolitik, antibiotik)
dan elektrolit, BUN untuk
mengetahui faal ginjal
(kompensasi).

- Mengganti cairan dan


elektrolit secara adekuat
dan cepat.

- anti sekresi untuk


menurunkan sekresi cairan
dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik
untuk proses absorbsi
normal, antibiotik sebagai
anti bakteri berspektrum
luas untuk menghambat

16
endotoksin.

Diagnosa 3
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri terkontrol dengan
Kriteria hasil:
- Pasien mampu melaporkan tingkat nyeri yang berkurang atau hilang
- Pasien relaks, tidak gelisah dan tidak menunjukkan gejala-gejala nyeri non
verbal lainnya
INTERVENSI RASIONAL
1. Dorong pasien melaporkan 1. Mencoba untuk
nyeri mentoleransi nyeri
daripada meminta
2. Observasi/ catat distensi
analgesik
abdomen, peningkatan suhu,
penurunan TD 2. Dapat menunjukkan
terjadinya obstruksi usus
3. Berikan tindakan nyaman
karena inflamasi, edema,
(mis., pijatan punggung,
dan jaringan parut.
ubah posisi) dan aktivitas
senggang 3. Meningkatkan relaksasi,
memfokuskan kembali
4. Lakukan modifikasi diet
perhatian dan
sesuai resep, mis.,
meningkatkan kemampuan
memberikan cairan dan
koping
meningkatkan makanan
padat sesuai toleransi 4. Istirahat usus penuh dapat
menurunkan nyeri, kram

Diagnosa 4
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi
terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur

17
INTERVENSI RASIONAL
1. Ciptakan lingkungan yang 1. Situasi yang nyaman, rileks
bersih, jauh dari bau yang tak akan merangsang nafsu
sedap atau sampah, sajikan makan.
2. Mengurangi pemakaian
makanan dalam keadaan
energi yang berlebihan
hangat.
3. Mengetahui jumlah output
2. Berikan jam istirahat (tidur)
dapat merencanakan jumlah
serta kurangi kegiatan yang
makanan.
berlebihan
4. Kolaborasi dengan tim
3. Monitor intake dan out put
kesehatan lain :Mengandung
dalam 24 jam.
4. Kolaborasi dengan tim zat yang diperlukan , untuk
kesehatan lain : proses pertumbuhan.
a. terapi gizi : Diet TKTP
rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin
( A).

Diagnosa 5
Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan tidak terjadi peningkatan
suhu tubuh.
Kriteria hasil:
- suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
- Tidak terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor suhu tubuh setiap 2 1. Deteksi dini terjadinya
jam perubahan abnormal fungsi
2. Berikan kompres hangat tubuh ( adanya infeksi).
3. Kolaborasi pemberian
2. Merangsang pusat pengatur
antipirektik.
panas untuk menurunkan
produksi panas tubuh

3. Merangsang pusat pengatur


panas di otak

18
Diagnosa 6
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan
energi dengan kriteria hasil:
- Melaporkan rasa berenergi
- Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
INTERVENSI RASIONAL
1. Evaluasi laporan keletihan. 1. Meningkatnya derajat
Perhatikan kemampuan (berlanjutnya/ perbaikan dari efek
tidur/istirahat dengan tepat. ketidakmampuan).
2. Obervasi TTV 2. Mengetahui keadaan umum
pasien.
3. Kaji kemampuan untuk 3. Mengidentifikasi kebutuhan
berpartisipasi pada aktivitas yang individual dan membantu
diinginkan/dibutuhkan pemilihan intervensi.
4. Rencanakan periode istirahat 4. Mencegah keletihan berlebihan
adekuat. dan menyimpan energi untuk
penyembuhan.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas 5. Mengubah energi, memungkinkan
sehari-hari dan ambulasi. berlanjutnya aktivitas yang
dibutuhkan/ normal, memberi
keamanan pada pasien.
6. Tingkatkan tingkat partisipasi 6. Meningkatkan rasa membaik/
sesuai toleransi pasien. meningkatkan kesehatan dan
membatasi frustasi.

Diagnosa 7
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit tidak
terganggu.
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi iritasi
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar.
INTERVENSI RASIONAL

19
1) Diskusikan dan jelaskan 1) Kebersihan
pentingnya menjaga tempat mencegahperkembang biakan
tidur. kuman.
2) Mencegah terjadinya
2) Demontrasikan serta
iritassikulit yang tak
libatkan keluarga dalam
diharapkan oleh karena
merawat perianal (bila basah
kelebaban dan keasaman
dan mengganti pakaian bawah
feces
serta alasnya).
3) Melancarkan vaskulerisasi,
3) Atur posisi tidur atau
mengurangi penekanan yang
duduk dengan selang waktu 2-
lama sehingga tak terjadi
3 jam.
iskemi dan iritasi .

Diagnosa 8
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan terjadi perbaikan dalam
pola tidur/ istirahat dengan kriteria hasil :
- Mengungkapkan peningkatan rasa sejahtera dan segar
- Melaporkan perbaikan dalam tidur / istirahat
INTERVENSI RASIONAL
1. Tentukan kebiasaan tidur 1. Mengkaji perlunya dan
biasanya dan perubahan mengidentifikasi intervensi
yang terjadi yang tepat
2. Meningkatkan
2. Berikan tempat tidur yang kenyamanan tidur serta
nyaman dan beberapa milik dukungan fisiologis /
pribadi. Mis., bantal, guling prikologis
3. Membantu menginduksi
3. Instruksikan tindakan
tidur
relaksasi 4. Memberikan situasi
kondusif untuk tidur
4. Kurangi kebisingan dan 5. Pengubahan posisi
lampu mengubah area tekanan

20
5. Dorong posisi nyaman, bantu dan meningkatkan istirahat
dalam mengubah posisi

Diagnosa 9
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas klien kembali
efektif dengan Kriteria hasil:
- Pasien mampu mempertahankan pola nafas yang efektif dengan tingkat
pernafasan yang normal.
- Paru-paru pasien bersih, bebas dari cianosis, dan tanda-tanda/ gejala-gejala
hipoksia yang lain.
INTERVENSI RASIONAL
a) Pantau tingkat/kedaleman dan a) Pengkajian yang berulang kali
pola pernafasan. sangat penting karena kadar
b) Catat periode apnea, pernafasan toksisitas mungkin berubah
Cheyne-Stokes. secara drastis.
c) Auskultasi bunyi nafas. b) Bunyi nafas dapat menurun
d) Catat pengembangan dada atau tidak ada pada
e) Pertahankan posisi tidur yang lobus,segmen paru, atau
nyaman, biasanya dengan seluruh area paru ( unilateral ).
peninggian kepala tempat tidur. c) Area atelektasi btidak ada
Berikan tambahan O2 bunyi napas, dan pada area
yang kolaps menurun
bunyinya, evaluasi juga di
lakukan untuk area yang baik
pertukaran gasnya dan
memberikan data evaluasi
perbaikan pneumotaraks.

21
d) Pengembangan dada sama
dengan ekspansi paru.
e) Meningkatkan inspirasi
maksimal, meningkatkan
ekspansi paru.
f) Hipoksia pada susunan saraf
pusat mengakibatkan depresi
pernafasan

Diagnosa 10
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan
toleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan / memperbaiki perfusi jaringan dengan bukti tanda
vital stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, GDA dalam batas
normal, keluaran urine adekuat
INTERVENSI RASIONAL
1. Selidiki keluhan tingkat 1. Perubahan dapat
kesadaran, keluhan pusing / menunjukkan
sakit kepala ketidaknyamanan perfusi
serebral sebagai akibat
2. Selidiki keluhan nyeri dada.
tekanan darah arterial.
Catat lokasi, kualitas,
2. Dapat menunjukkan
lamanya, dan apa yang
iskemia jantung
menghilangkan nyeri
sehubungan dengan
3. Berikan oksigen tambahan penurunan perfusi.
sesuai indikasi 3. Mengobati hipoksemia dan
asidosis laktat selama
4. Awasi GDA nadi oksimetri
perdarahan akut.
4. Mengidentifikasi
hipoksemia, keefektifan /
kebutuhan untuk terapi.

Diagnosa 11

22
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi penurunan
curah jantung dengan kriteria hasil :
- Melaporkan / menunjukkan penurunan episode dispnea, angina dan
disritmia
- Menidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung
INTERVENSI RASIONAL
1. Dorong tirah baring dalam 1. Menurunkan beban kerja
posisi semi fowler jantung memaksimalkan
curah jantung
2. Evaluasi keluhan lelah,
2. Manifestasi klinis dari
dispnea, palpitasi, nyeri dada
GJK yang dapat menyertai
kontinu
endokarditis dan
3. Auskultasi bunyi jantung. miokarditid.
Perhatikan jarak / muffed 3. Memberikan deteksi dini
tonus jantung, murmur, dan terjadinya komplikasi,
gallop S3 dan S4 mis. GJK, tamponade
jantung.
4. Berikan oksigen suplemen
4. Meningkatkan
ketersediaan oksigen untuk
fungsi miokard dan
menurunkan efek
metabolisme anaerob yang
terjadi sebagai akibat dari
hipoksia dan asidosis.

4. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan

5. EVALUASI
Diagnosa 1
Terjadi penurunan frekuensi defekasi, konsistensi kembali normal.
Diagnosa 2
Keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal.

23
Diagnosa 3
Nyeri terkontrol
Diagnosa 4
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Diagnosa 5
Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Diagnosa 6
Terjadi peningkatan energi.
Diagnosa 7
Integritas kulit tidak terganggu.
Diagnosa 8
Terjadi perbaikan dalam pola tidur/ istirahat.
Diagnosa 9
Pola nafas klien kembali efektif.
Diagnosa 10
Terjadi peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Diagnosa 11
Tidak terjadi penurunan curah jantung.

DAFTAR PUSTAKA

Bates.B, 1995. Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.Ed 2. Jakarta : EGC


Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta :
EGC
Doengoes, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
EGC
Nanda. 2012. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2012-2014.
Nanda International
Prof.dr. Arjatmo Tjokronegoro, Ph.D dan dr. Hendra Utama. 1996. Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : FKUI

24

Anda mungkin juga menyukai